Pungutan Liar Menurut Hukum Islam

Al Baghawi mengatakan bahwa yang dimaksud dengan pemungut maks adalah orang yang meminta uang dari para pedagang jika mereka lewat di suatu tempat dengan kedok ‘usyur yaitu zakat. Dalam Nailul Author, asy-Syaukani mengatakan: 50 “Pemungut maks adalah orang yang mengambil pajak dari masyarakat tanpa adanya alasan yang dibenarkan.” Lebih lanjut Ahmad Siharanfuri mengutip uraian pengarang kitab al- Hasyiyah yang mendefiniskan al-maksu dengan mengambil bentuk isim failnya yaitu: 51 ﻦ ﻣ ﻦ ﻣ ﺺ ﻘ ﻨ ﻳ ﻦ ﻣ ﺎ ﻬ ﻴ ﻄ ﻌ ﻳ ﻻ ﻼ ﻣ ﺎ ﻛ ﺎ ﻬ ﻣ ﺎ ﻤ ﺘ ﺑ ﻦ ﻣ ﺬ ﺧ ﺄ ﻳ ﻪ ﻴ ﻔ ﻓ ﺮ “Pengawai-pegawai pemungut cukai adalah orang yang mengurangi hak-hak orang-orang miskin tidak diberikannya secara sempurna dikorup. Adapun petugas pemungut zakat dan pungutan sebanyak 110 dengan cara benar atau secara sahresmi dia justru akan mendapatkan pahala dengan manjalankan tugas ini, tugas ini dilakukan oleh anak-anak remaja.” Sementara itu Muhammad bin Salim bin Said Babasil mendefinisikan al-maksu sebagai berikut: 52 50 Ibid. 51 Khalil Ahmad As-Siharanfuri, Bazlu al-Majhud fi Hilli Abi Dawud, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, tth, Jilid 13, h. 226. “Al-Maksu adalah suatu aturan yang ditentukan oleh penguasa- penguasa secara zalim, berkaitan dengan harta-harta manusia, aturan ini diatur dengan undang-undang yang sengaja dibuat diada-adakan.” Dari uraian tentang pengertian al-maksu di atas, bisa diketahui bahwa tradisi pungutan liar atau cukai illegal sudah dikenal sejak zaman jahiliah, sudah sering terjadi kasus-kasus pemerasan oleh kelompok-kelompok tertentu kepada para pedagang di pasar-pasar. Biasanya jumlah nominal yang ditetapkan sebesar 110 dari harta yang mereka bawa pada hari itu, sebab hal ini terjadi secara terus-menerus tanpa alas an yang benar, bahkan terkadang melibatkan aparat setempat dengan membuat-buat aturan yang mengada-ada agar terkesan resmi, padahal unsur kezaliman dan pemerasannya tetap dominan. Imam Ibnu Hazm Al-Andalusi rahimahullah mengatakan dalam kitabnya, Maratib Al-Ijma hal. 121, dan disetujui oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah :”Dan mereka para ulama telah sepakat bahwa para pengawas penjaga yang ditugaskan untuk mengambil uang denda yang wajib dibayar di atas jalan-jalan, pada pintu-pintu gerbang kota, dan apa- apa yang biasa dipungut dari pasar-pasar dalam bentuk pajak atas barang- barang yang dibawa oleh orang-orang yang sedang melewatinya maupun 52 Muhammad bin Salim bin Said Babasil As-Syafii, Isad ar-Rafiq wa Bughiyyah as-Sadiq Syarh Matn Sulam at-Taufiq Ila Mahabbatillah ala at-Tahqiq, Indonesia: ttp, Daru Ihya al-Kutub al- Arabiyyah, tth, Jilid 2, h. 57. barang-barang yang dibawa oleh para pedagang semua itu termasuk perbuatan zhalim yang teramat besar, hukumnya haram dan fasik. Kecuali apa yang mereka pungut dari kaum muslimin atas nama zakat barang yang mereka perjualbelikan zakat perdagangan setiap tahunnya, dan kecuali yang mereka pungut dari para ahli harbi kafir yang memerangi agama Islam atau ahli dzimmi kafir yang harus membayar jizyah sebagai jaminan keamanan di negeri muslim, yaitu dari barang yang mereka perjualbelikan sebesar sepersepuluh atau setengahnya, maka sesungguhnya para ulama telah beselisih tentang hal tesebut, sebagian berpendapat mewajibkan negara untuk mengambil dari setiap itu semua, sebagian lain menolak untuk mengambil sedikitpun dari itu semua, kecuali apa yang telah disepakati dalam perjanjian damai dengan dengan ahli dzimmah yang telah disebut dan disyaratkan saja.” 53 Nabi SAW bersabda: 54 ﻦ ﻋ لﺎﻗ ﺮﯿﺨﻟا ﻲﺑأ : ﻲﻓ ﺲﻜﻤﻟا ﺐﺣﺎﺻ نا لﻮﻘﯾ ﻢﻠﺳ و ﮫﯿﻠﻋ ﷲا ﻰﻠﺻ ﷲا لﻮﺳر ﺖﻌﻤﺳ ﻲﻧا ر ﺎ ﻨ ﻟ ا . ﺪ ﻤ ﺣ أ ه ا و ر “Dari Abu al-Khair berkata: Saya Mendengar Rosulullah bersabda: Sesungguhnya pemungut upeti akan masuk neraka.”H.R. Ahmad Nabi SAW bersabda: 55 53 Pajak Dalam Islam Nasehat Untuk Para Pemungut Pajak, suaraquran.com artikel ini diakses pada 17 Maret2011 dari http:suaraquran.compajak-dalam-islam 54 As-Syaibani., Juz 4, h. 109. 55 Al-Bukhari., Juz. 2, h. 726. َلﺎَﻗ َﻢﱠﻠَﺳَو ِﮫْﯿَﻠَﻋ ُﷲا ﻰﱠﻠَﺻ ﱢﻰِﺒﱠﻨﻟا ِﻦَﻋ َةَﺮْﯾَﺮُھ ﻰِﺑَا ْﻦَﻋ : ﺎﻣ ءﺮﻤﻟا ﻲﻟﺎﺒﯾ ﻻ نﺎﻣز سﺎﻨﻟا ﻰﻠﻋ ﻲﺗﺄﯾ ماﺮﺤﻟا ﻦﻣ مأ لﻼﺤﻟا ﻦﻣأ ﮫﻨﻣ ﺬﺧأ ى ر ﺎ ﺨ ﺑ ه ا و ر “Dari Abu Hurairah RA, Dari Nabi SAW, bersabda: bakal datang kepada manusia suatu masa, dimana tiada yang peduli akan apa yang diambilnya; apakah dari yang halal ataukah dari yang haram.” H.R. Bukhari Dari hadis ini Nabi sudah memperkirakan akan datangnya hari dimana manusia tak lagi mempedulikan dari mana datangnya harta mereka, dan pungutan liar yang sudah menjadi tradisi ini salah satunya. Adapun nas-nas syariyyah atau dalil-dalil syara tentang diharamkannya praktik pengutan liar, cukai illegal atau al-maksu ini antara lain adalah firman Allah:                …….  QS. An-Nisaa4 : 29. “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu…….” QS. An-Nisaa4 : 29.                  QS. Asy-Syuura42 : 42 “Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. mereka itu mendapat azab yang pedih.” QS. Asy-Syuura42 : 42. Dalam ayat ini Allah mengancam kepada orang-orang yang berbuat zalim di muka bumi, mereka termasuk yang melakukan pungutan-pungutan liar dan mereka akan disiksan di akhirat nanti dengan azab yang sangat pedih.

C. Al-Maksu Sebagai Sebuah Kejahatan Ekonomi di Masa Nabi SAW

Dalam kitab ringkasan Shahih Muslim, pada hadis nomor 1042, Rasulullah SAW bersabda: 56 : : : : : . : : . : . : : . : . . 56 An-Naysaburi., Juz 5, h. 120. : . “Dari Buraidah R.A., bahwa Ma’iz bin Malik al-Aslami pergi menemui Rasulullah SAW seraya berkata, ya Rasulullah, sesungguhnya aku telah menzhalimi diriku, karena aku telah berzina, oleh karena itu aku ingin agar anda berkenan membersihkan diriku.” Namun beliau menolak pengakuannya. Keesokan harinya, dia datang lagi kepada beliau sambil berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku telah berzina.” Namun beliau tetap menolak pengakuannya yang kedua kalinya. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengutus seseorang untuk menemui kaumnya dengan mengatakan: “Apakah kalian tahu bahwa pada akalnya Ma’iz ada sesuatu yang tidak beres yang kalian ingkari?” mereka menjawab, “Kami tidak yakin jika Ma’iz terganggu pikirannya, setahu kami dia adalah orang yang baik dan masih sehat akalnya.” Untuk ketiga kalinya, Ma’iz bin Malik datang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk membersihkan dirinya dari dosa zina yang telah diperbuatnya. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun mengirimkan seseorang menemui kaumnya untuk menanyakan kondisi akal Ma’iz, namun mereka membetahukan kepada beliau bahwa akalnya sehat dan termasuk orang yang baik. Ketika Ma’iz bin Malik datang keempat kalinya kepada beliau, maka beliau memerintahkan untuk membuat lubang ekskusi bagi Ma’iz. Akhirnya beliau memerintahkan untuk merajamnya, dan hukuman rajam pun dilaksanakan.” Buraidah melanjutkan, “Suatu ketika ada seorang wanita Ghamidiyah datang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam seraya berkata, “Wahai Rasulullah, diriku telah berzina, oleh karena itu sucikanlah diriku.” Tetapi untuk pertama kalinya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak menghiraukan bahkan menolak pengakuan wanita tersebut. Keesokan harinya wanita tersebut datang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sambil berkata, “Wahai Rasulullah, kenapa anda menolak pengakuanku? Sepertinya engkau menolak pengakuanku sebagaimana engkau telah menolak pengakuan Ma’iz. Demi Allah, sekarang ini aku sedang mengandung bayi dari hasil hubungan gelap itu.” Mendengar pengakuan itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sekiranya kamu ingin tetap bertaubat, maka pulanglah sampai kamu melahirkan.” Setelah melahirkan, wanita itu datang lagi kepada beliau sambil menggendong bayinya yang dibungkus dengan kain, dia berkata, “Inilah bayi yang telah aku lahirkan.” Beliau lalu bersabda: “Kembali dan susuilah bayimu sampai kamu menyapihnya.” Setelah mamasuki masa sapihannya, wanita itu datang lagi dengan membawa bayinya, sementara di tangan bayi tersebut ada sekerat roti, lalu wanita itu berkata, “Wahai Nabi Allah, bayi kecil ini telah aku sapih, dan dia sudah dapat menikmati makanannya sendiri.” Kemudian beliau memberikan bayi tersebut kepada seseorang di antara kaum muslimin, dan memerintahkan untuk melaksanakan hukuman rajam. Akhirnya wanita itu ditanam dalam tanah hingga sebatas dada. Setelah itu beliau memerintahkan orang-orang supaya melemparinya dengan batu. Sementara itu, Khalid bin Walid ikut serta melempari kepala wanita tersebut dengan batu, tiba-tiba percikan darahnya mengenai wajah Khalid, seketika itu dia mencaci maki wanita tersebut. Ketika mendengar makian Khalid, Nabi Allah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tenangkanlah dirimu wahai Khalid, demi Zat yang jiwaku berada di tangan- Nya, sesungguhnya perempuan itu telah benar-benar bertaubat, sekiranya taubat seperti itu dilakukan oleh pelaku pungutan liar niscaya dosanya akan diampuni.” Setelah itu beliau memerintahkan untuk menyalati jenazahnya dan menguburkannya.” H.R. Muslim Inti dari hadis diatas yang mengenai “sesungguhnya perempuan itu telah benar-benar bertaubat, sekiranya taubat seperti itu dilakukan oleh pelaku pungutan liar niscaya dosanya akan diampuni.” dapat di simpulkan bahwa dahulu pada masa Nabi SAW terdapat orang-orang yang melakukan pungutan liar, dan hal ini banyak dilakukan di pasar dan para pemungut ini biasanya mengambil jatah sepersepuluh dari para pedagang yang lewat yang telah berjualan.