Masa Gelap Agama Buddha di Indonesia

23 Pendidikan Agama Buddha dan Budi Pekerti maituna hubungan kelamin, menyebabkan runtuhnya agama Buddha di India, demikian juga di Indonesia pada zaman Majapahit ini. Diduga bahwa praktik- praktik Tantra yang cenderung mistik dan klenik bahkan penyembahan berhala menjadi titik lemah kehidupan keagamaan Buddha pada zaman Majapahit. Dari sisi politik, hal yang berpengaruh terhadap kehidupan agama Buddha pada zaman Majapahit adalah adanya perebutan kekuasaan oleh Raden Patah, putra Raja Prabu Brawijaya Majapahit sendiri. Raden Patah tidak menyukai jika kerajaan dipimpin oleh seorang raja selain Islam. Karena Raden Patah beragama Islam, haram hukumnya jika negara dipimpin oleh orang yang tidak seiman. Dari sisi sosial, secara umum agama Islam sudah mulai meluas di Indonesia pada waktu itu. Hal ini dapat diketahui dari berita laporan Rui de Brito, Gubernur Portugis di Malaka pada tahun 1514 yang menyatakan bahwa di Jawa masih ada raja yang bukan Islam, yaitu raja Sunda dan raja Jawa Majapahit. Berita yang sama juga disampaikan oleh Antonio Pigafetta tahun 1522. Dari berita-berita tersebut dapat disimpulkan bahwa agama Buddha sudah tidak berpengaruh lagi dan digeser oleh agama baru, yaitu Islam. Berdasarkan bukti-bukti sejarah, kemudian terungkap bahwa yang menyebabkan Majapahit hilang dari muka bumi bukanlah terjadi pada tahun 1400 tahun Saka karena serangan tentara Demak yang dipimpin oleh Raden Patah. Lenyapnya Majapahit dari muka bumi terjadi antara tahun 1518 sampai dengan 1521 yang dilakukan oleh Adipati Unus, anak Raden Patah penguasa Demak, sebagai tindakan balasan terhadap Girindrawardana yang telah mengalahkan neneknya, Bhre Kertabumi. Zaman sesudah runtuhnya Majapahit adalah masa gelap agama Buddha. Tidak ada sumber sejarah yang ditemukan yang menceritakan keadaan agama Buddha waktu itu. Hal ini dapat dimengerti bahwa masyarakat secara umum yang sudah beragama Islam, tidak membicarakan agama yang tidak dianutnya.

2. Masa Kebangkitan Agama Buddha di Indonesia

Kerajaan Majapahit yang mengalami keruntuhan pada tahun 1478 juga membawa dampak runtuhnya pilar-pilar kejayaan agama Buddha di Nusantara Indonesia. Rakyat yang tetap setia memeluk agama Shiva-Buddha mengungsi dan berkumpul di berbagai tempat di Jawa Timur dan Pulau Bali. Namun, sebuah literatur kuno mengatakan bahwa agama Buddha di Indonesia akan tertidur dalam 4 zaman dan akan bangkit kembali setelah 500 tahun kemudian semenjak runtuhnya Kerajaan Mahapahit pada tahun 1478. Pada akhir masa kejayaan kerajaan-kerajaan Islam, bangsa Eropa mulai menjejakkan kakinya ke bumi pertiwi dan Nusantara memasuki zaman kolonial penjajahan. Bangsa Belanda mulai menjajah Indonesia setelah didahului oleh bangsa Portugis. Selama lebih kurang 350 tahun, Belanda menjajah beberapa daerah di Indonesia. Bu ku K. 13 H asi l R evi si 24 Kelas X SMASMK Pada masa itu, di Indonesia hanya dikenal adanya tiga agama, yaitu agama Kristen Protestan, Katolik, dan Islam, sedangkan agama Buddha tidak disebut- sebut meskipun Candi Borobudur telah kembali ditemukan pada tahun 1814 oleh Sir homas Stamford Rales, Gubernur Jenderal Britania Raya di Jawa. Hal ini adalah salah satu sikap Pemerintah Kolonial Belanda waktu itu. Dengan demikian, agama Buddha dianggap sudah sirna di bumi Indonesia, tetapi secara tersirat di dalam sanubari bangsa Indonesia, agama Buddha masih tetap terasa antara ada dan tiada. Pada zaman pemerintahan kolonial Belanda, didirikan Perhimpunan heosoi oleh orang-orang Belanda terpelajar. Tujuannya adalah untuk mempelajari inti kebijaksanaan semua agama dan untuk menciptakan inti persaudaraan yang universal. heosoi juga mempelajari tentang kebijaksanaan dari agama Buddha. Agama Buddha mulai dikenal, dipelajari, dan dihayati dari ceramah-ceramah dan meditasi di Jakarta, Bandung, Medan, Yogyakarta, Surabaya, dan sebagainya. Pada zaman penjajahan Belanda, di Jakarta timbul pula usaha-usaha untuk melestarikan ajaran agama Buddha, Konghucu, dan Laotse yang kemudian melahirkan organisasi Sam Kauw Hwee yang bertujuan untuk mempelajari ketiga ajaran tersebut. Dari sini pula kemudian lahir penganut agama Buddha yang dalam zaman kemerdekaan bangkit dan berkembang. Pada tahun 1932, di Jakarta telah berdiri International Buddhist Mission Bagian Jawa dan Yosias van Dienst menjabat sebagai Deputy Director General. Pada tahun 1934, telah diangkat A van Der Velde di Bogor dan J.W. de Wilt di Jakarta masing-masing sebagai Asistan Direktur yang membantu Yosias van Dienst. Setahun sebelum berdirinya International Buddhist Mission Bagian Jawa, tepatnya tahun 1931, di Jakarta terbit majalah Mustika Dharma yang dipimpin oleh Kwee Tek Hoay. Tahukah Kamu? Pada tahun 1926, zaman pemerintahan kolonial Belanda, Pek Kau Ing dan Ang Tuan Niu orang tua Pek Tiam Po, kakek dan nenek Pek Sing Tjong yang merupakan pelopor pendiri PTITD dan Martrisia Komda Riau, buyut dari Mariya Pek A Na ketua PTITD dan Martrisia Komda Riau sekarang. Beliau membawa Dewi Tao Tridharma Ratu Nawasura Sakti Kiu hian Hian De dari Cina ke Singapura pada tahun 1908, kemudian ke Provinsi Riau pada tahun 1926. Bu ku K. 13 H asi l R evi si