Sedangkan pemilihan jenisitem obat ISPA pada penelitian ini yang paling jarang diresepkan adalah Sanmol
®
syrup. Hal ini dikarenakan pola peresepan tidak tergantung pada stok obat yang tersedia.
Lalu selanjutnya dilanjutkan dengan uji statistik chi-square dan diperoleh nilai p=0,008 yang artinya signifikan atau ada perbedaan pola peresepaan dari
sisi jumlah jenis obat target ISPA karena jumlah pasien pada semester I dan semester II juga berbeda jumlahnya. Sehingga dapat dikatakan hal ini tidak
sesuai dengan teori, bahwa pola peresepan tergantung pada stok obat di Puskesmas.
2. Jumlah Unit Obat
Jumlah unit obat ISPA yang diresepkan pada semester I dan semester II dapat dilihat pada tabel VII, untuk dilihat perbandingan antara banyaknya
pemberian obat yang diresepkan pada semester I dan semester II. Menurut jumlah unit obat ISPA pada tabel VII, yang paling banyak
diresepkan pada semester I adalah cotrimokzazol dan pada semester II adalah erytromycin. Selanjutnya obat yang paling banyak diresepkan kedua pada
semester I adalah ciprofloxacin
,
sedangkan pada semester II adalah bestocol. Banyaknya pemberian jumlah obat tersebut tergantung dengan kondisi pasien
yang datang berobat ke Puskesmas Induk Tegalrejo, sehingga dapat dikatakan bahwa jumlah unit obat ISPA yang diberikan pada tiap pasien tidak tergantung
oleh stok obat yang ada di Puskesmas Induk Tegalrejo tapi tergantung oleh kondisi tiap-tiap pasien.
Tabel VII. Perbandingan Jumlah Unit Obat Sistem Pernafasan di Puskesmas Induk Tegalrejo Yogyakarta 2009
Nama Obat ∑ Unit Obat ISPA Oral pada Tiap
Pasien Semester I
Semester II Ambroxol
4,7 6,4
Amoksisilin syrup 1
1 Amoksisilin tablet
6,7 7,1
Anacetin syrup 1
1 Antalgin
8,2 7,9
Asam Mefenamat 5,5
7 Bestocol
7,2 8,5
Cetirizine 4,4
3,9 Ciprofloxacin
10 Cotrimokzazol
12 8,3
CTM 5,4
5,8 Dextromethorphan
5,8 6,9
Efedrin 3,2
4 Erytromycin
6 15
Gliseril Guaiakolat 6,6
5,4 Ibuprofen
8,7 7,3
OBH 1
1 Paracetamol syrup
1 1
Paracetamol tablet 6,4
6,3 Salbutamol
6,1 6,8
Sanmol
®
syrup 1
1 Tremenza
®
4,3 4,8
Selanjutnya data diolah secara statistik, dan karena distribusi data yang didapat tidak normal maka dilanjutkan dengan uji non parametrik. Hasil uji
statistik menunjukkan bahwa data nilai signifikansinya p=0,169, yang artinya hasilnya tidak signifikan atau tidak ada perbedaan signifikan pada jumlah unit
obat ISPA.
3. Kekuatan obat
Pada penelitian ini juga dibahas tentang aturan umum dosis yang dapat dilihat dari kekuatan obatnya, durasi pemakaian dari jumlah unit obat, dan
frekuensi pemakaian obat ISPA. Di Puskesmas Induk Tegalrejo Yogyakarta, tersedia 22 macam obat ISPA dengan 1 jenis kekuatan obat. Adapun macam
obatnya dapat dijelaskan lewat tabel berikut, lengkap berserta dosis lazim dan dosis maksimum masing-masing obat tersebut:
Tabel VIII. Kekuatan Obat Sistem Pernafasan Akut Yang Tersedia di Puskesmas Induk Tegalrejo
Nama Obat
Kekuat an Obat ISPA
Yang Tersedia di Puskesmas
Yang Beredar di Pasaran
Ambroxol 30 mg
- Amoksisilin syrup
125 mg5 ml -
Amoksisilin tablet 500 mg
250 mg Anacetin syrup
60 ml -
Antalgin 500 mg
- Asam Mefenamat
500 mg 250 mg
Bestocol 500 mg
- Ceterizine
10 mg -
Ciprofloxacin 500 mg
250 mg, 1000 mg Cotrimokzazol
480 mg
-
CTM 4 mg
- Dextromethorphan
15 mg -
Efedrin 10 mg
- Erytromycin
500 mg 250 mg
Gliseril Guaiakolat 100 mg
- Ibuprofen
400 mg 200 mg
OBH syrup 100 ml
- Paracetamol syrup
120 mg5 ml -
Paracetamol tablet 500 mg
100 mg, 250 mg Salbutamol
2 mg 4 mg
Sanmol
®
syrup 120 mg5 ml
- Tremenza
®
60 mg
-
Dari pemberian obat ISPA di atas dapat dikatakan bahwa kekuatan obat yang diberikan di Puskesmas Induk Tegalrejo tergantung dengan stok obat yang
tersedia di Puskesmas Induk Tegalrejo, hal ini dapat dilihat dari ketersediaan kekuatan obat yang ada di Puskesmas Induk Tegalrejo dan obat yang diberikan
pada tiap pasien yang hanya 1 jenis kekuatan obat saja, padahal pada kenyataannya ada beberapa jenis obat yang mempunyai lebih dari 1 kekuatan
obat, seperti: paracetamol 100 mg, 250 mg, dan 500 mg dan amoksisilin 250 mg dan 500 mg. Walaupun demikian tidak ada peresepan obat yang melebihi
dosis maksimum ataupun di bawah dosis lazim untuk penggunaan kedua puluh dua jenis obat tersebut. Sehingga dapat dikatakan bahwa pemberian obat di
Puskesmas Induk Tegalrejo sudah sesuai dengan terapi walaupun kekuatan pemberian obatnya dipengaruhi oleh stok obat yang ada di Puskesmas Induk
Tegalrejo. Selanjutnya data diolah secara statistik, dan karena distribusi data yang
didapat tidak normal maka dilanjutkan dengan uji non parametrik. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa data nilai signifikansinya p=0,003, yang artinya
hasilnya signifikan atau ada perbedaan signifikan pada kekuatan obat ISPA. Frekuensi pemberian obat ISPA pada penelitian ini berbeda-beda
dikarenakan pemberian tiap obat diberikan berdasarkan diagnosa dan keadaan tiap pasien yang juga berbeda-beda. Variasi frekuensi pemberian obat ISPA di
Puskesmas Induk Tegalrejo dapat dilihat pada tabel IX dibawah ini.