Koefisien Determinasi Berganda R Uji Asumsi Klasik

75 b. Koefisien regresi Cash Turn Over β 1 = – 0,309 Artinya jika Cash Turn Over X 1 mengalami kenaikan 1 satuan maka profitabilitasnya akan mengalami penurunan sebesar 0,309 satuan dengan asumsi variabel Cash Turn Over X 1 , Receivable Turn Over X 2 serta Inventory Turn Over X 3 tetap. c. Koefisien regresi Receivable Turn Over β 2 = 0,086 Artinya jika Receivable Turn Over X 2 mengalami kenaikan 1 satuan maka profitabilitasnya akan mengalami kenaikan sebesar 0,086 satu satuan rupiah dengan asumsi variabel Cash Turn Over X 1 , Receivable Turn Over X 2 serta Inventory Turn Over X 3 tetap. d. Koefisien regresi Inventory Turn Over β 3 = 0,498 Artinya jika Inventory Turn Over X 3 mengalami kenaikan 1 satuan maka profitabilitasnya akan mengalami kenaikan sebesar 0,498 satu satuan rupiah dengan asumsi variabel Cash Turn Over X 1 , Receivable Turn Over X 2 serta Inventory Turn Over X 3 tetap.

4.4.2 Koefisien Determinasi Berganda R

2 Analisis ini digunakan untuk mengetahui sampai sejauh mana variabel-variabel bebas mampu menjelaskan variabel terikat. Dari analisa perhitungan komputer diperoleh hasil koefisien korelasi berganda R=0,655 atau sebesar 65,5 yang menunjukkan bahwa hubungan antara variabel Cash Turn Over, Receivable Turn Over, serta Inventory Turn Over dengan Return On Assets adalah kuat. Koefisien determinasi R 2 =0,430. Artinya bahwa 43 variasi dari variabel Return On Assets Y 76 mampu dijelaskan oleh variabel-variabel bebas yang terdiri dari Cash Turn Over, Receivable Turn Over, serta Inventory Turn Over. Sedangkan sisanya 57 variabel Return On Assets akan dijelaskan oleh variabel selain Cash Turn Over, Receivable Turn Over, serta Inventory Turn Over yang tidak dibahas dalam penelitian ini. Dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut : Tabel 7 : Hasil R 2 Model Summary b ,655 a ,430 ,368 ,26465 ,430 7,027 3 28 ,001 1,436 Model 1 R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate R Square Change F Change df1 df2 Sig. F Change Change Statistics Durbin- Watson Predictors: Constant, log_x3, log_x1, log_x2 a. Dependent Variable: log_y b. Sumber : Lampiran 2

4.4.3 Uji Asumsi Klasik

Pengujian asumsi klasik ini perlu dilakukan untuk mengetahui apakah hasil estimasi regresi yang silakukan betul-betul terbebas dari adanya gejala multikolinearitas, gejala auto korelasi dan gejala heteroskedastisitas. Hasil pengujian disajikan sebagai berikut :

1. Uji Multikolonearitas

Menurut Widarjono 2003:131, mengemukakan bahwa multikolinearitas berarti adanya hubungan linier antara variabel independen di dalam regresi linier berganda dalam suatu persamaan. 77 Multikolinearitas merupakan korelasi variabel independen dalam regresi berganda. Deteksi adanya Multikolinearitas : a. Besarnya VIF Variance Inflation Factor Jika VIF melebihi angka 10, maka variabel tersebut mengindikasikan adanya multikolinearitas. b. Nilai Eigenvalue mendekati 0 dan Condition Index melebihi angka 15 Nachrowi dan Usman,2006: 100 Tabel 8 : Data Uji Multikolinearitas Coefficients a ,910 1,099 ,864 1,158 ,912 1,097 log_x1 log_x2 log_x3 Model 1 Tolerance VIF Collinearity Statistics Dependent Variable: log_y a. Sumber: Lampiran 2 Dari hasil pengujian multikolinieritas diketahui bahwa besarnya nilai VIF untuk masing-masing variabel bebas nilainya kurang dari 10. Oleh karena itu dapat diputuskan bahwa data dalam penelitian ini tidak terjadi multikolinearitas. 1. Uji Autokorelasi Autokorelasi dapat didefinisikan sebagai dua observasi yang diurutkan berdasarkan urut waktu Date Time Series atau data yang diambil dari waktu tertentu Gujarati,2003:201. Jadi dalam model regresi linier diasumsikan tidak dapat gejala autokorelasi. Artinya residual Y 78 observasi- Y prediksi pada waktu ke-t e t . Identifikasi ada atau tidaknya gejala autokorelasi dapat dites dengan menghitung nilai Durbin Watson. Berdasarkan jumlah sampel dan jumlah variable independent menentukan nilai d L dan d U berdasarkan tabel Durbin Watson. Langkah selanjutnya adalah menarik kesimpulan: Tabel Durbin Watson Nilai d Kesimpulan 0 d d L Ada korelasi positif d L ≤ d ≤ d L Tidak ada kesimpulan d U d 4-d L Tidak ada auto korelasi 4-d U ≤ d ≤ 4-d L Tidak ada kesimpulan 4-d L d 4 Ada korelasi negatif Sumber: Gujarati 2003:201 Tabel 9 : Uji Auto Korelasi Dari hasil pengujian autokorelasi diketahui bahwa besarnya nilai durbin watson dalam penelitian ini berada pada daerah bebas autokorelasi. oleh karena itu dapat diputuskan bahwa data dalam penelitian ini tidak mengalami autokorelasi . Model Summary b ,655 a 1,436 Model 1 R Durbin- Watson Predictors: Constant, log_x3, log_x1, log_x2 a. Dependent Variable: log_y b. 79

3. Heterokedastisitas

Heteroskedastisitas merupakan varian dari residual atau error yang tidak konstan atau berubah-ubah. Model regresi yang baik tidak mempunyai Heteroskedastisitas Nachrowi dan Usman,2006: 109. Pengujian terhadap adanya gejala heteroskedastisitas dalam penelitian ini adalah denhgan mempergunakan pengujian Korelasi Rank Spearman , yaitu dengan mengkorelasikan nilai absolut residual dengan seluruh variabel bebas, apabila p probabilitas α α = 0,05 maka tidak terjadi heteroskedastisitas. Berikut hasil uji heteroskedastisitas untuk masing- masing variabel. Tabel 10 : Data Uji Heteroskedastisitas Correlations 1,000 ,061 -,003 -,099 . ,742 ,987 ,591 32 32 32 32 ,061 1,000 -,549 ,033 ,742 . ,000 ,835 32 42 42 42 -,003 -,549 1,000 -,262 ,987 ,000 . ,094 32 42 42 42 -,099 ,033 -,262 1,000 ,591 ,835 ,094 . 32 42 42 42 Correlation Coefficien Sig. 2-tailed N Correlation Coefficien Sig. 2-tailed N Correlation Coefficien Sig. 2-tailed N Correlation Coefficien Sig. 2-tailed N Unstandardized Residua log_x1 log_x2 log_x3 Spearmans rho Unstandardiz ed Residual log_x1 log_x2 log_x3 Correlation is significant at the 0.01 level 2-tailed. . Dari hasil pengujian heteroskedastisitas dengan menggunakan metode rank spearman diketahui bahwa besarnya nilai signifikansi untuk tiap variabel yang diteliti lebih besar dari 0,05. Oleh karena itu diputuskan bahwa data dalam penelitian ini tidak mengalami heteroskedastisitas. 80

4.4.4 Uji Hipotesis Dengan Uji t