Pengertian Dan Unsur Riddah

34 Wahbah az-Zuhaili, riddah adalah: عوجرلا ع ي ا سأا ىلأ ر لا ءاوس ينلاب أ ع ب ر ملا أ وقلاب ءاوس لا ءا تسأ أ ا انع أ ا اقتعأ 26 ̌Kembali menuju dari agama Islam kepada kekafiran, baik hal itu dilakukan dengan sebatas niat dengan perbuatan yang akibatnya pelaku dianggap telah kafir maupun dengan ucapan baik ucapannya itu sebagai penghinaan, penentang maupun sebagai keyakinan̍. Abdul Qodir Audah berpendapat riddah adalah: وجرلا ع ع ي أا ا س أ عط ا سأا ا ك ير عتلا ىنعمب دحا 27 “Kembali dari agama Islam atau memutuskan diri dari Islam, baik kembali meninggalkan Islam maupun memutus keduanya bermakna satu.” Sedangkan secara terminologi, didalam Ensiklopedia Islam di Indonesia, riddah adalah makna asal dari kembali ke tempat atau jalan semula, namun kemudian istilah dalam penggunaannya lebih banyak dikhususkan untuk pengertian kembali atau keluarnya seseorang dari agama Islam ke kukufuran atau pindah kepada agama selain Islam. Dari pengertian riddah ini dapat dikemukakan tentang pengertian murtad, yaitu orang Islam yang keluar dari agama Islam yang dianutnya kemudian pindah memeluk agama lain atau sama sekali tidak beragama. 28 26 Wahbah az-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, cet. IV, h. 5576. 27 Abdul Qadir Audah, at- Tasyri’ al-Jina’i al-Islami Muqarranan bi al-qonun al-wad’, cet XI, Jil. II Beirut: Muassah Ar-Risalah, 1992, h. 706. 28 Harun Nasution Ketua Tim, Ensiklopedia Islam Indonesia, Jakarta: Djambatan, 1992, h. 696. 35 Menurut Zainuddin al-Mibari salah seorang murid Ibn Hajar al-Haitami dalam kitab al-Fath al-Muin, riddah adalah: 29 رلا اعرش عط ف ا اسإ ر ب ا ع أ الو أ اعف اقتعأب أ انع أ ءا تسأ ى نك ع اص ّ دحج عم ي ع و س و مب ّف ر ك 30 “Riddah secara terminologi adalah sikap memutuskannya seorang mu’allaf dari agama Islam dengan kekufuran, baik sikap itu berupa niat, ucapan, perbuatan disertai keyakinan, penentangan atau penghinaan seperti sikap tiak mengakuiAllah sebagai pencipta, mengingkari seorang Nabi, sikap menolak sesuatu yang telah disepakati dan sikap bersujud kepada makhluk serta sikap maju mundur ragu-ragu dalam kekufuran” Menurut hukum Islam, orang yang kelua dari agama Islam murtad, maka saat ia bercita-cita dan telah di hukumi murtad, yaitu kafir dan pada saat itulah gugurlah segala amal ibadah yang telah dikerjakannya. Akan tetapi, bila ia bertaubat kembali, maka tidaklah hilang amalan yang telah berlalu itu. Dia tidak wajib mengulangi kembali ibadahnya sebelum ia murtad itu. 31 Adapun seseorang dianggap murtad jika telah mukallaf dan menyatakan kemurtadannya secara terang-terangan atau dengan kata-kata yang menjadikannya 29 Zainuddin bin Abdul Aziz al-Mirabi, Fath al-Muin bi Syarh Qurrah al-Ain, Semarang: Toha Putera, t.t, h. 127-128. 30 Zainuddin bin Abdul Aziz al-Mirabi, Fath al-Muin bi Syarh Qurrah al-Ain, Semarang: Toha Putera, t.t, h. 127-128. 31 Ibnu Mas‟ud dan Zainal Abdillah S, Fiqh Mazhab Syafi’i, Bandung: Pustaka Setia, 2000, cet. Ke-1, h.529. 36 murtad atau dengan perbuatan yang mengandung unsur-unsur kemurtadannya. Adapun seseorang yang dinyatakan murtad dengan persyaratan sebagai berikut: 1. Baligh dewasa Tidak sah murtadnya anak kecil yang telah mencapai mumayiz menurut ulama Syafi‟iyah. 32 Adapun pernyataan murtad dari anak kecil mumayiz berakal di perselisihkan oleh para fuqaha. Menurut Imam Abu Hanifah dan Imam Muhammad yang dikutip dalam buku „Ala‟ ad-din Al-Kasali, baligh dewasa bukan merupakan syarat untuk sahnya murtad. Dengan demikian murtadnya anak kecil yang sudah berakal mumayiz hukumnya sah. Sedangkan menurut Abu Yusuf murid Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa anak mumayiz apabila menyatakan Islam maka hukumnya sah, dengan demikian pula sebaliknya apabila ia menyatakan murtad, hukumnya juga sah. Hal ini karena iman dan kafir kedua-duanya merupaka perbuatan nyata yang keluar dari hati sebagai salah satu anggota badan. Pengakuan dari anak kecil yang sudah berakal mumayiz menunjukkan adanya hal tersebut iman dan kufur. Menurut fuqaha Syafi‟iyah yang dikutip dalam buku Jalal Ad-Din Abu Bakar As-Suyuthi berpendapat murtadnya anak kecil dan Islamnya hukumnya tidak sah. Pendapat ini juga merupaka pendapat Imam Zufar dari pengikut 32 Muhammad Amin Suma, dkk, Pidana Hukum Islam di Indonesia, Peluang, Prospek dan tantangan, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001, Cet. Ke-1, h. 64. 37 mazhab Hanafi, Zhahiriyah dan Syi‟ah Zaidiyah. Mereka beralasan dengan hadist Nabi yang diriwayatnya oleh Ahmad, Abu Daud, Nasa‟i, Ibnu Majah dan Hakim dari „Aisyah bahwa Rasulullah bersabda: ع ئاع ا وسر ها ا : عفر قلا ع ا ث ث : ع ئانلا ىتح ضقيتسي ع ا غلا ىتح تحي ع ون ملا ىتح ي ي “Pena itu diangkat beban dibebaskan dari tiga kelompok; orang tidur sampai bangun, orang gila sampai berakal, serta anak kecil sampai dewasa” HR. Ahmad, Abu Daud, Nasa’i, Ibnu Majah dan Hakim. Meskipun demikian, kelompok Syafi‟iyah telah mengakui keislaman anak kecil, karena ia mengikuti kedua orang tuanya atau salah satunya yang masuk Islam. 2. Berakal Tidak Sah kemurtadan orang gila dan anak kecil yang belum berakal karena akan menjadi syarat kecakapan dalam masalah aqidah keyakinan dan masalah lainnya. 3. Kehendak Sendiri Karena tidak sah murtadnya orang yang dipaksa, dengan catatan harinya bersiteguh dalam agamanya. Umpamanya jiwanya terancam kalau tidak melakukannya, tidaklah ia dihukumi kafir atau murtad selama hatinya tetap seperti yang dikehendaki Islam. 33 33 Ibnu Mas‟ud dan Zainal Abdillah S, Fiqh Mazhab Syafi’i, Bandung: Pustaka Setia, 2000, Cet. Ke-1, h.529. 38 Selanjutnya dapat diketahui bahwa unsur-unsur riddah itu ada dua macam, 34 yaitu: 1. Kembali keluar dari Islam Unsur yang pertama dari riddah adalah keluar dari Islam. Pengertian keluar dari Islam itu adalah meninggalkan agama Islam setelah tadinya mempercayai dan meyakininya. Keluar dari Islam bisa terjadi dengan salah satu dari tiga cara, yaitu: a. Dengan perbuatan atau menolak perbuatan; b. Dengan ucapan atau perkataan; c. Dengan itikad atau keyakinan. 35 Keluar dari Islam dengan perbuatan terjadi apabila seseorang melakukan perbuatan yang diharamkan oleh Islam dengan menganggapnya boleh atau tidak haram, baik ia melakukannya dengan sengaja atau melecehkan Islam, menganggap ringan atau menunjukkan kesombongan. Contohnya seperti sujud kepada berhala, matahari, bulan atau bintang, melemparkan mushaf Al- Qur‟an atau kitab hadist ke tempat yang kotor atau menginjak-injaknya, melecehkan atau tidak mempelajari ajaran yang dibawa oleh Al- Qur‟an. Termasuk juga dalam kelompok ini 34 Ahmad Wardi Muslich, HUKUM PIDANA ISLAM, Jakarta: Sinar Grafika, 2005, h. 121. 35 Abd Al-Qadir Audah, Al- Tasyri’ Al-Jinaiy Al-Islamiy, Beirut: Daar Al-Kitab Al-Arabi, tt, Juz II, h. 707. 39 orang yang melakukan perbuatan yang haram, seperti zina, pencurian, minum-minum keras khamr dan membunuh dengan keyakinan bahwa perbuatan-perbuatan tersebut hukumnya halal. Adapun yang dimaksud dengan menolak melakukan perbuatan adalah keengganan seseorang untuk melakukan perbuatan yang diwajibkan oleh agama Islam, dengan diiringi keyakinan bahwa perbuatan tersebut tidak wajib. Contohnya seperti enggan melaksanakan shalat, zakat, puasa dan haji, karena merasa semuanya tidak wajib. Keluar Islam juga bisa terjadi dengan keluarnya ucapan dari mulut seseorang yang berisi kekafiran. Contohnya seperti pernyataan bahwa Allah punya anak, mengaku menjadi Nabi, mempercayai pengakuan seseorang sebagai Nabi, mengingkari Nabi, malaikat dan lain-lain. Di samping itu, keluar dari Islam juga bisa terjadi dengan itikad atau keyakinan yang tidak sesuai dengan akidah Islam. Contohnya seperti seseorang yang meyakini langgengnya alam atau keyakinan bahwa Allah itu makhluk atau keyakinan bahwa Al- Qur‟an itu bukan dari Allah atau bahwa Nabi Muhammad itu bohong, Ali sebagai Nabi atau menganggapnya sebagai Tuhan dan lain-lain yang bertentangan dengan Al- Qur‟an dan Sunnah Rasul. Adapun keyakinan semata-mata tidak menyebabkan seseorang menjadi murtad kafir, sebelum mewujudkan dalam bentuk ucapan atau perbuatan. 40 Dengan demikian, seseorang yang baru beritikad dalam hatinya dengan itikad yang bertentangan dengan Islam, belum dianggap keluar dari Islam dan di dunia secara lahiriah ia tetap dianggap sebagai muslim dan tidak dikenakan hukuman. 36 2. Adanya niat yang melawan hukum kesengajaan. Terwujudnya riddah disyaratkan bahwa pelaku perbuatan itu sengaja melakukan perbuatan atau ucapan yang menunjukkan kepada kekafirannya, padahal ia tahu dan sadar bahwa perbuatan atau ucapannya itu berisi kekafiran. Dengan demikian, apabila seseorang melakukan perbuatan yang mengakibatkan kekafiran tetapi ia tidak mengetahui bahwa perbuatan tersebut menunjukkan kekafiran, maka ia tidak termasuk kafir atau murtad. Demikian pula seseorang yang tanpa sengaja karena kaget atau gembira mengucapkan kata-kata kufur, seperti Laa llah tidak ada Tuhan maka ia tidak otomatis menjadi kafir. . 36 Ahmad Wardi Muslich, HUKUM PIDANA ISLAM, h. 123. 41 42 41

BAB III PROFIL PENGADILAN AGAMA JAKARTA TIMUR

A. Sejarah Peradilan Agama Jakarta Timur

Sejarah kelahiran Pengadilan Agama Jakarta Timur erat berkait mata rantainya dengan sejarah pembentukan Pengadilan Agama pada umumnya diseluruh kepulauan Indonesia, terutama di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 1 Secara khusus sejarah lahirnya Pengadilan Agama Kelas IA Jakarta Timur adalah dibidani oleh Menteri Agama RI sebagaimana tersebut dalam Keputusan Menteri Agama RI Nomor 67 Tahun 1963 jo Nomor 4 Tahun 1967. adapun secara kronologis saat-saat lahirnya Pengadilan Agama Jakarta Timur sebagai berikut : a. Pada saat itu Pengadilan Agama di tanah tumpah darah si Pitung ini hanya memiliki satu Pengadilan Agama yaitu “Pengadilan Agama Istimewa Jakarta Raya” yang dibantu 2 dua Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Tengah. Kemudian warga Ibukota ini kian bertambah sehingga terbitlah Keputusan Menteri Agama Nomor 67 tahun 1963 yang berbunyi antara lain “Membubarkan Kantor-kantor Cabang Pengadilan Agama bentuk lama dalam Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya. b. Pada tahun 1966 Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta melalui keputusan beliau Nomor Ib.3II1966 tanggal 12 Agustus 1966 membentuk Ibukota negara ini menjadi 5 lima wilayah dengan sebutan Kota Administratif. 1 http:www.pa-jakartatimur.go.id, diakses tanggal 3 juni 2011. 42 Dengan pembentukan kota Administratif tersebut, secara yuridis formil keberadaan Pengadilan Agama Istimewa berikut 2 dua kantor cabangnya dipadang sudah tidak aspiratif lagi untuk melayani kepentingan masyrakat pencari keadilan yang berdomisili di 5 lima wilayah. Secara cerdik, Kepala Inspektorat Peradilan Agama menyambut baik kebijakan Gubernur dimaksud seraya megnajukan nota usul kepada Direktorat Peradilan Agama melalui surat beliau Nomor BI100 tanggal 24 Agustus 1966 tentang usul pembentukan kantor cabang Pengadilan Agama dalam Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya sesuai dengan pembagian 5 lima wilayah administrasi yang baru terbentuk. Dengan memetik rekomendasi brilian tersebut, secara sigap Direktur Peradilan Agama meneruskan nota usul dimaksud kepada Menteri Agama RI melalui surat beliau Nomor BI1049 tanggal 19 September 1966 tentang persetujuan atas usul Kepala Inspektorat Pengadilan Agama. Kedua surat pejabat teras Pengadilan Agama tersebut menjadi bahan pertimbangan Keputusan Menteri Agama RI Nomor 4 Tahun 1967 tentang Perubahan Kantor-kantor Cabang Pengadilan Agama dalam Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya, tanggal 17 Januari 1967 yang berbunyi antara lain sebagai berikut : 1. Membubarkan Kantor-kantor Cabang Pengadilan Agama bentuk lama dalam Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya, yaitu : a. Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Utara dan b. Kantor Cabang pengadilan Agama Jakarta Barat. 2. Membentuk Kantor-kantor Cabang Pengadilan Agama yang baru sederajatsetara dengan Kantor Pengadilan Agama Tingkat II, yaitu: