1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia adalah makhluk sosial, sebagai kehendak “sang pencipta” yang telah memberikan perlengkapan “rukun” sehingga realitas ini dicetuskan oleh Aristoteles
yang pada 300 tiga ratus tahun Sebelum Masehi mengucapkaan bahwa manusia adalah suatu “zoon politikon”, ucapan ini biasa diartikan sebagai “manusia sebagai
makhluk sosial”, yang berarti manusia itu mempunyai sifat untuk mencari kumpulannya dengan sesama manusia yaitu dengan suatu pergaulan hidup. Dimana
pergaulaan hidup yang akrab antara manusia dipersatukan dengan cara-cara tertentu oleh hasrat kemasyarakatan mereka.
Hasrat yang dimiliki oleh setiap manusia inilah yang mendorong masing- masing individu untuk mencari pasangan hidupnya yaitu dengan membentuk suatu
keluarga. Keluarga adalah sebuah kelompok manusia terkecil yang didasarkan atas ikatan perkawinan, sehingga membentuk sebuah rumah tangga. Untuk dapat
melangsungkan suatu perkawinan harus memenuhi syarat sahnya perkawinan. Dengan demikian perkawinan sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing
agama dan kepercayaannya. pasal 2 ayat 1 UU No.1 tahun 1974. Pernikahan dalam Islam merupakan anjuran bagi kaum muslimin. Dalam
undang-und ang No. 1 Tahun 1974 dinyatakan bahwa: “Perkawinan ialah ikatan lahir
batin antara seorang wanita dan seorang pria sebagai suami isteri dengan tujuan
2
membentuk keluarga rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa.”
1
Sedang dal am Kompilasi Hukum Islam “Perkawinan yang sah
menurut hukum Islam merupakan pernikahan, yaitu akad yang kuat atau mitsaqan ghalidzan
untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.”
2
Dari pengertian di atas, pernikahan memiliki tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Sehingga baik suami maupun isteri harus saling melengkapi
agar masing-masing dapat mengembangkan kepribadiannya membantu dan mencapai kesejahteraan spiritual dan material.
3
Dengan adanya perkawinan sepasang suami isteri dapat memenuhi kebutuhan seksual seseorang secara halal serta untuk melangsungkan keturunannya dalam
suasana saling mencintai mawaddah dan kasih sayang rahmah antara suami isteri. Perkawinan juga merupakan cara untuk melangsungkan kehidupan umat
manusia di muka bumi, karena tanpa adanya regenerasi, populasi manusia di bumi ini akan punah. Dan perkawinan memiliki dimensi psikologis yang sangat dalam, karena
dengan perkawinan ini kedua insan, suami dan isteri, yang semula merupakan orang lain kemudian menjadi satu keluarga.
4
1
Undang-undang No. 1 Tahun 1974, pasal 1.
2
Departemen Agama RI, Instruksi Presiden RI No. 1 Tahun 1991, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Direktorat Jenderal Pembinaan
Kelembagaan Agama Islam, 2000, h.14.
3
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, cet, I, 1995, h.56.
4
Masykuri Abdillah, “Distorsi Sakralitas Perkawinan Pada Masa Kini”, dalam Mimbar Hukum No. 36 Tahun IX 1998, h.74.