Pemerasan Menurut Hukum Islam

. ﺎ ﻫ ﺎ ﻨ ﺒ ﻬ ﺘ ﻧ ﺎ ﻓ . . . . : ﻪ ﺟ ﺎ ﻣ ﻦ Dari Tsa’labah bin al-Hakam RA, ia berkata: “Kami menemukan kambing milik musuh. Lalu kami merampasnya, lalu kami masak dalam kuali kami. Rasulullah SAW melewati kuali tersebut. beliau memerintahkan agar membuangnya, maka akupun menumpahkan isinya, kemudian beliau berkata:“Sesungguhnya merampas itu tidak halal.” H.R. Ibnu Majah Dan dalam hadis lain Rasulullah SAW bersabda: 41 لﺎﻗ ﮫﻤﻋ ﻦﻋ ﻲﺷﺎﻗﺮﻟا ةﺮﺣ ﻲﺑأ ﻦﻋ : ﻢّﻠﺳ و ﮫﯿﻠﻋ ﻰّﻠــﺻ ﷲا لﻮﺳر لﺎﻗ : ﻻإ ئﺮﻣا لﺎﻣ ﻞﺤﯾ ﻻ ﮫﻨﻣ ﺲﻔﻧ ﺐﯿﻄﺑ ه ا و ر ﺪ ﻤ ﺣ أ “Dari Abi Hurrah al-Raqasyi dari pamannya berkata: Bahwa Nabi SAW bersabda: Harta seorang muslim tidak halal bagi muslim lainnya kecuali dengan kerelaannya. H.R. Ahmad” Dari pemaparan hadis-hadis di atas dapat penulis simpulkan bahwa merampas hak orang lain itu sangatlah dilarang oleh Rasulullah SAW, karena perbuatan merampas adalah perbuatan yang sangat dilarang oleh Allah SWT, dan pelakunya akan dihukum tujuh kali lipat dari harta yang dirampasnya tersebut. Perbuatan merampas ini haram hukumnya karenanya tidak dipebolehkan. Pemerasan juga seperti halnya hirabah merampok. Hirabah adalah merampas atau mengambil harta orang lain dengan cara memaksa 40 Muhammad Ibnu Yazid Abu Abdillah Al-Qazwayni, Sunan Ibnu Majah, Beirut: Dar al- Fikri, t.th, Juz 2, h. 1299. 41 Ahmad bin Hambal Abu Abdillah As-Syaibani, Musnad Imam Ahmad bin Hambal, Kairo: Muasasah al-Qurtubah, t.th, juz 5, h. 72. korbannya. 42 Perbedaan asasi antara pencurian dan perampokan terletak dari cara pengambilan harta, yakni dalam pencurian secara diam-diam sedangkan dalam perampokan secara terang-terangan atau disertai kekerasan. 43 Hirabah dalam al-Quran merupakan suatu kejahatan yang gawat. Ia dilakukan oleh suatu kelompok atau seorang bersenjata yang mungkin akan menyerang musafir atau orang yang berjalan di jalan raya atau di tempat manapun, mereka merampas harta korbannya dengan menggunakan kekerasan bila korbannya lari mencari pertolongan. 44 Allah SWT berfirman dalam surat an-Nisa ayat 33 yang berbunyi:                                      QS. An-Nisa5 : 33 “Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri tempat kediamannya. yang demikian itu sebagai suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar.” QS. An-Nisa5 : 33. 42 Zainuddin., Hukum Pidana Islam, h. 69. 43 A. Djazuli, Fiqh Jinayah Upaya Menanggulangi Kejahatan dalam Islam, cet.III, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000, h. 86-87. 44 A. Rahman I. Doi, Penjelasan Lengkap Hukum-Hukum Allah Syariah, cet.I, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002, h. 328. Dari ayat ini dapat di jelaskan bahwa orang-orang yang membuat merusak di muka bumi ini adalah musuh Allah dan rasul-Nya, jadi perbuatan hirabah merampok adalah perbuatan yang dilaknat oleh Allah dan rasul- Nya.

3. Pungutan Liar Menurut Hukum Islam

Dalam bahasa Arab pungutan liar disebut sebagai al-maksu. Secara bahasa kata itu bentuk masdar atau infinitive dari kata kerja ﺲ ﻜ ﻣ - ﺲ ﻜ ﳝ yang mempunyai arti memungut cukai, menurunkan harga dan menzalimi. 45 Maksu pungutan liar adalah pajak yang ditagih oleh seseorang secara tidak legal, biasanya dari pedagang-pedagang kecil. 46 Ibnu Manzur juga mengartikan kata dengan cukai bahkan secara lebih detail dia mengemukakan “Al-Maksu adalah sejumlah uang dirham yang diambil dari para pedagang di pasar-pasar pada zaman jahiliyah.” 45 Munawwir., h. 1352. 46 Terminologi Zakat Barang Tambang dan Hasil Laut, Pondokzakat.com artikel ini diakses pada 09 Februari 2011 dari http:pondokzakat.comindex.php?option=com_contentview=categorylayout=blogid=35Itemid =2limitstart=5. Penulis kitab Aunul Ma’bud syarah Sunan Abu Daud, penulisnya mengatakan “Dalam al-Qamus al-Muhinth disebutkan bahwa maks adalah mengurangi atau menzalimi. Maks adalah uang yang diambil dari para pedagang di pasar pada masa jahiliyyah atau uang yang diambil oleh amil zakat untuk dirinya setelah ia selesai mengambil zakat.” 47 Para ulama manyebutkan bahwa maks itu memiliki beberapa bentuk, yaitu: 48 a. Maks yang dilakukan oleh orang-orang jahiliyyah yaitu uang pajak yang diambil dari para penjual pasar. b. Uang yang diambil oleh amal zakat dari muzakki untuk kepentingan pribadinya setelah ia mengambil zakat.Uang yang diambil dari para pedagang yang melewati suatu tempat tertentu. c. Uang yang diambil tersebut dibebankan kepada barang dagangan yang dibawa, perkepala orang lewat atau semisalnya. 49 : . 47 Hukum Kerja di Kantor Pajak, ustadzaris.com artikel ini diakses pada 19 Februari 2011 dari http:ustadzaris.comhukum-kerja-di-kantor-pajak 48 Ibid. 49 Ibid. Al Baghawi mengatakan bahwa yang dimaksud dengan pemungut maks adalah orang yang meminta uang dari para pedagang jika mereka lewat di suatu tempat dengan kedok ‘usyur yaitu zakat. Dalam Nailul Author, asy-Syaukani mengatakan: 50 “Pemungut maks adalah orang yang mengambil pajak dari masyarakat tanpa adanya alasan yang dibenarkan.” Lebih lanjut Ahmad Siharanfuri mengutip uraian pengarang kitab al- Hasyiyah yang mendefiniskan al-maksu dengan mengambil bentuk isim failnya yaitu: 51 ﻦ ﻣ ﻦ ﻣ ﺺ ﻘ ﻨ ﻳ ﻦ ﻣ ﺎ ﻬ ﻴ ﻄ ﻌ ﻳ ﻻ ﻼ ﻣ ﺎ ﻛ ﺎ ﻬ ﻣ ﺎ ﻤ ﺘ ﺑ ﻦ ﻣ ﺬ ﺧ ﺄ ﻳ ﻪ ﻴ ﻔ ﻓ ﺮ “Pengawai-pegawai pemungut cukai adalah orang yang mengurangi hak-hak orang-orang miskin tidak diberikannya secara sempurna dikorup. Adapun petugas pemungut zakat dan pungutan sebanyak 110 dengan cara benar atau secara sahresmi dia justru akan mendapatkan pahala dengan manjalankan tugas ini, tugas ini dilakukan oleh anak-anak remaja.” Sementara itu Muhammad bin Salim bin Said Babasil mendefinisikan al-maksu sebagai berikut: 52 50 Ibid. 51 Khalil Ahmad As-Siharanfuri, Bazlu al-Majhud fi Hilli Abi Dawud, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, tth, Jilid 13, h. 226.