Review Studi Terdahulu PENDAHULUAN

14 3. Sa‟dah, 106044101372, 2010, Pelaksanaan Nikah di Bawah Umur dan Dispensasi Nikah pada Masyarakat Kelurahan Margahayu, Bekasi Timur. Dalam skripsinya ditulis bahwa di Kelurahan Margahayu, Bekasi Timur banyak masyarakat yang melakukan nikah di bawah umur dan tidak mendapatkan dispensasi nikah dari Pengadilan Agama setempat, dikarenakan kurang pengetahuan tentang dispensasi nikah. Adapun penyebab banyaknya pernikahan tersebut karena faktor ekonomi, dorongan keluarga, dan kecelakaan. Dalam skripsi yang akan saya tulis tidak membahas tentang pelaksanaan nikah di bawah umur yang tidak mendapatkan dispensasi nikah dari pengadilan, melainkan lebih kepada bagaimana upaya penghulu dalam mengurangi pelaku perkawinan di bawah umur di Desa Ciwalat, Kecamatan Pabuaran, Kabupaten Sukabumi. 15

F. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan dalam penyusunan skripsi ini penulis menggunakan sistematika penulisan sebagai berikut: Bab Pertama yaitu: Pendahuluan, yang di dalamnya meliputi: Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metode Penelitian, Review Studi Terdahulu dan Sistematika Penulisan. Bab Kedua yaitu: Landasan Teori, yang di dalamnya membahas: Pengertian Perkawinan di Bawah Umur, Dasar Hukum Perkawinan, Rukun dan Syarat Perkawinan, Tujuan dan Hikmah Perkawinan dan Prinsip-prinsip Perkawinan menurut Islam. Bab Ketiga yaitu: Gambaran Umum Desa Ciwalat, yang di dalamnya membahas: Sejarah Singkat Desa Ciwalat, Letak geografis Desa Ciwalat dan Pandangan warga Desa Ciwalat tentang Perkawinan di Bawah Umur Bab Keempat yaitu: Analisis Data, yang di dalamnya membahas: Faktor-faktor yang Menyebabkan Terjadinya Perkawinan di Bawah Umur dan Upaya Penghulu Desa Ciwalat dalam Mengurangi Pelaku Perkawinan di Bawah Umur. Bab Kelima yaitu: Penutup, Kesimpulan dan saran-saran. 16

BAB II LANDASAN TEORI

A. Pengertian Perkawinan di Bawah Umur

Dalam bahasa Indonesia, perkawinan berasal dari kata “kawin” yang menurut bahasa artinya membentuk keluarga dengan lawan jenis, melakukan hubungan kelamin atau bersetubuh. 1 Perkawinan disebut juga “pernikahan”, berasal dari kata nikah nakaha - yankihu - nikaahan yang menurut bahasa artinya mengumpulkan al-Dlammu atau bersetubuh al-Wathu. 2 Dalam hukum Islam, terdapat beberapa definisi nikah, diantaranya yaitu: Definisi nikah menurut bahasa “Nikah menurut bahasa yaitu mengumpulkan dan bersetubuh, atau merupakan ibarat untuk menghalalkan hubungan suami istri dengan akad secara keseluruhan”. Definisi nikah menurut istilah 1 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2005, cet. Ke-3, edisi ketiga, h. 518. 2 Syaikh Zakariyya Al-Anshoriy, Haasyiyat Al- „Allamat Al-Syaikh Sulaiman Al-Jamal „Ala Syarh Al-Manhaj, Beirut: Daar al-Fikr, juz IV, h. 115 3 Wahbah al-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islamiy wa adillatuh, Beirut: Daar al-Fikr, 1989, juz VII, h. 29 4 Imam Taqiyuddin Abi Bakr ibn Muhammad Al-Husainy Al-Husny Al-Damsyiqy Al- Syafi‟iy, Kifayat Al-Akhyar Fi Halli Ghoyat Al-Ikhtishor, h. 36 17 “Nikah menurut syara‟ yaitu ibarat tentang akad yang masyhur yang terdiri dari rukun-rukun dan syarat-syarat, yang dengan akad tersebut maka dibolehkan bersetubuh”. Wahbah al-Zuhaili mendefinisikan kata nikah dengan: “Nikah menurut syara‟ yaitu akad yang ditetapkan syara‟ untuk membolehkan bersenang-senang antara laki-laki dengan perempuan dan menghalalkan bersenang-senangnya perempuan dengan laki- laki”. Abu Yahya Zakariya al-Anshory mendefinisikan kata nikah dengan: “Nikah menurut istilah yaitu akad yang mengandung ketentuan hukum kebolehan hubungan seksual dengan lafaz nikah atau dengan kata-kata yang semakna dengannya ”. Di kalangan ulama fikih, berkembang tiga macam pendapat tentang arti lafaz nikah, yaitu: 7 Pertama: Nikah menurut arti aslinya arti hakikat adalah bersetubuh, sedangkan menurut arti majazi metaforis adalah akad yang dengan akad ini menjadi halal hubungan kelamin antara pria dan wanita; demikian menurut golongan Hanafi. Kedua: Nikah menurut arti aslinya ialah akad yang dengan akad ini menjadi halal 5 Wahbah Al-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islamiy Wa Adillatuh, h. 29 6 Abu Yahya Zakariya Al-Anshory, Fath Al-Wahhab, Singapura: Sulaiman Mar‟iy, juz II, h. 30 7 Abd Al-Rahman Al-Jaziri, Al- Fiqh „Ala Al-Mazahib Al-Arba‟ah, h. 6