4. Faktor yang mempengaruhi pemahaman thaharah
Sebagaimana telah disebutkan dalam uraian sebelumnya, bahwa perbedaan pemahaman masyarakat Pulo Gebang mengenai thaharah atau bersuci dipengaruhi
oleh beberapa faktor, diantaranya: a.
Pendidikan Pendidikan adalah merupakan masalah yang berhubungan langsung dengan
hidup dan kehidupan manusia. Pendidikan adalah usaha dari manusia dewasa yang telah sadar akan kemanusiaannya, dalam membimbing, melatih, mengajar dan
menanamkan nilai-nilai serta dasar-dasar pandangan hidup kepada generasi muda agar nantinya menjadi manusia yang sadar dan bertanggung jawab akan tugas-tugas
hidupnya sebagai manusia, sesuai dengan sifat hakikat dan ciri-ciri kemanusiaannya. Pendidikan formal di sekolah hanyalah bagian kecil saja, tetapi merupakan inti dan
tidak bisa lepas kaitannya dengan proses pendidikan secara keseluruhan. Pendidikan dalam kaitannya dengan pembahasan thaharah ini dibedakan
menurut jenis dan tingkatannya. Jenis pendidikan menentukan proses pembelajaran mengenai thaharah dari segi keilmuan dan tingkat pendidikan mempengaruhi proses
penalaran terhadap suatu fenomena keilmuan. Dilihat dari jenisnya, pendidikan terbagi dalam dua kategori, yaitu pendidikan
agama dan pendidikan umum. Orang yang memiliki latar belakang pendidikan agama cenderung lebih sesuai dalam memahami thaharah. Mereka lebih banyak
mendapatkan pembelajaran teori tentang thaharah. Pembelajaran tersebut memiliki
implikasi pada pemahaman terhadap thaharah dan implementasinya dalam perilaku kehidupan sehari-hari. Dari segi pengertian, pemahaman teori yang cukup membuat
mereka mampu memberikan pengertian yang lebih sesuai dengan penjelasan dalam kitab fiqih. Mereka juga lebih memahami dari segi tujuan dan hal-hal yang berkenaan
dengan thaharah serta dari segi konsekuensi hukumnya. Berbeda dengan masyarakat yang memiliki latar belakang pendidikan umum,
masyarakat tersebut memperoleh pembelajaran teori mengenai thaharah hanya sekelumit saja. Pembelajaran yang didapat hanya dari mata pelajaran agama Islam
yang diajarkan pada sekolah tingkat dasar dan tingkat menengah. Pembelajaran yang didapatkan hanya sebatas pengertian harfiah jenis dan macamnya saja. Hal tersebut
berpengaruh pada implementasi dari pelaksanaan thaharah yang terkadang masih didapat dari pengalaman dari orang tua atau dari lingkungan. Sehingga mereka
memberikan pengertian dan makna thaharah sebatas dari yang pernah dipelajarinya pada saat di bangku sekolah.
Hal sebagaimana disampaikan oleh ibu Marhati umur 40 tahun latar belakang pendidikan SMP yang hanya mendapatkan pendidikan agama dari bangku
sekolah,
11
“saya kurang faham tentang thaharah dan saya belum pernah mendengar istilah thaharah, tetapi yang saya tau membersihkan sesuatu dari kotoran dan najis.
Awalnya saya tau dari orang tua saya yaitu tata cara berwudhu sebelum sholat dan
11
Wawancara pribadi dengan Ibu Marhati, pada hari minggu, 27 Februari 2011 pukul 17.00 WIB
cara membersihkan najis, dari situ saya sering melihat orang tua saya bagaimana cara membersihkannya.”
Keterbatasan pemahaman masyarakat Pulo Gebang mengenai thaharah atau bersuci karena dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan mereka umumnya tidak
memiliki latar belakang pendidikan agama. Hal ini dapat dilihat dari uraian sebelumnya yakni sebanyak 68 narasumber tidak memiliki latar belakang
pendidikan agama. Selain dipengaruhi oleh pendidikan, yang umumnya hanya memiliki latar
belakang pendidikan umum, kurangnya pemahaman mereka mengenai thaharah atau bersuci juga dipengaruhi oleh tingkat pendidikan yang mereka alami yang mayoritas
hanya lulusan hanya lulusan SMA dan SD yakni sebanya 56 . Pengaruh pendidikan menurut tingkatannya adalah pada proses penalaran
dalam memahami suatu disiplin ilmu. Makin tinngi tingkat pendidikan seseorang makin baik proses penalarannya dalam memahami makna thaharah. Orang yang
memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi cenderung memandang fungsi thaharah tidak hanya sebagai syarat dalam beribadah. Tetapi juga memenuhi aspek kebersihan,
kesehatan, etika dan estetika dari segi falsafah manusia pada umumnya. b. Pengalaman dalam mengikuti pendidikan khusus keagamaan
Disamping faktor pendidikan, faktor lain yang dapat memiliki pengaruh yang cukup besar dalam pemahaman makna thaharah adalah pernah mengikuti pendidikan
agama secara khusus di masyarakat. Pengalaman ini dapat berupa pengajian sewaktu
belajar mengaji di majlis taklim, mengikuti pesantren kilat dan mengikuti pengajian umum di masyarakat maupun di tempat kerja.
Pengaruh dari pengalaman ini dapat digambarkan dari jawaban narasumber yang diwawancarai ketika ditanya mengenai makna thaharah dan makna najis serta
tata cara membersihkan najis. Umumnya mereka mengemukakan argumentasi dari pendapatnya dengan mengatakan bahwa jawaban mereka itu didasarkan pada
pelajaran yang mereka dapat sewaktu belajar mengaji atau sewaktu mengikuti pengajian baik di majelis taklim ataupun pengajian umum. Misalnya jawaban yang
disampaikan oleh ibu Siyah umur 28 yang latar belakang pendidikannya SMA, berpengalaman ikut pesantren kilat, sebagai berikut:
Kata ustadz di tempat saya mengaji di pesantren kilat dulu, najis itu adalah kotoran yang menghalangi ibadah kita yang menjadikan sholat kita tidak sah.
Najis yaitu darah, kotoran binatng dan manusia, bangkai, anjing, babi, nanah dan muntah.
12
Di saat yang sama juga hal yang sama disampaikan oleh Ibu Yayah yang aktif
mengikuti kegiatan di beberapa majlis taklim, sebagai berikut: Dalam mencuci pakaian, saya selalu memisahkan rendamancucian bayi dan
pakaian lainnya yang terkena najis, sebab kalau tidak, nanti kotoran atau najisnya akan tercampur.
13
12
Wawancara pribadi dengan Ibu Siyah , pada hari kamis, 24 Februari 2011 pukul 14.00 WIB
13
Wawancara pribadi dengan Ibu Yayah, pada hari kamis, 24 Februari 2011 pukul 15.30 WIB
C. Perilaku Masyarakat Muslim Pulo Gebang terhadap Etika Membersihkan Najis