Universitas Sumatera Utara
2.1.1 Paradigma Positivisme
Positivik atau dikenal dengan sebutan “Positivisme logis” adalah aliran dari paradigma pemikiran dalam filsafat yang menjelaskan mengenai gejala sosial, yang
kebenarannya hanya dapat diuji dengan pengamatan ilmiah. Paradigma positivisme dinyatakan sebagai paradigma tradisional, eksperimental, atau paradigma emprisistis
yang dikembangkan oleh para ahli sosiologi. Auguste Comte adalah orang pertama kali yang menggunakan istilah “positivism” dalam bukunya The Course Of Positive
Philosophy yang diterbitkan pada tahun 1838 Silalahi, 2009: 68. Auguste Comte sering disebut sebagai “Bapak Positivisme” karena aliran
filsafat yang didirikannya disebut sebagai “positivisme”. Arti positif bagi Auguste Comte adalah nyata, tidak khayak. Ilmu pengetahuan harus nyata dan bermanfaat serta
diarahkan untuk mencapai kemajuan. Oleh sebab itu Comte mengartikan positif itu adalah nyata. Disebut ilmu pengetahuan positif apabila pengetahuan tersebut
memusatkan perhatian pada gejala-gejala yang nyata tanpa ada halangan pertimbangan lainnya. Ini dapat dilakukan dengan mengukur isinya yang positif dan kebenaran
positif, seperti yang dilakukan dalam pengamatan sosial kontemporer. Metode positif Auguste Comte menempatkan akal pada tempat yang sangat penting. Ia menolak
anggapan bahwa manusia disebut sebagai “animal rational”. Hanya manusialah yang mampu memakai akalnya untuk mengubah tingkah laku dan perbuatannya dalam
menyesuaikan diri dengan alam sekitar Mantra, 2004: 22. Di
pemikiran positivisme, tiap gejala terdapat kekuatan-kekuatan atau inti tertentu yang pada akhirnya akan dapat diungkapkan untuk menemukan hukum-
hukum seragam melalui ilmu pengetahuan positivis. Dalam pelaksanaan penelitian, hasil penelitian yang menggunakan pendekatan positivisme dianggap sebagai fakta
objektif, sebagai data yang tidak diganggu oleh value judgements dan idelogy dari para ahli. Hasil observasi menggunakan kriteria-kriteria objektif tertentu yang dapat
dikonfirmasi oleh ahli lain. Akurasinya dapat diperiksa melalui replikasi, yaitu melalui repetisi dari satu seri pengamatan atau eksperimen dibawah kondisi yang sama. Dari
sust pandang positivis, metode-metode dan asumsi dapat diterapkan untuk perilaku
Universitas Sumatera Utara
manusia. Observasi-observasi perilaku berdasarkan pengukuran objektif akan membuatnya mungkin menghasilkan pernyataan sebab dan akibat. Teori kemudian
dapat dipikirkan untuk menjelaskan perilaku yang diobservasi. Positivisme juga menggarisbawahi penegasannya bahwa hanya bahasa observasioanal yang menyatakan
informasi faktual, sementara pernyataan-pernyataan dalam bahasa teoritis tidak mempunyai arti faktual sampai pernyataan-pernyataan itu diterjemahkan ke dalam
bahasa observasional dengan kaidah-kaidah korespondensi Silalahi,2009: 72-73 Secara epistimologis paradigma ini adalah dualisme dan objetivism. Dualisme
karena peneliti dan objek kajian terpisah dan independen satu sama lain. Dan objektifitas karena antara peneliti dan yang diteliti tidak saling mempengaruhi.
Penelitian dilakukan seolah-olah hanya satu arah, tidak ada interaksi antara keduanya jadi tidak ada keraguan bahwa sistem nilai yang dianut para peneliti akan
mempengaruhi objek kajian, begitu juga sebaliknya. Asusmsi aksiologis positivisme adalah value free: artinya, artinya hubungan antara peneliti dengan objek kajian,
individu atau komunitas adalah beebas nilai, maksudnya bahwa sistem nilai yang dianut oleh peneliti harus tidak memepengaruhi penelitian yang sedang dilakukan,
begitu pula sistem nilai yang dibawa oleh responden objek kajian, tidak mempengaruhi kegiatan penelitian, dengan demikian hasil penelitian adalah objektif.
Dan asumsi metodologi positivism adalah experimental dan manipulatif: pertanyaan dan atau hipotesi diformulasikan sebelum pengumpulan data, mengikuti setting
natural science yang mengikut.
2.2 Kajian Pustaka 2.2.1