BAB III KEBIJAKAN PEMERINTAH ORDE BARU
A. Setting Politik Orde Baru
Berakhirnya Demokrasi Terpimpin yang sekaligus menandai kelahiran Orde Baru dilatarbelakangi oleh krisis ekonomi dan politik. Kondisi ekonomi saat
itu sangat buruk namun kita tidak akan membahas lebih dalam,yang akan dikaji lebih luas adalah dari segi politik.
Dari segi politik, percobaan kudeta melalui G-30-S pada tahun 1965 beserta pukulan balik yang menyertainya telah membawa korban bagi para
perwira Angkatan Darat dan lebih dari setengah juta penduduk.
1
Faksi-faksi yang ada di tubuh militer, potensial untuk meledakkan perang saudara. Di samping itu,
kelompok Soeharto juga mendapat tekanan dari para perwira radikal dalam tubuh Angkatan Darat serta komponen-komponen kekuatan politik Islam yang berada di
kesatuan-kesatuan aksi dan parlemen untuk menyeret Soekarno ke pengadilan. Padahal, jika tuntutan ini dipenuhi justru akan menimbulkan perang saudara.
Berdasarkan kondisi politik dan perekonomian yang kurang baik ini, maka secara sederhana dapat dimaklumi kalau yang terpikir oleh pemerintah adalah
bagaimana mengatasi krisis dalam kedua bidang itu. Siapapun yang tampil memerintah pasti dihadapkan pada sedikit pilihan. Pilihannya adalah mencegah
agar krisis tidak makin memburuk dengan menerapkan suatu strategi stabilitas
1
Lihat juga Pramoedya Ananta Toer dan Stanley Adi Prasetyo, eds. Memoar Oei Tjoe Tat, Pembantu Presiden Soekarno, Jakarta : Hasta Mitra, 1995, hal,52
41
politik dan ekonomi.
2
Lantas, yang dilakukan Soeharto adalah membangun serangkaian struktur dan proses politik yang memungkinkan penanganan dua hal
sekaligus. Pertama, memberikan dukungan bagi transformasi ekonomi. Kedua, mengendalikan akibat-akibat krisis, terutama dengan menjinakkan dan mencegah
oposisi agar tidak mengganggu program ekonomi pemerintah.
A. 1. Politik dalam Masa Peralihan
Sebagian besar pendukung Orde Baru meyakini bahwa penyebab krisis adalah konflik politik yang diwarnai oleh pertarungan ideology. Karena itu,
mereka percaya bahwa masa depan Indonesia seharusnya bebas dari politik yang bebas dari ideology. Konflik ideologis merupakan konflik yang tak berkesudahan,
dan di zaman Soekarno mengimbas pada keruntuhan ekonomi nasional. Aktor dalam konflik-konflik itu adalah partai-partai politik yang di dalamnya terdapat
banyak politisi sipil.
3
Pemerintah Orde Baru kemudian merancang suatu mekanisme yang dapat meminimalkan konflik sosial dan memaksimalkan
produktivitas ekonomi.
4
Ialah mekanisme ketertiban politik untuk menjamin pembuatan dan pelaksanaan kebijakan yang cepat, dan efisien. Langkah lanjutan
dan mekanisme ini adalah : 1.
Menciptakan politik yang bebas dari konflik ideologis, berdasarkan ketertiban dan kesepakatan konsensus. Langkah ini menghasilkan
penyederhanaan partai-partai politik yang semula multipartai menjadi tiga
2
Pramoedya Ananta Toer dan Stanley Adi Prasetyo, eds. Memoar Oei Tjoe Tat, Pembantu Presiden Soekarn, hal, 21.
3
Lihat Mochtar Mas’oed, Negara, Kapital, dan Demokrasi, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1994, hlm. 36-37.
4
Mochtar Mas’oed, Negara, Kapital, dan Demokrasi, hal, Ibid
partai, dan penyederhanaan badan perwakilan serta penerapan “politik berdasarkan konsensus”.
2. Membatasi partisipasi politik yang pluralistik. Partisipasi rakyat diarahkan
terutama pada penerapan program pembangunan yang dirancang oleh elit politik.
5
Di sisi lain, rumusan dasar strategi yang akan ditempuh itu membenarkan “penundaan” terhadap pelaksanaan demokrasi karena pendekatan stabilitas lebih
dikedepankan dalam menjalankan pembangunan ekonomi. Penekanan pada masalah ketertiban ini terdapat dalam pernyataan politik para pemimpin Orde
Baru. Versi yang paling mencolok terdapat dalam tulisan-tulisan Ali Moertopo. Gagasan-gagasan tentang penyempitan partisipasi politik dengan pembatasan
politik-kepartaian ini banyak dikembangkan terutama oleh para intelektual sipil di sekeliling Ali Moertopo. Ali Moertopo adalah orang kepercayaan Soeharto.
Karena menguatnya kedudukan kelompok ini, maka dengan cepat mereka dapat memperoleh posisi yang sangat berpengaruh selama awal kekuasaan Orde Baru.
6
B. 2. Ideologi Pembangunan dan Dwifungsi ABRI