Tabel 4.5 Data narasumber menurut peran sosial keagamaan
No Peran Sosial
f
1 Masyarakat biasa
23 92
2 Tokoh agama
2 8
Jumlah 25
100 Sumber: diolah dari data lapangan tahun 2011
Berdasarkan tabel di atas, mayoritas narasumber adalah masyarakat biasa sebanyak 23 narasumber atau 92 , sedangkan tokoh agama hanya 2 orang atau 8 .
Di sini penulis ingin mengetahui perilaku thaharah yang terjadi di masyarakat awam.
B. Pemahaman dan Pelaksanaan Masyarakat Pulo Gebang Terhadap Perilaku Bersuci
Pada bagian kedua ini, penulis mendekripsikan jawaban narasumber tentang pemahaman mengenai thaharah. Hal ini meliputi pemaknaan thaharah, faktor yang
terkait dengan pemaknaan, analisis makna menurut narasumber, serta makna dan kegunaan thaharah dalam ibadah.
1. Pemahaman tentang istilah dan makna thaharah
Thaharah adalah aktivitas menghilangkan hadas atau najis yang menghalangi keshahihan shalat dan ibadah-ibadah sejenisnya dengan air, atau menghilangkan
hukumnya hadas dan najis dengan tanah. Dari pengertian tersebut dapat dilihat
urgensi dari thaharah, yaitu sebagai suatu sarana atau media untuk kebersihan ibadah sebagai proses dalam memperoleh pahala dari Allah yang menjadi tujuan akhir dari
ibadah. Thaharah tidak hanya bertujuan untuk memenuhi syarat atau prosedur yang ditetapkan dalam beribadah tetapi lebih dari itu, thaharah juga bertujuan untuk
menciptakan kebersihan, keindahan dan kenyamanan dalam hubungannya dengan kita sebagai manusia dalam lingkungan masyarakat.
Secara umum, masyarakat Kelurahan Pulo Gebang dapat dikatakan kurang memahami konsep thaharah secara detail. Mereka lebih memahami istilah thaharah
dengan istilah bersuci. Hal ini seperti diungkapkan oleh narasumber pertama Ibu Maryani umur 45 tahun yang latar belakang pendidikannya Sekolah Dasar dan tidak
biasa dipengajian dan juga tidak ikut kursus secara khusus mencoba memahami thaharah sebagai berikut:
“Saya kurang memahami tentang thaharah dan saya belum pernah mendengar istilah thaharah. Tetapi kalau bersuci saya cukup mengenal dan sedikit tau.
Bersuci itu kan membersihkan diri, badan, dan pakaian, supaya ibadah kita sah
”.
1
Hal yang sama diungkapkan oleh Ibu Tin 26 tahun latar belakang
pendidikannya SMA dan tidak pernah mengikuti pengajian majlis taklim serta tidak ada pengalaman khusus belajar agama secara non-formal, menurut yang dia pahami
mengenai thaharah sebagai berikut:
1
Wawancara pribadi dengan Ibu Maryani, pada hari kamis, 24 Februari 2011 pukul 19.00
“Saya kurang paham dengan istilah thaharah, tetapi yang saya pahami hanya membersihkan dan mensucikan diri dari kotoran dan syarat sebelum
beribadah. ”
2
Pemahaman istilah bersuci lebih akrab ditelinga masyarakat, karena bersuci merupakan kata yang sering dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam
penelitian ini, penulis batasi dengan istilah ’sangat paham’ bagi masyarakat yang mendapatkan pengalaman khusus belajar tentang agama yang memahami dan
melaksanakan bersuci sesuai dengan yang dikehendaki hukum Islam, dan ’kurang paham’ bagi masyarakat yang kurang memahami thaharah disebakan faktor tidak ada
pengalaman khusus belajar agama dan tidak melaksanakan etika bersuci yang tidak sesuai dengan hukum Islam. Masyarakat yang memahami dan melaksanakan adalah
mereka yang sadar akan hukum Islam. Sebaliknya mereka yang tidak memahami dan tidak melaksanakan adalah mereka yang tidak sadar akan hukum Islam. Karena
kesadaran hukum terkait dengan kepatuhan hukum. Gambaran narasumber tentang pemahaman terhadap istilah thaharah dapat di
lihat pada tabel 4.6 berikut:
2
Wawancara pribadi dengan Ibu Tin, pada hari sabtu, 26 Februari 2011 pukul 09.00
Tabel 4.6 Data narasumber berdasarkan pemahaman tentang thaharah
No Alternatif Jawaban
f
1 Sangat paham
3 12
2 Paham
5 20
3 Kurang paham
17 68
4 Tidak paham
- -
Jumlah 25
100 Sumber: diolah dari data lapangan tahun 2011
Berdasarkan data yang tertera pada tabel 4.6, dapat disimpulkan bahwa tingkat pemahaman masyarakat mengenai istilah thaharah masih kurang. Hal ini
dapat kita lihat pada tabel 4.6 di atas, sebanyak 68 narasumber kurang memahami istilah thaharah. Pemahaman masyarakat mengenai istilah thaharah dipengaruhi oleh
beberapa faktor, salah satunya yaitu faktor pendidikan agama secara formal, atau secara khusus tidak pernah mengikuti pembahasan thaharah dari pengajian atau dari
pendidikan agama formal atau non-formal. Adapun pemahaman masyarakat mengenai makna tahaharah bersuci
terdapat perbedaan pendapat. Perbedaan pendapat tersebut dipengaruhi oleh peran masing-masing di dalam lingkungan masyarakat. Kelompok masyarakat biasa,
memaknai thaharah atau bersuci sebagai upaya membersihkan diri dari hadas dan
najis yang dapat menghalangi dalam melakukan ibadah shalat maupun ibadah-ibadah lainnya. Dalam pandangan mereka, thaharah dimaknai sebagai proses pemenuhan
syarat untuk beribadah. Pemaknaan tersebut, berdampak pada perilaku bersuci dan etika
membersihkan najis di antara mereka banyak yang tidak sesuai dengan tata cara yang disebutkan dalam kitab-kitab fiqih. Tindakan yang dilakukan oleh masyarakat biasa
ini dipengaruhi oleh pemahaman mereka terhadap najis yang mereka hadapi dalam kehidupan sehari-hari, serta perkembangan proses sosialisasi ilmu yang didapatkan
oleh masyarakat. Kedua masalah tersebut akan dibahas pada sub berikutnya. Berbeda dengan kelompok masyarakat awam, kelompok kedua yaitu tokoh
agama memahami tahaharah lebih mendalam. Mereka memahami thaharah tidak hanya sebatas proses pemenuhan syarat formal dalam beribadah sholat saja, tetapi
juga mencakup dari aspek kebersihan, kesehatan kesopanan dan meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah serta kenyamanan dalam sudut pandang
manusia.
3
Seseorang dikatakan bersih tidak hanya bersih dari kotoran yang termasuk dalam kategori najis, tetapi juga dari hal-hal yang dipandang kotor oleh manusia.
Umpamanya saja, seorang yang bekerja di bengkel motor atau mobil terlihat badannya masih kotor oleh oli dan kotoran lain, kemudian dia shalat. Secara hukum
pekerja bengkel tersebut sah dalam melakukan ibadah shalat. Tetapi juga dilihat dari sudut pandang kebersihan dan kesopanan manusia, maka pekerja bengkel tersebut
3
Wawancara pribadi dengan tokoh agama, pada hari kamis, 24 Februari .2011 pukul 16.30 WIB
harus membersihkan semua kotoran yang melekat pada badannya baik yang bersifat najis atau tidak.
2. Pemahaman masyarakat mengenai najis