10 Kelas X SMASMK
Komering, Sumatra Selatan. Semua arca ini menampilkan keanggunan dan langgam yang sama yang disebut “Seni Sriwijaya” atau “Langgam atau Gaya Sriwijaya” yang
memperlihatkan kemiripan mungkin diilhami oleh langgam Amarawati India dan langgam Syailendra Jawa sekitar abad ke-8 sampai dengan ke-9.
2. Perdagangan
Di dunia perdagangan, Sriwijaya menjadi pengendali jalur perdagangan
antara India dan Tiongkok, yakni dengan penguasaan atas Selat Malaka
dan Selat Sunda.
Orang Arab mencatat bahwa Sriwijaya memiliki aneka komoditas
seperti kapur barus, kayu gaharu, cengkih, pala, kepulaga, gading,
emas, dan timah, yang membuat raja- raja Sriwijaya memiliki kekayaan
berlimpah. Kekayaan yang melimpah ini telah memungkinkan Sriwijaya mem- beli kesetiaan dari vassal-vassal-nya di seluruh Asia Tenggara.
Dengan berperan sebagai entreport atau pelabuhan utama di Asia Tenggara, dengan mendapatkan restu, persetujuan, dan perlindungan dari Kaisar China
untuk dapat berdagang dengan Tiongkok, Sriwijaya senantiasa mengelola jejaring perdagangan bahari dan menguasai urat nadi pelayaran antara Tiongkok dan
India.
Karena alasan itulah, Sriwijaya harus terus menjaga dominasi perdagangannya dengan selalu mengawasi dan jika perlu memerangi pelabuhan pesaing di negara
jajahannya. Keperluan untuk menjaga monopoli perdagangan inilah yang mendorong Sriwijaya menggelar ekspedisi militer untuk menaklukkan bandar
pelabuhan pesaing di kawasan sekitarnya dan menyerap mereka ke dalam mandala Sriwijaya. Bandar Malayu di Jambi, Kota Kapur di Pulau Bangka, Tarumanagara,
dan Pelabuhan Sunda di Jawa Barat,
Kalingga di Jawa Tengah, dan bandar Kedah dan Chaiya di Semenanjung Malaka adalah beberapa bandar pelabuhan yang ditaklukkan dan diserap ke
dalam lingkup pengaruh Sriwijaya. Disebutkan dalam catatan sejarah Champa, adanya serangkaian serbuan
angkatan laut yang berasal dari Jawa terhadap beberapa pelabuhan di Champa dan Kamboja. Mungkin angkatan laut penyerbu yang dimaksud adalah armada
Sriwijaya karena saat itu Wangsa Sailendra di Jawa adalah bagian dari mandala Sriwijaya. Hal ini merupakan upaya Sriwijaya untuk menjamin monopoli
perdagangan laut di Asia Tenggara dengan menggempur bandar pelabuhan
Sumber: http:id.wikipedia.orgwikiSriwijaya Gambar 1.15 Model kapal Sriwijaya tahun 800-
an Masehi
Bu ku
K. 13
H asi
l R evi
si
11 Pendidikan Agama Buddha dan Budi Pekerti
pesaingnya. Sriwijaya juga pernah berjaya dalam hal perdagangan sejak tahun 670 hingga 1025 M.
Kejayaan bahari Sriwijaya terekam di relief Borobudur, yaitu menggambarkan Kapal Borobudur, kapal kayu bercadik ganda dan bertiang layar yang melayari
lautan Nusantara sekitar abad ke-8. Fungsi cadik ini adalah untuk menyeimbangkan dan menstabilkan perahu. Cadik tunggal atau cadik ganda adalah ciri khas perahu
bangsa Austronesia. Perahu bercadik inilah yang membawa bangsa Austronesia berlayar di seantero Asia Tenggara, Oseania, dan Samudra Hindia. Kapal layar
bercadik yang diabadikan dalam relief Borobudur mungkin adalah jenis kapal yang digunakan armada Sailendra dan Sriwijaya dalam pelayaran antarpulaunya,
kemaharajaan bahari yang menguasai kawasan pada kurun abad ke-7 hingga ke- 13 Masehi.
Selain menjalin hubungan dagang dengan India dan Tiongkok, Sriwijaya juga menjalin perdagangan dengan tanah Arab. Pada paruh pertama abad ke-10, di
antara kejatuhan Dinasti Tang dan naiknya Dinasti Song, perdagangan dengan luar negeri cukup marak, terutama Fujian, Kerajaan Min dan Kerajaan Nan Han
dengan negeri kayanya Guangdong. Tidak diragukan lagi, Sriwijaya mendapatkan keuntungan dari perdagangan ini. Pada masa inilah, diperkirakan rakyat Sriwijaya
mulai mengenal buah semangka Citrullus lanatus hunb. yang masuk melalui perdagangan mereka.
3. Penyebaran Penduduk Kemaharajaan Bahari
Upaya Sriwijaya untuk menjamin dominasi perdagangan bahari di Asia Tenggara berjalan seiring dengan perluasan Sriwijaya sebagai sebuah kemaharajaan
bahari atau thalasokrasi. Dengan menaklukkan bandar pelabuhan negara jiran yang berpotensi sebagai pesaingnya, Sriwijaya secara otomatis juga melebarkan
pengaruh dan wilayah kekuasaannya di kawasan. Sebagai kemaharajaan bahari, pengaruh Sriwijaya jarang masuk hingga jauh di wilayah pedalaman.
Sriwijaya sebagian besar menerapkan kedaulatannya di kawasan pesisir pantai dan kawasan sungai besar yang dapat dijangkau armada perahu angkatan
lautnya di wilayah Nusantara, dengan pengecualian Pulau Madagaskar. Diduga penduduk yang berasal dari Sriwijaya telah menghuni dan membangun populasi
di Pulau Madagaskar yang terletak 3.300 mil atau 8.000 kilometer di sebelah barat di seberang Samudra Hindia. Sebuah penelitian yang dipublikasikan oleh Jurnal
Proceedings of he Royal Society, bahwa nenek moyang penduduk Madagaskar adalah orang Indonesia. Para peneliti meyakini bahwa mereka adalah pemukim
berasal dari Kerajaan Sriwijaya. Migrasi ke Madagaskar diperkirakan terjadi 1.200 tahun yang lalu sekitar kurun tahun 830 M. Berdasarkan penelitian DNA
mitokondria, suku pribumi Malagasy dapat merunut silsilah mereka kepada 30 perempuan perintis yang berlayar dari Indonesia 1.200 tahun yang lalu. Bahasa
Malagasy mengandung kata serapan dari bahasa Sanskerta dengan modiikasi
Bu ku
K. 13
H asi
l R evi
si