72
dengan  kenaikan  primary  pressure.  Secondary  temperature  memiliki  pengaruh yang  signifikan  terhadap  nilai  entrainment  ratio  seperti  yang  ditunjukkan  pada
Gambar 4.3. Hal tersebut disebabkan karena kenaikan secondary temperature juga meningkatkan  nilai  critical  back  pressure  pada  ejektor  Chandra,  et  al.,  2014.
Nilai optimum ejektor dengan variasi area ratio throat 18,75 terjadi pada primary pressure 100 kPa dan secondary temperature 80 °C dengan
nilai ω = 1.
0 100 200
300 400
0.0 0.2
0.4 0.6
0.8 1.0
Entrainment Ratio
Primary Pressure kPa
Secondary Temp.
C 80 Secondary Temp.
C 70 Secondary Temp.
C 60 Secondary Temp.
C 50
Gambar 4.3 Grafik pengaruh primary pressure dan secondary temperature terhadap entrainment ratio pada variasi area ratio throat 18,75.
4.2 Pengaruh Area Ratio Throat Terhadap Entrainment Ratio
Pengaruh area ratio throat terhadap  entrainment  ratio ditunjukkan pada Gambar  4.4  untuk  kondisi  secondary  temperature  50  °C.  Hasil  percobaan
menunjukkan  peningkatan  entrainment  ratio  yang  signifikan  untuk  variasi  area ratio  throat  12,5  dan  18,75.  Fenomena  ini  disebabkan  karena  pada  variasi  area
ratio throat 6,25 panjang throat terlalu pendek sehingga perpindahan momentum antara kedua aliran primary dan secondary tidak terjadi secara sempurna Li, C.,
et  al.,  2011. Sedangkan untuk  variasi  lain, perpindahan momentum terjadi  lebih baik  karena  memiliki  throat  yang  lebih  panjang  sehingga  menghasilkan  nilai
entrainment ratio yang lebih tinggi. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
Nilai  entrainment  ratio  optimum  pada  variasi  secondary  temperature 50  °C  terjadi  pada  primary  pressure  100  kPa  dan  pada  variasi  area  ratio  throat
12, 5  dengan  nilai  ω  =  0,71.  Fenomena  ini  terjadi  karena  panjang  throat  pada
variasi area ratio throat 18,75 menyebabkan penurunan tekanan mixed fluid yang diakibatkan  oleh  gesekan  yang  cukup  besar  pada  daerah  sebelum  terjadinya
pseudo  shock.  Pseudo  shock  adalah  gelombang  kejut  atau  shock  wave  yang dihasilkan  oleh  penurunan  tekanan  secara  tiba
–  tiba  yang  diakibatkan  oleh pengecilan penampang pada ujung nozzle Li, C., et al., 2011. Sedangkan untuk
variasi  area  ratio  throat  12,5  tidak  terjadi  gesekan  yang  terlalu  besar  sehingga transfer momentum terjadi secara sempurna Dirix, et al., 1990.
0 100 200
300 400
-1.2 -0.8
-0.4 0.0
0.4 0.8
Entrainment Ratio
Primary Pressure kPa
Area Ratio Throat    6.25 Area Ratio Throat  12.50
Area Ratio Throat  18.75
Gambar 4.4 Grafik pengaruh area ratio throat terhadap entrainment ratio pada secondary temperature 50 °C.
Hasil percobaan untuk variasi secondary temperature 60 °C ditunjukkan oleh  Gambar  4.5.  Secara  keseluruhan  hasil  percobaan  menunjukkan  fenomena
yang  serupa  seperti  variasi  secondary  temperature  50  °C,  dengan  nilai entrainment  ratio
optimum  pada  ω  =  0,77  untuk  variasi  area  ratio  throat  12,5. Namun terlihat nilai entrainment ratio yang selalu positif untuk variasi area ratio
throat 18,75. Hal tersebut terjadi karena aliran mixed fluid yang memasuki throat PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
mixing  chamber  merupakan  fully  developed  flow.  Aliran  fully  developed  dapat dicapai  jika  panjang  throat  memadai  sesuai  dengan  Gambar  2.29  yang
menjelaskan  teori  aliran  dalam  pipa.  Aliran  yang  berupa  fully  developed menyebabkan  shock  wave  yang  terjadi  di  dalam  mixing  chamber  lebih  kecil,
sehingga nilai entrainment ratio lebih tinggi daripada variasi  yang lain Li, C, et al., 2011.
0 100 200
300 400
-0.8 -0.4
0.0 0.4
0.8 1.2
Entrainment Ratio
Primary Pressure kPa
Area Ratio Throat   6.25 Area Ratio Throat 12.50
Area Ratio Throat 18.75
Gambar 4.5 Grafik pengaruh area ratio throat terhadap entrainment ratio pada secondary temperature 60 °C.
Hasil  percobaan  untuk  variasi  secondary  temperature  70  °C  dan  80  °C ditunjukkan  oleh  Gambar  4.6  dan  4.7.  Kedua  hasil  percobaan  menunjukkan
fenomena  yang  hampir  sama,  dimana  entrainment  ratio  untuk  semua  variasi primary pressure selalu menunjukkan nilai positif untuk area ratio throat 18,75.
Pada  variasi  secondary  temperature  70  °C,  nilai  optimum  entrainment  ratio terjadi pada variasi area ratio throat 12,5 pada t
ekanan 100 kPa dengan nilai ω = 0,91.  Sedangkan  untuk  kondisi  secondary  temperature  80  °C  nilai  optimum
entrainment  ratio  terjadi  pada  area  ratio  throat  18,75  dan  tekanan  100  kPa dengan nilai ω = 1.
75
0 100 200
300 400
-1.5 -1.0
-0.5 0.0
0.5 1.0
Entrainment Ratio
Primary Pressure kPa
Area Ratio Throat   6.25 Area Ratio Throat 12.50
Area Ratio Throat 18.75
Gambar 4.6 Grafik pengaruh area ratio throat terhadap entrainment ratio pada secondary temperature 70 °C.
0 100 200
300 400
-1.5 -1.0
-0.5 0.0
0.5 1.0
Entrainment Ratio
Primary Pressure kPa
Area Ratio Throat   6.25 Area Ratio Throat 12.50
Area Ratio Throat 18.75
Gambar 4.7 Grafik pengaruh area ratio throat terhadap entrainment ratio pada secondary temperature 80 °C.
76
4.3 Pengaruh Expansion Ratio Terhadap Entrainment Ratio