53
= 95,012 Dibulatkan Menjadi = 95
Selanjutnya dialokasikan secara proposional yang ditentukan melalui rumus :
Keterangan : n 1 = jumlah penduduk di kecamatan Tambak Sari
Ni = Ukuran stratum ke-1 N = jumlah seluruh responden di enam Kelurahan
n = jumlah sampel minimal yang telah ditetapkan Jadi berdasarkan rumus diatas maka jumlah sampel yang harus
l untuk m 1. Kelurahan Pacar Kembang
:
x
95 = 10,173= 10 orang 2. Kelurahan Ploso
:
x
95 = 16,107= 16 orang 3. Kelurahan Rangkah
:
x
95 = 14,960 = 15 orang 4. Kelurahan Pacar Keling
:
x
95 = 20,496 = 21 orang 5. Kelurahan Gading
:
x
95 = 17, 304 = 17 orang 6. Kelurahan Pacar Kembang
:
x
95 = 16,007 = 16 orang
3.3. Teknik Pengumpulan Data
Data yang diambil adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari jawaban responden melalui
kuesioner, sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dan buku
54
penunjang penelitian. Jenis kuisioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner tertutup dan terbuka yang berupa angket.Singarimbun, 1989: 45.
3.4. Metode Analisis Data
Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan tabel frekuensi yang digunakan untuk menggambarkan data yang diperoleh dan hasil wawancara
berdasarkan penyebaran kuisioner yang diisi oleh responden. Data yang diperoleh dari hasil kuisioner selanjutnya akan diolah untuk mendeskripsikan. Pengolahan
data yang diperoleh dari hasil kuisioner terdiri dari : mengedit, mengkode, dan memasukkan data tersebut ke dalam tabulasi data untuk selanjutnya dianalisis
secara deskriptif setiap pertanyaan yang diajukan. Untuk menghitung persentase dari masing-masing tabel, maka digunakan rumus :
P = x 100 Dimana :
P = Persentase F = Frekuensi
N = Jumlah sampel Dengan menggunakan rumus tersebut maka diperoleh apa yang diinginkan
peneliti dengan kategori tertentu. Hasil perhitungan selanjutnya dilampirkan dalam tabel yang disebut tabulasi agar mudah diinterpretasikan.
55
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Penelitian 4.1.1. Sejarah Singkat Badan Narkotika Nasional BNN
Sejarah penanggulangan bahaya Narkotika dan kelembagaannya di Indonesia dimulai tahun 1971 pada saat dikeluarkannya Instruksi Presiden
Republik Indonesia Inpres Nomor 6 Tahun 1971 kepada Kepala Badan Koordinasi Intelligen Nasional BAKIN untuk menanggulangi 6 enam
permasalahan nasional yang menonjol, yaitu pemberantasan uang palsu, penanggulangan penyalahgunaan narkoba, penanggulangan penyelundupan,
penanggulangan kenakalan remaja, penanggulangan subversi, pengawasan orang asing.
Berdasarkan Inpres tersebut Kepala BAKIN membentuk Bakolak Inpres Tahun 1971 yang salah satu tugas dan fungsinya adalah menanggulangi bahaya
narkoba. Menghadapi permasalahan narkoba yang berkecenderungan terus miningkat, Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia DPR-
RI mengesahkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Berdasarkan kedua
Undang-undang tersebut, Pemerintah Presiden Abdurahman Wahid membentuk Badan Koordinasi Narkotika Nasional BKNN, dengan Keputusan Presiden
Nomor 116 Tahun 1999. BKNN adalah suatu Badan Koordinasi penanggulangan narkoba yang beranggotakan 25 Instansi Pemerintah terkait.