Efek hepatoprotektif jangka pendek ekstrak metanol biji persea americana mill. terhadap tikus terinduksi karbon tetraklorida.

(1)

i INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan adanya efek hepatoprotektif jangka pendek ekstrak methanol-air biji Persea americana pada tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida dan melihat waktu pemberian ekstrak yang paling efektif dengan melihat aktivitas alanine aminotransferase dan aspartate aminotransferase.

Penelitian merupakan penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Tikus dibagi secara acak dalam 6 kelompok perlakuan. Kelompok I sebagai kontrol negatif diberikan olive oil dosis 2ml/kg BB. Kelompok II sebagai kontrol perlakuan diberikan ekstrak metanol-air biji P.americana dosis 350 mg/kgBB. Kelompok III sebagai kontrol hepatotoksin diberikan karbon tetraklorida dosis 2ml/kg BB. Kelompok IV, V dan VI sebagai kelompok perlakuan yang diberikan ekstrak metanol-air biji Persea americana dosis 350 mg/kg BB secara peroral kemudian secara berturut – turut pada jam 1, 4 dan 6 setelah pemberian ekstrak metanol-air dilakukan pemejanan karbon tetraklorida dosis 2 ml/kg BB secara intraperitoneal kemudian diambil darahnya pada jam ke-24 melalui sinus orbitalis untuk dilakukan penetapan aktivitas ALT dan AST serum. Data aktivitas ALT dan AST serum dianalisis secara statistik dengan menggunakan ANOVA satu arah dan Scheffeuntuk data yang terdistribusi normal dan Kruskall-Wallis dan Mann-Whitney untuk distribusi data yang tidak normal.

Pemberian ekstrak metanol-air biji P.americana pada jam ke-1,4 dan 6 memberikan efek hepatoprotektif yang berbeda signifikan antar kelompok dengan persen hepatoprotektif secara berturut turut adalah sebesar 67,7 ; 92,5 dan 101% . Waktu pemberian paling efektif diberikan pada perlakuan jam ke-6.

Kata kunci :Persea americana Mill. , hepatoprotektif, karbon tetraklorida, alanine aminotransferase (ALT), aspartate transaminasee (AST)


(2)

ii ABSTRACT

The purpose of the research is to prove the hepatoprotective effect of methanol-water extract of Persea americana seed in short-term to male Wistar rate induced by carbon tetrachloride and to get the effective time of methanol-water extract use that gives the most effective effect for reducing activity alanine aminotransferase dean aspartate aminotransferase.

The research was pure esperimental with direct sampling design. Rats devided randomly into six groups. First group (negative control) was given olive oil

2ml/kgBW. Second group (extract control P.americana seed) was given methanol-water extract of P.americana seed 350 mg/kg BW. Third group (hepatotoxin control) was given carbon tetrachloride 2ml/kg BW. Fouth, fifth and sixth group were given methanol-water extract of P.americana seed dose 350 mg/kg BW orally and then 1 hour, 4 and 6 hours after gave the treatment, groups were given suspension of carbon tetrachloride dose 2ml/kg BW intraperitoneally. After 24 hours, blood was taken from sinus orbitalis eyes for measuring ALT-AST serum activity. ALT and AST serum data were statistically analized with one way ANOVA and Scheffe for normal distribution data and Kruskall-Wallis and Mann-Whitney for abnormal distribution data.

The result showed that used of methanol-water extract of P.americana seed for 1,4 and 6 hours were significantly different each other with hepatoprotective effect were 67,7 ; 92,5 and 101% respectively. The most effective time was showed in 6 hours treatment.

Keywords: Persea americana Mill. , hepatoprotective, carbon tetrachloride, alanine aminotransferase (ALT), aspartate transaminase (AST)


(3)

i

EFEK HEPATOPROTEKTIF JANGKA PENDEK EKSTRAK

METANOL BIJI

Persea americana

Mill. TERHADAP TIKUS

TERINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Farmasi

Diajukan oleh :

Maria Malida Vernandes Sasadara NIM : 108114102

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

(5)

(6)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

“Dan apa saja yang kamu minta dalam doa

dengan penuh kepercayaan,

kamu akan menerimanya”

Matius 21:22

Dengan penuh syukur, saya mempersembahkan segala keberhasilan di setiap lembar kertas ini

kepada Yesus dan Bunda Maria tercinta kepada Ayah Bunda dan saudara - saudari terkasih kepada sahabat - sahabat terbaik serta kepada semua orang yang diikatkan Tuhan dalam kehidupan saya

Maria Malida Vernandes Sasadara

“Jadilah garam dan terang dunia”


(7)

(8)

(9)

vii PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Efek Hepatoprotektif Jangka Pendek Ekstrak Metanol Biji Persea americana Mill. Terhadap Tikus Terinduksi Karbon Tetraklorida” ini dengan baik. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penyelesaian skripsi ini tentunya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Oleh karena itu penulis hendak mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Ipang Djunarko,M.Sc.,Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

2. Ibu Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt., selaku Dosen Pembimbing skripsi ini atas segala kesabaran untuk selalu membimbing, memberi motivasi, dan memberi masukan kepada penulis dalam menyusun skripsi ini.

3. dr.Fenty,M.Kes.,Sp.PK dan Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si selaku Dosen Penguji skripsi atas bantuan dan masukkan kepada penulis demi kemajuan skripsi ini.

4. Ibu Rini Dwiastuti, M.Si., Apt., selaku Kepala Penanggung Jawab Laboratorium Fakultas Farmasi yang telah memberi izin dalam penggunaan fasilitas laboratorium Farmakologi-Toksikologi,


(10)

viii

Farmakognosi-Fitokimia dan Farmasi Fisika demi terselesaikannya skripsi ini.

5. Pak Parjiman selaku laboran Laboratorium Farmakologi-Toksikologi, Pak Heru selaku laboran Laboratorium Biofarmasetika-Farmakokinetika, Pak Kayat selaku laboran Laboratorium Biokimia, dan Pak Wagiran selaku laboran Laboratorium Farmakognosi-Fitokimia, serta Pak Andri selaku laboran di kebun obat, atas segala bantuan dan kerja sama selama di laboratorium.

6. Ayah, Bunda, Saudara-saudariku Mbak Dede dan Sasa yang telah mendukung dari awal sampai akhir penelitian ini, terima kasih atas doa, dukungan semangat dan perhatiannya, juga Fluffy serta Naruto atas eksistensinya yang menjaga semangatku tetap menyala.

7. Rekan – rekan penelitian tim biji alpukat Yudhytha Anggarhani Quraisyin, Angelia Rosari, Robert Dwijantara Putra, Liana Risha Gunawan, Priscilla Diana Vivi Vionita, Rotua Winata Nopelia Silitonga, Komang Ayu Nopitasari, Inneke Devi Permatasari, Adrienne Roma Alphayovita, Gideon Krisnadi Yoseph, Ni Luh Putu Dian Prawita Putri, Lydia Setiawan, Irene dan Ike Kumalasari.

8. Teman – teman seperjuangan dan teman-teman terbaik Ribka Alvianita, Brigitta Lynda, Maria Dyah Kartika, Anastasia Ika, Arellia Oktaviori, Yudhytha Anggarhani, Angelia Rosari, Agriva Devaly, Evan Gunawan, Stefanus Indra, Anggun Indah, Lukas Surya, Cornelia Melinda, Juana Merianti, Desi Irwanta, Theresia Nurida, Sherly Damima, Antonio


(11)

ix

Leonardo, Suryo Halim, Christian Januari Pratama, Djanuar Davidzon Pah, Reza Pahlevi Adisaputra dan semua teman – teman FKK B 2010, terima kasih untuk kebersamaan kita.

9. Teman-teman anggota Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Farmasi periode 2013-2014 dan Wakil Gubernur Maria Gabriela Roswita dan Febianta Octora Bangun yang juga adalah sahabat-sahabat baik yang selalu bersedia menjadi tempat curahan hati.

10.Pihak-Pihak lain yang turut membantu penulis namun tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa setiap manusia tidak ada yang sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya kritik, saran dan masukan demi kemajuan di masa yang akan datang. Semoga tulisan ini dapat memiliki manfaat sekecil apapun bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang kefarmasian, serta semua pihak, baik mahasiswa, lingkungan akademis, maupun masyarakat.

Yogyakarta,


(12)

x DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PRAKATA ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

INTISARI ... xix

ABSTRACT ... xx

BAB I. PENGANTAR A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Keaslian Penelitian... 4

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Tujuan Penelitian ... 5 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA


(13)

xi

1. Sinonim ... 7

2. Nama Daerah ... 7

3. Klasifikasi... 7

4. Kandungan ... 8

5. Khasiat dan Kegunaan ... 8

B. Hati 1. Anatomi dan Fisiologi Hati ... 9

2. Kerusakan Hati ... 13

C. Hepatotoksin ... 17

D. Karbon Tetraklorida ... 18

E. Metanol ... 22

F. Metode Ekstraksi ... 23

G. Alanin Aminotransferase dan Aspartate Transaminase ... 24

H. Landasan Teori ... 25

I. Hipotesis ... 26

BAB III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 27

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 27

1. Variabel Utama ... 27

2. Variabel Pengacau ... 28

3. Definisi Operasional... 28

C. Subjek dan Bahan Penelitian ... 29


(14)

xii

2. Bahan Utama ... 29

3. Bahan Kimia... 29

D. Alat Penelitian ... 32

E. Tata Cara Penelitian ... 32

1. Determinasi serbuk biji P.americana ... 32

2. Pengumpulan bahan uji ... 33

3. Pembuatan serbuk biji P.americana ... 33

4. Penetapan kadar air pada serbuk kering biji P.americana ... 33

5. Pembuatan ekstrak metanol-air biji P.americana ... 34

6. Pembuatan larutan Natrium-Carboxy Methyl Cellulosa (CMC-Na) 1% ... 35

7. Pembuatan suspensi ekstrak ekstrak metanol-air biji P. americana dalam CMC-Na 1% ... 35

8. Pembuatan larutan karbon tetraklorida (CCl4) konsentrasi 50% ... 36

9. Uji pendahuluan ... 36

a. Penetapan dosis hepatotoksik karbon tetraklorida ... 36

b. Penetapan waktu pencuplikan darah ... 37

10.Pengelompokan dan perlakuan hewan uji ... 37

11.Pembuatan serum ... 38

12.Pengukuran aktivitas ALT dan AST serum ... 38

F. Tata Cara Analisis Hasil ... 39

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penyiapan Bahan ... 40


(15)

xiii

1. Hasil determinasi tanaman ... 40

2. Pembuatan serbuk biji P.americana ... 41

3. Penetapan kadar air serbuk biji P.americana ... 42

B. Hasil Penimbangan Bobot Ekstrak Metanol-Air Biji P.americana ... 42

C. Uji Pendahuluan ... 44

1. Penentuan dosis hepatotoksik ... 44

2. Penentuan dosis ekstrak metanol-air biji P.americana ... 45

3. Penentuan waktu pencuplikan darah ... 45

D. Efek Hepatoprotektif Jangka Pendek Ekstrak Metanol-Air Biji P.americana Terhadap Tikus Jantan Terinduksi Karbon Tetraklorida ... 49

1. Kontrol negatif ... 50

2. Kontrol perlakuan ... 52

3. Kontrol hepatotoksin ... 54

4. Perlakuan Jangka Pendek Ekstrak Metanol-Air Biji P.americana Terhadap Tikus Terinduksi Karbon Tetraklorida ... 55

E. Rangkuman Pembahasan ... 61

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 64

B. Saran ... 64

DAFTAR PUSTAKA ... 65

LAMPIRAN ... 71


(16)

xiv DAFTAR TABEL

Tabel 1. Aktivitas ALT dan AST serum setelah pemberian karbon

tetraklorida dosis 2 ml/kg BB pada selang waktu 0, 24 dan 48 jam ... 46 Tabel II. Hasil uji statistik aktivitas ALT serum setelah pemberian karbon

tetraklorida dosis 2 ml/kg BB pada waktu pencuplikan darah jam

ke-0, 24 dan 48 ... 47 Tabel III. Hasil uji statistik aktivitas AST serum setelah pemberian karbon

tetraklorida dosis 2 ml/kg BB pada waktu pencuplikan darah jam

ke-0, 24 dan 48 ... 48 Tabel IV. Pengaruh perlakuan jangka pendek ekstrak metanol-air biji

P.americana dosis 350mg/kgBB berdasarkan aktivitas ALT dan AST serum pada beberapa variasi waktu terhadap hepatotoksisitas

karbon tetraklorida ... 50 Tabel V. Aktivitas ALT dan AST pada pemberian olive oil 2ml/kgBB pada

jam ke-0 dan 24 ... 51 Tabel VI. Hasil uji statistik aktivitas ALT dan AST serum setelah

pemberian olive oil dosis 2 ml/kg BB pada pencuplikan darah jam

ke-0 dan 24 ... 51 Tabel VII. Hasil uji statistik perlakuan jangka pendek ekstrak metanol-air

biji P.americana dosis 350 mg/kgBB berdasarkan aktivitas serum


(17)

xv

Tabel VIII. Hasil uji statistik perlakuan jangka pendek ekstrak metanol-air biji P.americana dosis 350 mg/kgBB berdasarkan aktivitas serum

AST serum pada beberapa variasi waktu ... 56 Tabel IX. Data Purata dan Standar Error Aktivitas Serum ALT/AST pada

jam 0, 24 dan 48 ... 75 Tabel X. Hasil uji statistik aktivitas ALT serum setelah pemberian karbon

tetraklorida dosis 2 ml/kg BB pada waktu pencuplikan darah jam

ke-0, 24 dan 48 ... 80 Tabel XI. Hasil uji statistik aktivitas AST serum setelah pemberian karbon

tetraklorida dosis 2 ml/kg BB pada waktu pencuplikan darah jam

ke-0, 24 dan 48 ... 81 Tabel XII. Data Purata dan Standar Error Aktivitas ALT dan AST serum

kelompok kontrol negatif (olive oil 2ml/kgBB) pada jam ke-0 dan

24 ... 81 Tabel XIII. Data pengaruh perlakuan jangka pendek ekstrak metanol-air biji

P.americana dosis 350 mg/kgBB berdasarkan aktivitas ALT dan AST serum pada variasi waktu 1, 4 dan 6 jam terhadap

hepatotoksisitas karbon tetraklorida ... 85 Tabel XIV. Hasil uji statistik perlakuan jangka pendek ekstrak metanol-air

biji P.americana dosis 350 mg/kgBB berdasarkan aktivitas ALT


(18)

xvi

Tabel XV. Hasil uji statistik perlakuan jangka pendek ekstrak metanol-air biji P.americana dosis 350 mg/kgBB berdasarkan aktivitas serum

AST pada beberapa variasi waktu ... 104 Tabel XVI. Hasil penetapan kadar air serbuk biji P.americana ... 106


(19)

xvii DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Anatomi hati ... 9

Gambar 2. Struktur unit fungsional hati (lobulus) ... 11

Gambar 3. Struktur kimia karbon tetraklorida ... 18

Gambar 4. Mekanisme biotransformasi dan oksidasi karbon tetraklorida ... 19

Gambar 5. Struktrur kimia metanol ... 22

Gambar 6. Diagram batang rata-rata aktivitas ALT serum sel hati tikus setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 ml/kg BB pada selang waktu 0, 24 dan 48 jam ... 46

Gambar 7. Diagram batang rata-rata aktivitas AST serum sel hati tikus setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 ml/kg BB pada selang waktu 0, 24 dan 48 jam ... 47

Gambar 8. Diagram batang rata-rata pengaruh perlakuan jangka pendek pemberian ekstrak metanol-air terhadap hepatotoksisitas karbon tetraklorida dilihat dari aktivitas serum ALT ... 57

Gambar 9. Diagram batang rata-rata pengaruh perlakuan jangka pendek pemberian ekstrak metanol-air terhadap hepatotoksisitas karbon tetraklorida dilihat dari aktivitas AST serum ... 58

Gambar 10. Biji P.americana Mill. ... 72


(20)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Foto biji P.americana. ... 72

Lampiran 2. Foto ekstrak metanol-air biji P.americana ... 72

Lampiran3. Perhitungan Persen Rendemen Ekstrak Metanol-Air biji P.americana ... 72

Lampiran 4. Surat Determinasi Tanaman Biji P.americana ... 73

Lampiran 5. Surat Ethical Clearence ... 74

Lampiran 6. Hasil Uji Statistik Orientasi Pencuplikan Darah ... 75

Lampiran 7. Hasil Uji Statistik Kelompok Kontrol Negatif ... 81

Lampiran 8. Hasil Uji Statistik aktivitas ALT serum tikus jantan setelah praperlakuan ekstrak metanol-air biji P.americana pada jam ke-1,4 dan 6 ... 85

Lampiran 9. Perhitungan konversi dosis untuk manusia ... 104

Lampiran 10. Perhitungan Efek Hepatoprotektif ... 105

Lampiran 11 . Konversi waktu tikus ke manusia ... 105

Lampiran 12. Perhitungan penetapan kadar air pada serbuk biji P.americana ... 106


(21)

xix INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan adanya efek hepatoprotektif jangka pendek ekstrak methanol-air biji Persea americana pada tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida dan melihat waktu pemberian ekstrak yang paling efektif dengan melihat aktivitas alanine aminotransferase dan aspartate transaminase.

Penelitian merupakan penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Tikus dibagi secara acak dalam 6 kelompok perlakuan. Kelompok I sebagai kontrol negatif diberikan olive oil dosis 2ml/kg BB. Kelompok II sebagai kontrol perlakuan diberikan ekstrak metanol-air biji P.americana dosis 350 mg/kgBB. Kelompok III sebagai kontrol hepatotoksin diberikan karbon tetraklorida dosis 2ml/kg BB. Kelompok IV, V dan VI sebagai kelompok perlakuan diberikan ekstrak metanol-air biji Persea americana dosis 350 mg/kg BB secara peroral kemudian secara berturut-turut pada jam ke-1, 4 dan 6 setelah pemberian ekstrak metanol-air dilakukan pemejanan karbon tetraklorida dosis 2 ml/kg BB secara intraperitoneal lalu diambil darahnya pada jam ke-24 melalui sinus orbitalis untuk dilakukan penetapan aktivitas ALT dan AST serum. Data aktivitas ALT dan AST serum dianalisis secara statistik dengan menggunakan ANOVA satu arah dan Scheffe untuk data yang terdistribusi normal dan Kruskall-Wallis dan Mann-Whitney untuk data yang terdistribusi tidak normal.

Pemberian ekstrak metanol-air biji P.americana pada jam ke-1,4 dan 6 memberikan efek hepatoprotektif yang berbeda signifikan antar kelompok dengan persen hepatoprotektif secara berturut turut adalah sebesar 67,7 ; 92,5 dan 101%. Waktu pemberian paling efektif diberikan pada perlakuan jam ke-6.

Kata kunci :Persea americana Mill. , hepatoprotektif, karbon tetraklorida,


(22)

xx ABSTRACT

The purpose of the research is to prove the hepatoprotective effect of methanol-water extract of Persea Americana Mill. seed in short-term to male Wistar rate induced by carbon tetrachloride and to get the effective time of methanol-water extract use that gives the most effective effect for reducing alanine aminotransferase dean aspartate transaminase activity.

The research is pure experimental study using completely randomized design. Rats divided randomly into six groups. First group (negative control) was given olive oil 2ml/kgBW. Second group (extract control P.americana seed) was given methanol-water extract of P.americana seed 350 mg/kg BW. Third group (hepatotoxin control) was given carbon tetrachloride 2ml/kg BW. Fourth, fifth and sixth group were given methanol-water extract of P.americana seed dose 350 mg/kg BW orally and then 1 hour, 4 and 6 hours after gave the treatment, groups were given suspension of carbon tetrachloride dose 2ml/kg BW intraperitoneally. After 24 hours, blood was taken from sinus orbitalis eyes for measuring ALT-AST serum activity. ALT and AST serum data were statistically analyzed with one way ANOVA and Scheffe for normal distribution data and Kruskall-Wallis and Mann -Whitney for abnormal distribution data.

The result showed that used of methanol-water extract of P.americana seed for 1,4 and 6 hours were significantly different each other with hepatoprotective effect were 67,7 ; 92,5 and 101% respectively. The most effective time was showed in 6 hours treatment.

Keywords: Persea americana Mill. , hepatoprotective, carbon tetrachloride,


(23)

BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang Penelitian

Hati merupakan organ dengan peranan yang penting dalam mempertahankan hidup dan dalam hampir setiap proses metabolisme dalam tubuh (Price and Wilson, 2005). Faktor-faktor yang dapat memicu kerusakan pada hati adalah induksi obat, infeksi virus dan reaksi imunologi (Williamson, David, dan Fred 1996).

Penyakit hati kini telah menjadi salah satu fokus utama WHO dalam meningkatkan kesehatan global. WHO (2009) melaporkan bahwa pada tahun 2004 kanker hati mengakibatkan kematian pada 610.000 orang. Sekitar 1,4 juta kasus kematian di tahun 2010 disebabkan karena penyakit hati. Di Afrika, 90% anak terinfeksi virus hepatitis A pada usia 10 tahun. Di Asia Tenggara, 14 juta penduduk terinfeksi hepatitis E dan 50 juta penduduk terinfeksi hepatitis C kronis (WHO, 2013). Menurut Hasan, Gani, dan Machmud (cit., Farrell, George, Hall dan McCullough, 2005), 30% penduduk Indonesia mengalami perlemakan hati non-alkoholik. Pada tahun 2012, Indonesia tidak menerapkan suatu sistem pengawasan khusus terhadap virus hepatitis dan tidak memiliki kebijakan nasional terkait pemberian vaksin hepatitis A. Kebijakan terkait pencegahan transmisi hepatitis B dari ibu ke anak dan strategi khusus untuk mencegahan hepatitis B dan C belum ditetapkan di Indonesia (WHO, 2013). Survei yang dilakukan pada 975 orang di kota Depok menunjukkan bahwa perlemakan hati memiliki prevalensi


(24)

yang paling tinggi diantara penyakit tidak menular lainnya seperti diabetes, hipertensi, batu empedu dan lain-lain. Prevalensi yang ditunjukkan memiliki angka lebih tinggi dibandingkan dengan di negara – negara lain seperti Amerika, Kanada, Italia maupun Jepang (Machmud, 2000).

Tumbuh-tumbuhan dapat menjadi suatu alternatif pengobatan yang dilakukan untuk mencegah bahkan mengobati penyakit (Donatus, 2001). Indonesia sebagai negara dengan biodiversitas tinggi memiliki 30.000 jenis tumbuhan dan 7.000 di antaranya merupakan tanaman obat (Sampurno, 2003). Persea americana Mill. atau yang disebut sebagai alpukat di Indonesia adalah salah satu tanaman yang berkhasiat dalam pengobatan. Ekstrak metanol buah P.americana diketahui memiliki efek sebagai hepatoprotektor pada kerusakan hati yang disebabkan karena toksisitas akut parasetamol. Mekanisme proteksi diperoleh dari aktivitas antioksidan buah P.americana (Yasir, Das, dan Kharya, 2010). P.americana memiliki khasiat sebagai antioksidan yang diperoleh dari kandungan fenolnya. Menurut Williams (cit., Bashandy dan AlWasel, 2011), antioksidan banyak didistribusikan dalam buah-buahan dan bermanfaat dalam memberikan proteksi tubuh terhadap hepatotoksisitas.

Senyawa fenolik yang banyak diperhatikan yaitu tanin terhidrolisa, flavonoid dan tanin terkondensasi (Subroto dan Saputro, 2006). Pada ekstrak metanol biji P.americana ditemukan kandungan fitokimia berupa flavonoid, tanin terkondensasi, antosianin, alkaloid, dan triterpen (Leite et al., 2009). Yuko dan Jun (2003) melaporkan bahwa aktivitas antioksidan yang potensial ditemukan pada ekstrak metanol biji P.americana.


(25)

Bentuk sediaan yang digunakan pada penelitian ini yaitu ekstrak metanol-air. Yasir, et al. (2010) membuktikan bahwa ekstrak metanol buah P.americana memiliki efek hepatoprotektif. Kandungan fenolik terutama flavonoid pada tumbuhan merupakan senyawan poten yang larut dalam air dan memiliki aktivitas antioksidan yang baik. Biji buah P.americana mengandung sekitar 1,90 mg flavonoid pada 100g serbuk biji (Arukwe et al., 2012). Oleh karena itu, dengan penggunaan pelarut penyari metanol-air, diharapkan dapat diperoleh senyawa antioksidan.

Salah satu senyawa yang dapat digunakan sebagai senyawa model dalam kerusakan hati adalah karbon tetraklorida (CCl4). Karbon tetraklorida bersifat toksik bagi tubuh terutama bagi organ hati, ginjal, dan sistem saraf pusat (United States Environment Protection Agency, 2007). Kerusakan pada hati tikus setelah penginduksian karbon tetraklorida pertama kali dilaporkan pada tahun 1936 (Amartya, Parthaa, Upal, dan Shibnath, 2009) dan secara luas telah digunakan dalam penelitian (Handa and Sharma, 1990). Karbon tetraklorida dimetabolisme oleh sitokrom P-450 pada retikulum endoplasma dan mitokondria dengan membentuk radikal bebas oksidatif reaktif •CCl3O (Deshwal,Sharma dan Sharma, 2011). Karbon tetraklorida menyebabkan perubahan pada lemak sebagai manifestasi adanya kerusakan pada hati (Deshwal, et al, 2011).

Keberadaan antioksidan pada biji P.americana diharapkan dapat memberikan efek proteksi bagi hati pada toksisitas karbon tetraklorida. Eksplorasi terhadap tanaman P.americana memang telah banyak dilakukan, namun eksplorasi terhadap biji buah P.americana belum banyak dilakukan


(26)

terutama di Indonesia. Penelitian dilakukan secara jangka pendek untuk melihat waktu pemberian ekstrak paling efektif. Oleh karena itu, penelitian efek hepatoprotektif jangka pendek ekstrak metanol-air biji P.americana pada tikus jantan terinduksi karbon tetraklorida menarik untuk diteliti.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah pemberian ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill. dalam penggunaan jangka pendek dapat memberikan efek hepatoprotektif pada tikus terinduksi karbon tetraklorida dengan melihat adanya penurunan aktivitas alanine aminotransferase (ALT) dan aspartate transaminase (AST) serum ? 2. Berapakah waktu paling efektif ekstrak metanol-air biji Persea americana

Mill. penggunaan jangka pendek dalam memberi efek hepatoprotektif pada tikus terinduksi karbon tetraklorida ?

C. Kaslian Penelitian

Penelitian menggunakan biji P.americana pernah dilakukan oleh Arukwe et al. (2012), melaporkan kandungan fitokimia pada biji P.americana. Leite et al. (2009) melaporkan bahwa pada ekstrak metanol-air biji P.americana terdapat kandungan fitokimia berupa flavonoid, antosianin, tanin terkonsendasi, alkaloid dan triterpen. Kate dan Lucky (2009) melaporkan bahwa biji P. americana dapat secara signifikan menurunkan tekanan darah, kadar kolesterol, glukosa, urea, sodium dan memiliki kecenderungan berfungsi sebagai antihipertensi dan penurun kolesterol. Berdasarkan penelusuran pustaka, efek hepatoprotektif jangka pendek


(27)

ekstrak metanol-air biji P.americana terhadap tikus terinduksi karbon tetraklorida belum pernah dilakukan.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu kefarmasian dalam penggunaan tanaman obat terutama penggunaannya sebagai hepatoprotektor jangka pendek.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai waktu efektif pemberian ekstrak metanol-air biji P.americana sebagai hepatoprotektor.

E. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Membuktikan adanya efek hepatoprotektif pemberian jangka pendek ekstrak metanol-air biji P.americana pada tikus jantan terinduksi karbon tetraklorida dengan melihat penurunan aktivitas ALT dan AST serum.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui penurunan aktivitas ALT dan AST serum akibat pemberian jangka pendek ekstrak metanol-air biji P.americana pada tikus jantan yang terinduksi karbon tetraklorida.


(28)

b. Mengetahui waktu efektif pemberian ekstrak metanol-air biji P.americana pada penggunaan jangka pendek dalam memberikan efek hepatoprotektif pada tikus jantan yang terinduksi karbon tetraklorida.


(29)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tanaman Persea americana Mill

1. Sinonim

Laurus persea L, Persea drymifolia Schlecht. and cham, Persea gratissima Gaertn.f., Persea nubigena (Yasir et al., 2010).

2. Nama Daerah

Indonesian: adpukat, avokad, apuket, alpukat ; Malaysia : apukado, avocado ; Thailand : awokado ; Filipino: avocado ; Vietnam : bo,lê dâù

(Yasir et al., 2010). 3. Klasifikasi

Kingdom : Plantae Subkingdom : Tracheobionta Super Divisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Sub Kelas : Magnoliidae

Ordo : Laurales

Famili : Lauraceae

Genus : Persea

Spesies : Persea americana Mill. (Yasir et al., 2010).


(30)

4. Kandungan

Biji P.americana mengandung 13,6% tanin dan 13,25% kanji. Asam amino yang dilaporkan terdapat pada minyak biji yaitu asam kaprik 0,6% ; miristat 1,7% ; palmitat 23,4% ; stearat 8,7% ; oleat 15,1% ; linoleat 24,1% ; dan linolenat 2,5%. Biji kering P.americana mengandung 1,33% lilin kuning yang mengandung sterol dan asam-asam organik. Biji dan akar mengandung antibiotik yang dapat mencegah terjadinya cacat pada makanan (Kate dan Lucky, 2009).

Kandungan fitokimia lainnya yang dilaporkan terdapat pada biji P.americana adalah triterpen, asam lemak, dimer flavonol, proantosianidin dan asam absisat, sedangkan ekstrak metanol biji P.americana mengandung flavonoid, antosianin, tanin terkondensasi, alkaloid, dan triterpen (Leite et al., 2009). Arukwe et al. (2012) melaporkan bahwa pada 100 gram biji P.americana mengandung 19,21 mg saponin ; 0,24 mg tanin ; 1,90 mg flavonoid ; 0,06 mg glikosida sianogenik ; 0,72 mg alkaloid ; 6,14 mg fenol dan 0,09 mg steroid.

5. Khasiat dan kegunaan

Bagi tubuh, secara signifikan P.americana dapat menurunkan tekanan darah pada keadaan hipertensi dan mereduksi kadar kolesterol, glukosa, urea dan sodium (Kate dan Lucky, 2009). Kandungan fitokimia pada P.americana juga dapat digunakan sebagai antifungi dan larvasidal (Leite et al., 2009), antiinflamasi, antikanker, antihipertensi, analgesik, dan antioksidan (Arukwe et al., 2012).


(31)

Dalam penelitiannya, Asaolu et al. (2010) menyatakan bahwa terjadi penurunan level kolesterol, trigliserida, dan low density lipoprotein cholesterol yang signifikan setelah pemberian ekstrak metanol biji P.americana pada tikus yang diberikan kolesterol secara akut. Ekstrak metanol biji P.americana dapat menjadi suplemen yang efektif bagi pasien hiperglikemi.

B. Hati 1. Anatomi dan Fisiologi Hati

Hati merupakan kelenjar terbesar dan salah satu yang terumit dalam tubuh manusia dengan berat rata-rata sekitar 1.500 gram atau sekitar 2% dari berat badan orang dewasa normal. Hati adalah organ lunak dan lentur yang dicetak oleh struktur sekitarnya. Hati terletak di bagian kanan bawah diafragma dan sebagian di sebelah kiri bawah. Organ ini melindungi pankreas, ginjal kanan, lambung dan usus (Price and Wilson, 2005).


(32)

Hati memiliki empat lobus yaitu sebuah lobus kanan yang lebih besar dibandingkan lobus kiri (Gambar 1) dan dua lobus lainnya adalah lobus kaudatus dan kuadratus yang berada di permukaan posterior (Nurachmah dan Angriani, 2011). Permukaan atas hati yang berbentuk cembung terletak di bawah diafragma dan permukaan bawah yang tidak rata memperlihatkan lekukan. Permukaan hati dilintasi oleh pembuluh-pembuluh darah. Belahan kanan dan kiri atas dipisahkan oleh fisura falsiformis (Pearce, 2009).

Fungsi hati dapat dibagi dalam dua kategori umum. Pertama, hati terlibat dalam proses zat-zat yang diabsorbsi, baik nutrien maupun toksin. Dalam hal ini hati bertanggung jawab terhadap metabolisme berbagi zat yang dihasilkan pencernaan dan absorpsi makanan dari usus. Kedua, hati memiliki fungsi eksokrin penting yang terlibat dalam produksi asam empedu dan cairan alkali yang digunakan untuk pencernaan dan absorpsi lemak dan untuk netralisasi asam lambung, pemecahan dan produksi produk-produk buangan metabolisme setelah pencernaan, detoksifikasi zat-zat beracun atau berbahaya, dan ekskresi produk buangan dan detoksifikasi zat-zat di empedu (Ward,Clarke and Linden, 2009).

Hati menerima 25% dari curah jantung meskipun memiliki berat hanya 2% berat badan. Total aliran darah hepatik sebesar 100 – 300 ml/menit per 100 gram berat hati atau 30 ml/menit per kilogram berat badan. Seperlima hingga sepertiga aliran darah hepatik disuplai oleh arteri hepatika dan sekitar dua pertiga suplai darah hepatik adalah darah vena porta hepatika (Lautt, 2009).


(33)

Hati merupakan suatu kumpulan besar sel reaktan kimia dengan laju metabolisme yang tinggi, saling memberikan substrat dan energi dari satu sistem metabolisme ke sistem yang lain, mengolah dan menyintesis berbagai zat yang diangkut ke daerah tubuh lainnya, dan melakukan berbagai fungsi metabolisme lain. Medium kimia yang aktif dari hati dikenal kemampuannya dalam melakukan detoksifikasi atau ekskresi berbagai obat-obatan (Guyton and Hall, 2007).

Gambar 2. Struktur unit fungsional hati (lobulus) (Sherwood, 2011). Hati tersusun atas unit-unit fungsional yang dikenal sebagai lobulus, yaitu susunan jaringan berbentuk heksagonal yang mengelilingi satu vena sentral (Gambar 2). Di setiap enam sudut luar lobulus terdapat tiga pembuluh cabang arteri hepatika, cabang vena porta hepatika dan duktus biliaris. Darah dari cabang arteri hepatika dan vena porta hepatika mengalir dari perifer lobulus ke ruang kapiler luas yang disebut sinusoid (Sherwood, 2011). Hati


(34)

manusia memiliki 50.000 sampai 10.000 lobulus silindris dengan panjang beberapa milimeter dan diameter 0,8 sampai 2 milimeter (Guyton dan Hall, 2007).

Sinusoid dibatasi oleh sel fagositik atau sel Kupffer yang merupakan sistem monosit-makrofag dengan fungsi utama adalah menelan bakteri dan benda asing di dalam darah. Lima puluh persen dari semua makrofag dalam hati merupakan sel Kupffer sehingga hati merupakan salah satu organ penting yang berperan dalam pertahanan melawan invasi bakteri dan agen toksik (Price and Wilson, 2005).

Lobulus hati terbentuk mengelilingi sebuah vena sentral yang mengalir ke vena hepatika dan kemudian ke vena kava. Lobulus sendiri dibentuk terutama dari banyak lempeng sel hati yang menyebar dari vena sentral seperti jeruji roda. Masing-masing lempeng sel hati tebalnya dua sel, dan diantara sel yang berdekatan terdapat kanalikuli biliaris kecil yang mengalir ke duktus biliaris di dalam septum fibrosa yang memisahkan lobulus hati yang berdekatan (Guyton dan Hall, 2007).

Sel-sel yang membawa darah menuju hati ini sering bersifat toksik dan tidak membawa oksigen yang memperbesar kemungkinan terjadinya kerusakan hati (Wibowo dan Paryana, 2009). Sekitar sepertiga darah yang masuk adalah darah arteri dan duapertiganya adalah darah vena dari vena porta hepatika. Volume darah total yang melewati hati setiap menitnya adalah 1.500 ml dan dialirkan melalui vena hepatika kanan dan kiri yang selanjutnya bermuara pada vena kava inferior (Price and Wilson, 2005).


(35)

Hati memiliki kemampuan regenerasi yang baik untuk mengembalikan dirinya sendiri setelah kehilangan jaringan hati yang bermakna akibat hepatektomi parsial atau jejas hati akut selama keadaan tersebut tidak menjadi semakin parah oleh adanya infeksi virus atau peradangan. Hepatektomi parsial yang mengambil 70% bagian hati menyebabkan lobulus yang tersisa membesar dan mengembalikan dirinya ke ukuran sebelumnya. Selama regenerasi, hepatosit diperkirakan mengalami replikasi sebanyak satu atau dua kali dan setelah mencapai ukuran dan volume hati sebelumya, hepatosit kembali kepada keadaan semulanya (Guyton dan Hall, 2007).

2. Kerusakan Hati

Hati memiliki kemampuan regenerasi yang baik untuk memperbaiki dirinya pada keadaan hepatektomi parsial yang mengambil 70% bagian hati (Guyton dan Hall, 2007). Resiko klinis yang paling parah dari penyakit hati disebabkan oleh kegagalan hati yang dapat terjadi secara tiba-tiba dan menjadi kerusakan hati yang paling besar (Kumar, Contran, Ramzi, Robbins, dan Stanley, 1992).

Kerusakan sel hati dapat dibagi dalam dua jenis yaitu kerusakan hati akut dan kronik (Zimmerman, 1999).

a. Kerusakan hati akut

Kerusakan hati akut umumnya disebabkan karena adanya sel nekrosis massif akut yang dapat disebabkan karena infeksi viral, obat -obatan atau senyawa kimia yang merusak hati. Kerusakan yang terjadi


(36)

pada kasus nekrosis hati ditandai dengan adanya penyakit kuning, hipoglikemia, gangguan elektrolit dan asam-basa, enselophati hati, sindrom hepatorenal, dan kenaikan serum enzim (ALT, AST, LDH) (Chandrasoma and Taylor, 1995).

b. Kerusakan hati kronik

Kerusakan sel hati kronik dapat merupakan manifestasi dari nekrosis, fibrosis dan regenerasi nodular. Efek yang terjadi pada kerusakan sel hati kronik dapat berupa penurunan sintesis albumin yang menimbulkan rendahnya tingkat serum albumin, edema dan efusi, penurunan tingkat protrombin dan faktor VII, IX, dan X yang dihasilkan saat terjadi luka, hipertensi portal, peradangan hati, sindrom hepatorenal dan perubahan sistem endokrin yang disebabkan oleh gangguan metabolisme beberapa hormon dan fetor hepatikum (Chandrasoma and Taylor, 1995).

Senyawa toksik menyebabkan berbagai jenis efek toksik pada sel hati. Jenis kerusakan yang dapat ditimbulkan antara lain :

a. Perlemakan Hati (Steatosis)

Diagnosis steatosis menjadi positif apabila terjadi kelebihan lipid sebanyak 5 – 10% pada hati (Reddy and Rao, 2006). Masuknya senyawa toksik ke dalam tubuh dalam jumlah yang cukup akan menimbulkan terbentuknya lipid yang terakumulasi dalam hepatosit. Peningkatan jumlah senyawa toksik yang terpapar ke dalam tubuh akan meningkatkan lipid yang terakumulasi sehingga menciptakan gelembung-gelembung


(37)

besar dan meluas hingga ke tepi hati (Kumar, Abbas, Fausto dan Mitchell, 2007).

Pada steatosis terjadi akumulasi lipid yang abnormal terutama dalam bentuk trigliserida pada hepatosit yang merupakan akibat berlebihnya suplai asam lemak dari jaringan adiposa. Pada keadaan ini terjadi gangguan pelepasan trigliserida dari hati ke plasma. Gangguan ini dapat disebabkan karena beberapa hal yaitu adanya gangguan pada sintesis protein atau pada konjugasi trigliserida dan lipoprotein, gangguan pada transfer VLDL melalui membran sel, penurunan sintesis fosfolipid, gangguan β-oksidasi lipid di mitokondria, dan energi yang tidak memadai (Hodgson, 2010).

b. Nekrosis

Nekrosis hati adalah keadaan terjadinya kematian pada hepatosit dan umumnya merupakan kerusakan akut. Kematian sel hati terjadi bersama dengan pecahnya membran plasma. Nekrosis hati merupakan suatu manifestasi toksik yang berbahaya tetapi tidak selalu kritis karena hati memiliki kapasitas cadangan yang baik (Lu, 1995).

Nekrosis hati dapat ditandai dengan adanya pembengkakan sel, kebocoran dan hancurnya inti serta masuknya sel – sel radang. Komponen zat toksis mempengaruhi lokasi terjadinya nekrosis dan dapat menyebar pada area lain pada hati (Treinen dan Moslen, 2001). Pada nekrosis, enzim terlarut keluar dari sel hepatosit yang rusak dan masuk ke aliran darah (Greim and Snyder, 2008).


(38)

c. Kolestasis

Kolestasis terjadi akibat berkurangnya aktivitas sekresi empedu pada membran kanalikulus (Lu,1995). Kolestasis menimbulkan sindroma klinik ikterus seperti gatal, peningkatan transaminase, peningkatan fosfatase alkali (Price dan Wilson, 2005). Banyak jenis bahan kimia termasuk logam, hormon dan obat-obatan menyebabkan keloestasis (Gregus dan Klaaseen, 2001).

d. Sirosis

Sirosis ditandai oleh adanya septa kolagen yang tersebar di sebagian besar hati. Sirosis hati berasal dari nekrosis sel tunggal karena kurangnya mekanisme perbaikan dari sel hati yang menyebabkan aktivitas fibroblastik dan pembentukan jaringan parut fibrotik (Lu, 1995). Jaringan parut fibrotik membagi massa hati yang masih baik menjadi nodul–nodul dengan hepatosit yang masih beregenerasi. Fibrosis dapat berkembang menjadi sirosis yang bersifat irreversible dan biasanya merupakan hasil paparan berulang zat kimia beracun seperti alkohol (Gregus dan Klaaseen, 2001)


(39)

C. Hepatotoksin

Obat dan senyawa yang dapat menimbulkan kerusakan hati diklasifikasikan dalam dua tipe, yaitu :

a. Hepatotoksin teramalkan (tipe A)

Pada tipe ini, obat atau senyawa dalam jumlah yang cukup dapat menimbulkan efek toksik pada sebagian besar orang yang menelan obat atau senyawa tersebut. Hepatotoksin teramalkan bergantung pada dosis pemberian. Contoh dari hepatotoksin ini adalah parasetamol dan karbon tetraklorida (Forrest, 2006).

Proses terjadinya toksisitas dikenal sebagai toksisitas-intrinsik, dan aksinya dapat terjadi secara langsung atau tidak langsung. Secara langsung, obat induk atau bentuk metabolitnya langsung berikatan dengan komponen membran sel dan merusak sel hati beserta seluruh organelnya, seperti ditunjukkan oleh karbon tetraklorida dan parasetamol. Secara tidak langsung, obat induk atau bentuk metabolitnya dapat menimbulkan luka hepatik dengan cara mengganggu jalur metabolik -khas atau mengganggu jalur ekskresi hepatik (Donatus,1992).

b. Hepatotoksin tak teramalkan (tipe B)

Pada tipe ini, obat atau senyawa tidak bersifat toksik pada hati tetapi pemberiannya pada beberapa orang tertentu dapat menimbulkan efek toksik karenanya hepatotoksin ini tidak bergantung pada dosis pemberian. Frekuensi kejadian hanya 1 : 1000 orang. Contoh dari hepatotoksin ini adalah isoniazid dan halotan (Forrest, 2006).


(40)

D. Karbon tetraklorida

Gambar 3. Struktur kimia karbon tetraklorida (U.S. Environmental Protection Agency, 2007).

Karbon tetraklorida (CCl4) (Gambar 3) merupakan senyawa kimia yang dapat menimbulkan perlemakan dan nekrosis pada hati. Pemejanan senyawa ini secara jangka panjang dapat mengakibatkan terjadinya sirosis dan tumor hati juga kerusakan ginjal (Timbrell, 2008). Karbon tetraklorida merupakan hidrokarbon alifatik terhalogenasi dimana sifatnya sangat toksik karena dapat membentuk radikal bebas yang bereaksi dengan banyak asam lemak tak jenuh (Mutschler, 1999).

Karbon tetraklorida sering digunakan sebagai cairan pembersih, dan bahan yang digunakan untuk pemadam kebakaran (Department of Health and Human Services, 2005). Karbon tetraklorida merupakan cairan bening yang sangat mudah menguap dan tidak mudah terbakar. Karbon tetraklorida merupakan senyawa kimia yang dapat menyebabkan karsinogen dan dibuktikan melalui penelitian terhadap hewan uji (Departement of Health and Human Services, 2011). Kerusakan hati pada tikus yang disebabkan oleh karbon tetraklorida pertama kali dipublikasikan pada tahun 1936 (Deshwal et al, 2011) dan secara luas telah banyak digunakan pada berbagai penelitian (Handa and Sharma, 1990).


(41)

Absorpsi karbon tetraklorida dapat terjadi melalui saluran pernapasan, saluran pencernaan dan kulit (Thieness dan Halley, 1972). Efek toksik karbon tetraklorida dapat merusak sistem saraf pusat, hati, ginjal hingga menyebabkan koma dan kematian (Departement of Health and Human Services, 2005).

Gambar 4. Mekanisme biotransformasi dan oksidasi karbon tetraklorida


(42)

Senyawa radikal ini juga mengakibatkan kerusakan pada organela tubuh dan akan menyebabkan nekrosis (Zimmerman, 1978). Skema biotransformasi terjadinya reaksi reduksi dehalogenasi dan reaksi oksidasi dari karbon tetraklorida diperlihatkan pada gambar 4.

Karbon tetraklorida dimetabolisme di dalam tubuh terutama oleh hati. Karbon tetraklorida juga dimetabolisme di organ lainnya dalam tubuh seperti ginjal, paru-paru dan jaringan lainnya yang memiliki sitokrom P-450. Reaksi awal dikatalisasis oleh sitokrom P-450 bergantung nicotinamide adenine dinucleotide phosphate (NADPH) yang dapat diinduksi oleh fenobarbital atau etanol (Deshwal, et al, 2011).

Radikal triklorometil (•CCl3) bergantung pada ketersediaan oksigen dan induksi beberapa jalur alternatif pada kondisi anaerobik atau aerobik. Dalam kondisi anaerobik, radikal triklorometil dapat terdimerisasi membentuk heksakloroetan. Penambahan proton dan elektron pada radikal dapat membentuk kloroform (CHCl3) Radikal triklorometan secara lebih jauh dapat mengalami reduksi dehalogenasi yang dikatalisis oleh sitokrom P-450 membentuk diklorokarben (CCl2) yang dapat berikatan secara ireversibel pada komponen jaringan atau bereaksi dengan air membentuk formyl chloride (HCOCl) yang didekomposisikan menjadi karbon monoksida. Radikal triklorometil dapat berikatan secara langsung pada mikrosomal lipid dan protein (U.S Environmental Protection Agency, 2010).

Dalam keadaan aerob, radikal triklorometil dapat ditangkap oleh oksigen dan membentuk radikal triklorometil peroksi yang dapat berikatan pada jaringan


(43)

protein dan didekomposisikan membentuk phosgene (COCl2) dan bentuk elektrofilik klorin. Radikal triklorometil peroksi adalah pencetus utama peroksidasi lipid yang terjadi pada pemejanan karbon tetraklorida. Phosgene juga dapat berkonjugasi untuk mereduksi glutation membentuk diglutathionyl dithiocarbonate atau dengan sistein membentuk oxothiazolidine carboxylic acid

(U.S Environmental Protection Agency, 2010).

Karbon tetraklorida mampu menyebabkan perlemakan hati dan juga nekrosis sentrilobular. Lipid tersimpan di dalam hati dalam bentuk trigliserida dan dapat terjadi akumulasi jika terjadi ketidakseimbangan di dalam pemasokan, sintesis dan sekresi (Reed, 2001). Penghambatan sintesis protein, gangguan metabolisme fosfolipid atau oksidasi asam lemak di dalam mitokondria mampu menyebabkan steatosis. Karbon tetraklorida menyebabkan steatosis dengan menghambat sintesis protein dan sekresi trigliserida keluar dari hati (Timbrell, 2008).

Mekanisme steatosis diduga terjadi karena adanya pembentukan radikal triklorometil yang menyebabkan terjadinya peroksidasi lemak dimana radikal bebas yang terbentuk berikatan kovalen dengan organela sel kemudian merusak retikulum endoplasma halus yang merupakan tempat aktivitasnya (Timbrell, 2008). Peroksidasi lipid merupakan penyebab utama yang dimulai dengan oksidasi asam lemak tak jenuh yang menghasilkan berbagai macam produk aldehid seperti malondialdehyde (MDA) dan 4-hydroxynoneal (HNE) yang

bersifat toksik terhadap sel dan dapat menuju jaringan tubuh lainnya (Romero et al., 1998). Beberapa efek dari peroksidasi lipid antara lain terpengaruhinya


(44)

integritas struktur lipid pada membran yang menyebabkan kerusakan beberapa struktur, kerusakan membran lisosom hingga pecah dan hilangnya isi organela (Timbrell, 2008).

Steatosis dan nekrosis hati yang disebabkan oleh karbon tetraklorida dapat terjadi secara bersamaan. Karbon tetraklorida secara langsung dapat merusak membran plasma yang menyebabkan hilangnya enzim-enzim intraseluler, elektrolit, dan juga masuknya ion-ion dari luar seperti ion Ca++ yang menyebabkan nekrosis. Bersamaan dengan ini terbentuklah metabolit aktif karbon tetraklorida yaitu radikal triklorometil yang terjadi di retikulum endoplasma sehingga dapat mengganggu transport lipoprotein dan mengakibatkan steatosis. Akumulasi radikal triklorometil dan pembentukan radikal bebas yang baru dapat merusak plasma, mitokondria dan juga lisosom yang kemudian menyebabkan nekrosis (Zimmerman, 1978).

E. Metanol

Gambar 5. Struktrur kimia metanol

(National Center of Biotechnology Information, 2013).

Metanol (metil alkohol) (Gambar 5) memiliki struktur molekul CH3OH. Metanol merupakan golongan senyawa alkohol yang paling sederhana yang berisi


(45)

satu atom karbon. Metanol berupa cairan, tidak berwarna dan memiliki bau khas alkohol (United States Departmen of Energy, 2013). Metanol memiliki nilai polaritas sebesar 5,1 dan termasuk senyawa yang bersifat polar (Byers, 2003). Dalam penyarian, pelarut ini diduga mampu melarutkan hampir semua kompoenen baik polar, semi polar maupun non polar, karenanya metanol banyak digunakan sebagai larutan penyari yang digunakan pada saat maserasi (Al -Ash’ary, Supriyanti, Zackiyah, 2010).

Efek metanol pada kesehatan manusia dan lingkungan bergantung pada banyaknya metanol yang terpejankan. Manusia dapat mengalami kematian saat terpejan metanol dalam jumlah besar. Dalam jumlah kecil metanol tidak menimbulkan kematian tetapi dapat berefek pada sistem saraf manusia (U.S Environmental Protection Agency, 1994).

F. Metode Ekstraksi

Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair yang dibuat dengan penyari simplisia menurut cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya matahari langsung (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2010). Ekstrak diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau hewani dengan menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian rupa hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Departemen Kesehatan RI, 1995).

Maserasi merupakan cara penyarian sederhana yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari akan


(46)

menembus dinding dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif. Zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam dan di luar sel, maka larutan yang terpekat didesak keluar. Peristiwa tersebut terjadi secara berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar dan di dalam sel (Departemen Kesehatan RI, 1986).

G. Alanin Aminotransferase dan Aspartate Transaminase

Alanin aminotransferase (ALT) dan aspartat transaminase (AST) merupakan serum yang sering digunakan untuk melihat kerusakan sel hati. Peningkatan aktivitas ALT serum secara signifikan mendahului terjadinya kenaikan jumlah bilirubin total dan alkaline phosphatase (ALP) (DiPiro, 2008). Saat terjadi nekrosis pada hepatosit, kebocoran pada membran plasma dapat dideteksi dengan menganalisis plasma serum untuk melihat enzim sitosol diantaranya alanine aminotransferase dan aspartate transaminase (Hodgson, 2010).

Alanin aminotransferase (ALT) merupakan enzim yang membantu dalam proses metabolisme protein. Pada keadaan hati yang rusak, jumlah enzim ALT mengalami peningkatan di hati dan kemudian akan terlepas ke aliran darah. Aspartate transaminase (AST) merupakan enzim yang berperan dalam proses metabolisme asam amino alanin. AST merupakan enzim mitokondria dan banyak ditemukan pada hati, otot rangka dan ginjal. ALT merupakan enzim sitosolik yang lebih spesifik untuk hati dibandingkan enzim AST. Peningkatan jumlah


(47)

kedua enzim pada darah dapat mengindikasikan terjadinya kerusakan pada hati atau bahkan nekrosis (Paliwal, Gurjar dan Sharma, 2009).

H. Landasan Teori

Hati merupakan organ yang berperan penting dalam proses metabolisme tubuh. Kerusakan hati dapat timbul karena darah yang dialirkan menuju hati sering bersifat toksik (Wibowo dan Paryana, 2009). Hati memiliki fungsi cadangan yang besar, sehingga kegagalan fungsi hati terjadi saat terdapat penyakit hati yang menyerang hingga 80% organ (Chandrasoma and Taylor, 1995). Alanin aminotransferase (ALT) dan aspartat transaminase (AST) merupakan enzim yang sering digunakan untuk melihat kerusakan sel hati (DiPiro, 2008). ALT merupakan enzim yang berperan dalam proses metabolisme protein sedangkan AST berperan dalam proses metabolisme asam amino alanin . Peningkatan jumlah kedua enzim pada darah dapat mengindikasikan terjadinya kerusakan pada hati atau bahkan nekrosis (Paliwal et al., 2009).

Karbon tetraklorida (CCl4) merupakan senyawa kimia yang dapat menimbulkan perlemakan dan nekrosis pada hati (Hodgson, 2010). Lipid tersimpan di dalam hati dalam bentuk trigliserida dan dapat terjadi akumulasi jika terjadi ketidakseimbangan di dalam pemasokan, sintesis dan sekresi (Reed, 2001). Penghambatan sintesis protein, gangguan metabolisme fosfolipid atau oksidasi asam lemak di dalam mitokondria mampu menyebabkan steatosis. Karbon tetraklorida menyebabkan steatosis dengan menghambat sintesis protein dan sekresi trigliserida keluar dari hati (Timbrell, 2008).


(48)

Persea americana Mill. memiliki khasiat sebagai antioksidan yang diperoleh dari kandungan fenolnya. Menurut Williams (cit.,Bashandy dan AlWasel, 2011), antioksidan banyak didistribusikan dalam buah-buahan dan bermanfaat dalam memberikan proteksi tubuh terhadap hepatotoksisitas. Yuko dan Jun (2003) melaporkan bahwa aktivitas antioksidan yang potensial ditemukan pada ekstrak metanol biji P.americana.

I. Hipotesis

Ekstrak metanol-air biji P.americana dalam penggunaan jangka pendek dapat memberikan efek hepatoprotektif pada tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida.


(49)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian mengenai efek hepatoprotektif pemberian jangka pendek ekstrak metanol-air biji Persea americana Mil. terhadap tikus jantan galur Wistar merupakan penelitian eksperimental murni dengan memberikan perlakuan terhadap sejumlah variabel penelitian. Rancangan penelitian ini termasuk rancangan acak lengkap pola searah.

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

Variabel – variabel yang digunakan pada penelitian ini adalah : 1. Variabel Utama

a. Variabel bebas

Variasi waktu pemberian ekstrak metanol-air biji P.americana dengan dosis 350 mg/kgBB pada tikus jantan galur Wistar yang terinduksi karbon tetraklorida yaitu pada jam ke 1,4 dan 6 sebelum penginduksian hepatotoksin karbon tetraklorida.

b. Variabel tergantung

Nilai aktivitas ALT dan AST serum tikus jantan galur Wistar yang terinduksi karbon tetraklorida setelah pemberian jangka pendek ekstrak metanol-air biji P.americana. Nilai aktivitas ALT dan AST dinyatakan dalam satuan U/L.


(50)

2. Variabel Pengacau

a. Variabel pengacau terkendali

Kondisi hewan uji yaitu tikus jantan galur Wistar, berat badan 150 – 200 gram dan berumur 2 – 3 bulan, frekuensi waktu pemberian ekstrak metanol-air biji P.americana (selama 1, 4, dan 6 jam) dan cara pemberian ekstrak yaitu secara peroral serta bahan biji P.americana diperoleh dari Sumatera Barat pada bulan Januari 2013.

b. Variabel pengacau tak terkendali Kondisi patologis hewan uji. 3. Definisi Operasional

a. Ekstrak metanol-air P.americana

Ekstrak metanol-air biji P.americana adalah ekstrak kental yang diperoleh dengan mengekstraksi serbuk kering biji P.americana seberat 10,0 g yang dilarutkan dalam 100 ml pelarut metanol 70% secara maserasi selama 120 jam dengan sesekali diaduk, kemudian diremaserasi selama 48 jam lalu disaring dengan kertas saring, dievaporasi dan diuapkan dalam oven selama 24 jam pada suhu 50˚C, hingga peroleh ekstrak kental.

b. Efek hepatoprotektif

Efek hepatoprotektif adalah kemampuan ekstrak metanol-air biji P.americana pada dosis 350 mg/kgBB melindungi hati dari hepatotoksin karbon tetraklorida.


(51)

c. Variasi waktu

Yang dimaksud variasi waktu pemberian adalah pemberian ekstrak metanol-air biji P.americana pada hewan uji secara berturut-turut dengan selang waktu 1,4 dan 6jam sebelum penginduksian hepatotoksin karbon tetraklorida.

C. Subjek dan Bahan Penelitian

1. Subjek penelitian

Subjek uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus jantan galur Wistar dengan berat badan 150 – 250 gram dan berumur 2 – 3 bulan yang diperoleh dari Laboratorium Hayati Imono Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Bahan utama

Bahan uji yang digunakan adalah biji P.americana yang diperoleh dari Padang, Sumatera Barat pada bulan Januari 2013.

3. Bahan Kimia

a. Senyawa hepatotoksin yang digunakan adalah karbon tetraklorida E. Merck®, Darmstadt, Germany yang diperoleh dari Laboratorium Kimia Analisis Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Konsentrasi karbon tetraklorida yang digunakan adalah 50% dengan dosis 2ml/kg BB.

b. Pelarut senyawa hepatotoksin yang digunakan adalah olive oil (Bertolli®).


(52)

c. Kontrol negatif yang digunakan adalah olive oil (Bertolli®)

d. Bahan pengektrak serbuk biji alpukat yaitu metanol teknis (PT. Brataco) dengan konsentrasi 99% yang diencerkan hingga konsentrasi 70% menggunakan pengencer aquadest.

e. Bahan pelarut aquadest diperoleh dari Laboratorium Farmakologi Toksikologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

f. Natrium-Carboxymethyl Cellulosa (CMC-Na) sebagai pelarut ekstrak kental dari biji P.americana berupa serbuk, berwarna putih yang diperoleh dari Laboratorium Biofarmasetika Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

g. Blanko pengukuran aktivitas ALT dan AST serum yang digunakan adalah aqua bidestilata yang diperoleh dari Laboratorium Kimia Analisis dan Instrumental Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

h. Reagen DyaSyss untuk mengukur aktivitas serum ALT dan AST berupa reagen SGPT dan SGOT

i. Serum ALT

Reagen serum yang digunakan adalah reagen serum ALT DyaSyss. Komposisi dan konsentrasi dari reagen serum ALT adalah sebagai berikut:

R1: TRIS pH 7,15 140 mmol/L L-Alanine 700 mmol/L


(53)

R2: 2-Oxoglutarate 85 mmol/L NADH 1 mmol/L

Pyridoxal-5-phosphate

FS: Good’s buffer pH 9,6 100 mmol/L Pyridoxal-5-phosphate 13 mmol/L j. Serum AST

Reagen serum yang digunakan adalah reagen serum AST DyaSyss. Komposisi dan konsentrasi dari reagen serum AST adalah sebagai berikut:

R1: TRIS pH 7,65 110 mmol/L L-Aspartate 320 mmol/L

MDH(malatedehydrogenase) 800 U/L LDH(lactatedehydrogenase) 1200 U/L R2: 2-Oxoglutarate 65 mmol/L

NADH 1mmol/L Pyridoxal-5-phosphate

FS: Good’s buffer pH 9,6 100 mmol/L Pyridoxal-5-phosphate 13mmol/L


(54)

D. Alat Penelitian a. Alat pembuatan serbuk kering P.americana

Alat – alat yang digunakan antara lain oven (Memmert), mesin penyerbuk (Retsch) , timbangan elektrik dan ayakan nomor 40.

b. Alat pembuatan ekstrak metanol biji P.americana

Seperangkat alat gelas berupa Bekker glass, erlenmeyer, gelas ukur, labu ukur, cawan porselen, corong Buchner, pipet tetes, batang pengaduk (Pyrex Iwaki Glass®). Mesin penyerbuk Retsch®, ayakan nomor 40, Electric Sieve Shaker Indotest Multi Lab®, timbangan analitik Mettler Toledo®, moisture balance, orbital shaker Optima®, rotary vacuum evaporator IKAVAC®, oven Memmert®.

c. Alat uji hepatoprotektif

Seperangkat alat gelas berupa Bekker glass, gelas ukur, tabung reaksi, labu ukur, pipet tetes, batang pengaduk (Pyrex Iwaki Glass®), timbangan analitik Mettler Toledo®, sentrifuge Centurion Scientific®, vortex Genie Wilten®, spuit injeksi per oral dan syringe 3 cc Terumo®, spuit ip. dan syringe 1 cc Terumo®, pipa kapiler, tabung Eppendorf, Microlab 200 Merck®, stopwatch.

E. Tata Cara Penelitian

1. Determinasi serbuk biji P. americana

Determinasi dilakukan dengan mencocokkan serbuk biji P. americana yang diperoleh dari Padang, Sumatera Barat dengan serbuk biji P. americana


(55)

yang dilakukan secara makroskopis dan mikroskopis. Determinasi dilakukan oleh Yohanes Dwiatamaka, M.Si yang merupakan dosen Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Pengumpulan bahan uji

Bahan uji yang digunakan adalah biji P. americana Mill. yang masih segar dan tidak busuk, diperoleh dari Sumatera Barat pada bulan Januari 2013.

3. Pembuatan serbuk biji P. americana

Biji P. americana dicuci bersih dan dipisahkan dari kulitnya. Setelah itu biji dirajang tipis lalu diangin-anginkan kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 50ºC selama 24 jam untuk mengoptimalkan proses pengeringan. Setelah biji benar-benar kering, biji dihaluskan dan diayak dengan ayakan nomor 40. Pengayakan dilakukan agar kandungan fitokimia yang terkandung dalam biji Persea americana Mill. lebih mudah tersekstrak karena luas permukaan spesifik yang kontak dengan pelarut semakin besar.

4. Penetapan kadar air pada serbuk kering biji P. americana

Serbuk kering biji P. americana yang sudah diayak, dimasukkan sebanyak ± 5 gram ke dalam alat moisture balance kemudian diratakan. Bobot serbuk kering biji tersebut ditetapkan sebagai bobot sebelum pemanasan (bobot A), setelah itu dipanaskan pada suhu 1100C. Serbuk kering biji P.americana yang sudah dipanaskan ditimbang kembali dan dihitung sebagai bobot setelah pemanasan (bobot B). Kemudian dilakukan perhitungan


(56)

terhadap selisih bobot A terhadap bobot B yang merupakan kadar air serbuk biji P. americana.

5. Pembuatan ekstrak metanol-air biji P.americana

Ekstrak metanol-air biji P.americana adalah ekstrak kental yang diperoleh dengan mengekstraksi serbuk kering biji P.americana seberat 10,0 g yang dilarutkan dalam 100 ml pelarut metanol 70% secara maserasi selama 120 jam (5 hari) dengan sesekali diaduk, kemudian diremaserasi selama 48 jam (2 hari). Maserasi dilakukan dalam erlenmeyer bersumbar kaca dan dilakukan pada suhu kamar. Perbandingan jumlah serbuk dan pelarut adalah 1 : 10. Selama proses maserasi, campuran serbuk dan pelarut digojog selama 1 menit setiap harinya dan didiamkan dalam ruangan gelap dan ditutup. Setelah dilakukan perendaman, hasil maserasi kemudian disaring menggunakan corong Buchner yang dilapisi kertas saring sehingga diperoleh filtrat dengan bantuan pompa vakum. Filtrat hasil saringan dipindahkan dalam labu alas bulat untuk dievaporasi dengan mengunakan vacuum rotary evaporator pada suhu 70 – 900C untuk menguapkan cairan penyari pada proses maserasi. Hasil evaporasi dituangkan dalam cawan porselen yang telah ditimbang sebelumnya agar mempermudah perhitungan rendemen ekstrak yang akan diperoleh kemudian dipekatkan dengan menggunakan penangas air pada suhu 70 – 800C. Penimbangan terhadap ekstrak dilakukan setiap harinya hingga diperoleh bobot ekstrak tetap. Ekstrak kental disimpan di dalam desikator hingga saat akan digunakan.


(57)

Rendemen ekstrak = berat cawan ekstrak kental – berat cawan kosong Rata-rata rendemen =

Konsentrasi ekstrak didapat dari hasil rata-rata bobot ekstrak. Konsentrasi yang digunakan adalah konsentrasi pekat yang dapat dibuat. Pada konsentrasi yang digunakan tersebut ekstrak dapat dimasukkan dan dikeluarkan dari spuit oral. Cara pembuatannya adalah dengan melarutkan ekstrak setiap cawan dalam labu ukur 5 ml dengan pelarut yang sesuai (CMC Na 1%). Sehingga konsentrasi ekstrak dapat ditetapkan

6. Pembuatan larutan Natrium-Carboxy Methyl Cellulosa (CMC-Na) 1%

Larutan CMC-Na 1% dibuat dengan cara menimbang 5 gram CMC-Na serbuk yang telah digerus dalam mortar dan stamper terlebih dahulu. Serbuk kemudian ditaburkan secara merata di permukaan 200 mL aquadest di dalam gelas kimia dan ditunggu hingga semua serbuk terbasahi, tanpa pengadukan. Setelah semua serbuk CMC-Na terbasahi maka dilakukan pengadukan hingga seluruh CMC-Na larut. Larutan CMC-Na kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 500 ml dan ditambahkan aquadest hingga batas tanda.

7. Pembuatan suspensi ekstrak metanol-air biji P.americana dalam CMC-Na 1%

Suspensi ekstrak metanol-air biji P. americana dibuat dengan konsentrasi 7%. Sebanyak 3,5 g ekstrak metanol-air biji P. americana ditimbang secara seksama. Kemudian dilarutkan dengan menggunakan larutan CMC-Na 1% hingga terlarut keseluruhan dan dimasukkan ke dalam


(58)

labu takar 50 mL dan ditambah dengan larutan CMC-Na 1% hingga batas tanda, selanjutnya digojog hingga homogen.

8. Pembuatan larutan karbon tetraklorida (CCl4) konsentrasi 50%

Larutan CCl4 dalam olive oil dibuat dengan cara melarutkan 25 ml CCl4 dalam labu takar 50 ml kemudian ditambahkan dengan olive oil hingga tanda, lalu digojog hingga homogen. Pengambilan CCl4 dilakukan dengan menggunakan pipet gondok 25 ml.

9. Uji pendahuluan

a. Penetapan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida

Pemilihan dosis CCl4 dilakukan untuk mengetahui dosis CCl4 yang mampu menyebabkan kerusakan pada hati tikus yang ditandai dengan peningkatan aktivitas ALT dan AST serum. Dosis hepatotoksin yang digunakan dalam penelitian ini didasarkan pada hasil orientasi yang telah dilakukan. Dosis hepatotoksin yang digunakan memberikan peningkatan aktivitas ALT dan AST serum paling tinggi pada hasil orientasi.

Menurut Janakat dan Al-Merie (2002) dosis karbon tetraklorida sebesar 2 ml/kg BB menginduksi kerusakan hati pada tikus jantan galur Wistar. Dosis tersebut mampu merusak sel-sel hati pada tikus jantan yang ditunjukkan melalui peningkatan aktivitas ALT dan AST tetapi tidak menimbulkan kematian pada hewan uji.


(59)

b. Penetapan waktu pencuplikan darah

Penetapan waktu pencuplikan darah ditentukan melalui orientasi pada tiga kelompok perlakuan waktu, yaitu pada jam ke-0 sebelum pemejanan karbon tetraklorida, jam ke-24 dan 48 setelah pemejanan karbon tetraklorida. Setiap kelompok perlakuan terdiri dari 5 hewan uji yang pengambilan darahnya dilakukan melalui pembuluh sinus orbitalis mata.

Pada tikus yang terinduksi karbon tetraklorida yang dilarutkan dalam olive oil dengan perbandingan 1 : 1 pada dosis 2 ml/kgBB mencapai aktivitas ALT serum maksimal pada jam ke-24 setelah pemberian dan mulai menurun pada jam ke-48 (Janakat dan Al-Merie, 2002).

10. Pengelompokkan dan perlakuan hewan uji

Hewan uji tikus jantan galur Wistar sejumlah 30 ekordibagi secara acak dalam 6 kelompok sama banyak. Kelompok I (kelompok kontrol negatif) diberi olive oil dosis 2ml/kgBB secara intraperitoneal, Kelompok II (kontrol perlakuan) diberikan ekstrak metanol-air biji P.americana dosis 350 mg/kgBB secara peroral kemudian diambil darahnya pada jam ke-6 setelah pemberian ekstrak. Kelompok III (kontrol hepatotosin) diberi karbon tertraklorida yang dilarutkan dalam olive oil (1:1) dengan dosis 2 ml/kgBB secara intraperitoneal. Kelompok IV, V dan VI (kelompok perlakuan) diberi ekstrak metanol-air biji P. americana dosis 350 mg/kgBB, kemudian secara berturut-turut pada jam ke-1, 4 dan 6 setelah pemberian ekstrak metanol-air


(60)

dilakukan pemberian hepatotoksin karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB. Pada jam ke-24 setelah pemberian karbon tetraklorida, semua kelompok diambil darahnya pada daerah sinus orbitalis mata untuk penetapan aktivitas ALT dan AST serum.

11. Pembuatan serum

Darah diambil melalui sinus orbitalis mata hewan uji dan ditampung dalam tabung eppendrof dan didiamkan selama 15 menit, lalu disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm selama 15 menit, lalu dipisahkan dari bagian supernatannya.

12. Pengukuran aktivitas ALT dan AST serum

Micro vitalab 200 adalah alat yang digunakan untuk mengukur aktivitas ALT dan AST serum pada serum hewan uji. Sebelum melakukan pengukuran sampel, alat divalidasi dengan menggunakan serum kontrol kontrol Roche/Hitachi Cobas C series. Kisaran nilai ALT serum kontrol Roche/Hitachi Cobas C series adalah 26,2-41,8 U/L dan AST 35,4-56,6 U/L. Aktivitas enzim diukur pada panjang gelombang 340 nm, suhu 370 C. Aktivitas serum ALT dinyatakan dalam U/L. Pengukuran aktivitas serum ALT dilakukan di laboratorium Biokimia, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Pengukuran aktivitas ALT dan AST serum dilakukan dengan mencampur 100 l serum dengan 1000 l reagen I, kemudian divortex selama 5 detik, didiamkan selama 2 menit, setelah itu dicampur dengan 250 l reagen II, kemudian divortex selama 5 detik dan dibaca serapan setelah 1 menit.


(61)

F. Tata Cara Analisis Hasil

Data aktivitas ALT dan AST serum diuji dengan Kolmogorov-Smirnov

untuk mengetahui distribusi data tiap kelompok hewan uji. Apabila didapat distribusi data yang normal maka analisis dilanjutkan dengan analisis pola searah (One Way ANOVA) dengan taraf kepercayaan 95% untuk mengetahui perbedaan masing-masing kelompok. Sebelum dilakukan uji one way ANOVA data diuji homogenitasnya dengan Levene Test. Apabila memenuhi syarat maka uji hipotesis one way ANOVA dapat dilakukan, sedangkan apabila tidak memenuhi syarat, hipotesis diuji dengan menggunakan Kruskall Wallis. Uji hipotesis one way ANOVA yang telah dilakukan kemudian dilanjutkan dengan uji Scheffe untuk melihat perbedaan masing-masing antar kelompok bermakna (signifikan) (p<0,05) atau tidak bermakna (tidak signifikan) (p>0,05).Bila didapatkan distribusi tidak normal, maka dilakukan analisis dengan uji Kruskal Wallis untuk mengetahui perbedaan aktivitas ALT dan AST antar kelompok. Setelah itu dilanjutkkan dengan uji Mann Whitney untuk mengetahui perbedaan tiap kelompok.

Perhitungan persen efek hepatoprotektif terhadap hepatotoksin karbon tetraklorida diperoleh dengan rumus:

purata ALT − purata ALT � � − purata ALT perlakuan − purata ALT � �


(62)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan membuktikan khasiat ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill. sebagai hepatoprotektor tikus yang terinduksi hepatotoksin karbon tetrakloridan (CCl4) dengan pemberian jangka pendek. Agar tujuan tersebut dapat tercapai, maka dilakukan serangkaian pengujian. Aktivitas alamin aminotransferase (ALT) dan aspartate transaminase (AST) serum tikus yang diteliti dijadikan tolak ukur kuantitatif pengujian tersebut.

A. Penyiapan Bahan

1. Hasil determinasi tanaman

Determinasi tanaman ini dilakukan untuk membuktikan kebenarannya bahwa tanaman yang digunakan sebagai hepatoprotektor dalam penelitian ini adalah benar biji P.americana Mill. sehingga tidak terjadi kesalahan dalam penyiapan bahan. Determinasi dilakukan pada serbuk biji buah P. americana yang diperoleh dari Padang, Sumatera Barat pada bulan Januari 2013.

Determinasi dilakukan di Laboratorium Farmakognosi-Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Determinasi dilakukan dengan mencocokkan serbuk biji P. americana dari sampel yang diperoleh dari Padang, Sumatera Barat dengan serbuk biji P. americana yang diperoleh dari Jawa, dilakukan secara makroskopis dan mikroskopis. Determinasi secara makroskopis dilakukan dengan membandingkan warna, rasa dan aroma, sedangkan secara


(63)

mikroskopis dilakukan dengan membandingkan amilum dan parenkim endosperm.

Pada determinasi makroskopis, terdapat sedikit variasi warna pada kedua bahan yang dibandingkan, sedangkan rasa, aroma dan ciri-ciri lain yang ditemukan dari kedua bahan menunjukkan adanya kesamaan. Berdasarkan determinasi mikroskopis, kedua bahan dinyatakan sama meskipun diduga ada penambahan amilum jangung atau singkong pada sampel. Hasil determinasi yang diperoleh menyatakan bahwa serbuk biji P. americana yang diperoleh dari Padang, Sumatera Barat adalah benar merupakan serbuk P. americana.

2. Pembuatan serbuk biji P. americana

Pembuatan serbuk biji P. americana diawali dengan pengambilan biji P.americana, kemudian dilakuan pencucian dan pensortiran biji sesuai dengan langkah-langkah pembuatan simplisia. Pencucian bertujuan supaya biji yang diperoleh bebas dari kotoran dan debu. Penyortiran dilakukan supaya biji yang digunakan adalah biji yang masih segar dan tidak busuk. Biji P. americana kemudian dipisahkan dari kulitnya lalu dirajang tipis dan diangin-anginkan. Biji kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 50ºC selama 24 jam untuk mengoptimalkan pengeringan. Setelah biji kering kemudian dihaluskan dengan blender dan diayak dengan ayakan nomor 40. Pengayakan dilakukan agar kandungan fitokimia yang terkandung dalam biji P. americana lebih mudah tersekstrak karena luas permukaan spesifik yang kontak dengan pelarut semakin besar. Ukuran partikel serbuk tidak boleh terlalu kecil karena akan mengganggu


(64)

proses filtrasi. Ukuran serbuk yang terlalu kecil kemungkinan dapat menembus filter dan bercampur dengan filtrate sehingga filtrate tidak murni.

3. Penetapan kadar air serbuk biji P. americana

Penetapan kadar air dari serbuk biji P. americana bertujuan untuk mengetahui kandungan air dalam serbuk sehingga diketahui apakah serbuk yang dihasilkan memenuhi salah satu persyaratan serbuk yang baik, yakni kadar air kurang dari 10% (Departemen Kesehatan RI, 1995). Serbuk biji P,americana tidak mengandung senyawa volati dan mudah menguap sehingga pengujian yang dilakukan adalah penetapan kadar air. Penetapan kadar air serbuk biji P. americana dilakukan dengan metode Gravimetri dengan menggunakan alat moisture balance. Serbuk kering biji P. americana sebanyak 5 gram dipanaskan pada suhu 105°C selama 15 menit. Penetapan suhu sebesar 105°C dimaksudkan agar kandungan air telah menguap dan dalam waktu 15 menit dianggap bahwa kadar air telah memenuhi persyaratan parameter standarisasi non spesifik. Dari hasil pengujian penetapan kadar air menunjukkan bahwa serbuk biji P.americana memiliki rata-rata kadar air sebesar 7,4 %. Hasil pengujian ini, menunjukkan bahwa sebuk biji P. americana telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan (Departemen Kesehatan RI, 1995).

B. Hasil Penimbangan Bobot Ekstrak Metanol Biji P. americana

Pembuatan ekstrak metanol dilakukan dengan metode penyarian yaitu dengan maserasi. Maserasi merupakan metode penyarian yang dilakukan dengan cara memasukkan serbuk simplisia ke dalam labu erlenmeyer, yang kemudian


(65)

dituangi dengan cairan penyari berupa metanol 70% lalu ditutup dan dibiarkan selama 120 jam terlindung dari cahaya sambil diaduk sesekali lalu dilakukan remaserasi selama 48 jam.

Metode ini dipilih dalam metode penyarian karena selain menggunakan peralatan yang sederhana dan cara pengerjaan serta pengoperasian alat yang mudah, metode ini cocok digunakan bila kandungan senyawa yang hendak dicari terdapat dalam jumlah banyak dan mudah diperoleh. Metode ini dilakukan untuk menyari simplisia yang dilarutkan menggunakan pelarut tertentu. Pemilihan pelarut ini didasarkan pada jenis kandungan zat aktif yang digunakan, agar ada kecocokan antara zat akif dengan larutan penyari sehingga zat aktif akan larut dan bercampur dengan cairan penyari. Dalam biji P.americana mengandung senyawa golongan fenolik yang dapat larut di dalam air sehingga dalam larutan penyari juga menggunakan air.

Ekstrak yang diperoleh adalah berupa ekstrak kental yang dilihat dari bobot pengeringan tetap sebagai parameter. Tujuan dilakukannya pengukuran parameter adalah untuk menghitung sisa zat setelah pengeringan pada suhu ± 70ºC. Ekstrak yang diperoleh ditimbang setiap 1 jam hingga diperoleh berat konstan yang bertujuan untuk menentukan batasan atau rentang mengenai seberapa banyak senyawa yang hilang selama proses pengeringan yang akan berpengaruh terhadap konsentrasi dan dosis ekstrak. Rata-rata rendemen yang diperoleh adalah 53,1 g dengan persen rendemen sebesar 26,55 %.


(66)

C. Uji Pendahuluan

1. Penentuan dosis hepatotoksin

Pada penelitian ini digunakan karbon tetraklorida sebagai hepatotoksin. Pemilihan dosis karbon tetraklorida dilakukan untuk mengetahui dosis karbon tetraklorida yang dapat menyebabkan kerusakan pada hati tikus yang ditandai dengan peningkatan aktivitas ALT dan AST serum sebagai respon hati tikus terhadap karbon tetralorida.

Karbon tetraklorida merupakan hepatotoksin yang dapat menyebabkan terjadinya perlemakan hati. Rajendran et al., (2009) dalam penelitiannya menyatakan bahwa peningkatan 2 kali aktivitas ALT serum dibandingkan dengan kontrol sudah mampu menyatakan terjadinya kerusakan pada hati. Dosis yang digunakan pada penelitian ini, yaitu 2 ml/kgBB, dengan pelarut yang digunakan adalah olive oil dalam perbandingan 1:1 yang diberikan secara intraperitoneal. Penetapan dosis ini didasarkan pada penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Janakat dan Al-Merie (2002). Deshwal et al. (2011) melaporkan bahwa dosis karbon tetraklorida yang dapat menginduksi kerusakan pada hati adalah sekitar 0,1 – 3ml/kg berat badan dengan pemberian secara intraperitoneal. Penelitian oleh Talia (2013), pada penggunaan hepatotoksin karbon tetraklorida 50% dengan dosis 2 ml/kgBB, memberikan peningkatan aktivitas ALT serum sebesar 3 kali lipat dibandingkan dengan keadaan normal tanpa induksi hepatotoksin.

Pada penelitian ini diperoleh peningkatan aktivitas ALT serum pada pemberian dosis hepatotoksin 2 ml/kgBB sebesar 2,6 kali lipat dibandingkan dengan kontrol sebelum diinduksi hepatotoksin.


(67)

2. Penentuan dosis ekstrak metanol biji P. americana

Pada penelitian ini digunakan ekstrak metanol-air biji P.americana. Dosis yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari penelitian efek hepatoprotektif jangka panjang ekstrak metanol-air biji P.americana yang menunjukkan bahwa dosis yang paling efektif adalah sebesar 350 mg/kgBB yang diberikan secara peroral dengan pelarut yang digunakan adalah CMC-Na.

3. Penentuan waktu pencuplikan darah

Penentuan waktu maksimal kehepatotoksikan karbon tetraklorida bertujuan untuk mengetahui waktu dimana karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB memberikan efek hepatotoksik paling maksimal yang ditunjukkan dengan peningkatan tertinggi aktivitas ALT dan AST serum pada rentang waktu 24 dan 48 jam.

Karbon tetraklorida diujikan pada tikus dengan dosis 2 ml/kgBB dengan waktu pencuplikan darah pada jam ke-24 dan 48. Sebelum hepatotoksin diujikan, serum darah tikus diambil terlebih dahulu sebagai jam ke-0 lalu diukur aktivitas ALT dan AST serum dan digunakan sebagai pembanding nilai aktivitas ALT dan AST serum terhadap aktivitas ALT dan AST setelah pemberian hepatotoksin. Hasil aktivitas ALT serum yang diperoleh dapat dilihat pada tabel I serta gambar 6 sedangkan aktivitas AST serum dapat dilihat pada tabel I serta gambar 7.

Dari data tabel I dan gambar 6 diagram batang tersebut, diketahui bahwa aktivitas ALT serum pada jam ke 0 sebelum perlakuan, jam ke-24 dan 48 secara berturut-turut adalah 72,4 ± 6,2 ; 190,8 ± 11,7 dan 55,2 ± 3,7 U/L. Berdasarkan data tersebut, diketahui bahwa aktivitas ALT serum pada pencuplikan darah jam


(1)

Keterangan :

1 : kelompok kontrol negatif olive oil dosis 2 ml/kgBB

2 : kelompok kontrol perlakuan ekstrak metanol biji P.americana dosis 350 mg/kgBB

3 : kelompok kontrol hepatotoksin CCL4 dosis 2 ml/kgBB

4 : kelompok kontrol perlakuan ekstrak metanol biji P.americana dosis 350 mg/kgBB 1 jam + CCl4 200mg/kg BB

5 : kelompok kontrol perlakuan ekstrak metanol biji P.americana dosis 350 mg/kgBB 4 jam + CCl4 200mg/kg BB

6 : kelompok kontrol perlakuan ekstrak metanol biji P.americana dosis 350 mg/kgBB 6 jam + CCl4 200mg/kg BB

Tabel XIV. Hasil uji statistik perlakuan jangka pendek ekstrak metanol-air biji P.americana dosis 350 mg/kgBB berdasarkan aktivitas ALT serum pada beberapa variasi waktu

Perlakuan Olive oilKontrol Kontrol Ekstrak Kontrol CCl

4 Jam 1 Jam 4 Jam 6

I TB BB BB BB TB

II TB BB BB BB TB

III BB BB BB BB BB

IV BB TB BB BB BB

V BB BB BB BB BB

VI TB TB BB BB BB


(2)

Tabel XV. Hasil uji statistik perlakuan jangka pendek ekstrak metanol-air biji P.americana dosis 350 mg/kgBB berdasarkan aktivitas serum AST pada beberapa variasi waktu

Perlakuan Olive oilKontrol Kontrol Ekstrak Kontrol CCl

4 Jam 1 Jam 4 Jam 6

I BB BB BB BB BB

II BB BB BB BB TB

III BB BB BB BB BB

IV BB BB BB BB BB

V BB BB BB BB BB

VI BB TB BB BB BB

BB= berbeda bermakna (p<0,05); TB = berbeda tidak bermakna (p>0,05) Keterangan tabel VIII dan IX :

I : kelompok kontrol negatif olive oil dosis 2 ml/kgBB

II : kelompok kontrol perlakuan ekstrak metanol biji P.americana dosis 350 mg/kgBB

III : kelompok kontrol hepatotoksin CCL4 dosis 2 ml/kgBB

IV : kelompok kontrol perlakuan ekstrak metanol biji P.americana dosis 350 mg/kgBB 1 jam + CCl4 200mg/kg BB

V : kelompok kontrol perlakuan ekstrak metanol biji P.americana dosis 350 mg/kgBB 4 jam + CCl4 200mg/kg BB

VI : kelompok kontrol perlakuan ekstrak metanol biji P.americana dosis 350 mg/kgBB 6 jam + CCl4 200mg/kg BB

Lampiran 9. Perhitungan konversi dosis untuk manusia  Angka konversi tikus 200g ke manusia 70 kg = 56,0

 Dosis untuk manusia = dosis untuk tikus 200 g x angka konversi ke manusia

Maka ditetapkan dosis ekstrak metanol-air biji P.americana

 Ekstrak metanol-air biji P.americana dosis 350 mg/kg BB tikus : 0,35 g/kg BB = 0,35 g/1000g BB = 0,07 g/200g BB

0,07 g/200g BB x 56,0 = 3,92 g / 70 kg BB manusia = 2,8 g / 50 kg BB manusia


(3)

Lampiran 10. Perhitungan Efek Hepatoprotektif

purata ALT − purata ALT � � − puratea ALT perlakuan − purata ALT � �

purata ALT − purata ALT � � × %

 Perlakuan 1 jam ekstrak metanol-air biji P.americana dosis 350 mg/kg BB , − , − , − ,

, − , × % = , %

 Perlakuan 4 jam ekstrak metanol-air biji P.americana dosis 350 mg/kg BB

, − , − , − ,

, − , × % = � , %

 Perlakuan 6 jam ekstrak metanol-air biji P.americana dosis 350 mg/kg BB , − , − , − ,

, − , × % = , %

Lampiran 11. Konversi waktu tikus ke manusia 1 hari tikus = 1,2 bulan manusia

1 jam tikus = 1.5 hari manusia

4 jam tikus = 6 hari manusia


(4)

Lampiran 12. Perhitungan penetapan kadar air pada serbuk biji P.americana Mill.

Penentuan kadar air dilakukan dengan metode gravimetri dengan menggunakan alat moisture balance.

Cara penentuan kadar air :

1. Masukkan ± 5 g serbuk biji P. americana yang sudah diayak ke dalam alat, kemudian diratakan.

2. Timbang bobot serbuk biji P. americana sebagai bobot sebelum pemanasa (bobot A).

3. Panaskan serbuk biji P. americana pada suhu 105ᵒC selama 15 menit 4. Timbang serbuk biji P. americana setelah pemanasan (bobot B).

5. Hitung kadar air dengan menggunakan rumus penentuan kadar air sebagai berikut :

x 100%

Tabel XVI. Hasil penetapan kadar air serbuk biji P.americana Bobot serbuk biji

P.americana Replikasi I Replikasi II Replikasi III

Sebelum 5,000 g 5,000 g 5,000 g

Sesudah 4,624 g 4,636 g 4,630 g

Kadar air 7,52 % 7,28 % 7,4 %

Rata-rata 7,4 %

Replikasi I

Kadar air = − x 100%

= , � − ,, � x 100% = 7,52 % Replikasi II

Kadar air = − x 100%

= , � − ,, � x 100% = 7,28 % Replikasi III


(5)

= , � − ,, � x 100% = 7,4 % Rata-rata = � � �+ � � ��+ � � ���

= , % + , % + , % = 7,4%

Lampiran 13. Hasil pengukuran validitas dan reabilitas

Tabel XVII. Hasil validitas dan reabilitas pengukuran ALT Dilihat dari serum kontrol (range 26,2 – 41,8 U/L)

X (U/L) X,‾ X-X,‾ (X-X,‾)2

36

35,6

0,4 0,16

36 0,4 0,16

36 0,4 0,16

35 -0,6 0,36

35 -0,6 0,36

∑ = 1,2 SD = √∑ X−n−X,‾

SD = √ , = 0,5

Range = X,‾ ± SD = 35,6 ± 0,5 = 35,1 – 36,1 CV =

X,‾ x 100% = ,, x 100% = 1,40 %


(6)

ii

BIOGRAFI PENULIS

Penulis yang bernama lengkap Maria Malida Vernandes Sasadara lahir di Sukoharjo pada tanggal 23 Desember 1992 adalah putri kedua dari tiga bersaudara dalam keluarga pasangan Antonius I Made Sutirta dan Heronima Emiliani Elly Kristini.

Penulis mengawali masa pendidikannya di TK Negeri 1 Plumbon (1996 – 1998) kemudian melanjutkan pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri 1 Plumbon (1998 – 2000) dan SD Katolik Budi Rahayu (2000 – 2004). Pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama ditempuh oleh penulis di SMP Negeri 1 Melaya (2004-2007), kemudian melanjutkan pendidikan tinggi menengah atas di SMA Negeri 1 Negara (2007 – 2010). Penulis kemudian melanjutkan pendidikan sarjana di Universitas Sanata Dharma pada tahun 2007. Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi asisten praktikum Mikrobiologi pada tahun 2012 juga aktif dalam kegiatan kepanitiaan seperti Panitia Pharmacy Performance and Event Cup pada tahun 2010 , 2011 dan 2012 sebagai anggota divisi Publikasi, Pendaftaran dan Kesekretariatan, Sekretaris dan koordinator Divisi Acara Eksterna. Penulis juga aktif dalam organisasi mahasiswa Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas (BEMF) Farmasi dan menjabat sebagai koordinator divisi Jurnalistik periode 2011– 2012, Sekretaris periode 2012 – 2013 dan sebagai Gubernur BEMF Farmasi periode 2013 – 2104.


Dokumen yang terkait

Efek hepatoprotektif jangka panjang dekok biji Persea americana Mill. terhadap aktivitas ALT-AST serum pada tikus terinduksi karbon tetraklorida.

0 3 127

Efek hepatoprotektif pemberian jangka pendek ekstrak etanol kulit buah Persea americana Mill. terhadap aktivitas ALT-AST pada tikus terinduksi karbon tetraklorida.

0 0 112

Uji efek hepatoprotektif jangka pendek sediaan dekokta kulit Persea americana Mill. terhadap aktivitas alt-ast pada tikus terinduksi karbon tetraklorida.

0 1 8

Efek nefroprotektif jangka pendek ekstrak metanol-air biji persea americana mill. terhadap kadar kreatinin dan gambaran histologis ginjal tikus jantan wistar terinduksi karbon tetraklorida.

0 3 121

Efek hepatoprotektif pemberian jangka panjang ekstrak etanol biji persea americana mill. terhadap aktivitas alt dan ast serum pada tikus terinduksi karbon tetraklorida.

1 2 117

Efek hepatoprotektif jangka panjang ekstrak metanol-air biji persea americana mill. terhadap aktivitas alt-ast serum pada tikus jantan wistar terinduksi karbon tetraklorida.

0 1 155

Efek hepatoprotektif jangka pendek dekok biji persea americana mill. terhadap aktivitas ALT-AST pada tikus terinduksi karbon tetraklorida.

0 0 115

Efek hepatoprotektif jangka pendek ekstrak metanol biji persea americana mill. terhadap tikus terinduksi karbon tetraklorida - USD Repository

0 0 128

Efek hepatoprotektif jangka pendek dekok biji persea americana mill. terhadap aktivitas ALT-AST pada tikus terinduksi karbon tetraklorida - USD Repository

0 0 113

Efek hepatoprotektif jangka panjang ekstrak metanol-air biji persea americana mill. terhadap aktivitas alt-ast serum pada tikus jantan wistar terinduksi karbon tetraklorida - USD Repository

0 0 153