Latar Belakang Masalah Hubungan antara persepsi pengawasan orang tua bekerja dan perilaku seksual remaja di Batam.

bahwa remaja belum memahami akibat dari perilaku seks bebas yang dilakukan, yaitu salah satunya kehamilan yang tidak diinginkan. Hal ini juga menunjukkan bahwa remaja Indonesia belum mampu menjalankan salah satu tugas perkembangan remajanya dengan baik. Remaja belum mampu menghormati dan mentaati nilai-nilai sosial yang berlaku di masyarakat, dimana perilaku seks bebas bukanlah perilaku yang mencerminkan budaya timur. Kenakalan remaja banyak ditemukan khususnya di kota-kota besar di Indonesia. Hal ini dikarenakan banyaknya media yang memudahkan budaya asing masuk ke Indonesia dan juga fasilitas yang diberikan oleh orang tua maupun pemerintah setempat Panuju dan Umami, 1999. Budaya asing masuk dengan mudahnya ke Indonesia melalui berbagai media, seperti misalnya film, buku, maupun internet. Sebagian besar remaja yang hidup di perkotaan besar menghabiskan banyak waktunya untuk berselancar di internet, mulai dari mencari berita mengenai dalam maupun luar negeri, mengunduh lagu barat terbaru, sampai mengobrol dengan teman dalam maupun luar negeri melalui aplikasi chatting di kehidupan sehari-harinya Budhyati, 2012. Budhyati 2012 menyebutkan macam-macam perilaku kenakalan remaja yang dipengaruhi media internet antara lain perkelahian akibat dari kecanduan game online bertema kekerasan, membolos sekolah karena bergadang kecanduan game online, perkataan kasar dan tidak senonoh di media sosial, pemalsuan identitas di media sosial, penculikan yang berkedok pertemuan dengan teman media sosial di dunia nyata, penipuan dengan memasang iklan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI jual beli barang, berbohong kepada orang tua untuk mendapatkan biaya membeli pulsa modem atau ke warnet, dan perbuatan asusila sebagai akibat dari melihat gambar atau video porno di internet. Budhyati 2012 menyebutkan beberapa upaya untuk mengatasi kenakalan remaja, diantaranya upaya preventif, tindakan kuratif, dan pembinaan agama bagi remaja. Upaya preventif dapat dilakukan oleh keluarga, sekolah, maupun masyarakat dan pemerintah. Keluarga sebagai lingkungan yang terdekat dengan remaja dapat memberitahu dampak positif dan negatif dari penggunaan internet, mengusahakan untuk menyediakan internet di rumah dengan meletakkan komputer di tempat yang mudah diawasi dan memblokir situs yang dianggap tidak layak, memberitahu situs-situs yang menarik untuk usianya, mengawasi perubahan perilaku remaja dan membangun komunikasi yang tepat, serta membatasi durasi penggunaan internet dan mengarahkan untuk menggunakan internet dengan positif. Sekolah sebagai lingkungan pendidikan dapat memberitahu juga mengenai dampak positif dan negatif penggunaan internet, menyediakan fasilitas internet di sekolah dengan memblokir situs-situs yang tidak layak untuk anak didiknya, mengarahkan pembelajaran melalui e-learning, e-mail, dan thinkquest, serta guru juga dapat turut aktif di jejaring sosial untuk mengawasi anak didiknya dalam bergaul di internet. Pemerintah dan masyarakat juga memegang peranan penting untuk mengatasi kenakalan remaja, misalnya dengan memberlakukan dengan tegas peraturan perundang- undangan tentang penggunaan media informasi dan komunikasi, menutup PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI situs porno di dalam maupun luar negeri, izin operasional warnet dibatasi, setiap warnet diharuskan memiliki software anti pornografi, serta razia berkala dan pengawasan langsung dari masyarakat terhadap keberadaan warnet. Penggunaan internet yang tidak disaring ini dapat menggeser nilai-nilai atau norma yang berlaku di masyarakat. Salah seorang Guru Bimbingan Konseling di SMA Bopkri Dua Yogyakarta wawancara pribadi, Maret 2014 mengatakan sekarang ini ada pergeseran norma masyarakat di mata remaja. Beliau mengatakan banyaknya warung kopi di Yogyakarta menjadi salah satu contoh pergeseran norma masyarakat. Remaja yang berada di warung kopi untuk menongkrong bersama teman-temannya pada malam hari seharusnya berada di dalam rumah untuk belajar. Beliau juga mengatakan bahwa kontrol orang tua yang lemah dapat menjadi salah satu penyebab remaja berada di warung kopi pada malam hari. Arus modernisasi dan teknologi yang semakin berkembang membuat remaja mulai mengenal rokok, narkoba, terlibat banyak tindakan kriminal bahkan berujung pada kenakalan remaja prostitusi. Hal-hal tersebut bisa terjadi karena kurangnya dasar-dasar agama, kurangnya kasih sayang orang tua, kurangnya pengawasan orang tua, pergaulan dengan teman yang tidak sebaya, peran dari perkembangan ilmu pengetahuan teknologi yang berdampak negatif serta kebebasan yang berlebihan. Remaja secara tidak langsung mendapat imbas dari globalisasi yang negatif terutama bila tidak diimbangi dengan perhatian dan bimbingan orang tua. Teknologi yang semakin canggih memudahkan masuknya informasi-informasi melewati PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI internet. Informasi-informasi yang masuk melalui internet ini dapat juga berupa eksploitasi seksual. Eksploitasi seksual yang didapatkan melalui media ini dapat mendorong remaja untuk melakukan aktivitas seksual secara sembarangan seperti misalnya menyimpan dan menyebarkan foto maupun video yang membuat remaja lebih cepat matang secara seksual dan mencari penyaluran seksual yang salah. Remaja dengan rasa ingin tahu yang tinggi serta dorongan seks yang tinggi akibat terpapar media bebas menjadikan remaja mencari penyaluran hasrat seksualnya, terlibat pergaulan bebas dan gaya pacaran yang melampaui batas Nasution, 2016. 40 remaja telah melakukan hubungan seks pra nikah bahkan sekitar 25 anak-anak berusia 15-24 tahun di Batam berpotensi mengidap HIVAIDS Nursali, 2015. Fenomena seks bebas di kalangan remaja Batam ini memunculkan beberapa istilah bagi remaja khususnya remaja putri, yaitu Bisa Pakai BP atau lebih terkenal dengan singkatan BisPak dan Barang Batam BB “Cewek BP dan BB”, 2011. BP dan BB adalah julukan untuk remaja putri Batam yang menyediakan jasa berhubungan seksual. Remaja putri yang diberi julukan BP atau BisPak menjajakan seks kepada teman seumurannya dan tarif mereka tidaklah mahal, asalkan mereka senang dibawa jalan-jalan ke lokasi-lokasi yang menyenangkan, misalnya mall atau pantai. Julukan Barang Batam atau BB diberikan kepada remaja putri yang menjajakan seks untuk para pejabat, oknum aparat, pengusaha maupun om-om yang mencari kepuasan seksual. Remaja putri yang dijuluki BB ini terorganisir melalui beberapa EO Event Organizer. Remaja putri yang menjadi BB ini tarifnya PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI lebih mahal dibanding yang menjadi BP atau BisPak, mereka dapat meminta brang-barang berharga yang mereka inginkan, seperti handphone terbaru ataupun parfum mahal. Alasan kebanyakan remaja putri yang menjadi BB dan BP dikarenakan mereka tergiur dengan iming-iming hadiah atau barang- barang yang akan mereka dapatkan “Cewek BP dan BB”, 2011. Remaja- remaja putri tersebut mengatakan bahwa uang jajan yang diberikan oleh orang tua mereka dirasa tidak mampu memenuhi keinginan-keinginan mereka, sehingga mereka tergiur untuk menjadi BP maupun BB untuk mendapatkan keinginan mereka. Kapolresta Batam, Kombes Asep Safrudin mengatakan bahwa ditemukannya beberapa orang anak di bawah umur yang ikut dalam jaringan PSK online di Batam Purniawan, 2015. Tarif yang mereka dapatkan juga cukup menggiurkan, yaitu sekita 1 juta untuk sekali booking, dimana sang mucikari mengambil 400 ribu untuk kantongnya sendiri dan sisanya untuk si pekerja seks komersial tersebut. Banyaknya PSK di Batam menjadikan Batam termasuk dalam salah satu dari empat kota wisata seksual di Indonesia yang diminati oleh turis asing, selain Bogor, Singkawang dan Cikarang “Empat Kota di Indonesia”, 2014. Tingginya angka PSK di Batam juga memicu tingginya angka pengidap HIVAIDS. Dinas Kesehatan Kota Batam mencatat sejak tahun 1992 hingga Oktober 2014 tercatat 3.477 penderita HIV dan 1.510 diantaranya sudah berkembang menjadi AIDS di Batam Riezky, 2014. Komisi Penanggulangan AIDS KPA Batam sendiri mengatakan data dari tahun 2012 hingga Oktober PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 2014 tercatat 581 orang terjangkit HIV, 252 orang diantaranya positif AIDS dan sudah ada 110 orang yang meninggal dunia akibat AIDS di Batam Mesakh, 2014. Selain tingginya angka seksualitas di Batam, masyarakat yang tinggal di kota Batam juga memiliki tingkat biaya hidup yang besar. Tingginya kebutuhan atau biaya hidup di kota industri ini menuntut kedua orang tua untuk bekerja demi menghidupi keluarganya. Pada zaman sekarang ini, tidak hanya ayah saja yang bekerja, melainkan ibu juga bekerja demi terpenuhinya kebutuhan hidup keluarganya yang semakin besar. Kesibukan dan ketidakhadiran kedua orang tua di rumah ini dapat mendorong anak menjadi delinkuen. Sudarsono 2012 mengatakan bahwa kenakalan remaja dapat disebabkan oleh keluarga yang berantakan atau broken home. Broken home menurut Sudarsono adalah struktur keluarga yang sudah tidak lengkap lagi yang dikarenakan salah satu atau kedua orang tua meninggal, perceraian orang tua, maupun ketidakhadiran orang tua dalam waktu yang cukup lama. Sudarsono 2012 juga menyebutkan mengenai broken home semu yang sering terjadi di mayarakat sekarang ini. Broken home semu terjadi di struktur keluarga yang masih lengkap, hanya saja karena kesibukan masing-masing anggota keluarga terutama orang tua membuat orang tua tidak memberikan perhatian ke anak-anaknya. Ketidakhadiran atau tidak adanya pengawasan dari orang tua ini dapat menjadi salah satu penyebab munculnya kenakalan remaja. Shanty, Suyahmo, dan Sumarto tanpa tahun menyebutkan kenakalan remaja disebabkan kurangnya waktu orang tua yang dikarenakan kesibukan orang tua bekerja sehingga orang tua tidak memiliki waktu untuk memperhatikan perkembangan remajanya, orang tua juga tidak memberikan pengawasan terkait pergaulan remajanya. Orang tua cenderung tidak membatasi dan tidak memberikan aturan khusus mengenai pergaulan anaknya sehingga remaja cenderung bebas melakukan kegiatan apapun bersama dengan teman-temannya. Kesibukan orang tua dan tidak adanya pengawasan dari orang tua maupun saudara ini membuat peran orang tua dalam mencegah kenakalan remaja menjadi kurang efektif. Faktor-faktor lain yang menjadi penyebab kenakalan remaja pada keluarga buruh pabrik di Kudus adalah pengaruh lingkungan tempat tinggal, pengaruh teman sepermainan, dan kesenangan, kepuasan, rasa penasaran, serta rasa bangga yang dimiliki remaja ketika melakukan kenakalan. Kesibukan dan ketidakhadiran orang tua ini juga menjadi salah satu faktor kesenjangan nilai antar generasi. Hal ini dapat dilihat dari penelitian yang dilakukan oleh Alfarista, Wantiyah, dan Rahmawati 2013 dimana 62,7 remaja mengatakan bahwa internet merupakan sumber informasi mengenai perilaku seksual yang paling sering digunakan oleh remaja. Sebanyak 69,1 remaja mengatakan alasan mereka memilih internet karena informasi dapat dengan mudah didapatkan melalui media tersebut. Internet sebagai media sumber informasi remaja mengenai seksualitas ini menjadi salah satu contoh keadaan yang kurang ideal. Internet sebagai sumber informasi yang banyak diakses ini juga menunjukkan kurangnya pengaruh orang tua dalam memberi informasi mengenai seksualitas kepada remaja. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Responden dari Zuhri dan Herlina 2008 mengatakan bahwa remaja merasa kurang nyaman jika bertanya mengenai seksualitas kepada orang tua mereka. Orang tua sebagai orang dewasa dalam lingkungan keluarga seharusnya menjadi sumber informasi bagi anak-anaknya. Akibatnya nilai-nilai yang seharusnya diturunkan oleh orang tua menjadi tidak tersampaikan. Pergeseran nilai ini membuat remaja tidak lagi menganut nilai-nilai baik yang dianut oleh orang tuanya. Kesibukan orang tua bekerja serta tidak adanya pengawasan dari orang tua ini membuat remaja mengurus dirinya sendiri. Penelitian yang dilakukan oleh Dwyer, Richardson, Hansen, Sussman, Brannon, Dent, dan Flay di San Diego dan Los Angeles 1990 menemukan bahwa ada sekitar 67,8 pelajar kelas 8 yang mengurus dirinya sendiri tanpa pengawasan dari orang tua selama beberapa waktu dalam satu minggu, 23,5 yang mengurus diri selama 1 sampai 4 jam per minggu, 15,7 yang mengurus diri selama 5 sampai 10 jam per minggu, dan 28,6 yang mengurus diri selama lebih dari 11 jam per minggu. Hasil dari penelitian ini mengatakan bahwa pelajar yang mengurus dirinya sendiri tanpa pengawasan orang tua lebih dari 11 jam per minggu memiliki kecenderungan untuk merasa marah, memiliki masalah keluarga, mengalami stres, menganggap teman sebagai sumber utama yang mempengaruhinya dan menghadiri pesta 1,5 sampai 2 kali lebih tinggi. Richardson, Radziszewska, Dent, dan Flay 1993 yang melakukan penelitian di Los Angeles dan San Diego memiliki hasil penelitian yang hampir sama dengan penelitian sebelumnya. Hasil penelitian ini menunjukkan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI bahwa remaja yang tidak diawasi oleh orang dewasa di rumah lebih memiliki kemungkinan masalah perilaku dibandingkan yang mendapat pengawasan dari orang dewasa. Akan tetapi, tidak adanya pengawasan dari orang tua tidak begitu saja menaikkan risiko perilaku bermasalah pada remaja jika orang tua secara konsisten mengamati kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh remaja. Risiko masalah perilaku pada remaja akan semakin meningkat jika remaja tidak mendapatkan pengawasan dari orang tua dan orang tua tidak secara konsisten mengamati kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh remaja. Berdasarkan penelitian-penelitan sebelumnya yang dilakukan di Los Angeles dan San Diego tersebut peneliti tertarik untuk melihat apakah ada hubungan pengawasan yang dilakukan oleh kedua orang tua bekerja di kota besar dengan perilaku seksual remajanya. Peneliti ingin melakukan penelitian ini di Indonesia karena peneliti melihat di budaya barat yang mementingkan kemandirian anak saja pengawasan orang tua masih menjadi sebuah masalah pemicu kenakalan remaja, bagaimana dengan Indonesia yang mengganggap bahwa penting bagi orang tua untuk membangun hubungan dengan anak. Peneliti ingin melakukan penelitian ini khususnya di kota Batam. Hal ini dikarenakan Batam merupakan kota dengan biaya hidup tertinggi di Indonesia berdasarkan survey BPS tahun 2007 Aufa, Masbar, dan Nasir, 2013. Batam dengan biaya hidupnya yang tinggi menuntut kedua orang tua untuk bekerja demi mencukupi biaya hidup keluarga. Tuntutan orang tua untuk bekerja ini memungkinkan orang tua sibuk bekerja dan tidak memiliki waktu untuk mengawasi anak remajanya sehingga peneliti di sini ingin meneliti persepsi remaja mengenai pengawasan dari orang tuanya. Batam yang terkenal dengan biaya hidup yang tinggi dan angka seksualitas serta HIVAIDS yang juga tinggi membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di Batam. Peneliti juga melihat belum banyak penelitian mengenai persepsi pengawasan dan seksualitas di Batam, selama ini peneliti hanya menemukan informasi mengenai persepsi pengawasan dan seksualitas melalui opini atau tulisan di blog maupun berita.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan yang sudah dijabarkan di atas, maka peneliti merumuskannya sebagai: “Apakah ada hubungan persepsi pengawasan orang tua bekerja dan perilaku seksual remaja di Batam?”

C. Tujuan Penelitian

Peneliti ingin mengetahui apakah ada hubungan persepsi pengawasan orang tua bekerja dan perilaku seksual remaja di kota Batam.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk penelitian selanjutnya di bidang Psikologi Perkembangan, khususnya yang berkaitan dengan seksualitas remaja dan pengawasan orang tua. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi kepada orang tua bekerja dan menjadi bahan pertimbangan mengenai pengawasan orang tua terhadap anaknya agar dapat mencegah tingginya perilaku seksual remaja Indonesia saat ini. Penelitian ini juga dapat menjadi acuan informasi bagi keluarga, sekolah atau lembaga terkait lainnya untuk saran penggunaan waktu luang remaja yang tidak terarah. 16

BAB II LANDASAN TEORI

A. Persepsi Remaja Terhadap Pengawasan Orang Tua Bekerja

Pengasuhan merupakan tanggung jawab utama orang tua. Kamus Bahasa Indonesia dalam Lestari, 2012 menyebutkan pengasuhan merupakan berbagai hal mengenai mengasuh. Lestari 2012 mengatakan bahwa mengasuh memiliki makna menjaga merawat mendidik, membimbing membantu melatih, memimpin mengepalai menyelenggarakan. Kata asuh sendiri sering dimaknai bersama kata asah dan asih asah-asih-asuh. Asah atau mengasah diartikan sebagai melatih agar kemampuan seseorang yang dilatih dapat meningkat. Asih atau mengasihi diartikan sebagai menyayangi. Rangkaian kata asah-asih-asuh ini diartikan Lestari 2012 bahwa pengasuhan yang sebenarnya bertujuan untuk mengembangkan kemampuan anak yang dilakukan dengan dilandasi rasa kasih sayang dari orang tua. Pengasuhan yang dilakukan orang tua ini juga memiliki stres pengasuhan. Stres pengasuhan ini sendiri terjadi saat pelaksanaan tugas pengasuhan anak. Penyebab stres pengasuhan ini dapat dilihat melalui pendekatan PCR parent- child-relationship. Pendekatan PCR ini membantu kita melihat stres pengasuhan yang muncul dari tiga komponen yaitu parent orang tua, child anak, dan relationship hubungan orang tua dan anak. Gejala stres pengasuhan yang muncul jika dilihat dari pendekatan ini adalah menurunnya ekspresi kehangatan, meningkatnya metode pendisiplinan yang keras, kurang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI konsistennya perilaku pengasuhan, dan menarik diri sepenuhnya dari peran pengasuhan Lestari, 2012. Ada dua dimensi dalam pengasuhan, yaitu demandingness dan responsiveness. Demandingness berkaitan dengan tuntutan serta harapan orang tua ke anak, disiplin, supervisi dari orang tua dan upaya orang tua menghadapi masalah perilaku anak. Responsiveness berkaitan dengan tanggapan orang tua ketika membimbinga anak, ketegasan sikap orang tua, pengaturan diri, dan pemenuhan kebutuhan khusus anak. Kombinasi dari demandingness dan responsiveness ini memunculkan empat gaya pengasuhan yang dicetuskan oleh Baumrind dalam Lestari, 2012. Baumrind menyebutkan gaya pengasuhan tersebut antara lain permissive, rejecting- neglecting, authoritarian, dan authoritative. Orang tua dengan gaya pengasuhan permisif cenderung memberi banyak kebebasan pada anak dan memaklumi segala perilaku anak serta kurang menuntut tanggung jawab dan keteraturan perilaku anak. Orang tua yang tidak peduli rejecting-neglecting cenderung memberikan kebebasan yang berlebihan ke anak dan tidak ada sama sekali tanggapan dari orang tua terhadap perilaku-perilaku anak. Gaya pengasuhan otoriter authoritarian dilakukan orang tua yang ingin membentuk, mengontrol, mengevaluasi perilaku anak agar sesuai dengan aturan standar yang diterapkan orang tua. Gaya pengasuhan yang dianggap paling baik adalah gaya pengasuhan otoritatif authoritative, dimana orang tua mengarahkan perilaku anak secara rasional dan memberikan penjelasan mengenai aturan yang diberlakukan. Orang tua dengan gaya pengasuhan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI otoritatif ini mendorong anak untuk mematuhi aturan dengan kesadaran sendiri. Beberapa peneliti membedakan antara praktik pengasuhan dan gaya pengasuhan. Darling dan Steinberg dalam Lestari, 2012 menyebutkan bahwa gaya pengasuhan merupakan konteks yang mempengaruhi kesediaan anak untuk melakukan sosialisasi, sedangkan praktik pengasuhan berkaitan dengan akibatan pada perilaku anak. Dishion dan McMahon dalam Lestari, 2012 mengkonsepkan praktik pengasuhan sebagai relasi yang dinamis yang mencakup pemantauan, pengelolaan perilaku, dan kognisi sosial, dengan kualitas relasi orang tua dan anak. Lestari 2012 sendiri merangkum bentuk- bentuk perilaku pengasuhan orang tua anak adalah kontrol dan pemantauan; dukungan dan keterlibatan; komunikasi; kedekatan; dan pendisiplinan.

1. Pengawasan Monitoring Orang Tua

Montemayor 2001 mendefinisikan pengawasan sebagai aktifitas yang memungkinkan orang tua mengetahui keberadaan remaja, aktivitas yang dilakukan, dan teman-temannya Lestari, 2012. Lestari 2012 sendiri menganggap pengawasan merupakan salah satu cara orang tua untuk mengembangkan kontrol pada anak. Diclemente, Wingwood, Crosby, Sionean, Cobb, Harrington, dan Oh 2001 mengatakan bahwa hal penting dari pengawasan orang tua adalah persepsi remaja terhadap pengetahuan orang tua mereka mengenai dengan siapa dan dimana remaja menghabiskan waktu ketika remaja tidak berada di rumah ataupun di sekolah. Kerr dalam Lippold, 2013 menambahkan bahwa pengawasan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI