Kulit buah Albumin Karbon tetraklorida

8

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA

A. Kulit buah

P. americana

P. americana berasal dari Amerika Tengah dan tumbuh menyebar di daerah subtropis serta tropis Kate and Lucky, 2009. Bagian dari tanaman P. americana yang banyak dimanfaatkan adalah daging buahnya untuk obat tradisional, bahan pangan, bahan dasar kosmetik BAPPENAS,2000.

1. Taksonomi

Kerajaan : Plantae Tumbuhan Subkerajaan : Tracheobionta Superdivisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliopsida Kelas : Dicotyledoneae Sub Kelas : Magnoliidae Ordo : Laurales Famili : Lauraceae Genus : Persea Spesies : Persea americana Mill. USDA,2014

2. Sinonim

Laurus persea L, Persea drymifolia Schlecht. and cham, Persea gratissima C.F. Gaertn. Persea edulis Raf., Persea nubignenan L.O.Williams L.E. Kopp., Persea gigantean L.O. Williams., Persea gratissima var. macrophylla Meisn., Persea gratissima var. oblonga Meisn., Persea gratissima var. praecox Nees, Persea gratissima var. vulgaris Meisn., Persea pleiogyna Blake, Persea nubigena L. O. Williams, Persea paucitriplinervia Lundell, Persea persea L. Cockerell Lim, 2012.

3. Nama Lain

Malaysia : apukado, avokado, buah mentega Jerman : Alligatorbirne, Avocadobirne Amerika : avocado Inggris : alligator pear, avocado, avocado-pear, butter fruit Indonesia : adpukat, avokad World Agroforestry Centre,2002.

4. Morfologi

Tanaman alpukat merupakan tanaman dengan ukuran medium hingga besar, yang mempunyai ketinggian antara 9-20 m, Alpukat memiliki daun yang hijau sepanjang tahun, meskipun beberapa varietas kehilangan daunnya dalam waktu singkat sebelum berbunga. Daunnya mempunyai panjang 7-41 cm serta mempunyai berbagai macam bentuk oval, lonjong Orwa, Kindt, Jamnadass, Simons, 2009. Daun tumbuh tunggal dengan bentuk bulat panjang dengan tepi rata atau berombak, letak daun agak tegak, dan permukaannya licin sampai agak kasar. Batang berlekuk- lekuk dan bercabang banyak, daun berimbun. Bunga tersusun dalam tandan yang tumbuh dari ujung-ujung ranting. Struktur bunga berkelamin dua hermaphrodite dan pesariannya dibantu oleh lebah madu karena bunganya mempunyai nektar dan staminod yang berfungsi sebagai alat pemikat serangga. Buah alpukat berbentuk bulat pir sampai lonjong oblong, kulitnya licin berbintik kuning dengan ketebalan 1mm- 1,5mm, dan pangkal buah tumpul atau meruncing, tergantung jenis atau varietas. Setiap buah alpukat mengandung satu kulit yang berbentuk jorong dengan ukuran kecil sampai besar. Kulit dapat digunakan sebagai bahan perbanyak generatif Rukmana, 1997

5. Kandungan kimia dan kegunaan

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Arukwe, Amadi, Duru, Agomuo, Adindu, Odika,et al., 2012 menyatakan kandungan kimia dari buah serta kulit buah serta daun P. americana antara lain fenol, saponin, flavonoids. Penelitian Vinha, Moreira, Sergio dan Barreira 2013 menyatakan bahwa kandungan senyawa pada kulit buah P. americana meliputi alkaloid, triterpenoid, tannin, flavonoid, fenolik, dan karotenoid. Penelitian Hutapea 2001, menyatakan buah dan daun P. americana mengandung saponin, alkaloid dan flavonoid. Buah mengandung tanin dan daun mengandung polifenol, kuersetin. Flavonoid dapat mencegah kerusakan oksidatif sel, mempunyai aktifitas perlindungan dan anti kanker yang kuat melawan tahap dalam karsinogenesis Salah, Miller, Pangauga, Bolwell, Rice, Evans, 1995. Daging buah tanaman P. americana biasanya digunakan untuk mengobati sariawan Hutapea, 2001. Alhassan, Sule, Atiku, Wudil, Abubakar, Mohammed 2012 melaporkan bahwa ekstrak air dari biji P. americana mempunyai peran sebagai efek antidiabetik.

B. Albumin

Albumin merupakan faktor penting dalam menentukan tekanan onkotik darah ; juga terlibat dalam transportasi berbagai zat endogen seperti bilirubin tak terkonjugasi, hormon dan zat eksegon termasuk obat; efek antioksidan dan antiinflamasi Evans, 2002; Quinlan,Martin,Evans 2005; Lee, 2012. Albumin didistribusikan ke intravaskular sebanyak 40 sedangkan 60 nya didistribusikan ke bagian ekstravaskular Belfort, Soade Foley, Phelan and Dildy, 2010. Albumin diproduksi oleh hati kira-kira 12 g albumin per hari yang merupakan kira-kira 25 dari total sintesa protein hati Supriyanta, 2012. Apabila disfungsi hepatoselular berlangsung lama maka akan menyebabkan kadar protein plasma akan menurun. Dalam hal ini maka penurunan kadar albumin dan kenaikan kadar globulin merupakan perubahan fraksi protein yang paling banyak terjadi pada penyakit hati. Secara teratur kadar albumin serum menurun bila penyakit hati berlangsung lebih dari 3 minggu Lopa, Rusli, Arif, Hardjoeno, 2007. Sirosis merupakan penyakit hati yang menimbulkan berbagai gangguan fungsi hati, salah satunya yaitu gangguan sintesis albumin yang akan menyebabkan penurunan albumin Hasan dan Indra, 2008. Sintesa albumin dimulai di dalam nukleus, gen ditranskripsikan ke dalam messenger ribonukleic acid mRNA. mRNA disekresikan ke dalam sitoplasma, dimana albumin berikatan dengan ribosom, membentuk polysome yang mensintesa preproalbumin. Preproalbumin merupakan molekul albumin dengan asam amino yang disambung pada terminal N yang mana sambungan asam amino ini akan memberi isyarat penempatan preproalbumin ke dalam membran retikulum endoplasma RE. Ketika berada di dalam lumen retikulum endoplasma, asam amino akan memecah, menyisakan albumin albumin dengan asam amino yang tersisa. Proalbumin merupakan bentuk intraseluler yang utama dari albumin. Proalbumin kemudian dikirim ke aparatus golgi, dimana 6 sambungan asam amino dipindahkan sebelum albumin disekresi oleh hepatosit Bangun, 2008.

C. Hati

1. Anatomi dan fisiologi hati

Hati adalah kelenjar yang paling besar dalam tubuh manusia dengan berat 1500 gram atau 1,5 kg. Bagian superior dari hati cembung dan terletak di bawah kubah kanan diafragma Baradero, Siswadi, dan Ester, 2008. Hati merupakan organ yang memainkan peranan penting selama proses metabolis Stine dan Brown, 1996. Hati memiliki peran, diantaranya yaitu sebagai fungsi sintesis pembentukan lemak, protein, faktor pembekuan, glukosa, dan garam empedu; fungsi ekskresi pengeluaran garam empedu dan bilirubin; fungsi penyimpanan protein, lemak, dan glukosa, vitamin serta mineral; fungsi detoksifikasi Cahyono, 2009. Dalam hal sekresi, hati memproduksi empedu yang berperan dalam emulsifikasi dan absorpsi lemak. Hati mempertahankan homeostatik gula darah, akan menyimpan glukosa dalam bentuk glikogen dan mengubahnya kembali menjadi glukosa jika diperlukan tubuh. Organ ini juga akan menyintesis protein plasma dan faktor-faktor pembekuan darah serta bilirubin dari produk penguraian hemoglobin dan mensekresinya ke dalam empedu. Pada proses detoksifikasi, hati melakukan inaktivasi hormone dan detoksifikasi toksin dan obat Slonane, 2003. Hati seluruhnya diliputi oleh capsula fibrosa namun ada juga yang tidak diliputi oleh peritoneum visceral, yakni suatu daerah pada facies posterior yang melekat langsung pada diafragma; disebut area kanan omentum minus membungkus bersama vena porta hepatis, arteria hepatica dan ductus choledochus Gambar 1 Widjaja, 2009. Hati menerima darah teroksigenasi dari arteri hepatika dan darah yang tidak teroksigenasi tetapi kaya akan nutrient dari vena portal hepatika Sloane,2003 . Arteri hepatika yang keluar dari aorta dan memberikan seperlima darahnya pada hati, yang mana darah tersebut memiliki kejenuhan oksigen 95-100 persen. Vena porta yang terbentuk dari vena lienalis dan vena mesenterika superior memberikan empat perlima darahnya ke hati, yang mempunyai kejenuhan oksigen 70 persen. Vena hepatika mengembalikan darah dari hati ke vena kava inferior Pearce, 2009. Hati dibagi menjadi dua bagian yaitu lobus kanan dan lobus kiri Sloanane, 2003. Ukuran lobus kanan hati biasanya lebih besar dari lobus kirinya Gambar 2, dan memiliki tiga bagian yakni lobus kanan atas, lobus kaudatus, lobus kuadratus. Ligamen falsiform Gambar 2 memisahkan lobus kanan dan lobus kiri Sloanane, 2003. Gambar 1. Struktur dasar hati Tortora dan Derrickson, 2008 Gambar 2. Anatomi hati dilihat dari atas Pearce,2009 Hati tersusun dari sel-sel yang mempunyai bentuk atau pola heksagonal yang khas atau yang disebut dengan lobulus. Sel epitel yang dikenal dengan nama hepatosit akan berhubungan dengan vena central Stine dan Brown, 1996. Dari beberapa deretan sel-sel hati yang berbentuk seperti sinar, ada sinusoid yang membawa darah dari cabang-cabang vena porta dan arteria hepatika ke vena hepatika. Di dinding sinusoid terdapat sel fagosit sel Kupffer yang akan menelan eritrosit dan leukosit yang mati, mikroorganisme, dan benda asing. Sel hati kemudian menghasilkan empedu yang kemudian dialirkan melalui kanalikuli Baradero dkk., 2008.

2. Hepatotoksisitas

Jenis-jenis kerusakan hati meliputi; antara lain : a. Nekrosis. Nekrosis atau yang dikenal dengan istilah kematian sel hati merupakan akibat dari adanya kerusakan sel akut secara tidak terkontrol yang biasanya ditandai dengan hancurnya inti, adanya kebocoran serta pembengkakan sel yang kemudian ditambah dengan masuknya sel-sel radang Sudiana, 2008. b. Steatosis Steatosis merupakan respon umum akibat paparan akut hepatotoksin kecuali parasetamol. Pada umumnya steatosis yang diinduksi oleh zat beracun bersifat reversibel dan tidak menyebabkan kematian Treinen dan Moslem, 2001. Selain itu, perlemakan hati dapat berasal dari peningkatan sintesis atau esterifikasi lemak, penurunan asam oksdiasi lemak, sekresi lipoprotein, kelebihan pasokan asam lemak bebas ke hati, gangguan pada siklus trigliserida Gregus dan Klaaseen, 2001. Steatosis sebagai akibat dari terakumulasinya butir lemak trigliserida di dalam hepatosit Robbins Cotran, 2005. c. Sirosis Sirosis adalah penyakit kronis difus yang disertai nekrosis hepatosit, fibrosis hati, dan regenerasi nodul hati disertai kekacauan arsitektur hati. Penyebab dari penyakit ini antara lain pajanan obat, hepatitis virus, kongessti, alkohol Sacher dan Mc Pherson, 2004. Penyakit ini menimbulkan berbagai gangguan fungsi hati, salah satunya yaitu gangguan sintesis albumin Hasan dan Indra, 2008. Pada sirosis, area hati yang rusak dapat menjadi permanen dan menjadi sikatriks. Darah tidak dapat mengalir dengan baik pada jaringan hati yang rusak dan hati mulai menciut, serta menjadi keras. Sirosis tidak dapat disembuhkan, sehingga pengobatan dilakukan untuk mengatasi kompliasi yang terjadi seperti mata kuning, keluar darah pada feses serta muntah dan koma hepatikum. Untuk mendeteksi adanya sirosis hati ini dapat dilakukan pemeriksaan enzim SGOT-ALT, waktu protombin dan protein Albumin- Globulin elektroforesis rasio Albumin-Globulin terbalik Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, 2007. d. Kolestasis dan Jaundice. Kolestasis adalah kegagalan hati untuk mengekskresikan bilirubin, yang menyebabkan ikterus bila kadar bilirubin serum melebihi 2 mg100mL Sabiston, 1995. Kolestasis yang merupakan keadaan akibat kegagalan produksi danatau pengeluaran empedu. Kolestasis yang telah lama diderita dapat menyebabkan gagalnya penyerapan lemak dan vitamin A,D,E,K oleh usus, juga adanya penumpukan asam empedu bilirubin dan kolesterol di hati. Jaundice yaitu keadaan adanya kelebihan bilirubin dalam sirkulasi darah dan penumpukan pigmen empedu pada kulit, membrane mukosa dan bola mata. Gejala ini timbul ketika kadar bilirubin total dalam darah melebihi 3 mgdL Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, 2007. Berdasarkan penjelasan mengenai ketiga macam kerusakan hati di atas, maka yang kerusakan hati sirosis adalah yang berpengaruh terhadap terjadinya penurunan kadar albumin.

D. Karbon tetraklorida

Gambar 3. Struktur kimia karbon tetraklorida Pubchem, 2014 Karbon tetraklorida Gambar 3 yang merupakan golongan halogen,alifatik mempunyai bau khas, berbentuk cair serta tidak berwarna Badan Pengawas Obat dan Makanan,2014. Dahulunya karbon tetraklorida digunakan sebagai cairan pembersih baik itu dalam skala rumah tangga ataupun dalam skala industry, karena sifatnya yang tidak mudah terbakar juga maka karbon tetraklorida digunakan untuk pemadam kebakaran U.S Departement of Health and Human Services, 2005. Karbon tetraklorida CCl 4 lazim dipakai sebagai penginduksi kerusakan hati sehingga sering digunakan ketika pengujian aktivitas hepatoprotektor suatu zat Panjaitan, Handharyani, Chairul, Masriani, Zakiah, Manalu, 2007. Alasan hati menjadi target utama pada ketoksikan karbon tetraklorida karena ketoksikannya tergantung pada aktivasi metabolism oleh sitokrom P-450 CYP2EI Timbrell, 2008. Pada bagian sentrilobular dan daerah tengah hati terjadi penghancuran sitokrom P-450. Senyawa ini selektif untuk isoenzim tertentu, sedangkan pada tikus selektif untuk CYP2E1, sedangkan untuk isoenzim lain seperti CYP1A1 tidak berpengaruh. Ketersediaan jumlah oksigen akan mempengaruhi penghacuran CYP2E1, ketika jumlah oksigen yang tersedia lebih banyak maka penghancuran akan menjadi lebih besar Timbrell, 2008. Gambar 4. Mekanisme oksidasi dan biotransformasi karbon tetraklorida Timbrell,2000. Hepatotoksik yang ditimbulkan oleh CCl 4 disebabkan oleh senyawa hasil metabolism yang bersifat radikal bebas. Senyawa radikal bebas tersebut adalah CCl 3 ● dan kemudian akan diubah menjadi triklorometilperoksi CCl 3 O 2 ● yang bersifat lebih reaktif Gambar 4 Hodgson, 2010. Triklorometil CCl 3 ● dengan oksigen akan membentuk radikal triklorometilperoksi nantinya akan menyerang lipid membran retikulum endoplasma dengan kecepatan yang melebihi radikal bebas triklorometil menyebabkan peroksidasi lipid yang akan mengganggu homeostatis Ca 2+ sampai akhirnya menyebabkan kematian sel Shanmugasundaram dan Venkataraman, 2006. Peroksidasi lipid rekasi berantai Gambar 5 yaitu dengan penambahan oksigen radikal yang menyebabkan kerusakan oksidatif dari asam lemak tak jenuh PUFA serta menghasilkan reaksi berantai yang akan dihentikan dengan adanya produk pemecah lipid seperti lipid alkohol, aldehid serta malondialdehid Repetto, Semprine, dan Boveris, 2012 ; Timbrell,2008. Gambar 5. Mekanisme peroksidasi lipid Ayala et al., 2014 Tahap pertama allilik hidrogen peroksidan akan membentuk karbon radikal yang berpusat pada lipid, karbon radikal ini cenderung stabil oleh adanya penataan ulang molekul pada diena terkonjugasi. Tahap propagasi, lipid radikal cepat beraksi dengan oksigen untuk membentuk lipid peroksi radikal langkah kedua, hidrogen dari molekul lipid lain akan menghasilkan lipid hidroperoksida dan radikal lipid Ayala, Muńoz, Argüelles, 2014

E. Etanol

Dokumen yang terkait

Pengaruh pemberian jangka panjang dekokta kulit Persea americana Mill. terhadap kadar albumin pada tikus jantan terinduksi karbon tetraklorida.

0 1 8

Pengaruh pemberian jangka pendek ekstrak etanol kulit buah persea americana Mill. terhadap aktivitas enzim alkali fosfatase pada tikus terinduksi karbon tetraklorida.

1 5 96

Pengaruh pemberian jangka pendek ekstrak etanol kulit buah Persea americana Mill. terhadap kadar albumin pada tikus terinduksi karbon tetraklorida.

0 0 96

Pengaruh pemberian jangka panjang infusa kulit buah Persea americana Mill. terhadap kadar albumin tikus jantan galur wistar terinduksi karbon tetraklorida.

0 3 84

Efek hepatoprotektif pemberian jangka pendek ekstrak etanol kulit buah Persea americana Mill. terhadap aktivitas ALT-AST pada tikus terinduksi karbon tetraklorida.

0 0 112

Pengaruh pemberian jangka pendek dekok kulit buah persea americana Mill terhadap kadar albumin pada tikus terinduksi karbon tetraklorida.

0 0 8

Pengaruh pemberian jangka pendek dekokta kulit Persea americana Mill. terhadap aktivitas alkali fosfatase pada tikus terinduksi karbon tetraklorida.

0 1 8

Pengaruh pemberian jangka panjang ekstrak etanol kulit Persea americana Mill. terhadap kadar albumin pada hati tikus terinduksi karbon tetraklorida.

0 1 91

Efek hepatoprotektif jangka pendek ekstrak metanol biji persea americana mill. terhadap tikus terinduksi karbon tetraklorida.

0 12 130

Pengaruh pemberian jangka panjang ekstrak etanol kulit Persea americana Mill. terhadap kadar albumin pada hati tikus terinduksi karbon tetraklorida

0 1 89