TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG IKLAN LAYANAN MASYARAKAT ”TRAFFICKING” (Studi Deskriptif Tingkat Pengetahuan Masyarakat di Surabaya Tentang Iklan Layanan Masyarakat ”Trafficking” di Televisi).

(1)

TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG

IKLAN LAYANAN MASYARAKAT ”

TRAFFICKING”

(Studi Deskriptif Tingkat Pengetahuan Masyarakat di Surabaya

Tentang Iklan Layanan Masyarakat ”Trafficking”

di Stasiun Televisi)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Pada FISIP UPN ”Veteran” Jawa Timur

Disusun Oleh :

ARI CHRISTIANTO

0343010399

YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

SURABAYA 2010


(2)

Pengetahuan Masyarakat di Surabaya Tentang Isi Pesan Iklan Layanan Masyarakat ”Trafficking”di Stasiun Televisi Trans 7)

Nama : ARI CHRISTIANTO

NPM : 0343010399

Program Studi : Ilmu Komunikasi

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Telah disetujui untuk mengikuti Seminar Proposal

Menyetujui,

Pembimbing Utama

Drs. Saifuddin Zuhri MSi NPT. 947 000 035

Mengetahui Ketua Jurusan Komunikasi

Juwito, S.Sos, MSi NPT. 956 700 036


(3)

Judul : TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG IKLAN LAYANAN MASYARAKAT

TRAFFICKING” (Studi Deskriptif Tingkat

Pengetahuan Masyarakat di Surabaya Tentang Iklan Layanan Masyarakat ”Trafficking” di Televisi )

Nama : ARI CHRISTIANTO

NPM : 0343010399

Program Studi : Ilmu Komunikasi

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Telah diuji dan diseminarkan pada tanggal 12 Maret 2010

Pembimbing Utama 1. Penguji I

Drs. Saifuddin Zuhri MSi Ir. H. Didiek Tranggono, MSi

NPT. 947 000 035 NIP. 030 203 679

2. Penguji II

Drs. Saifuddin Zuhri MSi NPT. 947 000 035

3. Penguji III

Zaenal Abidin A, S.Sos, MSi, M.Ed NPT. 997 300 170

Mengetahui

Ketua Program Studi Komunikasi

Juwito, S.Sos, MSi NPT. 956 700 036


(4)

TRAFFIKING” (Studi Deskriptif Tingkat Pengetahuan Masyarakat di Surabaya Tentang Unsur Iklan Layanan Masyarakat ”Trafficking”di Stasiun Televisi)

Nama : ARI CHRISTIANTO

NPM : 0343010399

Program Studi : Ilmu Komunikasi

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Telah disetujui untuk mengikuti Ujian Skripsi Menyetujui,

Pembimbing

Drs. Saifuddin Zuhri MSi NPT. 947 000 035

Mengetahui Dekan

Dra. Ec. Hj. Suparwati, MSi NIP. 030 175 349


(5)

KATA PENGANTAR

Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG IKLAN LAYANAN MASYARAKAT “TRAFFICKING” (Studi Deskripsi Tingkat Pengetahuan Masyarakat Di Surabaya Tentang Iklan Layanan Masyarakat “Trafficking” di Stasiun Televisi)”

Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi persyaratan akademis bagi mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Keberhasilan penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini atas bimbingan dan bantuan yang diberikan oleh berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat :

1. Dra. Ec. Hj. Suparwati, MSi., Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UPN “Veteran” Jawa Timur.

2. Juwito, S. Sos., MSi., Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UPN “Veteran” Jawa Timur

3. Drs. Saifuddin Zuhri, MSi., sebagai Dosen Pembimbing Utama yang senantiasa memberikan waktu pada penulis dalam penyusunan skripsi penelitian ini.


(6)

ii

5. Orang tuaku tercinta, yang dengan kasih sayangnya yang besar dan dengan kesabarannya yang begitu besar yang telah memberikan bantuan baik materiil maupun moril dengan tulus ikhlas dan tanpa pamrih.

6. Berbagai pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini dengan baik Semoga Tuhan YME melimpahkan rahmat serta karuniaNya atas jasa-jasanya yang telah diberikan kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Karena apabila terdapat kekurangan didalam menyusun skripsi ini, peneliti dengan senang hari menerima segala saran dan kritik demi sempurnanya skripsi ini.

Surabaya, Mei 2010


(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

ABSTRAKSI ... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 9

1.3. Tujuan Penelitian ... 10

1.4. Manfaat Penelitian ... 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori ... 11

2.1.1. Media dan Konstruksi Realitas ... 11

2.1.2. Iklan ... 13

2.1.3. Periklanan Sebagai Komunikasi Persuasif ... 15

2.1.4. Unsur-Unsur Iklan ... 17

2.1.5. Televisi Sebagai Media Komunikasi Massa ... 19

2.1.6. Tingkat Pengetahuan ... 21

2.1.7. Iklan Layanan Masyarakat ... 22

2.1.8. Trafficking ... 23


(8)

2.1.8.3. Bentuk-Bentuk Trafficking Manusia ... 28

2.1.8.4. Masalah Trafficking di Indonesia ... 30

2.1.9. Teori Stimulus Respons ... 31

2.2. Kerangka Pikir ... 33

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 35

3.1.1. Definisi Operasional ... 35

3.1.2. Pengukuran Variabel ... 37

3.2. Populasi, Sampel dan Teknik Penarikan Sampel ... 39

3.2.1. Populasi ... 39

3.2.2. Sampel dan Penarikan Sampel ... 39

3.3. Teknik Pengumpulan Data ... 43

3.4. Metode Analisis Data ... 44

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Obyek Penelitian ... 45

4.2. Penyajian Analisis Data ... 46

4.2.1. Identitas Responden ... 46

4.2.2. Tentang Media ... 48


(9)

4.2.3. Tingkat Pengetahuan Mayarakat Tentang Iklan Layanan Masyarakat versi ”Trafficking” di Stasiun

Televisi ... 50

4.2.3.1.Audio ... 51

4.2.3.2.Talent ... 53

4.2.3.3.Props ... 56

4.2.3.4.Setting ... 58

4.2.3.5.Slogan ... 60

4.2.3.6.Visual ... 63

4.3. Tingkat Pengetahuan Secara Keseluruhan ... 64

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 67

5.2. Saran ... 68

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(10)

Tabel 4.2. Responden Berdasarkan Pendidikan ... 47

Tabel 4.3. Responden Berdasarkan Pekerjaan ... 48

Tabel 4.4. Melihat Iklan Layanan Masyarakat versi “Trafficking” ... 48

Tabel 4.5. Waktu Melihat Iklan Layanan Masyarakat versi “Trafficking” . 49 Tabel 4.6. Jumlah Iklan Layanan Masyarakat versi “Trafficking” yang Dilihat ... 50

Tabel 4.7. Voice Over “Laporkan Jika Anda Melihat, Mengetahui Dan Mengalami ”Trafficking” ... 51

Tabel 4.8. Voice Over “Waspadalah Terhadap Sindikat Perdagangan Orang Di Sekitar Kita” ... 52

Tabel 4.9. Model Dari Iklan ... 54

Tabel 4.10. Adanya Anak Perempuan Yang Menjadi Model ... 55

Tabel 4.11. Uang Sebagai Alat Peraga ... 56

Tabel 4.12. Berkas Kontrak Kerja Sebagai Alat Peraga ... 57

Tabel 4.13. Latar Belakang Tempat Tidur ... 58

Tabel 4.14. Latar Belakang Gedung Sekolah ... 59

Tabel 4.15. Mengetahui Slogan Iklan Layanan Masyarakat Versi “Trafficking” ... 60

Tabel 4.16. Manfaat Slogan Iklan Layanan Masyarakat Versi “Trafficking” ... 61

Tabel 4.17. Warna Gambar ... 63

Tabel 4.18. Gambar-Gambar ... 64

Tabel 4.19. Tingkat Pengetahuan Responden Secara Keseluruhan Terhadap Iklan Layanan Masyarakat “Trafficking” ... 65


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Proses Persuasi ... 17 Gambar 2.2. Model Teori S-R ... 32 Gambar 2.3. Kerangka Berpikir Tingkat Pengetahuan masyarakat Tentang

Unsur Iklan Layanan Masyarakat “Trafficking” di Stasiun Televisi ... 34 Gambar 3.1. Bagan Multistage Cluster Random ... 39


(12)

viii Lampiran 2. Rekapitulasi Jawaban Responden Lampiran 3. Potongan Gambar


(13)

POTONGAN GAMBAR


(14)

TRAFFICKING” (Studi Deskriptif Tingkat Pengetahuan Masyarakat di Surabaya Tentang Iklan Layanan Masyarakat ”Trafficking” di Televisi)

Salah satu iklan yang terus dimunculkan di televisi adalah iklan layanan masyarakat versi trafficking yaitu iklan yang berisi tentang himbauan kepada masyarakat agar tidak mudah terjerat kasus trafficking yang sedang marak terjadi di negeri kita. Yang menjadi korban trafficking kebanyakan adalah perempuan-perempuan muda dari desa yang putus sekolah dan ingin memperbaiki taraf hidup keluarga dengan bekerja dikota atau menjadi tenaga kerja wanita (TKW) yang diiming-imingi mendapatkan pekerjaan yang enak dan mendapatkan gaji yang besar. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah tingkat pengetahuan masyarakat tentang unsur iklan layanan masyarakat versi “Trafficking” di stasiun televisi.

Landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Media Massa, Media dan Konstruksi Realitas, Iklan, Periklanan Sebagai Komunikasi Persuasif, Pesan Iklan, Unsur-Unsur Iklan, Televisi Sebagai Media Komunikasi Massa, Tingkat Pengetahuan, Iklan Layanan Masyarakat, Trafficking, Teori Stimulus Respons, Kerangka Pikir.

Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian menggunakan tabel frekuensi dan pengolahan data yang diperoleh dari hasil kuesioner terdiri dari: mengedit, mengkode, dan memasukkan data tersebut dalam tabulasi data untuk selanjutnya dianalisis secara deskriptif setiap pertanyaan yang diajukan. Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat minimal berusia 17 tahun yang bertempat tinggal di kota Surabaya. Teknik penentuan sampel menggunakan rumus Yamane dan teknik penarikan sampel adalah multistage cluster random sampling.

Hasil penelitian ini berdasarkan dari hasil analisis adalah Sebagian besar responden tergolong dalam kategori sedang. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan atau pemahaman responden mengenai iklan layanan masyarakat versi ”Trafficking” di televisi belum sepenuhnya mengerti.

Kesimpulan yang dapat diambil bahwa tingkat pengetahuan masyarakat Surabaya informsi mengenai trafficking yang kurang sehingga kurang memahami apakah trafficking itu. Salah satu upaya pemerintah Indonesia untuk memerangi trafficking adalah dengan menayangkan iklan layanan masyarakat versi “Trafficking” di televisi. Indonesia termasuk dalam kategori sumber trafficking khususnya untuk perdagangan perempuan belia, sehingga membuat pemerintah untuk selalu terus mewaspadai jaringan sindikat perdagangan manusia ini.


(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar belakang Masalah

Salah satu kebutuhan mendasar dari manusia adalah informasi. Melalui informasi orang dapat memperoleh pengetahuan tentang berbagai hal. Dari berbagai informasi yang ada didalam media massa, iklan merupakan hal yang paling tidak bisa dihindari. Mulai dari kita bangun pagi sampai kita hendak tidur dimalam hari, kita pasti mau tidak mau mengkonsumsi iklan. Media massa, baik itu media elektronik, media cetak, media luar ruang, internet, dll, menampilkan iklan hampir di semua isinya, sehingga masyarakat terpaksa mengkonsumsinya. Iklan adalah struktur informasi dan susunan komunikasi non personal yang biasanya dibiayai dan bersifat persuasif, tentang produk (barang, jasa dan gagasan) oleh sponsor yang teridentifikasi, melalui berbagai macam media.” (Widyatama, 2007:13).

Sebuah iklan yang disampaikan tidak akan ada tanpa adanya pesan. Pesan (message) terdiri dari dua aspek, yakni isi atau isi pesan dan lambang untuk mengekspresikannya. Pesan yang disiarkan media massa bersifat umum, karena memang demi kepentingan umum (Efenddy, 2003:312). Efek dari pesan yang disebarkan oleh komunikator melalui media massa timbul pada komunikasi sebagai sasaran komunikasi. Oleh karena itu efek melekat pada khalayak sebagai akibat dari perubahan psikologis. Salah satu efek dari komunikasi massa yaitu efek konatif. Efek konatif tidak langsung timbul


(16)

sebagai akibat terpaan media massa, melainkan didahului oleh efek kognitif dan efek afektif (Effendy, 2003:319).

Iklan adalah proses penyampaian pesan atau informasi kepada sebagian atau seluruh khalayak dengan menggunakan media. Menurut Wibowo (2003:5) iklan atau periklanan didefinisikan sebagai kegiatan berpromosi atau memberikan informasi melalui media massa.

Salah satu media untuk menyampaikan pesan berupa iklan adalah televisi. Hal ini dikarenakan peranan televisi memiliki kelebihan jika dibandingkan dengan media lain dalam upaya membantu proses keberhasilan penyebaran iklan. Karenanya memperbincangkan masalah iklan televisi amatlah menarik, selain memiliki sisi kreasi dan inovasi dalam hal ini mengedepankan informasi, hiburan, dan pendidikan atau gabungan dari semuanya. iklan televisi juga mampu mempengaruhi emosi masyarakat yang bertempat tinggal tersebar dan heterogen dalam memenuhi standar dan gaya hidup pemirsanya. Dengan didukung karakteristiknya yang audio dan visual, televisi mampu membangkitkan selera pemirsa terutama atas rangsangan visual, sehingga menjadikannya sebagai medium yang intim dan personal.

Seperti diketahui iklan adalah struktur informasi dan susunan komunikasi nonpersonal yang biasanya dibiayai oleh produsen dan bersifat persuasive, tentang produk – produk (barang, jasa dan gagasan) oleh sponsor yang teridentifikasi melalui berbagai macam media. Sedangkan yang disebut media periklanan adalah suatu metode komunikasi umum yang membawa


(17)

3

pesan periklanan melalui televisi, radio, koran, majalah, iklan luar rumah (out of home) atau iklan luar ruang (outdoor) (Shimp, 2003: 504).

Siaran iklan televisi akan selalu menjadi pusat perhatian audien pada saat iklan itu ditayangkan. Jika audien tidak menekan remote control-nya untuk melihat program stasiun televisi lain maka ia harus menyaksikan tayangan iklan televisi satu per satu. Perhatian audien akan tertuju hanya kepada siaran iklan dimaksud ketika iklan itu muncul di layar televisi, tidak kepada hal-hal lain. Pembaca surat kabar dapat mengabaikan iklan yang berada di sudut kiri bawah halaman surat kabar yang tengah dibacanya, atau melewatkan halaman tertentu dan hanya membaca kolom olah raga. Tidak demikian halnya dengan siaran iklan televisi. Audien harus menyaksikannya dengan fokus perhatian dan tuntas. (Morrisan, 2004: 188)

Berkembang pesatnya dunia periklanan di Indonesia tidak terlepas dari peranan televisi. Munculnya televisi dengan iklan televisinya berhasil menggeser posisi iklan media cetak dan radio. Setiap tayangan hiburan, informasi, film, kuis dan lain-lain tidak bisa dipisahkan dari iklan. Melalui iklan televisi ini, para produsen dan kreator iklan berharap hasil karyanya dapat diterima komunikan. Karena melalui televisi masyarakat lebih paham isi dan tujuan iklan yang ditayangkan di televisi tersebut. Kelebihan iklan televisi adalah lebih banyak informasi yang diberikan kepada masyarakat, sehingga masyarakat lebih paham dan mengerti tentang isi iklan yang ditayangkan di televisi tersebut. Salah satu iklan televisi yang terus dimunculkan adalah iklan layanan masyarakat versi “trafficking” yang ditayangkan di stasiun televisi


(18)

trans 7 yang menduduki peringkat ketiga dalam rating stasiun televisi pada tahun 2008 tersebut yaitu iklan yang berisi tentang himbauan kepada masyarakat agar tidak mudah terjerat kasus trafficking yang sedang marak terjadi di negeri kita. Yang menjadi korban “trafficking” kebanyakan adalah perempuan-perempuan muda dari desa yang putus sekolah dan ingin memperbaiki taraf hidup keluarga dengan bekerja dikota atau menjadi tenaga kerja wanita (TKW) yang diiming-imingi mendapatkan pekerjaan yang enak dan mendapatkan gaji yang besar. Sekarang “traficking” terjadi hampir di seluruh Indonesia dan biasanya terjadi dikota- kota besar. Kebanyakan yang menjadi korban “trafficking” adalah kaum wanita karena mudah dihasut. Salah satu kasus “trafficking” yang paling menonjol baru-baru ini adalah yang terjadi di Sulawesi Selatan yaitu dipulangkannya 17 perempuan belia yang berasal dari Tana Toraja yang dipekerjakan di tempat karaoke di Sandakan, Malaysia. Lembaga Perlindungan Anak Sulawesi Selatan dan Koalisi Perempuan Parepare bekerja sama untuk proses pemulangan ke daerah asal mereka. Kasus-kasus “trafficking” anak belia yang serupa kemungkinan besar merupakan fenomena gunung es di mana kasus-kasus yang tidak atau belum

muncul ke permukaan jauh lebih banyak.(http://www.stoptrafiking.or.id/index.php?option=com_content

&task=view&id=163&Itemid=6)

Pada banyak kasus, korban-korban “trafficking” dipekerjakan sebagai Pekerja Seks Komersial (PSK) di dalam maupun di luar negeri dan menjadi Pembantu Rumah Tangga (PRT) yang kemudian tidak digaji. Pada awalnya


(19)

5

mereka dijanjikan dengan pekerjaan yang bervariasi, misalnya sebagai pelayan toko, pelayan restoran, atau pekerja rumah tangga (PRT), tapi pada kenyataannya mereka dijerat sebagai PSK. Banyak di antara korban adalah perempuan-perempuan belia. Jika ditilik area geografinya, maka untuk wilayah Sulawesi Selatan, Makassar dan Parepare merupakan daerah tujuan (destination area) sekaligus sebagai tempat transit (transit area) “trafficking” dalam bentuk eksploitasi seksual, tergantung dari mana mereka berasal dan kemana tujuan mereka. Sedangkan untuk tujuan ke luar negeri, mereka kebanyakan dan paling rentan dipekerjakan di negara-negara tetangga seperti, Malaysia, Singapura, Hongkong, dll.

Kasus-kasus “trafficking” tidak hanya terkait dengan eksploitasi seksual, tapi juga terjadi terhadap pekerja migran di kebun kelapa sawit di Malaysia. Mereka yang terjerat dalam sindikat ini adalah orang-orang yang tidak memiliki apa-apa kecuali tenaga (proletarian), perempuan maupun laki-laki. Mereka direkrut oleh calo nakal yang mengiming-imingi mereka gaji yang menggiurkan, padahal mereka dijual kepada kontre (kontraktor) nakal dengan harga antara RM1.500 dan RM2.000 (antara 4 juta dan 5 juta rupiah), begitu transaksi antara calo dan kontre berlangsung, mereka yang diperdagangkan ini berada di bawah kekuasaan kontre.

Ada ekpsresi yang seringkali terdengar dalam kaitan dengan ini, yaitu ”sekali seseorang terjerat kontre (nakal), seumur hidup ia akan bekerja tanpa bayaran.” Jikapun mereka dapat terlepas dari situasi ini, hal ini dianggap sebagai sebuah keajaiban. Ini menunjukkan betapa sulitnya terlepas dari


(20)

jeratan trafficking dalam bentuk perbudakan di perkebunan kelapa sawit Malaysia karena mereka diawasi secara ekstra ketat. Kesulitan ini bukan saja karena letak perkebunan yang terisolasi sehingga ketika mereka lari, besar kemungkinan mereka akan mati kelaparan di perjalanan, tetapi juga karena mereka tak berdokumen sehingga mereka sangat rentan ditangkap polisi Malaysia yang senantiasa melakukan checking. Oleh karena pekerja di kebun kelapa sawit identik dengan pekerja migran yang berasal dari Sulawesi Selatan, maka ini paling tidak menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah Sulawesi Selatan untuk melakukan tindakan preventif-progresif agar korban-korban serupa tidak bertambah.

Meskipun KUHP (Pasal 297) telah mengancam hukuman enam tahun penjara bagi siapapun yang memperdagangkan perempuan dan anak di bawah umur, ini dianggap tidak efektif untuk menjerat pelaku perdagangan orang atau yang lebih populer dengan istilah trafficking terorganisir. Dengan demikian, urgensi dilahirkannya UU khusus terkait dengan ini sebagai akibat dari meluasnya jaringan kejahatan yang terorganisir (dan tidak terorganisir), baik yang bersifat antar-negara, maupun dalam negeri, sehingga menjadi ancaman terhadap masyarakat, bangsa dan negara, serta penghormatan terhadap hak azasi manusia. Oleh karenanya, pemerintah berkeinginan untuk mencegah dan menanggulangi tindak pidana “trafficking” yang didasarkan pada komitmen nasional dan internasional untuk melakukan upaya pencegahan sejak dini, penindakan terhadap pelaku, perlindungan korban, dan peningkatan kerja sama. Selain itu, peraturan perundang-undangan terkait


(21)

7

dengan trafficking belum memberikan landasan hukum yang menyeluruh dan terpadu bagi upaya pemberantasan tindak pidana ”trafficking”.

Setelah melalui proses panjang, UU No, 21/2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PTPPO) akhirnya disahkan baru-baru ini. Berdasarkan UU ini, maka definisi perdagangan orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar-agama, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.

Jika merujuk pada definisi di atas, maka tidak ada pembatasan bahwa perdagangan orang hanya terkait dengan jenis kelamin atau usia tertentu. Oleh karenanya, dalam rapat DPRD Sulawesi Selatan pada 21 Juni 2007 yang lalu, tidak terakomodirnya perdagangan laki-laki dalam Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) ”trafficking” mendapat kecaman dari anggota dewan karena Ranperda ini hanya mencakup perdagangan perempuan dan anak, dan Ranperda ini terancam dikembalikan untuk selanjutnya disempurnakan (Fajar, 22 Juni 2007). Kecaman ini cukup signifikan, mengingat tidak tercakupnya laki-laki yang juga potensil sebagai korban perdagangan menunjukkan diskriminasi terhadap jenis kelamin tertentu. Betapa mubasirnya jika kita


(22)

kemudian membuat lagi Ranperda ”trafficking” khusus bagi laki-laki karena tidak terakomodir pada Ranperda ”trafficking” untuk perempuan dan anak

Trafficking bukanlah fenomena baru di Indonesia, dan meskipun

kriminalisasi perdagangan orang ini dapat terkait dengan siapa saja, orang memang seringkali mengidentikkannya dengan perdagangan perempuan dan anak. Ini cukup beralasan karena pada banyak kasus, korban perdagangan perempuan dan anak yang lebih menonjol ke permukaan. Unicef (1998), misalnya, melaporkan bahwa jumlah anak yang dilacurkan diperkirakan berkisar antara 40.000 dan 70.000 yang tersebar di 75.106 tempat di seluruh Indonesia. Ini menunjukkan lebih rentannya perempuan dan anak untuk diperdagangkan yang akhir-akhir ini semakin sering kita baca (di koran, majalah, dll) dan dengarkan (dari orang ke orang, radio dll), ataupun melihatnya di televisi di mana penculikan yang diiringi dengan ”trafficking” menjadi sesuatu yang menakutkan bagi siapa saja yang mendengarkan, melihat apalagi mengalaminya. (http://www. stoptrafiking.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=163&Item id=6)

Hal tersebut yang mendorong peneliti untuk mengetahui seberapa besar tingkat pengetahuan masyarakat Surabaya tentang iklan “trafficking” yang di tayangkan di televisi, karena semakin tinggi tingkat pengetahuan masyarakat khususnya para perempuan muda tentang pentingnya menjaga diri dan tidak mudah terpengaruh omomgan orang yang menjanjikan diberi


(23)

9

pekerjaan dengan iming-iming gaji tinggi dan agar mengurangi kasus “trafficking” di Indonesia. Selanjutnya tingkat pengetahuan masyarakat akan digolongkan pada kategori tinggi, sedang atau rendah.

Teori yang digunakan adalah teori S-O-R yang nantinya setelah mendapatkan informasi akan membuat masyarakat merasa bahwa menjaga diri dan tidak mudah terhasut omongan orang yang baru mereka kenal dan menjanjikan mereka pekerjaan dengan gaji yang tinggi adalah hal yang sangat penting. Demikian halnya dengan gencarnya penayangan iklan layanan masyarakat tentang ”Trafficking” di Trans 7, maka masyarakat akan menganggap bahwa permasalahan ”trafficking” merupakan permasalahan yang patut mendapat perhatian dari seluruh lapisan masyarakat.

Berdasarkan data tersebut maka peneliti merasa perlu untuk melakukan penelitian di Surabaya guna mengetahui seberapa besar tingkat pengetahuan yang dimiliki masyarakat di Surabaya tentang iklan ”Trafficking” baik dengan mengambil sasaran atau obyek penelitian kali ini adalah masyarakat di Surabaya.

1.2.Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah disampaikan sebelumnya, perumusan masalahnya adalah sebagai berikut:

“Bagaimanakah tingkat pengetahuan masyarakat tentang unsur iklan layanan masyarakat versi “trafficking” di Stasiun Televisi ?


(24)

1.3.Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah tingkat pengetahuan masyarakat tentang unsur iklan layanan masyarakat versi “trafficking” di stasiun televisi.

1.4.Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan guna baik secara teoritis dan praktis.

1. Kegunaan teoritis yaitu dapat menambah wacana dan memberikan informasi serta sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu komunikasi sebagai bahan masukan atau referensi untuk penelitian selanjutnya yang membahas tentang masalah yang sama.

2. Kegunaan praktis yaitu dapat memberikan pengetahuan kepada masyarakat khususnya kaum wanita muda tentang bahaya dari tarfficking. Sehingga masyarakat dapat menjaga diri dan tidak mudah terbujuk oleh rayuan orang yang menjanjikan pekerjaan yang lebih baik sehingga tidak terjerumus menjadi korban ”trafficking”.


(25)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Media dan Konstruksi Realitas

Dalam pandangan konstruksionis, media dilihat bukanlah sekedar saluran yang bebas, ia juga subyek yang mengkonstruksikan realitas, lengkap dengan pandangan, bias, dan pemihakannya. Media bukan hanya memilih peristiwa dan menentukan sumber berita, melainkan juga berperan dalam mendefinisikan aktor dan peristiwa, lewat bahasa, lewat pemberitaan pula, media dapat membingkai dengan bingkai tertentu yang pada akhirnya menentukan bagaimana khalayak harus melihat dan memahami peristiwa dalam kacamata tertentu (Eriyanto, 2004: 24).

Isi media merupakan hasil para pekerja dalam mengkonstruksi berbagai realitas yang dipilihnya untuk dijadikan sebagai sebuah berita, diantaranya realitas politik. Disebabkan sifat dan faktanya bahwa pekerja media massa adalah menceritakan peristiwa-peristiwa, maka dapat dikatakan bahwa seluruh isi media adalah realitas yang dikonstruksi (Constructed Reality). Pembuatan berita di media pada dasarnya tak lebih dari penyusunan realitas-realitas hingga membentuk sebuah cerita (Tuchman dalam Sobur, 2001: 83).


(26)

Isi media pada hakikatnya adalah hasil konstruksi realitas dengan menggunakan bahwa sebagai perangkatnya. Sedangkan bahasa bukan hanya sebagai alat realitas, namun juga menentukan relief seperti apa yang diciptakan oleh bahasa tentang realitas. Akibatnya media massa memiliki peluang yang sangat besar untuk mempengaruhi gambar yang dihasilkan dari realitas yang dikonstruksikannya (Sobur, 2001: 88).

Setiap upaya “menceritakan” sebuah, peristiwa, keadaan, benda, atau apapun, pada hakikatnya adalah usaha mengkonstruksikan realitas. Begitu pula dengan profesi wartawan. Pekerjaan utama wartawan adalah mengisahkan hasil reportasenya kepada khalayak. Dengan demikian mereka selalu terlibat dengan usaha-usaha mengkonstruksikan realitas, yakni menyusun fakta yang dikumpulkannya ke dalam suatu bentuk laporan jurnalistik berupa berita (News), karangan khas (Feature), atau gabungan keduanya (News Feature). Dengan demikian berita pada dasarnya adalah realitas yang telah dikonstruksikan (Constructed Reality). (Sobur, 2001: 88).

Penggunaan bahwa tertentu jelas berimplikasi terhadap kemunculan makna tertentu. Pilihan kata dan cara penyajian suatu realitas turut menentukan bentuk konstruksi realitas yang sekaligus menentukan makna yang muncul darinya. Bahkan menurut Hamad dalam Sobur (2001: 90) bahwa bukan cuma mampu mencerminkan realitas, tetapi sekaligus menciptakan realitas.


(27)

13

Dalam rekonstruksi realitas, bahasa dapat dikatakan sebagai unsur utama. Ia merupakan instrumen pokok untuk menceritakan realitas. Sehingga dapat dikatakan bahwa bahasa adalah alat konseptualisasi dan alat narasi media (Sobur, 2001:91).

2.1.2. Iklan

Iklan adalah suatu pesan yang berisi penawaran suatu produk yang ditujukan kepada masyarakat untuk menarik minat masyarakat melalui suatu media. Iklan bertujuan menarik minat konsumen untuk membeli. Iklan adalah bagian dari bauran promosi (promotion mix) dan bauran promosi adalah bagian dari bauran pemasaran (marketing mix). Sehingga secara ringkas, iklan didefinisikan sebagai pesan yang menawarkan suatu produk yang ditunjukkan kepada masyarakat lewat suatu media serta tidak boleh menipu atau membohongi khalayak pemirsa iklan televisi, setidaknya mereka mencantumkan komposisi bahan, nama perusahaan yang memproduksi serta dimana mereka dapat membeli (Kasali, 1992: 173).

Iklan itu sendiri juga merupakan atau memiliki fungsi sebagai media bagi individu. Sebagaimana dinyatakan oleh McQuail (1994:72) tentang fungsi media bagi individu yaitu:

a. Informasi

Individu memperoleh informasi tentang peristiwa dan kondisi disekitarnya yang berkaitan dengan lingkungan terdekat, masyarakat dan dunia.


(28)

b. Indentitas

1. Menemukan penunjang nilai-nilai pribadi. 2. Menemukan model-model perilaku.

3. Mengindentifikasikan diri dengan nilai-nilai dalam media. c. Integrasi dan Interaksi Sosial

Mengindetifikasikan diri dengan orang lain. d. Hiburan

1. Melepaskan diri dari permasalahan.

2. Memperoleh kenikmatan jiwa dan estetika. 3. Mengisi waktu.

Untuk dapat menarik perhatian, maka iklan haruslah menerapkan prinsip-prinsip VIPS, yang terdiri dari : visibilitas, artinya mudah dilihat atau mudah memikat atau mempengaruhi perhatian khalayak; indentitas pengiklan dan promise atau janji perusahaan kepada konsumen (Jefkins, 1997: 15).

Adapun tujuan iklan umumnya mengandung misi komunikasi artinya suatu komunikasi yang harus dibayar untuk menarik kesadaran, menanamkan informasi, mengembangkan sikap, atau mengubah sikap khalayak dan mengharapkan adanya suatu tindakan yang menguntungkan bagi pengiklan (Jefkins, 1997 : 17). Sikap seseorang terhadap suatu obyek tertentu tergantung pada pengetahuan seorang akan memiliki pengaruh terhadap sikap khalayak, apabila terlebih dahulu mempengaruhi kognisi mereka.


(29)

15

Dari beberapa pendapat tersebut tampak bahwa iklan adalah suatu aktivitas yang dilakukan oleh pengiklan untuk mempengaruhi konsumen guna membeli suatu produk yang diiklankan. Iklan akan berhasil mempengaruhi/membujuk konsumen apabila dikemas dengan sepersuasif mungkin sehingga konsumen bisa mengerti dan memahami isi pesan dari iklan itu sendiri dan pada akhirnya konsumen akan menentukan sikap.

2.1.3. Periklanan Sebagai Komunikasi Persuasif

Definisi persuasif, yakni penjelasan dengan cara merumuskan suatu pernyataan yang dapat mempengaruhi orang lain. Definisi persuasif pada hakikatnya merupakan alat untuk membujuk atau teknik untuk menganjurkan dilakukannya perbuatan tertentu. (http://massofa.wordpress. com/2008/01/31/logika-penalaran-dan-analisis-definisi/)

Selanjutnya Edwin P. Bettinghouse dalam Tommy dan Fahrianoor (2004:90) memberikan batasan bahwa persuasi adalah ”in order to be persuasive in nature, a communication situation must involve a conscious attempt by one individual to be change the behaviour of another behaviour individual or group individuals through the transmision of some message”. Dari definisi Bettinghouse tersebut bahwa suatu situasi komunikasi harus mengandung upaya yang dilakukan dengan sadar untuk mengubah perilaku melalui pesan yang disampaikan.

Dari pemaparan batasan persuasi mengandung unsur-unsur: 1. Situasi upaya mempengaruhi


(30)

3. Untuk mengubah sikap khalayak 4. Melalui pesan lisan dan tertulis 5. Dan dilakukan secara sadar

Dengan demikian, maka persuasi merupakan suatu tindakan psikologis yang dilakukan secara sadar melalui media untuk tujuan perubahan sikap. Perubahan sikap menuju perubahan opini, perubahan persepsi, perubahan perasaan dan perubahan tindakan.

Pada umumnya komunikasi persuasif bertujuan mengubah perilaku, kepercayaan dan sikap seseorang dengan memanfaatkan data dan fakta psikologis maupun sosiologi dari komunikan yang hendak dipengaruhinya, sehingga ia bersedia melakukan kegiatan tertentu sesuai dengan keinginan komunikator. Komunikasi persuasif ini dilakukan dengan secara langsung atau tatap muka, karena komunikator mengharapkan tanggapan / respon khusus dari komunikan.

Menurut model proses persuasif itu pesan-pesan komunikasi akan efektif dalam persuasi apabila memiliki kemampuan mengubah secara psikologik minat atau perhatian individu dengan cara sedemikian rupa, sehingga individu akan menanggapi pesan-pesan komunikasi sesuai dengan kehendak komunikator.

Dengan perkataan lain kunci keberhasilan persuasi terletak pada kemampuan mengubah struktur psikologik internal individu sehingga hubungan psikomotorik antara proses internal yang laten (motivasi, sikap


(31)

17

dan lain-lain) dengan perilaku yang diwujudkan sesuai dengan kehendak komunikator.

Pesan-pesan persuasif

Alternatif proses psikologis yang laten

Perubahan yang terjadi dalam wujud tindakan

Gambar 2.1. Proses Persuasi

Sebagai sebuah proses komunikasi, persuasif merupakan uapaya menyampaikan informasi lewat cara tertentu yang membuat orang menghapus gambaran lama di benaknya dan menggantikan dengan gambaran baru sehingga berubahlah perilakunya, kebanyakan aprogram persuasif bertujuan untuk mengubah atau menetralkan, mengkristalkan opini yang favorable dengan cara mengubah opini itu. (Malik dan Iriantara, 1994:99)

Periklanan adalah bentuk komunikasi yang dibayar, walaupun membayar tetapi dengan jumlah yang sedikit. Periklanan memiliki maksud untuk menginformasikan, membujuk atau hanya mengingatkan saja. Sementara itu sasaran periklanan yang didasarkan pada tujuan untuk membujuk atau mempengaruhi (persuasif). Periklanan yang bersifat membujuk berperan penting bagi perusahaan dengan tingkat persaingan tinggi. (Sutisna, 2003:276-277)

2.1.4. Unsur-Unsur Iklan

Berdasarkan Jean Merrie Boursicat, seorang kolektor film iklan menyebutkan bahwa iklan yang baik harus bisa menyampaikan pesan dan


(32)

identitas produk yang kuat. Itu bisa dibangun lewat ide cerita, visualisasi gambar, atau jingle yang menarik. Sehingga pesan yang ingin disampaikan dapat dicerna atau dimengerti serta dapat membentuk image pada pemirsa

Unsur-unsur dalam sebuah iklan adalah bagian-bagian dalam iklan yang ditayangkan di televisi, yang terdiri dari video, suara (audio), model (talent), peraga (props), latar (setting), gambar (visual). (Menurut Effendy, 1993:178).

Unsur video segala sesuatu yang ditampilkan di layar yang bisa dilihat pada iklan di televisi merupakan stimulus yang merangsang perhatian khalayak atau dijadikan perhatian karena pada dasarnya manusia secara visual tertarik pada obyek yang bergerak. Dengan kata lain manusia lebih tertarik pada iklan display yang bergerak.

Unsur suara atau audio dalam iklan di televisi, pada dasarnya sama dengan di radio, yaitu dengan memanfaatkan musik, lagu-lagu singkat

(jingle), atau suara orang (voice). Misalnya, seorang model iklan

menyampaikan pesan, langsung kepada khalayak melalui dialog yang terekam dalam kamera.

Unsur aktor atau model iklan (talent) juga menjadi unsur penting dalam iklan. Sebagaimana banyak studi yang menunjukkan bahwa keefektifan komunikasi juga ditentukan oleh ciri-ciri dari komunikator, seperti kredibilitas dan daya tarik.


(33)

19

Alat peraga (props) adalah peralatan-peralatan lain digunakan untuk mendukung pengiklanan sebuah produk. Misalnya, intuk mengiklankan sebuah rokok akan terlihat lebih menarik yang mendukung keberadaan seoran model iklan yang berpenampilan menarik. Fungsi utama alat peraga ini harus merefleksikan karakter, kegunaan, dan keuntungan produk, seperti logo, kemasan dan cara penggunaan suatu produk.

Latar atau suasana (setting) adalah tempat atau lokasi dimana pengambilan gambar (shooting) ketika adegan tertentu dalam iklan itu berlangsung. Lokasi tersebut dipilih berdasarkan tema iklan.

Unsur gambar atau tampilan yang bisa dilihat pada iklan di televisi merupakan stimulus yang merangsang perhatian khalayak dalam menerima kehadiran sebuah obyek, dan diharapkan khalayak akan lebih mudah menerima dan mempersepsikan makna yang disampaikan. Unsur gambar ini misalnya mengandalkan komposisi warna atau bahasa tubuh (gesture) dari pemeran iklan.

2.1.5. Televisi Sebagai Media Komunikasi Massa

Komunikasi massa (mass communication) adalah komunikasi melalui media massa modern, yang meliputi surat kabar yang mempunyai sirkulasi yang luas, siaran radio dan televisi yang ditujukan kepada umum, film yang dipertunjukkan di gedung-gedung bioskop. Selain itu menurut


(34)

Everett M. Rogers, menyatakan bahwa selain media massa modern terdapat media massa tradisional yang meliputi teater rakyat, juru dongeng keliling, juru pantun, dan lain-lain. (Effendy, 2003: 50)

Komunikasi massa didefinisikan sebagai jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonim melalui media cetak atau media elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat. (Rachmat, 1994: 189).

Pada dasarnya komunikasi massa menyiarkan informasi, gagasan dan sikap kepada komunikan yang beragam dalam jumlah yang banyak dengan mengunakan media. Maka seseorang yang akan menggunakan media massa sebagai alat untuk melakukan kegiatan komunikasinya perlu memahami karakteristik komunikasi massa, yaitu:

1. Komunikasi bersifat heterogen

Massa dalam komunikasi massa teradi dari orang-orang yang heterogen yang meliputi penduduk yang bertempat tinggal dalam kondisi yang sangat berbeda, dengan kebudayaan yang beragam, berasal dari berbagai lapisan masyarakat, mempunyai pekerjaan yang berjenis-jenis.

2. Media massa menimbulkan keserempakan

Yang dimaksd dengan keserempakan ialah keserempakan kontak dengan sejumlah besar penduduk dalam jarak yang jauh dari


(35)

21

komunikator, dan penduduk tersebut satu sama lainnya berada dalam keadaaan yang terpisah.

3. Hubungan komunikator-komunikan yang bersifat non-pribadi

Dalam komunikasi massa, hubungan antara komunikator dan komunikan bersifat non-pribadi, karena komunikan yang anonim dicapai oleh orang yang dikenal hanya dalam peranannya yang bersifat umum sebagai komunikator. Sifat non-pribadi ini timbul disebabkan teknologi dari penyebaran yang massal dan sebagian lagi dikarenakan syarat-syarat bagi peranan komunikator yang bersifat umum. (Effendy, 1993: 81).

Televisi saat ini telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Banyak orang yang menghabiskan waktunya lebih lama di depan pesawat televisi dibandingkan dengan waktu yang digunakan untuk ngobrol dengan keluarga atau pasangan mereka. Bagi banyak orang televisi adalah teman, televisi menjadi cermin perilaku masyarakat dan televisi dapat menjadi candu. (Morrisan, 2004:1).

2.1.6. Tingkat Pengetahuan

Tingkat pengetahuan merupakan hasil individu dalam menerima stimuli dari lingkungan dan mengubahnya kedalam kesadaran psikologis. Tingkat pengetahuan adalah suatu konsep yang merupakan salah satu akibat dari perubahan yang terjadi, yang diklasifikasikan ke dalam efek kognitif. Dari efek kognitif itulah terjadi bila ada perubahan pada apa yang


(36)

ia ketahui, dipahami atau dipersepsi oleh khalayak serta juga terkait dengan pentrasmisian pengetahuan (Rakhmat, 2001;67).

Definisi pengetahuan mengacu kepada apakah seseorang cukup intens mengetahui informasi dari suatu masalah tergantung kepada pengetahuan yang dimiliki seseorang mengenai masalah tersebut bagaimana orang tersebut menanggapi dan memecahkan masalah tersebut secara jelas (Eriyanto, 2000;239).

2.1.7. Iklan Layanan Masyarakat

Iklan layanan masyarakat adalah iklan yang digunakan untuk menyampaikan informasi, mempersuasi atau mendidik khalayak dimana tujuan akhir bukan untuk mendapatkan keuntungan ekonomi, melainkan keuntungan sosial. Keuntungan sosial yang dimaksud adalah munculnya penambahan pengetahuan, kesadaran sikap dan perubahan perilaku masyarakat terhadap masalah yang diiklankan, serta mendapatkan citra baik di mata masyarakat. (Widyatama, 2007:104)

Secara normatif bertambahnya pengetahuan, dimilikinya kesadaran sikap dan perbuahan perilaku masyarakat tersebut sangat penting bagi kualitas kehidupan masyarakat itu sendiri. Sebab masyarakat akan terbangun dan digiring pada situasi ke arah keadaan yang baik. Umumnya, materi pesan yang disampaikan dalam iklan jenis ini berupa informasi-informasi publik untuk menggugah khalayak melakukan sesuatu kebaikan yang normatif sifatnya.


(37)

23

Selain mendatangkan kebaikan dan peningkatan kualitas hidup masyarakat, bertambahnya pengetahuan masyarakat dan munculnya kesadaran sikap serta perilaku sebagaimana inti pesan juga dapat menguntungkan pengiklan itu sendiri, selain mendapatkan citra baik di tengah masyarakat. (Widyatama, 2007:105)

Dewasa ini di dunia bisnis, iklan layanan masyarakat juga telah ditempatkan secara khusus karena dapat digunakan untuk mendukung kepentingan bisnis perusahaan. Keuntungan sosial yang didapat dari iklan layanan masyarakat dapat menjadi sasaran antara yang membantu lancarnya keuntungan ekonomi. Logikanya, dengan citra baik di tengah masyarakat yang telah didapat oleh perusahaan, pada akhirnya juga akan mempengaruhi keputusan konsumen dalam memilih, membeli dan menggunakan produk. Sehingga keuntungan bisnis yang ingin diraih dalam iklan ini terjadis ecara tidak langsung. Hal ini dapat terjadi mengingat keputusan dan perilaku konsumen banyak pula dipengaruhi olej seberapa besar citra baik perusahaan tersebut secara sosial di mata konsumennya. (Widyatama, 2007:107)

2.1.8. Trafficking

2.1.8.1. Pengertian Trafficking

Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) mendefinisikan trafiking sebagai: Perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan, atau penerimaan


(38)

seseorang, dengan ancaman, atau penggunaan kekerasan, atau bentuk-bentuk pemaksaan lain, penculikan, penipuan, kecurangan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, atau memberi atau menerima bayaran atau manfaat untuk memperoleh ijin dari orang yang mempunyai wewenang atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi. (Protokol PBB tahun 2000 untuk Mencegah, Menanggulangi dan Menghukum Trafiking terhadap Manusia, khususnya perempuan dan anak-anak; Suplemen Konvensi PBB mengenai Kejahatan Lintas Batas Negara)

Meskipun KUHP (Pasal 297) telah mengancam hukuman enam tahun penjara bagi siapapun yang memperdagangkan perempuan dan anak di bawah umur, ini dianggap tidak efektif untuk menjerat pelaku perdagangan orang atau yang lebih populer dengan istilah trafficking terorganisir. Dengan demikian, urgensi dilahirkannya UU khusus terkait dengan ini sebagai akibat dari meluasnya jaringan kejahatan yang terorganisir (dan tidak terorganisir), baik yang bersifat antar-negara, maupun dalam negeri, sehingga menjadi ancaman terhadap masyarakat, bangsa dan negara, serta penghormatan terhadap hak azasi manusia. Oleh karenanya, pemerintah berkeinginan untuk mencegah dan menanggulangi tindak pidana trafficking yang didasarkan pada komitmen nasional dan internasional untuk melakukan upaya pencegahan sejak dini, penindakan terhadap pelaku, perlindungan korban, dan peningkatan kerja sama. Selain


(39)

25

itu, peraturan perundang-undangan terkait dengan trafficking belum memberikan landasan hukum yang menyeluruh dan terpadu bagi upaya pemberantasan tindak pidana trafficking. (http://www.stoptrafiking.or.id/)

2.1.8.2. Faktor Penyebab Trafficking

Tidak ada satupun yang merupakan sebab khusus terjadinya trafiking manusia di Indonesia. Trafficking disebabkan oleh keseluruhan hal yang terdiri dari bermacam-macam kondisi serta persoalan yang

berbeda-beda. Termasuk kedalamnya adalah (http://www.stoptrafiking.or.id/):

1. Kurangnya Kesadaran: Banyak orang yang bermigrasi untuk mencari kerja baik di Indonesia ataupun di luar negeri tidak mengetahui adanya bahaya trafiking dan tidak mengetahui cara-cara yang dipakai untuk menipu atau menjebak mereka dalam pekerjaan yang disewenang-wenangkan atau pekerjaan yang mirip perbudakan.

2. Kemiskinan: Kemiskinan telah memaksa banyak keluarga untuk merencakanan strategi penopang kehidupan mereka termasuk bermigrasi untuk bekerja dan bekerja karena jeratan hutang, yaitu pekerjaan yang dilakukan seseorang guna membayar hutang atau pinjaman.

3. Keinginan Cepat Kaya: Keinginan untuk memiliki materi dan standar hidup yang lebih tinggi memicu terjadinya migrasi dan membuat orang-orang yang bermigrasi rentan terhadap trafficking.


(40)

4. Faktor Budaya: Faktor-faktor budaya berikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya trafficking:

a. Peran Perempuan dalam Keluarga: Meskipun norma-norma budaya menekankan bahwa tempat perempuan adalah di rumah sebagai istri dan ibu, juga diakui bahwa perempuan seringkali menjadi pencari nafkah tambahan/pelengkap buat kebutuhan keluarga. Rasa tanggung jawab dan kewajiban membuat banyak wanita bermigrasi untuk bekerja agar dapat membantu keluarga mereka.

b. Peran Anak dalam Keluarga: Kepatuhan terhadap orang tua dan kewajiban untuk membantu keluarga membuat anak-anak rentan terhadap trafiking. Buruh/pekerja anak, anak bermigrasi untuk bekerja, dan buruh anak karena jeratan hutang dianggap sebagai strategi-strategi keuangan keluarga yang dapat diterima untuk dapat menopang kehidupan keuangan keluarga.

c. Perkawinan Dini: Perkawinan dini mempunyai implikasi yang serius bagi para anak perempuan termasuk bahaya kesehatan, putus sekolah, kesempatan ekonomi yang terbatas, gangguan perkembangan pribadi, dan seringkali, juga perceraian dini. Anak-anak perempuan yang sudah bercerai secara sah dianggap sebagai orang dewasa dan rentan terhadap trafiking disebabkan oleh kerapuhan ekonomi mereka.

d. Sejarah Pekerjaan karena Jeratan Hutang: Praktek menyewakan tenaga anggota keluarga untuk melunasi pinjaman merupakan


(41)

27

strategi penopang kehidupan keluarga yang dapat diterima oleh masyarakat. Orang yang ditempatkan sebagai buruh karena jeratan hutang khususnya, rentan terhadap kondisi-kondisi yang sewenang-wenang dan kondisi yang mirip dengan perbudakan. 5. Kurangnya Pencatatan Kelahiran: Orang tanpa pengenal yang

memadai lebih mudah menjadi mangsa trafiking karena usia dan kewarganegaraan mereka tidak terdokumentasi. Anak-anak yang ditrafik, misalnya, lebih mudah diwalikan ke orang dewasa manapun yang memintanya.

6. Kurangnya Pendidikan: Orang dengan pendidikan yang terbatas memiliki lebih sedikit keahlian atau skill dan kesempatan kerja dan mereka lebih mudah ditrafik karena mereka bermigrasi mencari pekerjaan yang tidak membutuhkan keahlian.

7. Korupsi & Lemahnya Penegakan Hukum: Pejabat penegak hukum dan imigrasi yang korup dapat disuap oleh pelaku trafiking untuk tidak mempedulikan kegiatan-kegiatan yang bersifat kriminal. Para pejabat pemerintah dapat juga disuap agar memberikan informasi yang tidak benar pada kartu tanda pengenal (KTP), akte kelahiran, dan paspor yang membuat buruh migran lebih rentan terhadap trafiking karena migrasi ilegal. Kurangnya budget/anggaran dana negara untuk menanggulangi usaha-usaha trafiking menghalangi kemampuan para penegak hukum untuk secara efektif menjerakan dan menuntut pelaku trafficking.


(42)

2.1.8.3. Bentuk-Bentuk Trafficking Manusia

Ada beberapa bentuk trafficking manusia yang terjadi pada perempuan dan anak-anak (http://www.stoptrafiking.or.id/):

1. Kerja Paksa Seks & Eksploitasi seks baik di luar negeri maupun di wilayah Indonesia. Dalam banyak kasus, perempuan dan anak-anak dijanjikan bekerja sebagai buruh migran, PRT, pekerja restoran, penjaga toko, atau pekerjaan-pekerjaan tanpa keahlian tetapi kemudian dipaksa bekerja pada industri seks saat mereka tiba di daerah tujuan. Dalam kasus lain, berapa perempuan tahu bahwa mereka akan memasuki industri seks tetapi mereka ditipu dengan kondisi-kondisi kerja dan mereka dikekang di bawah paksaan dan tidak diperbolehkan menolak bekerja.

2. Pembantu Rumah Tangga (PRT) – baik di luar ataupun di wilayah Indonesia. PRT baik yang di luar negeri maupun yang di Indonesia di trafik ke dalam kondisi kerja yang sewenang-wenang termasuk: jam kerja wajib yang sangat panjang, penyekapan ilegal, upah yang tidak dibayar atau yang dikurangi, kerja karena jeratan hutang, penyiksaan fisik ataupun psikologis, penyerangan seksual, tidak diberi makan atau kurang makanan, dan tidak boleh menjalankan agamanya atau diperintah untuk melanggar agamanya. Beberapa majikan dan agen menyita paspor dan dokumen lain untuk memastikan para pembantu tersebut tidak mencoba melarikan diri.


(43)

29

3. Bentuk Lain dari Kerja Migran – baik di luar ataupun di wilayah Indonesia. Meskipun banyak orang Indonesia yang bermigrasi sebagai PRT, yang lainnnya dijanjikan mendapatkan pekerjaan yang tidak memerlukan keahlian di pabrik, restoran, industri cottage, atau toko kecil. Beberapa dari buruh migran ini ditrafik ke dalam kondisi kerja yang sewenang-wenang dan berbahaya dengan bayaran sedikit atau bahkan tidak dibayar sama sekali. Banyak juga yang dijebak di tempat kerja seperti itu melalui jeratan hutang, paksaan, atau kekerasan. 4. Penari, Penghibur & Pertukaran Budaya–terutama di luar negeri.

Perempuan dan anak perempuan dijanjikan bekerja sebagai penari duta budaya, penyanyi, atau penghibur di negara asing. Pada saat kedatangannya, banyak dari perempuan ini dipaksa untuk bekerja di industri seks atau pada pekerjaan dengan kondisi mirip perbudakan. 5. Pengantin Pesanan–terutama di luar negeri. Beberapa perempuan dan

anak perempuan yang bermigrasi sebagai istri dari orang berkebangsaan asing, telah ditipu dengan perkawinan. Dalam kasus semacam itu, para suami mereka memaksa istri-istri baru ini untuk bekerja untuk keluarga mereka dengan kondisi mirip perbudakan atau menjual mereka ke industri seks.

6. Beberapa Bentuk Buruh atau Pekerja Anak–terutama di Indonesia. Beberapa (tidak semua) anak yang berada di jalanan untuk mengemis, mencari ikan di lepas pantai seperti jermal, dan bekerja di perkebunan telah ditrafik ke dalam situasi yang mereka hadapi saat ini.


(44)

7. Trafficking Bayi–baik di luar negeri ataupun di Indonesia. Beberapa buruh migran Indonesia (TKI) ditipu dengan perkawinan palsu saat di luar negeri dan kemudian mereka dipaksa untuk menyerahkan bayinya untuk diadopsi ilegal. Dalam kasus yang lain, ibu rumah tangga Indonesia ditipu oleh PRT kepercayaannya yang melarikan bayi ibu tersebut dan kemudian menjual bayi tersebut ke pasar gelap.

2.1.8.4. Masalah Trafficking Di Indonesia

Statistik untuk trafficking yang konkrit dan dapat diandalkan di Indonesia masih sangat sulit untuk didapatkan, karena ke-ilegalan-nya dan, karena itu, sifatnya tersembunyi. Meskipun demikian, informasi berikut ini mungkin dapat memberikan gambaran cakupan dari masalah ini (http://www.stoptrafiking.or.id/):

1. Buruh Migran: Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi memperkirakan bahwa pada tahun 2002 terdapat sekitar 500.000 warga negara Indonesia yang bermigrasi keluar negeri untuk bekerja melalui jalur resmi. Berbagai LSM di Indonesia (termasuk juga KOPBUMI) memperkirakan bahwa sekitar 1,4 sampai 2,1 juta buruh migran perempuan Indonesia saat ini sedang bekerja diluar negeri. Organisasi-organisasi ini juga menyertakan jumlah buruh migran yang tidak terdokumentasi yang melewati jalur-jalur ilegal kedalam perkiraan mereka.

2. PRT: Sebuah laporan dari konferensi ILO-IPEC 2001 memperkirakan bahwa ada sekitar 1,4 juta PRT di Indonesia, dan 23 persennya adalah anak-anak.


(45)

31

3. Pekerja Seks Komersial:Sebuah laporan Organisasi Perburuhan Dunia (ILO) tahun 1998 memperkirakan bahwa ada sekitar 130.000 – 240.000 pekerja seks di Indonesia dan sampai 30 persennya adalah anak-anak di bawah 18 tahun.

2.1.9. Teori Stimulus Respons

Teori S - R sebagai singkatan dari Stimulus-Response ini, berasal dari kajian psikologi. Tidak mengherankan apabila kemudian menjadi salah satu teori komunikasi, sebab obyek material dari psikologi dan ilmu komunikasi adalah sama, yaitu manusia yang jiwanya meliputi komponen-komponen; sikap, opini, prilaku, kognisi dan konasi (Effendy, 2003:115). Menurut teori ini, efek yang ditimbulkan adalah reaksi khusus terhadap stimulus khusus, sehingga seseorang dapat mengharapkan dan memperkirakan kesesuaian antara pesan dan reaksi komunikan. Selain itu, teori ini menjelaskan tentang pengaruh yang terjadi pada pihak penerima sebagai akibat dari komunikasi. Dampak atau pengaruh yang terjadi merupakan suatu reaksi tertentu dari rangsangan tertentu (Sendjaja, 1999:71). Dengan demikian, besar kecilnya pengaruh serta dalam bentuk apa pengaruh tersebut terjadi, tergantung pada isi dan penyajian stimulus. Unsur-unsur dalam model ini adalah :

a. Pesan (Stimulus), merupakan pesan yang disampaikan komunikator kepada komunikan. Pesan yang disampaikan tersebut dapat berupa tanda dan lambang.

b. Efek (response), merupakan dampak dari pada komunikasi. Efek dari komunikasi adalah perubahan sikap, yaitu: sikap afektif,kognitif, dan


(46)

konatif. Efek kognitif merupakan efek yang ditimbulkan setelah adanya komunikasi. Efek kognitif berarti bahwa setiap informasi menjadi bahan pengetahuan bagi komunikan (Effendy, 2003:118)

Suatu stimulus dalam situasi tertentu dapat berupa objek dalam lingkungan, suatu pola penginderaan atau pengalaman atau kombinasi dari ketiganya. Sifat khas stimulus adalah konsep yang komplek, yang berbeda dari satu situasi dengan situasi yang lain dan akan mempengaruhi pemahaman kita tentang fenomena yang dijelaskan. Sedangkan respon merupakan konsep kotak hitam yang hanya diamati dalam artian perilaku yang dihasilkan. Karena itu kita hanya mengamati perilaku eksternal dan menganggapnya sebagai manifestasi dari keadaan internal organisme tersebut. Sedangkan R merupakan response tertentu terhadap peristiwa/ stimulus. Menurut Stimulus–Response ini, efek yang ditimbulkan adalah reaksi khusus terhadap stimulus khusus, sehingga seseorang dapat mengharapkan dan memperkirakan kesesuaian antara pesan dan reaksi komunikan.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat melalui gambar sebagai berikut :

Gambar 2.2. : Model Teori S - R (Effendy, 2003:255)

Menurut gambar dari model di atas menunjukkan bahwa stimulus atau pesan yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan mungkin diterima atau mungkin saja terjadi penolakan. Dalam tahapan berikutnya bila komunikan menerima stimulus atau pesan yang

Respon Stimulus


(47)

33

disampaikan maka akan memperhatikan. Proses selanjutnya komunikan tersebut mengerti dari pesan yang telah disampaikan. Dan proses terakhir adalah kesediaan diri komunikan untuk mengubah sikap yang menandakan keberhasilan dalam proses komunikasi (Effendy, 2003:56).

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan muncul dari adanya proses berfikir dan pemahaman individu terhadap obyek, dengan adanya proses tersebut maka menimbulkan kesadaran individu terhadap obyek. Proses berfikir tersebut menunjuk pada kegiatan yang melibatkan penggunaan konsep dan lambang, sebagai pengganti obyek dan peristiwa (Rakhmat, 1999:68). Pada tahap ini individu akan membuka memorinya, sesuai dengan pengalamannya terhadap obyek. Pada tahap ini, ia sadar terhadap obyek yang dihadapinya tersebut. Dan pada tahap terakhir, ia menyimpan ke dalam ingatannya dan dijadikan pengetahuan. Proses selanjutnya, timbullah perasaan suka atau tidak suka terhadap obyek. Individu akan menyeleksi atau memilih, dan dari pilihan tersebut diyakininya. Setelah itu ia akan membeli atau menggunakan sebagai hasil dari keputusannya (Effendy,1993:256).

2.2. Kerangka Pikir

Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) mendefinisikan trafiking sebagai: Perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan, atau penerimaan seseorang, dengan ancaman, atau penggunaan kekerasan, atau bentuk-bentuk pemaksaan lain, penculikan, penipuan, kecurangan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, atau memberi atau menerima bayaran atau


(48)

manfaat untuk memperoleh ijin dari orang yang mempunyai wewenang atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi.

Trafficking bukanlah fenomena baru di Indonesia, dan meskipun

kriminalisasi perdagangan orang ini dapat terkait dengan siapa saja, orang memang seringkali mengidentikkannya dengan perdagangan perempuan dan anak. Ini cukup beralasan karena pada banyak kasus, korban perdagangan perempuan dan anak yang lebih menonjol ke permukaan.

Kasus-kasus trafficking tidak hanya terkait dengan eksploitasi seksual, tapi juga terjadi terhadap pekerja migran. Mereka yang terjerat dalam sindikat ini adalah orang-orang yang tidak memiliki apa-apa kecuali tenaga (proletarian), perempuan maupun laki-laki. Mereka direkrut oleh calo nakal yang mengiming-imingi mereka gaji yang menggiurkan, padahal mereka dijual kepada kontre (kontraktor) nakal, begitu transaksi antara calo dan kontre berlangsung, mereka yang diperdagangkan ini berada di bawah kekuasaan kontre. Pada penelitian ini, peneliti berusaha untuk mengetahui tingkat pengetahuan (efek kognitif) masyarakat Surabaya tentang unsur iklan layanan masyarakat “Trafficking” di stasiun televisi

Tingkat Pengetahuan : 1. Tinggi

2. Sedang 3. Rendah Stimulus yang berupa

unsur iklan layanan masyarakat

“Trafficking“ di televisi

Gambar 2.3. Kerangka Berpikir Tingkat Pengetahuan masyarakat Tentang Unsur Iklan Layanan Masyarakat “Trafficking” di Stasiun Televisi


(49)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel.

Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif, dimana dalam pendekatan deskriptif kuantitatif akan dapat menginterpretasikan secara rinci tingkat pengetahuan masyarakat tentang isi pesan iklan layanan masyarakat “Trafficking” di televisi.

Penelitian ini hanya mengoperasikan satu variabel saja yaitu tingkat pengetahuan masyarakat terhadap isi pesan iklan layanan masyarakat

Trafficking” di televisi. Selanjutnya untuk mempermudah pengukuran

variabel maka akan ditampilkan definisi operasional dari variabel tingkat pengetahuan tersebut.

3.1.1.Definisi Operasional

Tingkat pengetahuan adalah suatu konsep yang merupakan salah satu akibat dari perubahan yang terjadi, yang diklasifikasikan ke dalam efek kognitif. Dari efek kognitif itulah terjadi bila ada perubahan pada apa yang ia ketahui, dipahami atau dipersepsi oleh khalayak serta juga terkait dengan pentrasmisian pengetahuan (Rakhmat, 2001:67).

Tingkat pengetahuan masyarakat terhadap isi pesan iklan traffiking adalah respon yang diberikan oleh masyarakat setelah melihat dan memperhatikan berbagai informasi dalam iklan tentang ”Trafficking”,


(50)

dalam wujud orientasi atau kecenderungan untuk lebih waspada terhadap orang atau pihak-pihak yang menawarkan suatu pekerjaan dengan segala iming-iming yang diberikan. Penelitian ini dipusatkan untuk mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat terhadap unsur-unsur iklan layanan masyarakat “Trafficking”. Adapun unsur-unsur dari Iklan “Trafiking” ini berisi tentang :

a. Audio

Adalah suara dari orang belakang layar yang mengisi suara pada iklan layanan masyarakat “Trafficking”. Seperti : “laporkan jika anda melihat, mengetahui dan mengalami ”Trafficking” dan “waspadalah terhadap sindikat perdagangan orang di sekitar kita”.

b. Talent

Adalah model atau orang dari iklan layanan masyarakat “Trafficking” yaitu anak perempuan.

c. Props

Merupakan alat peraga yang dipergunakan sebagai pelengkap dalam memperjelas pesan atau informasi yang disampaikan iklan layanan masyarakat “Trafficking”, seperti uang dan berkas kontrak kerja.

d. Setting

Yaitu lokasi atau tempat yang dipergunakan dalam pembuatan atau pasca produksi iklan layanan masyarakat “Trafficking” di televisi. Seperti tempat tidur dan gedung sekolah.


(51)

37

e. Slogan

Merupakan bahasa atau kata yang digunakan dalam iklan layanan masyarakat “Trafficking” di televisi.

f. Visual

Merupakan gambar yang ada di dalam iklan layanan masyarakat “Trafficking” di televisi yaitu warna gambar.

3.1.2.Pengukuran Variabel.

Untuk mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat terhadap unsur iklan layanan masyarakat ”Trafficking” di televisi diukur dengan alternatif pilihan yang dinyatakan dalam jumlah skor atas pertanyaan atau kuesioner yaitu :

1. Apabila responden memberikan jawaban ”Tahu” maka akan diberikan skor 2

2. Apabila responden memberikan jawaban ”Tidak tahu” maka akan diberikan skor 1

Variabel tingkat pengetahuan masyarakat dalam penelitian ini akan digolongkan menjadi tiga yaitu tinggi, sedang, rendah yang ditentukan berdasarkan jumlah skor jawaban masing-masing responden. Jumlah skor yang menjadi batasan skor untuk lebar interval tingkat rendah, sedang, dan tinggi menggunakan rumus :

Range (R): Skor tertinggi – Skor terendah Jenjang yang diinginkan


(52)

Keterangan:

Range(R) : Batasan dari setiap tingkatan

Skor Tertinggi : Perkalian antara nilai tertinggi dengan jumlah item pertanyaan.

Skor Terendah : Perkalian antara nilai terendah dengan jumlah item Tingkat pengetahuan masyarakat tentang unsur iklan layanan masyarakat “Trafficking” di Trans 7 terdiri dari 12 pertanyaan. Untuk mengetahui pengkategorian responden tiap jawaban dilakukan penghitungan sebagai berikut :

Skor tertinggi : 12 x 2 = 24 Skor terendah : 12 x 1 = 12

4

3 12 3

12 -24

Interval  

Jadi batasan skor dalam lebar interval tingkat pengetahuan adalah rendah, sedang, dan tinggi yaitu :

Kategori penilaian rendah = apabila total nilai skor yang diperoleh diantara 12 s/d 15.

Kategori penilaian sedang = apabila total nilai skor yang diperoleh diantara 16 s/d 19.

Kategori penilaian tinggi = apabila total nilai skor yang diperoleh diantara 20 s/d 24.


(53)

39

3.2. Populasi, Sampel dan Teknik Penarikan Sampel 3.2.1. Populasi

Populasi adalah jumlah keseluruhan dari unit analisis yang ciri-cirinya akan diduga. Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat Surabaya yang berusia 17 tahun keatas dan pernah melihat iklan layanan masyarakat ”Trafiking” di televisi. Berdasarkan dari data BPS Surabaya jumlah masyarakat Surabaya yang berusia 17 tahun keatas ada sebanyak 2.013.045 orang.

3.2.2. Sampel dan Penarikan Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian dari keseluruhan Pemirsa/responden bertempat tinggal di kota Surabaya. Teknik penarikan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah multistage cluster random sampling, maka secara sistematis tekhnik penarikan sampel dapat digambarkan sebagai berikut :

N.1.a

N.b N.c N.d N.a

N.1.b

N.f

N.e N.g N.h

N.2.b N.2.a

N.2 N.1

N


(54)

Teknik penarikan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah multistage cluster random sampling, yakni dilakukan melalui 3 tahap sebagai berikut :

a. Tahap pertama, dilakukan pemilihan terhadap wilayah penelitian di kota Surabaya, di mana kota Surabaya terbagi dalam 5 bagian wilayah yaitu Surabaya pusat, Surabaya Utara, Surabaya Timur, Surabaya Selatan, dan Surabaya Barat. Setelah dipilih secara acak dua wilayah yang terpilih adalah Surabaya Pusat dan Surabaya Timur.

b. Tahap kedua, dilakukan pemilihan pada wilayah kecamatan. Kemudian dilakukan pengundian dan terpilih masing-masing dua kecamatan pada satu wilayah Surabaya. Pada tahap ini wilayah Surabaya Pusat terpilih dua kecamatan yaitu kecamatan Tegalsari dan Simokerto, sedangkan pada wilayah Surabaya Timur yang terpilih yaitu kecamatan Rungkut dan Gunung Anyar.

c. Tahap ketiga dilakukan pemilihan kelurahan yang mana setelah dilakukan pemilihan secara random maka terpilih dua wilayah kelurahan di masing-masing kecamatan. Pada kecamatan Tegalsari terpilih dua kelurahan yaitu Tegalsari dan Kedungdoro, pada kecamatan Simokerto terpilih kelurahan Simokerto dan Simolawang. Sedangkan pada kecamatan Gunung Anyar yang terpilih adalah kelurahan Rungkut


(55)

41

Tengah dan Gunung Anyar, dan pada kecamatan Rungkut terpilih kelurahan Medokan Ayu dan Penjaringan Sari.

Jumlah populasi responden yang berusia 17 tahun pada masing-masing kelurahan adalah sebagai berikut :

a. Kelurahan Tegalsari : 11.330 jiwa b. Kelurahan Kedungdoro : 18.018 jiwa c. Kelurahan Simokerto : 15.814 jiwa d. Kelurahan Simolawang : 14.410 jiwa e. Kelurahan Rungkut Tengah : 15.170 jiwa f. Kelurahan Gunung Anyar : 9.403 jiwa g. Kelurahan Medokan Ayu : 10.164 jiwa h. Kelurahan Penjaringan Sari : 7.759 jiwa +

Jumlah 102.068 Jiwa

Jadi berdasarkan data tersebut maka untuk mengetahui jumlah sampel maka digunakan rumus Yamane yaitu sebagai berikut :

1 N(d)

N

n 2

 

Keterangan : N = Populasi n = Jumlah sampel.

d = Presisi (derajat ketelitian 10%). 1 = angka konstan


(56)

1 (0,1) 102.068 102.068 n 2   1.021,68 102.068 n

n = 99,902 ≈ 100

Berdasarlan hasil perhitungan tersebut, maka jumlah sampe yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 100 orang responden yang diambil secara purposive untuk menentukan responden di kelurahan dengan kriteria yang melihat iklan layanan masyarakat ”Trafiking” di televisi dan berusia 17 tahun ke atas. Untuk lebih rincinya, jumlah sampel yang akan diteliti tiap-tiap wilayah kelurahan ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

ni = Ni x n N Keterangan :

ni = Jumlah penduduk disuatu kelurahan Ni = Ukuran stratam ke 1

N = Jumlah seluruh penduduk di delapan kelurahan n = Jumlah sampel yang telah ditetapkan

Berdasarkan perhitungan diatas diperoleh :

1. Kelurahan Tegalsari : 100

068 . 102

11.330

x 11,10 = 11

2. Kelurahan Kedungdoro : 100 068

. 102

18.018


(57)

43

3. Kelurahan Simokerto : 100

068 . 102

15.814

x 15,49 = 15

4. Kelurahan Simolawang : 100 068

. 1102

14.410

x 14,11 = 14

5. Kelurahan Rungkut Tengah : 100 068

. 102

15.170

x 14,86 = 15

6. Kelurahan Gunung Anyar : 100 068

. 102

9.403

x 9,21 = 9

7. Kelurahan Medokan Ayu : 100 068

. 102

10.164

x 9,95 = 10

8. Kelurahan Penjaringan Sari : 100 068

. 102

7.759

x 7,60= 8

3.3. Teknik Pengumpulan Data

Data yang diambil adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari responden yang memberikan jawaban-jawaban dari kuesioner, sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari buku penunjang penelitian.

Jenis kuisioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner tertutup dan terbuka yang berupa angket. Yang dimaksud kuisioner tertutup adalah kemungkinan jawaban sudah ditentukan terlebih dahulu dan responden tidak diberi kesempatan memberikan jawaban lain. Dan kuisioner terbuka adalah jawaban yang menjelaskan kuisioner tertutup.(Singarimbun, 1989:45).


(58)

3.4. Metode Analisis Data

Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan tabel frekuensi yang digunakan untuk menggambarkan data yang diperoleh dari hasil wawancara berdasarkan penyebaran kuesioner yang diisi oleh responden.

Data yang diperoleh dari hasil kuesioner selanjutnya akan diolah untuk mendiskripsikan. Pengolahan data yang diperoleh dari hasil kuesioner terdiri dari: mengedit, mengkode, dan memasukkan data tersebut dalam tabulasi data untuk selanjutnya dianalisis secara deskriptif setiap pertanyaan yang diajukan. Data yang didapat dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan rumus :

100% N

F

P 

Keterangan :

P : Persentase Responden F : Frekuensi Responden N : Jumlah Responden

Dengan menggunakan rumus tersebut maka diperoleh apa yang diinginkan peneliti dengan kategori tertentu. Hasil perhitungan selanjutnya dilampirkan dalam tabel yang disebut tabulasi agar mudah diinterpretasikan.


(59)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Obyek Penelitian

Televisi Republik Indonesia (TVRI) lahir dan untuk pertama kalinya beroperasi. Dengan pemancar berkekuatan 100 watt, siaran pertama dilakukan untuk menyiarkan peringatan ulang tahun ke 17 proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia dari halaman Istana Merdeka Jakarta. Pada awalnya TVRI adalah proyek khusus untuk menyukseskan penyelenggaraan Asian Games ke 4 di Jakarta. Siaran TVRI sehubungan dengan Asian Games dikoordinir oleh Organizing Comitte Asian Games IV yang dibentuk khusus untuk event olah raga itu, di bawah naungan Biro Radio dan Televisi Departemen Penerangan. Mulai 12 November 1962 TVRI mengudara secara reguler setiap hari. Pada 1 Maret 1963 TVRI mulai menayangkan iklan seiring dengan ditetapkannya TVRI sebagai televisi berbadan hukum yayasan melalui keputusan presiden RI nomer 215 tahun 1963. Namun pada tahun 1981 dengan berbagai alasan politis TVRI tidak diijinkan lagi menayangkan iklan.

Mulai tahun 1988 TVRI mulai mendapat teman dalam penyiaran di Indonesia. Pemerintah telah mulai mengijinkan televisi swasta beroperasi di Indonesia, RCTI (1988), SCTV (1989), TPI (1990), ANTV (1993), INDOSIAR (1995) dan seterusnya.


(60)

4.2. Penyajian Analisis Data

Pada bab ini akan disajikan dan diuraikan temuan–temuan data yang diperoleh dari lapangan, sampel yang diambil yaitu sebanyak 100 responden. Data atas pertanyaan – pertanyaan dalam kuesioner yang kemudian diolah dan disajikan dalam bentuk tabel frekuensi untuk selanjutnya di interpresentasikan untuk mengetahui jawaban dari perumusan masalah yang diajukan.

4.2.1. Identitas Responden

Penyajian data pada bagian ini meliputi karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin, usia, pendidikan terakhir dan pekerjaan yang selengkapnya tertera pada tabel berikut :

a. Responden Berdasarkan Usia

Tabel 4.1.

Responden Berdasarkan Usia (n=100)

No. Usia Frekuensi Prosentase (%)

1 17 – 25 tahun 12 12

2 26 – 30 tahun 29 29

3 31 – 35 tahun 23 23

4 35 tahun keatas 36 36

Jumlah 100 100

Sumber : Data lampiran Kuesioner No.A3

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden dalam penelitian ini adalah berusia 35 tahun keatas yakni sebanyak 36 orang atau sebesar 36%, kemudian yang berusia antara 26


(61)

47

sampai dengan 30 tahun yakni sebanyak 29 orang atau sebesar 29%, lalu yang berusia antara 31 sampai dengan 35 orang yakni sebanyak 23 orang atau sebesar 23% dan sisanya adalah responden yang berusia antara 17 sampai dengan 25 tahun yakni sebanyak 12 orang atau sebesar 12%.

b. Responden Berdasarkan Pendidikan Tabel 4.2.

Responden Berdasarkan Pendidikan (n=100)

No. Pendidikan Terakhir Frekuensi Prosentase (%)

1 SD 2 2

2 SLTP 14 14

3 SMU 23 23

4 Akademi/Diploma 24 24

5 Sarjana 37 37

Jumlah 100 100

Sumber : Data lampiran Kuesioner No.A4

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden mempunyai pendidikan terakhir setingkat Sarjana yakni sebanyak 37 orang atau sebesar 37%, kemudian responden yang mempunyai pendidikan terakhir setingkat Akademi/Diploma yakni sebanyak 24 orang atau sebesar 24%, lalu yang mempunyai pendidikan terakhir setingkat SMU yakni sebanyak 23 orang atau sebesar 23%, serta yang mempunyai pendidikan terakhir setingkat SLTP yakni sebanyak 14 orang atau sebesar 14%, sedangkan sisanya yakni sebanyak 2 orang atau sebesar 2% mempunyai pendidikan terakhir setingkat SD.


(62)

c. Responden Berdasarkan Pekerjaan Tabel 4.3.

Responden Berdasarkan Pekerjaan (n=100)

No. Pekerjaan Frekuensi Prosentase (%)

1 Ibu rumah tangga 23 23

2 Pekerja swasta 49 49

3 Wirausaha 19 19

4 Lain-lain 9 9

Jumlah 100 100

Sumber : Data lampiran Kuesioner No.A5

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden yang bekerja sebagai Pekerja Swasta yakni sebanyak 49 orang atau sebesar 49%, kemudian responden yang mempunyai pekerjaan sebagai Ibu Rumah Tangga yakni sebanyak 23 orang atau sebesar 23%, lalu yang mempunyai pekerjaan sebagai Wirausaha yakni sebanyak 19 orang atau sebesar 19%. Sedangkan sisanya memiliki pekerjaan yang tidak menentu ada sebanyak 9 orang atau sebesar 9%.

4.2.2. Tentang Media

Penyajian data pada bagian ini meliputi karakteristik responden berdasarkan media yang selengkapnya tertera pada tabel berikut :

a. Melihat iklan Layanan Masyarakat Versi “Trafficking Tabel 4.4.

Melihat iklan Layanan Masyarakat Versi “Trafficking (n=100)

No. Usia Frekuensi Prosentase (%)

1 Pernah 100 100

2 Tidak Pernah 0 0

Jumlah 100 100


(63)

49

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa responden dalam penelitian ini adalah responden yang pernah melihat iklan layanan masyarakat versi “Trafficking” di televisi dengan jumlah 100 orang responden atau sebesar 100%.

b. Waktu melihat iklan iklan Layanan Masyarakat versi Trafficking

Tabel 4.5.

Waktu melihat iklan iklan Layanan Masyarakat Versi “Trafficking (n=100)

No. Pendidikan Terakhir Frekuensi Prosentase (%) 1 Kurang dari 10 detik 21 21 2 Antara 10 – 20 detik 32 32 3 Lebih dari 20 detik 47 47

Jumlah 100 100

Sumber : Data lampiran Kuesioner No.B2

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden yang menyaksikan iklan layanan masyarakat versi “Trafficking” di televisi adalah masyarakat yang menyaksikan iklan lebih dari 20 detik setiap penayangannya ada sebanyak 47 orang atau sebesar 47%. Sedangkan responden yang menyaksikan iklan antara 10 – 20 detik ada sebanyak 32 orang atau sebesar 32%. Sisanya adalah responden yang menyaksikan iklan kurang dari 10 detik dalam penayangannya yaitu sebanyak 21 orang atau 21%.


(64)

c. Jumlah Iklan Layanan Masyarakat Versi “Trafficking” Yang Dilihat

Tabel 4.6.

Jumlah Iklan Layanan Masyarakat Versi “Trafficking” Yang Dilihat (n=100)

No. Pekerjaan Frekuensi Prosentase (%)

1 Kurang dari 5 kali 22 22 2 Antara 5 – 10 kali 38 38 3 Lebih dari 10 kali 40 40

Jumlah 100 100

Sumber : Data lampiran Kuesioner No.B3

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden yang nmenyaksikan iklan layanan masyarakat versi “trafficking” lebih dari 10 kali dalam seminggu yaitu sebanyak 40 orang atau sebesar 40%. Sedangkan yang menyaksikan antara 5 – 10 kali dalam seminggu ada sebanyak 38 orang atau sebesar 38%. Dan sisanya ada sebanyak 22 orang atau 22% yang menyaksikan iklan layanan masyarakat versi “trafficking” kurang dari 5 kali dalam seminggu.

4.2.3. Tingkat Pengetahuan Masyarakat Tentang iklan Layanan Masyarakat Versi “Trafficking” di Stasiun Televisi

Berdasarkan tujuan dari penelitian ini yakni untuk mengetahui tingkat pengetahuan tingkat pengetahuan masyarakat tentang iklan layanan masyarakat versi “Trafficking” di stasiun televisi, maka akan disajikan data yang menunjukkan tingkat pengetahuan perempuan tentang unsur iklan layanan masyarakat “Trafficking” di media televisi dimana


(65)

51

tingkat pengetahuan tersebut dibedakan menjadi 12 pertanyaan dengan perincian sebagai berikut :

4.2.3.1. Audio

Berdasarkan jawaban dari kuesioner yang disebarkan kepada 100 responden maka dapat diperoleh informasi sebagai berikut :

Tabel 4.7.

Voice Over “Laporkan Jika Anda Melihat, Mengetahui Dan Mengalami Trafficking

(n=100)

No. Kategori Jawaban Frekuensi Prosentase (%)

1 Tahu 78 78

2 Tidak Tahu 22 22

Jumlah 100 100

Sumber : Data lampiran Kuesioner No. 1

Berdasarkan tabel 4.7 di atas dapat diketahui bahwa mayoritas responden dalam penelitian yakni sebanyak 78 responden atau sebesar 78% responden yang mengetahui Voice Over “laporkan jika anda melihat, mengetahui dan mengalami ”Trafficking” dalam iklan layanan masyarakat versi ”Trafficking” di televisi. Adanya pelaporan yang tepat dan benar merupakan salah satu cara untuk dapat mencegah perdagang manusia. Dengan dilahirkannya UU khusus terkait dengan perdagangan manusia sebagai akibat dari meluasnya jaringan kejahatan yang terorganisir (dan tidak terorganisir), baik yang bersifat antar-negara, maupun dalam negeri, sehingga dapat menjadi ancaman terhadap masyarakat, bangsa dan negara, serta penghormatan terhadap hak azasi manusia. Oleh karenanya,


(66)

pemerintah berkeinginan untuk mencegah dan menanggulangi tindak pidana trafficking yang didasarkan pada komitmen nasional dan internasional untuk melakukan upaya pencegahan sejak dini, penindakan terhadap pelaku, perlindungan korban, dan peningkatan kerja sama. Selain itu, peraturan perundang-undangan terkait dengan trafficking belum memberikan landasan hukum yang menyeluruh dan terpadu bagi upaya pemberantasan tindak pidana trafficking. Sedangkan sebanyak 22 responden atau sebesar 22% responden yang tidak mengetahui tentang

Voice Over “laporkan jika anda melihat, mengetahui dan mengalami

Trafficking” dalam iklan layanan masyarakat versi ”Trafficking” di

televisi, hal ini memang banyak reponden yang masih belum bisa mengerti dengan jelas informasi yang disampaikan.

Tabel 4.8.

Voice Over “Waspadalah Terhadap Sindikat Perdagangan Orang Di Sekitar Kita”

(n=100)

No. Kategori Jawaban Frekuensi Prosentase (%)

1 Tahu 70 70

2 Tidak Tahu 30 30

Jumlah 100 100

Sumber : Data lampiran Kuesioner No. 2

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa mayoritas responden dalam penelitian yakni sebanyak 70 orang responden atau 70% dari keseluruhan responden mengetahui Voice Over “waspadalah terhadap sindikat perdagangan orang di sekitar kita” dalam iklan layanan masyarakat versi ”Trafficking” di televisi. Iklan layanan masyarakat


(1)

Tabel 4.19

Tingkat Pengetahuan Responden Secara Keseluruhan Terhadap Iklan Layanan Masyarakat ”Trafficking ”

(n=100)

No. Jawaban Jumlah (N) Prosentase (%)

1 Tinggi 19 19

2 Sedang 75 75

3 Rendah 6 6

Jumlah 100 100

Sumber : Hasil Olahan Data

Berdasarkan hasil analisis data yang telah dikemukakan pada tiap– tiap tabel diatas menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan masyarakat Surabaya tentang iklan layanan masyarakat versi ”Trafficking” di televisi sebagian besar memiliki tingkat pengetahuan sedang, yang ditunjukkan dengan jumlah responden sebesar 75 orang atau 75%. Sedangkan yang memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi terdapat 19 orang responden atau sebesar 19%. Dan sisanya 6 orang atau 6% memiliki tingkat pengetahuan yang rendah mengenai trafficking.

Besarnya jumlah responden yang memiliki tingkat pengetahuan yang sedang menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan atau pemahaman responden mengenai iklan layanan masyarakat versi ”Trafficking” di televisi belum sepenuhnya mengerti. Hal tersebut disebabkan karena materi/informasi yang kurang informatif atau masih banyak menggunakan kata-kata yang simpel tanpa disertai informasi yang jelas sehingga kurang dipahami oleh masyarakat dan kurangnya informasi yang mengenai trafficking kepada masyarakat luas.


(2)

66

Sedangkan masyarakat yang mempunyai tingkat pengetahuan yang tinggi menunjukkan bahwa tingkat pendidikan dari responden cukup tinggi sehingga mampu menganalisa berbagai informasi yang diberikan seputar iklan layanan masyarakat versi ”Trafficking” di televisi, selain itu para responden tersebut sudah memiliki kesadaran dan pemahaman tentang pentingnya menjaga diri sendiri dan keluarga tentang perdagangan manusia yang belakangan ini marak terjadi. Serta proses penyampaian materi iklan tersebut juga sudah sepenuhnya dipahami oleh masyarakat.

Pada penelitian ini, terdapat responden yang berada pada kategori tingkat pengetahuan yang rendah. Hal ini dikarenakan pengetahuan yang dimiliki oleh responden kurang sehingga responden sudah tidak mengerti makna dari penayangan iklan layanan masyarakat versi ”Trafficking” di televisi. Ditambah lagi responden kebanyakan adalah para pekerja sehingga kurang dalam memperhatikan sebuah iklan, responden hanya sekedar tahu mengenai iklan tersebut tanpa memahaminya.


(3)

5.1. Kesimpulan

Dari hasil penyajian dan analisis data yang telah dilengkapi dengan penyajian data dalam bentuk tabel – tabel frekuensi pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa tingkat pengetahuan masyarakat Surabaya sebagian besar berada pada kategori sedang yang menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan atau pemahaman responden mengenai iklan layanan masyarakat versi ”Trafficking” di televisi responden masih belum seberapa mengerti dengan isi dari iklan serta informasi yang disampaikan, karena kebanyakan responden informasi yang disampaikan masih kurang informatif dan masih belum bisa dimengerti oleh responden, alur yang disampaikannya pun juga masih belum jelas serta banyak menggunakan kata-kata yang simpel tanpa disertai informasi yang jelas sehingga kurang dipahami oleh masyarakat, sedangakan untuk responden yang berada pada kategori rendah menurut mereka, iklan tersebut tidak jelas tidak bisa menjelaskan semua yang berkaitan dengan trafficking seperti kenyataan, sehingga perlu upaya pemerintah Indonesia untuk memerangi trafficking adalah dengan menayangkan iklan layanan masyarakat versi “Trafficking” di televisi yang lebih jelas lagi yang akan disampaikan, karena memang Indonesia termasuk dalam kategori sumber trafficking khususnya


(4)

68

untuk perdagangan perempuan belia, sehingga membuat pemerintah untuk selalu terus mewaspadai jaringan sindikat perdagangan manusia ini.

5.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang didapat dari penelitian yang dilakukan maka penelitian dapat mengajukan beberapa saran antara lain: 1. Bagi Pihak Pengiklan

Disarankan untuk menambahkan beberapa informasi yang lebih mendetail mengenai proses penghasutan untuk mencari calon korban, dan bagaimana cara untuk menghindari dan mengenali kegaiatan trafficking. Diharapkan informasi disertai dengan gambar yang bisa dimaknai oleh masyarakat di berbagai kalangan pendidikan, sehingga tingkat pengetahuan masyarakat mengenai iklan layanan masyarakat versi “Trafficking” di televisi ini bisa lebih meningkat kewaspadaan masyarakat.

2. Bagi Masyarakat

Hendaknya masyarakat bisa mengerti dengan lisan iklan yang disampaikan dalam iklan layanan masyarakat versi “Trafficking” , karena iklan ini juga akan bermanfaat bagi masyarakat itu sendiri. Sehingga dari apa yang mereka dapatkan dari iklan tersebut mampu menambah pengetahuan masyatakat serta dapat menyebarkan informasi tersebut kepada saudara atau masyarakat di daerah lain.


(5)

Birowo, M. Antonius, 2004, Metode Penelitian Komunikasi, Yogyakarta, Gitanyali

Effendy, Onong Uchana, 1993, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung

____________, 2003. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya.

Eriyanto, 2000, Metodologi Polling, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya.2004 Jefkins, Frank, 1997, Periklanan, Erlangga, Jakarta.

Kasali, Rhenald, 1992, Manajemen Periklanan Konsep dan Aplikasinya di Indonesia, Jakarta : Pustaka Utama Grafiti.

Malik, Jamaluddin dan Iriantara Yosal, 1994, Komunikasi Persuasi, Penerbit PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.

Mc. Quail, Dennis, 1994, Teori Komunikasi Massa, Suatu Pengantar, Edisi Kedua, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Morrisan, 2004, Jurnalistik TV Mutakhir, Ghalia Indonesia, Jakarta.

Rakhmat, Jalaluddin ,1999, Psikologi Komunikasi, PT. Remaja Rosda Karya, Bandung.

_________, 2004, Psikologi Komunikasi, Penerbit PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.

Sendjaja, Sasa Djuarsa, 1999, Pengantar Komuniksi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Universitas Terbuka.

Singarimbun, Masri dan Sofian Effendy,1989, Metode Penelitian Survai. Yogyakarta, LP3ES.

Sobur, Alex, 2001, Analisis Teks Media, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya.

Sutisna, 2003, Perilaku Konsumen dan Komunikasi Pemasaran, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.

Widyatama, Rendra, 2007, Pengantar Periklanan, Kelompok Penerbit Pinus, Yogyakarta


(6)

Wahyudi, 1996, Komunikasi Massa, PT.Rieneka Cipta, Jakarta NON BUKU :

http://www.stoptrafiking.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=1 &Itemid=3


Dokumen yang terkait

TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG ISI PESAN IKLAN LAYANAN MASYARAKAT VERSI SME TOWER (Studi Deskriptif Tingkat Pengetahuan Masyarakat Surabaya Tentang Isi Pesan Iklan Layanan Masyarakat Versi SME Tower di Televisi).

1 3 82

TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG IKLAN LAYANAN MASYRAKAT ”E-KTP” di TELEVISI (Studi Deskriptif Tingkat Pengetahuan Masyarakat Surabaya Tentang Iklan Layanan Masyrakat ”E-KTP” Di Televisi).

0 0 79

TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG ISI PESAN IKLAN LAYANAN MASYARAKAT “UMKM” (Studi Deskriptif Tingkat Penegtahuan Masyarakat Surabaya Tentang Iklan Layanan Masyarakat ”UMKM” di Televisi).

0 0 82

Tingkat Pengetahuan Masyarakat Tentang Iklan Layanan Masyarakat "Membayar Pajak Dengan Jujur "Di Televisi (studi deskriptif Tingkat Pengetahuan Masyarakat Tentang Iklan Layanan Masyarakat "Membayar Pajak Dengan Jujur "Di Televisi).

0 0 71

TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT SURABAYA TENTANG IKLAN LAYANAN MASYARAKAT WAJIB PAJAK “APA KATA DUNIA” DI TELEVISI ( Studi Deskriptif Tentang Tingkat Pengetahuan Masyarakat Surabaya Terhadap Iklan Layanan Masyarakat Wajib Pajak “Apa Kata Dunia” di Televisi

0 2 101

TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT SURABAYA TENTANG IKLAN LAYANAN MASYARAKAT WAJIB PAJAK “APA KATA DUNIA” DI TELEVISI ( Studi Deskriptif Tentang Tingkat Pengetahuan Masyarakat Surabaya Terhadap Iklan Layanan Masyarakat Wajib Pajak “Apa Kata Dunia” di Televisi

0 0 24

TINGKAT PENGETAHUAN PENGANGGURAN TENTANG IKLAN LAYANAN MASYARAKAT UMKM VERSI BENGKEL (Studi Deskriptif Tingkat Pengetahuan Pengangguran di Surabaya Tentang Iklan Layanan Masyarakat UMKM Versi Bengkel Di Televisi)

0 0 21

TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG IKLAN LAYANAN MASYARAKAT ”TRAFFICKING” (Studi Deskriptif Tingkat Pengetahuan Masyarakat di Surabaya Tentang Iklan Layanan Masyarakat ”Trafficking” di Stasiun Televisi) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Persyara

0 0 24

TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG - TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG IKLAN LAYANAN MASYRAKAT ”E-KTP” di TELEVISI (Studi Deskriptif Tingkat Pengetahuan Masyarakat Surabaya Tentang Iklan Layanan Masyrakat ”E-KTP” Di Televisi)

0 0 20

TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG ISI PESAN IKLAN LAYANAN MASYARAKAT VERSI SME TOWER (Studi Deskriptif Tingkat Pengetahuan Masyarakat Surabaya Tentang Isi Pesan Iklan Layanan Masyarakat Versi SME Tower di Televisi) SKRIPSI

0 0 23