Pengaruh Primary Pressure dan Secondary Temperature Terhadap

69

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengaruh Primary Pressure dan Secondary Temperature Terhadap

Entrainment Ratio Pengaruh primary pressure dan secondary temperature pada steam ejector dengan area ratio throat 6,25 ditunjukkan pada Gambar 4.1. Hasil percobaan menunjukkan terjadi kenaikan entrainment ratio pada tekanan 200 kPa untuk semua kondisi secondary temperature, kemudian terjadi penurunan entrainment ratio seiring bertambahnya primary pressure. Peningkatan primary pressure yang melewati nozzle menyebabkan penurunan entrainment ratio dari steam ejector pada semua kondisi secondary temperature. Hal tersebut disebabkan karena semakin tinggi primary pressure maka sudut ekspansi dari aliran primary fluid yang keluar dari ujung nozzle akan semakin besar. Sudut ekspansi yang semakin besar menyebabkan entrainment region pada suction chamber semakin kecil, sehingga secondary fluid lebih sedikit terhisap Chandra, et al., 2014. Selain itu kenaikan primary pressure secara langsung menyebabkan mass flow rate dari primary fluid meningkat sehingga nilai entrainment ratio menurun. Ejektor memiliki nilai optimum entrainment ratio pada primary pressure 200 kPa dan secondary temperature 70 °C dengan nilai ω = 0,62. Fenomena ini terjadi disebabkan karena aliran primary fluid pada tekanan 100 kPa belum memiliki sudut ekspansi yang memadai untuk mengasilkan entrainment region Chunnanond, K., 2004. Hal tersebut juga menyebabkan entrainment ratio pada tekanan 100 kPa bernilai negatif, karena aliran primary fluid masuk ke dalam evaporator. Nilai secondary temperature pada percobaan dengan variasi area ratio throat 6,25 tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perubahan entrainment ratio. Hal tersebut disebabkan karena panjang throat terlalu pendek PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 70 sehingga perpindahan momentum antara kedua aliran primary dan secondary tidak terjadi secara sempurna Li, C, et al., 2011. 100 200 300 400 -1.2 -0.8 -0.4 0.0 0.4 0.8 Entraintment Ratio Primary Pressure kPa Secondary temp. °C 80 Secondary temp. °C 70 Secondary temp. °C 60 Secondary temp. °C 50 Gambar 4.1 Grafik pengaruh primary pressure dan secondary temperature terhadap entrainmenmet ratio pada variasi area ratio throat 6,25. Hasil percobaan untuk variasi area ratio throat 12,5 ditunjukkan pada Gambar 4.2. Nilai entrainment ratio steam ejector menurun seiring dengan kenaikan primary pressure. Kenaikan primary pressure secara langsung menyebabkan mass flow rate dari primary fluid meningkat sehingga nilai entrainment ratio menurun. Selain itu fenomena tersebut terjadi karena semakin tinggi primary pressure maka sudut ekspansi dari primary fluid yang keluar dari ujung nozzle semakin besar. Sudut ekspansi yang semakin besar menyebabkan entrainment region pada suction chamber semakin kecil, sehingga secondary fluid lebih sedikit terhisap Chandra, et al., 2014. Hal tersebut juga terjadi untuk hasil percobaan pada variasi area ratio throat 18,75. Nilai entrainment ratio maksimum pada variasi area ratio throat 12,5 diperoleh pada primary pressure 100 kPa dan secondary temperature 80 °C dengan nilai ω = 0.97. Fenomena ini terjadi karena throat lebih panjang dari PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 71 variasi sebelumnya sehingga aliran primary fluid memasuki daerah fully developed flow region. Selain itu aliran primary fluid memiliki sudut ekspansi yang optimum sehingga menghasilkan entrainment region yang cukup besar untuk menghisap secondary fluid. Secondary temperature memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap nilai entrainment ratio pada percobaan dengan variasi area ratio throat 12,5. Kenaikan secondary temperature menyebabkan nilai critical back pressure semakin meningkat, sehingga back pressure yang terjadi tidak sampai melebihi batas critical back pressure dari ejektor Chandra, et al., 2014. Namun terjadi fenomena dimana pada secondary temperature 50 °C, nilai entrainment ratio tetap berada diatas nilai 0. Hal tersebut dapat disebabkan oleh back pressure yang terjadi didalam mixing chamber tidak melebihi nilai critical back pressure pada kondisi temperatur 50 °C. 100 200 300 400 -0.8 -0.4 0.0 0.4 0.8 1.2 Entrainment Ratio Primary Pressure kPa Secondary temp. °C 80 Secondary temp. °C 70 Secondary temp. °C 60 Secondary temp. °C 50 Gambar 4.2 Grafik pengaruh primary pressure dan secondary temperature terhadap entrainment ratio pada variasi area ratio throat 12,5. Gambar 4.3 menunjukkan pengaruh primary pressure dan secondary temperature terhadap entrainment ratio pada variasi area ratio throat 18,75. Sama seperti variasi sebelumnya, terjadi penurunan nilai entrainment ratio seiring PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 72 dengan kenaikan primary pressure. Secondary temperature memiliki pengaruh yang signifikan terhadap nilai entrainment ratio seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.3. Hal tersebut disebabkan karena kenaikan secondary temperature juga meningkatkan nilai critical back pressure pada ejektor Chandra, et al., 2014. Nilai optimum ejektor dengan variasi area ratio throat 18,75 terjadi pada primary pressure 100 kPa dan secondary temperature 80 °C dengan nilai ω = 1. 0 100 200 300 400 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 Entrainment Ratio Primary Pressure kPa Secondary Temp.  C 80 Secondary Temp.  C 70 Secondary Temp.  C 60 Secondary Temp.  C 50 Gambar 4.3 Grafik pengaruh primary pressure dan secondary temperature terhadap entrainment ratio pada variasi area ratio throat 18,75.

4.2 Pengaruh Area Ratio Throat Terhadap Entrainment Ratio