2. Etika dan Norma Hukum
Etika adalah bagian filsafat yang meliputi hidup baik, menjadi manusia yang baik, berbuat baik, dan menginginkan hal-hal yang baik dalam hidup bermasyarakat.
Kata “etika” menunjuk dua hal. Yang pertama, aspek disiplin ilmu yang mempelajari nilai-nilai dan pembenarannya. Kedua, pokok permasalahan disiplin ilmu itu sendiri
yaitu nilai-nilai hidup yang sesungguhnya dan hukum-hukum tingkah laku. Kedua hal ini berpadu dalam kenyataan bahwa bertingkah laku sesuai dengan hukum-hukum,
adat dan harapan-harapan yang kompleks dan terus berubah. Akibatnya berdampak kepada perenungan tingkah laku dan sikap, membenarkannya dan kadang-kadang
memperbaikinya.
28
Supaya hubungan antar manusia di dalam suatu masyarakat terlaksana sebagaimana yang diharapkan, maka dirumuskannlah norma-norma masyarakat.
Mula-mula norma-norma tersebut terbentuk secara tidak sengaja. Namun lama- kelamaan norma-norma tersebut dibuat secara sadar. Misalnya dahulu di dalam jual
beli, seorang perantara tidak harus diberi bagian dari keuntungan. Akan tetapi lama- kelamaan terjadi kebiasaan bahwa perantara harus mendapat bagiannya, dimana
sekaligus ditetapkan siapa yang menanggung itu, yaitu pembeli ataukah penjual.
29
Norma atau kaidah-kaidah adalah ketentuan atau peraturan-peraturan yang memberi batasan dan kebebasan kepada anggota masyarakat dan bagaimana
28
R. Andre Karo-karo, Pengantar ke Etika, Jakarta: Erlangga, 1984, h. 2
29
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1998, Cet. 25, h. 220
hubungan antara seorang anggota masyarakat dengan anggota masyarakat lainnya dalam pergaulan hidup sesamanya. Norma atau peraturan hidup itu mulai tumbuh
sejak manusia mengenal hidup bermasyarakat, pertumbuhan dan perkembangannya akan melahirkan beberapa macam norma sesuai dengan sumbernya.
30
Ajaran agama atau aliran kepercayaan yang masuk atau timbul dalam masyarakat sangat menunjang tegaknya tata tertib kehidupan dalam masyarakat itu.
Perintah dan larangan yang dikembangkan oleh ajarannya akan menebalkan iman setiap penganutnya mematuhi segala perintah dan larangannya seperti yang diajarkan
oleh agama demi keselamatan hidup manusia.
31
Socrates sebagaimana dikutip oleh Dr. Ahmad Mahmud Shubhi mengatakan tidak memisahkan antara etika dan agama. Kehidupan etika, bagi Socrates bertumpu
pada dua sendi: hukum negara yang tertulis dan hukum tuhan yang tidak tertulis. Ia mengisyaratkan pentingnya kepercayaan atas kekekalan jiwa dalam tema etika.
Kekekalan jiwa adalah masalah metafisika, atau lebih tepanya agama. Socrates menjelaskan bahwa adanya kehidupan lain menampakkan kepada jiwa adanya
keadilan yang dapat mengurai segala kepelikan, dan menerangi jalan, sehingga banyak jiwa dapat menelusurinya secara nyaman.
32
30
Rien G. Kartasapoetra, S.H, Pengantar Ilmu Hukum Lengkap, Jakarta: Bina Aksara, 1988, cet. I, h. 5
31
Ibid., h. 6
32
Ahmad Mahmud shubhi, Filsafat Etika; Tanggapan Kaum Rasionalis dan Intuisionalis Islam, Penerjemah Yunan Askaruzzaman Ahmad, Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2001, Cet. Ke 1,
h. 23
Dalam pergaulan hidup bermasyarakat, bernegara hingga pergaulan hidup tingkat internasional diperlukan suatu sistem yang mengatur bagaimana seharusnya
manusia bergaul. sistem pengaturan pergaulan tersebut menjadi saling menghormati dan dikenal dengan sebutan sopan santun, tata krama, protokoler dan lain-lain.
Maksud pedoman pergaulan tidak lain untuk menjaga kepentingan masing-masing yang terlibat agar mereka senang, tenang, tentram, terlindung tanpa merugikan
kepentingannya serta terjamin agar perbuatannya yang tengah dijalankan sesuai dengan adat kebiasaan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan hak-hak asasi
umumnya. Hal itulah yang mendasari pertumbuhan dan perkembangan etika di masyarakat yang terikat dengan norma hukum, kaidah hukum dan norma masyarakat.
Norma hukum adalah hasil dari keseluruhan tingkah laku dari orang-orang yang hidup dalam ikatan kemasyarakatan yang harus ditaati. Kaidah hukum adalah
kaidah yang diciptakan oleh lembaga masyarakat atau negara yang sedapat mungkin memenuhi segala kepentingan hidup para anggota masyarakat seluruhnya. Kalau
norma agama hanya berlaku bagi penganut agama itu, maka norma hukum berlaku lebih luas, bagi seluruh anggota masyarakat dan organ-organ masyarakatnya. Norma
atau kaidah hukum bertujuan mengadakan tata tertib dalam pergaulan hidup manusia di dalam masyarakat, sehingga keamanan, ketertiban, serta keadilan dalam
masyarakatnegara dapat terpelihara atau terjamin dengan sebaik-baiknya.
33
33
Rien G. Kartasapoetra, S.H, Pengantar Ilmu Hukum Lengkap, h. 9
3. Motivasi dan Perilaku Hukum