1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Permasalahan
Profesi akuntan menjadi salah satu profesi yang berhubungan erat dengan etika dan praktik bisnis. Profesi akuntan seharusnya dapat menjadi
suatu profesi yang terhormat yang berdiri tegak di atas landasan karakter profesionalnya. Seorang akuntan yang profesional harus berani menolak suatu
yang bertentangan dengan profesionalisme akuntan dan melakukan hal yang sejalan dengan moralitasnya sebagai seorang akuntan.
Banyaknya kasus-kasus skandal akuntansi yang terjadi sering dikaitkan dengan kegagalan auditor dalam pengauditan laporan keuangan klien. Hal ini
akan mempengaruhi kredibilitas laporan keuangan. Situasi ini juga dapat mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap kualitas laporan keuangan dan
hasil auditnya. Kualitas laporan keuangan sangat penting bagi pengguna laporan keuangan karena akan digunakan sebagai dasar dalam pengambilan
sebuah keputusan bisnis. Para pengguna laporan keuangan mengharapkan bahwa laporan keuangan yang telah diaudit sudah bebas dari salah saji
material sehingga dapat diandalkan untuk pengambilan keputusan. Seorang akuntan publik harus berpedoman pada standar audit yang
ditetapkan dan disahkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia IAPI. Standar tersebut terdiri dari standar umum, standar pekerjaan lapangan, dan
standar pelaporan. Standar ini harus dilakukan oleh setiap auditor karena jika standar tesebut dijalankan maka kualitas dari hasil audit akan dapat terlihat.
Standar umum mengharuskan seorang auditor untuk memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup dalam menjalankan prosedur audit. Standar
pekerjaan lapangan dan standar pelaporan mengatur auditor dalam hal pengumpulan data dan kegiatan lainnya yang dilaksanakan selama melakukan
audit serta mewajibkan auditor untuk menyusun suatu laporan atas laporan yang diauditnya secara keseluruhan.
Selain harus menjalankan ketiga standar tersebut seorang auditor pun harus menaati kode etik profesi yang mengatur prilaku akuntan publik dalam
menjalankan tugasnya sebagai seorang auditor. Kode etik ini mengatur tentang tanggung jawab profesi, kompetensi dan kehati-hatian profesional,
kerahasiaan, perilaku profesional serta standar teknis bagi seorang auditor dalam menjalankan profesinya.
Salah satu yang diatur dalam standar umum adalah besaran fee audit yang akan diterima oleh auditor tersebut dalam melakukan tugasnya. Fee audit
merupakan salah satu tanggung jawab auditor kepada kliennya. Besaran fee inilah yang kadang membuat seorang auditor berada di dalam posisi dilematis,
di satu sisi auditor harus bersikap independen dalam memberi opini mengenai kewajaran laporan keuangan yang berkaitan dengan kepentingan banyak
pihak, namun disisi lain auditor juga harus bisa memenuhi tuntutan yang diinginkan oleh klien yang membayar fee atas jasanya agar kliennya puas
dengan pekerjaannya dan tetap menggunakan jasanya diwaktu yang akan datang. Posisi unik seperti itulah yang menempatkan auditor pada situasi yang
dilematis sehingga dapat mempengaruhi kualitas auditnya. Pada tahun 2015 muncul lagi skandal akuntansi yaitu pada perusahaan
Toshiba yang menggegerkan dunia profesi akuntansi. Perusahaan yang telah
berusia 140 tahun itu tiba-tiba kehabisan akal untuk mempertahankan kinerja keuangannya. Penggelembungan laba sebesar 151,8 miliar yen atau 1,22
miliar dolar
AS ini
yang awalnya
ingin menciptakan
investor’s confidence ternyata telah mencoreng nama besar Toshiba selama ini. Profesi
akuntan dan auditor lagi –lagi dipertanyakan. Ternyata tidak cukup setelah
kasus Enron tahun 2001 yang juga telah membohongi publik dengan menutupi kerugian sebesar 2 miliar dolar Amerika Serikat dengan menyatakan laba
sebesar 600 juta dolar Amerika Serikat. Mungkin masih terngiang di telinga para akuntan dan auditor tentang kasus Enron yang dianggap sebagai the
biggest audit failure in the century, yang malangnya melibatkan Arthur Anderson salah satu the big five accounting firms saat itu.
Akademisi dan profesi berdebat tentang apakah auditor harus diganti setelah beberapa lama
memberikan jasa audit kepada satu klien karena kasus Enron diduga terjadi karena lama hubungannya dengan klien.
Setahun setelah itu dunia akuntansi dan audit dipaksa patuh kepada Sarbanes-Oxley ActSarboxSOX yang
memperketat lagi peraturan laporan keuangan bagi perusahaan publik maupun non-publik Mukhlisin, 2015.
Namun setelah muncul peraturan itu, mengapa masih ada lagi fraud di mana
–mana? Termasuk di perusahaan Toshiba yang terkenal dipandu oleh prinsip-prinsip Komitmen Dasar Grup Toshiba Berkomitmen untuk orang-
orang, Komitmen untuk Masa Depan, Toshiba mempromosikan operasi global dengan mengamankan Pertumbuhan Melalui Kreativitas dan Inovasi,
dan memberikan kontribusi terhadap pencapaian dunia di mana orang-orang hidup dalam masyarakat aman, tenang dan nyaman. Ternyata pada tahun 2015
masyarakat tidak aman, tenang, dan nyaman hanya karena Toshiba telah gagal menjalankan prinsip kebenaran dan tanggung jawab Mukhlisin, 2015.
Masa perikatan auditor tenure audit yang panjang dapat menyebabkan auditor dapat mengembangkan hubungan yang lebih nyaman serta kesetiaan
yang kuat atau hubungan emosional dengan klien mereka, yang dapat mencapai tahap dimana independensi auditor terancam. Lamanya masa
perikatan juga bisa membuat seorang auditor lebih mementingkan kepentingan kliennya dibandingkan dengan dengan kepentingan profesinya. Kartika juga
berpendapat bahwa masa perikatan auditor berpengaruh terhadap kualitas audit. Apabila masa perikatan auditor bertambah lama maka kualitas audit
menjadi buruk. Atas dasar latar belakang di atas, maka penulis akan memfokuskan
penelitian pada “Analisis Fee Audit, Tenure Audit dan Skeptisme Profesional Auditor dalam Hubungan dengan Kualitas Audit”.
B. Rumusan Masalah