Fase genital Pemberian cairan rehidrasi oral

6 complex tentang kelekatan anak laki-laki kepada ibunya dan ini terjadi pada anak perempuan dimana anak perempuan ini akan dekat kepada bapaknya.

4. Fase laten

Fase ini adalah fase yang terpanjang, berlangsung pada saat umur 6 tahun sampai usia 12 tahun atau usia pubertas. Pada saat ini seorang anak dipengaruhi oleh aktivitas sekolah, teman-teman dan hobinya. Kegagalan pada fase ini akan menyebabkan kepribadian yang kurang bersosialisasi dengan lingkungannya.

5. Fase genital

Fase ini berlangsung pada usia 12 tahun atau usia dimulainya pubertas sampai dengan umur 18 tahun, dimana anak mulai menyukai lawan jenis dan melakukan hubungan percintaan lewat berpacaran. Dan pada masa ini pula seorang anak akan mulai melepas diri dari orangtuanya dan belajar bertanggung jawab akan dirinya. Pertumbuhan dan perkembangan balita sangat mempengaruhi tingkat kejadian diare pada balita seperti status gizi mempengaruhi terhadap kekebalan tubuhnya terhadap infeksi, status gizi yang kurang ataupun rendah dapat memudahkan terjadinya infeksi karena kekebalan tubuhnya yang menurun. Pada umur balita juga melewati beberapa fase perkembangan seperti fase oral dan anal yang memungkinkan masuknya bakteri ke dalam saluran pencernaannya sehingga dapat menyebabkan diare. Juffrie M dkk, 2010 2. Diare 2.1. Definisi diare Diare adalah defekasi atau buang air besar lebih dari 3 x sehari, dengan atau tanpa darah dan atau lendir dalam tinja. Asnil P dkk, 2003 Diare adalah buang air besar yang lembek atau cair bahkan dapat berupa air saja yang frekuensinya lebih sering, biasanya 3 kali atau lebih dalam sehari. Depkes, 2001 Diare adalah keluarnya tinja yang lembek atau cair, biasanya terjadi paling sedikit tiga kali dalam rentang waktu 24 jam. Akan tetapi, konsistensi tinja lebih penting dibandingkan dengan frekuensi buang air besar. Pengeluaran tinja yang sering namun padat bukanlah diare. WHO, 1995 Diare akut adalah diare yang terjadi secara mendadak pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat terjadi kurang dari 14 hari. Asnil P dkk, 2003 7

2.2. Klasifikasi diare

Diare dibagi menjadi tiga Asnil P dkk, 2003 yaitu : 1. Diare akut Diare akut didefinisikan sebagai diare yang terjadi dalam waktu kurang dari 14 hari, berlangsung cepat umumnya berakhir dalam waktu 7 hari dengan konsistensi feses yang lebih lembek atau cair dan bersifat mendadak datangnya. Diare akut masih merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada balita. Kematian dapat disebabkan karena dehidrasi akut atau karena lingkaran sebab akibat dari diare-malnutrisi-infeksi. 2. Diare persisten Diare persisten didefinisikan sebagai diare yang terjadi lebih dari 14 hari dan biasanya diasosiasikan dengan malabsorbsi, infeksi non-intestinal yang serius dan dehidrasi. Diare persisten tidak termasuk diare kronik atau diare berulang seperti penyakit sprue, gluten sensitive enteropathi, dan penyakit blind loop. 3. Disentri Disentri yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya. Akibat disentri akan terjadi anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat. Buang air besar yang berulang-ulang yang menyebabkan penderita kehilangan banyak cairan dan darah. Penyebab umum disentri adalah infeksi parasit Entamoeba histolytica yang menyebabkan disentri amuba dan infeksi bakteri golongan Shigella yang menjadi penyebab disentri basiler.

2.3. Etiologi

Etiologi diare dapat dibagi dalam beberapa faktor Ngastiyah, 2005, yaitu: 1. Faktor infeksi a. Infeksi enteral yaitu saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare pada anak. 8 Infeksi enteral meliputi : - Infeksi bakteri : Vibrio, E.coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia, Aeromonas, dan sebagainya. - Infeksi virus : Enterovirus Virus ECHO, Coxsackie, Poliomyelitis, Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus, dan lain-lain. - Infeksi parasit : cacing Ascaris, Trichuris, Oxyuris, Strongyloides, protozoa Entamoeba hitolytica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis, jamur Candida albicans. - Infeksi sistemik yaitu infeksi di bagian tubuh lain di luar alat pencernaan, seperti otitis media akut OMA, tonsilofaringitis, bronkopneumonia, ensefalitis, dan sebagainya. 2. Faktor malabsorbsi a Malabsorbsi karbohidrat : disakarida intoleransi laktosa, maltosa, sukrosa, monosakarida intoleransi glukosa, fruktosa, dan galaktosa. Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering ialah intoleransi laktosa. b Malabsorbsi lemak : disebabkan oleh lipase tidak ada atau kurang, mukosa usus halus vili atrofi atau rusak. c Malabsorbsi protein : disebabkan oleh kekurangan enzim atau kerusakan mukosa usus. 3. Faktor makanan : makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan. 4. Faktor psikologis : rasa takut dan cemas. Walaupun jarang dapat menimbulkan diare terutama pada anak yang lebih besar. Faktor risiko terjadinya diare, yaitu :  Faktor host : 1 umur, 2 jenis kelamin, 3 imunisasi, 4 status gizi, 5 pemberian ASI.  Faktor lingkungan : 1 kebersihan lingkungan, 2 ketersediaan air bersih. 9

2.4. Patogenesis

Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah: 1. Gangguan osmotik Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare. 2. Gangguan sekresi Akibat rangsangan tertentu misal oleh toksin pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan rongga usus. 3. Gangguan motilitas usus Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan, sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan diare pula. Ngastiyah, 2005 Patogenesis diare akut : 1. Masuknya jasad renik yang masih hidup ke dalam usus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung. 2. Jasad renik tersebut berkembang biak multiplikasi di dalam usus halus. 3. Oleh jasad renik dikeluarkan toksin toksin diaregenik. 4. Akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare. Hassan R dan Alatas H, 2007

2.5. Gejala klinis

Pasien cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja cair, mungkin disertai lendir atau lendir dan darah. Warna tinja makin lama berubah kehijau-hijauan karena bercampur empedu. Anus dan daerah sekitarnya timbul lecet karena sering defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat makin banyak asam laktat yang berasal dari laktosa yang tidak diabsorbsi 10 oleh usus selama diare. Gejala muntah dapat timbul sebelum atau sesudah diare dan dapat disebabkan karena lambung turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit. Bila pasien telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit, gejala dehidrasi mulai nampak; yaitu berat badan turun, turgor berkurang, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung pada bayi, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering. Berdasarkan cairan yang hilang dapat dibagi menjadi dehidrasi ringan, sedang, dan berat. Bila berdasarkan tonisitas plasma dibagi menjadi dehidrasi hipotonik, isotonik, dan hipertonik. Ngastiyah, 2005 Pasien diare yang dirawat biasanya sudah dalam keadaan dehidrasi berat dengan rata-rata kehilangan cairan sebanyak 12,5 . Pada dehidrasi berat, volume darah berkurang sehingga dapat terjadi renjatan hipovolemik dengan gejala denyut jantung menjadi cepat, nadi cepat dan kecil, tekanan darah menurun, pasien sangat lemah, kesadaran menurun. Akibat dehidrasi diuresis berkurang oligouria sampai anuria. Bila sudah terjadi asidosis metabolik pasien akan tampak pucat dengan pernapasan yang cepat dan dalam pernapasan Kussmaul. Asidosis metabolik terjadi karena 1 kehilangan NaHCO 3 melalui tinja diare, 2 ketosis kelaparan, 3 produk-produk metabolik yang bersifat asam tidak dapat dikeluarkan karena oligouria atau anuria, 4 berpindahnya ion Natrium dari cairan ektrasel ke cairan intrasel, 5 penimbunan asam laktat anoksia jaringan. Ngastiyah, 2005

2.6 . Faktor yang mempengaruhi terjadinya diare

a. Kuman penyebab diare b. Keadaan gizi c. Sanitasi dan higiene d. Sosial ekonomi 11

2.7. Akibat diare a.

Dehidrasi kehilangan cairan tubuh Dehidrasi terjadi karena kehilangan air output lebih banyak daripada pemasukan air input, merupakan penyebab terjadinya kematian pada diare. Tahapan dehidrasi :  Dehidrasi ringan; berat badan menurun 3 - 5, dengan volume cairan yang hilang kurang dari 50 mlkg.  Dehidrasi sedang; berat badan menurun 6 - 9, dengan volume cairan yang hilang 50-90 mlkg.  Dehidrasi berat; berat badan menurun lebih dari 10, dengan volume cairan yang hilang sama dengan atau lebih dari 100 mlkg. Aswhill dan Droske, 1997 12 Tabel 2.1. Skor Maurice King Bagian tubuh yang diperiksa 1 2 Keadaan umum Sehat Gelisah, cengeng, apatis, mengantuk Mengigau, koma atau syok Kekenyalan kulit Normal Sedikit kurang Sangat kurang Mata Normal Sedikit cekung Sangat cekung Ubun-ubun Normal Sedikit cekung Sangat cekung Mulut Normal Kering Kering sianosis Denyut nadi menit Kuat 120 Sedang 120- 140 Lemah 140 Sumber : Suharyono, 2008 Catatan : 1. Untuk menentukan kekenyalan kulit, kulit perut dicubit antara ibu jari dan telunjuk kemudian dilepas. Jika kulit kembali normal dalam waktu : - 1 detik : turgor agak kurang dehidrasi ringan - 1-2 detik : turgor kurang dehidrasi sedang - 2 detik : turgor sangat kurang dehidrasi berat 2. Berdasarkan skor yang didapat pada seorang penderita dapat ditentukan derajat dehidrasinya : - jika mendapat nilai 0-2 : dehidrasi ringan - jika mendapat nilai 3-6 : dehidrasi sedang - jika mendapat nilai 7-12 : dehidrasi berat 3. Pada anak-anak yang suturanya sudah menutup, nilai untuk ubun-ubun diganti dengan banyaknya atau frekuensi buang air kecil. 13 Tabel 2.2. Perkiraan kehilangan berat badan berdasarkan gejala klinis Gejala 3 kehilangan berat badan 3-9 kehilangan berat badan 9 kehilangan berat badan Mental status Compos mentis Lemas,gelisah Apatis,letargi, koma Nadi Normal Normal Meningkat Takikardi; bradikardi pada beberapa kasus Haus Normal Haus; masih ada kemauan untuk minum Tidak mau minum Kualitas nadi Normal Normal- perpanjangan nadi Lemah – tidak teraba Pernapasan Normal Normal- cepat Dalam Mata Normal Sedikit cekung Sangat cekung Air mata Masih terdapat air mata Menurun Tidak terdapat air mata Mukosa lidah dan mulut Lembab Kering Sangat Kering Turgor kulit Kembali dengan cepat Recoil 2 detik Recoil 2 detik Capillary refill Normal Memanjang Memanjang- minimal Ekstermitas Hangat Dingin Dingin,sianosis Volume Urin Normal – menurun Menurun Minimal Sumber : WHO, 1995 b. Gangguan keseimbangan asam basa asidosis metabolik Metabolik asidosis terjadi karena : - Kehilangan Na-bikarbonat bersama tinja. - Adanya ketosis kelaparan. Metabolisme lemak tidak sempurna sehingga benda keton tertimbun dalam tubuh. - Terjadi penimpunan asam laktat karena adanya anoksia jaringan. - Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal terjadi oligouria atau anuria. - Pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler ke dalam cairan intraseluler. Asnil P dkk, 2003 14

2.8. Tata laksana diare akut

Departemen Kesehatan mulai melakukan sosialisasi Panduan Tata Laksana Pengobatan Diare pada balita yang baru didukung oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia IDAI, dengan merujuk pada tata laksana diare WHO tahun 2006. Tata laksana ini sudah diterapkan di Rumah Sakit-Rumah Sakit. Rehidrasi bukan satu-satunya strategi dalam penatalaksanaan diare. Memperbaiki kondisi usus dan menghentikan diare juga menjadi cara untuk mengobati pasien. Untuk itu, Depkes menerapkan lima pilar penatalaksanaan diare bagi semua kasus diare yang diderita anak balita baik yang dirawat di rumah maupun di Rumah Sakit, yaitu :

1. Pemberian cairan rehidrasi oral

Mengingat diare pada balita bila tidak segera diatasi akan menyebabkan dehidrasi yang dapat mengakibatkan kematian, maka tindakan yang paling tepat dengan terapi rehidrasi. Terapi rehidrasi artinya menggantikan cairan tubuh yang keluar akibat diare, salah satunya adalah melalui oral atau mulut. Suriadi dan Yuliani R, 2006 Dasar fisiologis pemberian cairan rehidrasi oral yang mengandung natrium klorida dan glukosa adalah bahwa transport natrium dan transport glukosa dari rongga usus ke dinding usus halus terjadi bersama-sama. Glukosa berperan meningkatkan penyerapan air maupun larutan ke dalam dinding usus halus. Selain itu penyerapan glukosa akan membantu penyerapan natrium menjadi lebih baik. Siregar MR, 1995 Indikasi rehidrasi oral :  Dehidrasi yang disebabkan oleh diare atau diare yang disertai muntah.  Anak yang kehilangan cairan misalnya, peningkatan insesible water loss , penurunan pemasukan cairan tetapi setelah penyebab dari dehidrasi sudah ditegakkan. Goepp J dan Hostetler M, 2001 Kontraindikasi rehidrasi oral :  Dehidrasi berat yang disertai gejala renjatan dan penderita tidak dapat minum.  Anuri atau oligouri yang melanjut. 15  Muntah hebat.  Malabsorbsi glukosa yang diketahui dari bertambahnya atau kambuh kembali setelah rehidrasi oral.  Diare profuse.  Bayi prematur yang sangat kecil. Penggunaan cairan rehidrasi oral dimulai di rumah memberikan keuntungan, diantaranya dehidrasi disebabkan oleh diare dapat dicegah sedini mungkin, kunjungan ke Puskesmas atau Rumah Sakit akan berkurang. Suharyono, 2008 a Oralit Di Indonesia terapi atau pemberian cairan melalui mulut sudah lama diperkenalkan dengan berbagai macam cairan serta komposisi. Kemudian berbagai macam cairan tersebut disempurnakan dan diseragamkan, sehingga pada tahun 1976 muncul nama oralit yang dipatenkan di seluruh Indonesia. Kini para ahli diare mengembangkan formula baru oralit dengan tingkat osmolaritas yang lebih rendah yang dapat mengurangi risiko terjadinya hipernatremia. Oralit baru dengan osmolaritas rendah ini juga menurunkan kebutuhan suplementasi intravena maupun mengurangi pengeluaran tinja hingga 20 serta mengurangi kejadian muntah hingga 30 . Selain itu oralit baru ini direkomendasikan oleh WHO dan UNICEF untuk diare akut non-kolera pada anak. Juffrie M dkk, 2010 Tabel 2.3. Komposisi oralit baru Oralit baru osmolaritas rendah Mmol liter Natrium 75 Klorida 65 Glukosa 75 Kalium 20 Sitrat 10 Total osmolaritas 245 Sumber : WHO, 2006 16 Ketentuan pemberian oralit formula baru :  Beri ibu 2 bungkus oralit formula baru.  Larutkan 1 bungkus oralit formula baru dalam 1 liter air matang untuk persediaan 24 jam.  Berikan larutan oralit pada anak setiap kali buang air besar BAB dengan ketentuan sebagai berikut : Untuk anak berumur 2 tahun : berikan 50-100 ml tiap kali BAB Untuk anak 2 tahun atau lebih : berikan 100-200 ml tiap BAB  Jika dalam waktu 24 jam persediaan larutan oralit masih tersisa, maka sisa larutan harus dibuang. Juffrie M dkk, 2010

2. Pemberian tablet Zink