Tinjauan Pustaka Sistematika Penulisan

BAB II PENGERTIAN UMUM TINDAK PIDANA, SANKSI PIDANA DAN PUNGLI

A. Pengertian Tindak Pidana 1. Menurut Hukum Positif

Secara etimologis, kata tindak pidana terdiri dari dua kata, yaitu kata tindak dan kata pidana. Kata tindak berasal dari bahasa Jawa yang artinya perbuatan, tingkah laku, kelakuan dan sepak terjang. Sedangkan kata pidana berarti kejahatan criminal dan pelanggaran.sementara kalau dilihat dari segi hukum bararti hukum mengenai perbuatan-perbuatan kejahatandan pelanggaran terhadap penguasa. 1 Dalam keterangan lain, pengertian yang lebih luas tentang tindak pidana, ialah untuk menyatakan kongkrit sebagaimana halnya peristiwa dengan perbedaan bahwa tindak adalah kelakuan, tingkah laku, dan gerak gerik atau sikap jasmani seseoarang. 2 Secara traditional, pidana dipandang sebagai suatu nestapa derita yang dikenakan kepada si pembuat karena melakukan suatu delik kejahatan. 3 Pembentukan undang-undang kita telah menggunakan perkataaan “strafbaar feit” untuk menyebutkan apa yang kita 1 Poerwa Darminto, W.J.S., Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1976, h. 1074. 2 Moeljanto, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta: Bina Aksara, 1986, h. 55. 3 Andi Hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta: Rineka Cipta, 2008, h. 27. kenal sebagai “ Tindak Pidana” di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana KUHP tanpa memberikan sesuatu penjelasan mengenai apa sebenarnya yang dimaksud dengan perkataan “strafbaar feit.” Perkataan “feit” itu sendiri di dalam bahasa Belanda berarti sebagina dari suatu kenyataan atau “een gedeelte van de werkelijkheid,” sedangkan “strafbaar” berarti dapat dihukum,, sehingga secara harfiah “strafbaar feit” itu dapat diterjemahakan sebagai “bagaian darikenyataan yang dapat dihukum,” yang sudah barang tentu tidak tepat, oleh karena kelak akan kita ketahui bahwa yang dapat dihukum itu sebenarnya adalah manusia sebagai pribadi dan bukan kenyataan, perbuatan, ataupun tindakkan. Oleh karena itu seperti yang telah dikatakan di atas, bahwa pembentuk undang-undang kita itu tidak memberikan suatu penjelasan mengenai apa yang sebenarnya telah ia maksud dengan perkataan “strafbaar feit,” maka timbullah di dalam doktrin pendapat tentang apa sebenarnya yang dimaksud dengan “strafbaar feit” tersebut. Para sarjana hukum telah menrumuskan suatu teori yang berbeda-beda di antara mereka, antara lain ialah: Pendapat Hazewinkel Suringa sebagaimana yang dikutip oleh Lamintang dalam bukunya “Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia” bahwa kata “strafbaar feit” adalah sebagai suatu perilaku manusia yang pada suatu saat tertentu telah ditolak di dalam suatu pergaulan hidup tertentu dan dianggap sebagai prilaku yang harus ditiadakan oleh hukum pidana dengan menggunakan sarana-sarana yang bersifat memaksa yang terdapat di dalamnya. 4 Moeljatno mengatakan bahwa perkataan “strafbaar feit” secara teoritis dapat dirumuskan sebagai suatu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan yang mana disertai suatu sanksi berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar aturan tersebut. 5 Dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahli hukum tersebut, dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan “strafbaar feit” tindak pidana menurut hukum pidana positif adalah perbuatan, gerak-gerik, tingkah laku, sikap jasmani seseorang yang bertentangan dengan hukum atau mengadakan suatu pelanggaran terhadap penguasa yang diancam dengan hukuman, yang dilakukan oleh orang yang bersalah, dan orang itu mempunyai kemampuan untuk bertanggungjawab atas perbuatan, di mana pelaksanaannya dilakukan oleh instansi yang diberi wewenang untuk menjalankannya.

2. Menurut Hukum Islam

Dalam ensiklopedi Hukum Pidana Islam, tindak pidana jarimah diartikan sebagai perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syara yang diancam 4 P.A.F., Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Bandung : Citra Aditiya Bakti, 1997, h. 181. 5 Moeljanto , Asas-Asas Hukum Pidana, cet.VII, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002, h. 54.