Remaja 1. Pengertian Remaja Hubungan antara persepsi pengawasan orang tua bekerja dan perilaku seksual remaja di Batam.
Piaget menjadikan remaja lebih memikirkan diri mereka sendiri. Egosentrisme remaja ini memunculkan citra yang keliru dari remaja
tentang hubungan antara diri dan orang lain. Elkind dan Bowen dalam Berk, 2012 menyatakan distorsi kognitif yang pertama adalah
Imaginary Audience dimana remaja meyakini bahwa dirinya menjadi fokus perhatian orang lain dan semua orang memantaunya. Hal ini
membuat remaja memperhatikan secara detail mengenai penampilan dirinya dan menjadi sensitif terhadap kritik publik. Distorsi kognitif
yang kedua adalah Personal Fabel dimana remaja merasa dirinya penting dan istimewa karena remaja merasa diperhatikan oleh orang
lain. Merasa dirinya menjadi orang yang penting dan istimewa ini membuat remaja menganggap dirinya berkuasa.
Perasaan berkuasa ini memprediksikan penghargaan diri dan penyesuaian diri yang positif pada remaja. Merasa mampu dan merasa
dirinya penting ini dapat membantu remaja menghadapi tantangan yang dihadapinya. Akan tetapi, perasaan remaja akan keunikan dirinya
dapat berhubungan dengan perasaan depresi dan pikiran untuk bunuh diri, serta dapat menghambat terbentuknya hubungan akrab dan
dukungan sosial. Merasa diri unik ini jika bertemu dengan kepribadian yang senang mencari sensasi akan membuat remaja semakin merasa
dirinya istimewa dan kebal terhadap perilaku berisiko pada remaja. Remaja yang merasa diri unik dan senang mencari sensasi, menjadikan
remaja cenderung lebih berani melakukan perilaku seksual berisiko, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
lebih sering mengkonsumsi obat-obatan dan alkohol, serta melakukan tindakan yang lebih nakal dari teman-temannya Grenee, dalam Berk,
2012. c. Perkembangan Sosial
Erikson dalam Berk, 2012 menyatakan bahwa identitas merupakan salah satu langkah penting remaja menuju sosok dewasa
yang produktif dan berguna. Identitas ini merupakan pendefinisian mengenai dirinya sendiri. Remaja mengalami krisis identitas dalam
proses pencarian identitasnya yaitu remaja mencoba banyak alternatif sebelum menetapkan nilai dan tujuan hidupnya. Setelah remaja
menetapkan nilai dan tujuan hidupnya, identitasnya ini akan terus disempurnakan di masa dewasa saat orang menilai komitmen dan
pilihannya dahulu. Erikson mengatakan konflik psikologis di masa remaja sebagai konflik identitas versus kegamangan peran. Konflik ini
terjadi bila masyarakat membatasi remaja pada pilihan yang tidak sejalan dengan kemampuan dan kemauan remaja.
Remaja mengalami perubahan konsep diri dalam memahami dirinya sendiri. Perubahan kognitif remaja membuat remaja mampu
menggabungkan watak-watak yang mereka bangun ke dalam satu sistem yang rapi. Remaja kebanyakan lebih menekankan pada
kebajikan sosial karena sifat-sifat ini mencerminkan kepedulian remaja terhadap hal-hal yang dinilai positif oleh orang lain. Perubahan pada
remaja tidak hanya terjadi pada perubahan konsep diri melainkan juga perubahan dalam penghargaan diri remaja.
Harga diri pada remaja akan meningkat jika remaja mampu menyesuaikan dirinya dengan baik. Remaja yang memiliki harga diri
yang positif atau meningkat membuat remaja menjadi seorang yang optimis, memiliki kendali atas masa depan, percaya diri dan mampu
mengatasi masalah hidup. Remaja yang memiliki harga diri positif juga menjadi lebih matang, merasa mampu, rupawan, dan lebih
menarik dibanding dulu. Hal-hal ini yang membuat remaja mudah bergaul dan senang menjalin hubungan dengan teman sebaya. Remaja
yang memiliki penghargaan diri rendah di bidang akademik akan cenderung cemas dan tidak fokus, serta hubungan remaja dengan
teman sebaya yang negatif menjadikan remaja berpeluang memiliki kecemasan dan depresif. Sikap antisosial dan agresif pada remaja ini
juga dapat disebabkan oleh ketidakpuasan remaja pada hubungannya dengan orang tua.
Identitas remaja ini dipengaruhi oleh teman sebaya, aktivitas sekolah dan komunitas, budaya dan sosial, serta rasa aman dari
keluarga. Remaja yang merasa terikat pada orang tua tetapi juga bebas menyuarakan pendapat membuat mereka mampu mencapai identitas.
Remaja yang tertutup memiliki ikatan erat dengan orang tua tetapi kurang memiliki kesempatan untuk berpisah baik-baik dengan orang
tua. Reis dalam Berk, 2012 mengatakan bahwa remaja terdifusi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
melaporkan kurangnya dukungan dari orang tua serta kurangnya komunikasi yang hangat dan terbuka.
d. Perkembangan Moral Kohlberg dalam Berk, 2012 mengatakan bahwa dilema yang
banyak ditemui adalah dilema untuk menaati nilai hukum dan dilema nilai hidup manusia. Kohlberg menekankan bahwa penentu
kematangan moral adalah bagaimana individu bernalar bukan kandungan responnya. Kohlberg membagi menjadi tiga tingkat
pemahaman moral, yaitu tingkat prakonvensional dimana ada dua tahap lagi, yaitu tahap orientasi hukuman dan ketaatan serta tahap
orientasi tujuan instrumental. Tingkat kedua yaitu tingkat konvensional yang dibagi menjadi tahap orientasi “anak baik” atau moralitas kerja
sama antarpersonal dan tahap orientasi untuk memelihara tatanan sosial. Tingkat ketiga adalah tingkat pascakonvensional yang dibagi
menjadi tahap orientasi kontrak sosial dan tahap orientasi pada prinsip etika universal. Pada masa remaja, tahap moralitas kerja sama
antarpersonal dan tahap orientasi untuk memelihara tatanan sosial semakin meningkat. Menurut Kohlberg, remaja yang memiliki
kematangan moral akan menyadari bahwa bersikap menurut keyakinan mereka sangat penting dalam menciptakan dan memelihara tatanan
dunia sosial yang adil. Remaja yang tingkat kematangan moralnya lebih tinggi akan melakukan tindakan-tindakan prososial dan jarang
sekali melakukan perilaku-perilaku antisosial. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI