Kajian pola peresepan obat infeksi saluran pernafasan akut pada semester I dan semester II di Puskesmas Induk Tegalrejo, Yogyakarta tahun 2009.

(1)

KAJIAN POLA PERESEPAN OBAT INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT PADA SEMESTER I DAN SEMESTER II DI PUSKESMAS INDUK

TEGALREJO, YOGYAKARTA TAHUN 2009

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Amelia Christina Tejo

NIM : 068114096

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA


(2)

i

KAJIAN POLA PERESEPAN OBAT INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT PADA SEMESTER I DAN SEMESTER II DI PUSKESMAS INDUK

TEGALREJO, YOGYAKARTA TAHUN 2009

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Amelia Christina Tejo

NIM : 068114096

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA


(3)

Per*etujuaa Skdp$i

I(A,fiAIY S&LA PMffiSETAE$ {}EAT B*trEKSI SALI'RAN PSRNAFASAT{ AI(T}T PADA SSII{ESTER I DA.N $&*ffiSTER

II

DI PUSKESMAS INI}UK

TEGALRE.K),

yOgrAI(*RrA

TAHUN 2009

Slripei,yacg diei$ar oleh : Amelia

Chi*im

Tejo

I{&t:$6811ffi

Tclah disetnjei oleh:

Maria Wisnrr Donowati, M.Si.,Apt Tanggal23

SWd€r

2013

Fenrbin&ing

W

lt


(4)

KAJIAN POLA PERESEPAIY OBAT ID{FtrKSI SALI]RAN PERNAFASAI\I

AKUT PADA SEMESTER I DAI\ SEMESTER tr DI PUSKESMAS INDI.]K TEGALREIO, YOGYAKARTA TAHI]N fiNg

Oleh:

Amelia Christina Tejo

NIM:068114096

M.Sc., Apt. Tanda Tangan

PanitiaPenguji: .

l.

Maria Wisnu Donowati, M.Si.,Apt

2.

Ipang Djunarko, M.Sc., Apt.

3.

Dra Th. B. Titien Siwi Hartayu, M.Kes., Ph.D., Apt.

Nhh.

v<

l11

#

tr

F

flt{'na

#


(5)

iv

Skripsi ini Penulis persembahkan untuk :

Tuhan Yesus K ristus atas hikmat, kasih dan penyertaan-Nya selama penulis

menyusun skripsi ini

J uga kepada Papa, mama, keluarga besar penulis, yang terkasih R udy, para

sahabat serta teman-teman komsel atas kasih, dukungan dan motivasinya hingga

penulis akhirnya dapat segera menyelesaikan skripsi ini

.

Terima kasih juga untuk semua pihak yang telah berperan serta dalam

mendukung keberhasilan Penulis.


(6)

v

PRAKATA

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus Sang Juru Selamat atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Kajian Pola Peresepan Obat Infeksi Saluran Pernafasan Akut Pada Semester I Dan Semester II Di Puskesmas Induk

Tegalrejo, Yogyakarta Tahun 2009” ini. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Atas bimbingan, pengarahan dan bantuan yang telah diberikan sehingga penyusunan skripsi ini dapat terlaksana, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma atas bimbingannya selama penulis melakukan proses pembelajaran di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

2. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt. Selaku dosen pembimbing skripsi sebelum akhirnya dilimpahkan kepada Ibu Maria Wisnu Donowati, M.Si., Apt. Atas dukungan, arahan, kritik, dan masukan serta semangat yang diberikan kepada penulis. 3. Ibu Maria Wisnu Donowati, M.Si., Apt. Selaku dosen pembimbing atas

dukungan, arahan, serta semangat yang diberikan kepada penulis selama proses penyusunan skripsi.


(7)

vi

4. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. Selaku dosen pembimbing akademik serta dosen penguji atas bantuan, dukungan, arahan, kritik, dan masukan serta semangat yang diberikan kepada penulis.

5. Dra. Th. B. Titien Siwi Hartayu, M.Kes., Ph.D., Apt. Selaku dosen penguji atas arahan, kritik, dan saran yang diberikan kepada penulis.

6. Kepala Puskesmas Induk Tegalrejo Kota Yogyakarta yang telah memberikan izin kepada penulis untuk dapat melakukan penelitian di Puskesmas Induk Tegalrejo Kota Yogyakarta.

7. Seluruh dokter jaga dan staf bagian pendaftaran, staf bagian pemeriksaan, staf bagian rekam medik, dan staf pelayanan obat atas informasi dan bantuan yang diberikan selama penulis mengambil data di Puskesmas Induk Tegalrejo Yogyakarta.

8. Kedua orang tuaku Tejo Sugianto dan Tuti Suharjo yang dengan tulus ikhlas memberikan dukungan berupa kasih sayang, doa, nasehat, motivasi dan semangat serta materi dalam setiap langkah hidup penulis.

9. Saudariku yang terkasih Anna Christina, dan seluruh keluarga besar di Purworejo, Cirebon dan Bandung yang telah memberikan doa, dukungan dan semangatnya demi selesainya skripsi ini.

10. Rudy Gafhar atas kasih sayang, dukungan dan semangat yang sangat menguatkan disaat penulis mengalami putus asa.

11. Sahabat-sahabatku, Josephine Susanto, Fitriana Annisa, Erma Putri dan Paula Cindy yang selalu memberi semangat, kasih sayang, saran dan dukungan doa serta kebersamaan yang telah dilalui dalam suka dan duka bersama penulis.


(8)

vii

12. Seluruh teman Farmasi angkatan ‘06 pada umumnya, khususnya teman-teman FKK ’06 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang menjadi teman belajar dan diskusi baik selama kuliah, praktikum, maupun selama penyusunan skripsi.

13. Serta pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu-persatu oleh penulis. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna, namun penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan penulis khususnya. Semoga Yesus Kristus Sang Juru Selamat kita selalu berkenan memberikan petunjuk dan berkat kepada kita semua.

Yogyakarta, 14 Agustus 2013 Penulis


(9)

PERI\IYATAAI{ KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi y€ng saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya ofiurg lain, kecuali yang t€lah.disebutkan

dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan indikasi plagiarisme dalam naslCIh ini, maka saya bersedia menanggung segala

yksi

sesuai peraturan perundang-undang+

yang

berlaku-Yogyakarta 14 Agustus 2013 Penulis

h

Amelia Christina Tejo

arlt ,


(10)

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PRAKATA ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

INTISARI ... xiv

ABSTRACT ... xv

BAB I . PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

1. Perumusan masalah ... 4

2. Keaslian penelitian ... 5

3. Manfaat penelitian ... 6

B. Tujuan Penelitian ... 6

BAB II . PENELAAHAN PUSTAKA... 7

A. Puskesmas ... 7

B. Pola Peresepan Obat ... 8

C. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) ... 10

1. Definisi ISPA ... 11

2. Etiologi ISPA ... 12

3. Klasifikasi ISPA ... 12

4. Tanda dan Gejala ISPA ... 14

5. Penatalaksanaan ISPA ... 16


(11)

x

BAB III. METODE PENELITIAN... 23

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 23

B. Variabel Penelitian ... 23

C. Definisi Operasional ... 24

D. Subjek Penelitian ... 25

E. Lokasi Penelitian ... 26

F. Bahan Penelitian ... 26

G. Tata Cara Pengumpulan Data ... 27

1. Persiapan ... 27

2. Pengumpulan Data ... 27

3. Wawancara ... 28

4. Tahap Penyelesaian ... 28

a. Pengolahan Data ... 28

b. Evaluasi Data ... 28

H. Tata Cara Pengolahan Hasil Penelitian ... 28

I. Kesulitan dan Kelemahan Penelitian ... 30

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32

A. Profil Pasien ... 32

1. Jenis Kelamin Pasien ... 32

2. Umur Pasien ... 33

3. Kasus Penyakit ... 35

B. Profil Obat ... 36

1. Jumlah Jenis Obat ... 40

2. Jumlah Unit Obat ... 43

3. Kekuatan Obat ... 45

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 49

A. Kesimpulan ... 49

B. Saran ... 50

DAFTAR PUSTAKA ... 51

LAMPIRAN ... 54


(12)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel I. Umur Pasien ISPA di Puskesmas Induk Tegalrejo Yogyakarta... 34 Tabel II. Distribusi Jenis Kasus Penyakit ISPA di Puskesmas Induk Tegalrejo

Yogyakarta 2009... 35 Tabel III. Kasus Penyakit Lain pada Pasien ISPA di Puskesmas Induk Tegalrejo

Yogyakarta 2009... 36 Tabel IV. Penggolongan Obat yang Diresepkan pada Pasien ISPA di Puskesmas

Induk Tegalrejo Yogyakarta 2009... 36 Tabel V. Perbandingan Jumlah Item Obat Target ISPA dan Obat Non Target di

Puskesmas Induk Tegalrejo Yogyakarta 2009... 40 Tabel VI. Perbandingan Jumlah Item Obat Sistem Pernafasan di Puskesmas

Induk Tegalrejo Yogyakarta 2009... 42 Tabel VII. Perbandingan Jumlah Unit Obat Sistem Pernafasan di Puskesmas

Induk Tegalrejo Yogyakarta 2009... 44 Tabel VIII. Kekuatan Obat Sistem Pernafasan Akut Yang Tersedia di Puskesmas

Induk Tegalrejo... 45 Tabel IX. Frekuensi Pemberian Obat ISPA di Puskesmas Induk Tegalrejo


(13)

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Jenis Kelamin Pasien ISPA Di Puskesmas Induk Tegalrejo Yogyakarta 2009... 35


(14)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Olah Data SPSS………... 54 Lampiran 2. Surat Izin Penelitian... 64


(15)

xiv

INTISARI

Minimnya pelayanan kesehatan dan persediaan obat kerap kali mempengaruhi pola peresepan obat di Puskesmas. Hingga saat ini masih sering ditemukan Puskesmas yang kehabisan obat dipertengahan atau akhir semester, sehingga pasien yang datang berobat hanya menerima obat seadanya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan pola peresepan obat Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) pada semester I dan semester II di Puskesmas Induk Tegalrejo, Yogyakarta tahun 2009.

Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dan pengumpulan data dilakukan secara retrospektif. Sedangkan cara pengujian data yang digunakan adalah two sample T test. Data yang digunakan adalah data pengobatan pasien yang terdiagnosa ISPA di Puskesmas Induk Tegalrejo, Yogyakarta tahun 2009.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis kelamin, umur dan kasus penyakit penyerta tidak berdampak pada penelitian. Berdasarkan perbandingan jumlah jenis obat dan kekuatan obat ISPA pada semester I dan semester II, ada perbedaan bermakna, yang artinya bahwa pola peresepan obat ISPA dalam sisi jumlah jenis obat dan kekuatan obat ISPA dipengaruhi oleh stok obat. Namun jumlah unit obat ISPA tidak ada perbedaan yang bermakna, sehingga dapat dikatakan bahwa pola peresepan obat ISPA dari sisi jumlah obat tidak dipengaruhi oleh stok obat yang tersedia di Puskesmas Induk Tegalrejo Yogyakarta tahun 2009.


(16)

xv ABSTRACT

The limited of health care and medical supplies affects the drug prescription system in the Primary Health Centre. It is still found that the Primary Health Centres had run out of medicine supply at mid or end of the semester, thus the patients received limited the drug for treatment. This study was aimed to compare the drug prescribing system in acute respiratory infections in the first and second semester at the Primary Health Centre of Tegalrejo, Yogyakarta in the year of 2009.

This research is a descriptive research with retrospective data collection. The data analyses was used two sample of t test. The data used were the data of all patients were given the drug at Primary Health Centre of Tegalrejo, Yogyakarta in the year of 2009.

The results showed that gender, age and illness case has no impact on the study. While based on the drugs amount and the drugs strength of acute respiratory infections at the first and second semesters had a significant difference, which means that the amount, type and strength of the drugs were affected by the drugs stock. But the units’ amount of acute respiratory infections had no significant difference, which means that the prescribing system of acute respiratory infections drugs based on the drugs amount was not affected by drugs stock the Primary Health Centre of Tegalrejo, Yogyakarta in the year of 2009.

Keywords: prescribing system, Primary Health Center, acute respiratory infections drug.


(17)

1

BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang Penelitian

Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Dalam undang-undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992 dinyatakan bahwa pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang, agar terwujud kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum dari tujuan pembangunan nasional. Untuk mencapai tujuan tersebut, diselenggarakan upaya-upaya yang bersifat menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan (Anonim, 2009b).

Salah satu upaya pemerintah dalam mewujudkan hal tersebut yaitu membentuk Pusat Kesehatan Masyarakat (PUSKESMAS). Puskesmas merupakan unit organisasi pelayanan kesehatan terdepan yang mempunyai misi sebagai pusat pengembangan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu untuk masyarakat yang tinggal di suatu wilayah kerja tertentu. Puskesmas sebagai salah satu organisasi fungsional pusat pengembangan masyarakat yang memberikan pelayanan promotif (peningkatan), preventif (pencegahan), kuratif (pengobatan), rehabilitatif (pemulihan kesehatan). Salah satu upaya pemulihan kesehatan yang dilakukan melalui kegiatan pokok Puskesmas adalah pengobatan. Dalam memberikan pelayanan kesehatan terutama pengobatan di Puskesmas obat-obatan merupakan unsur yang sangat penting, dengan demikian pembangunan di bidang perobatan sangat penting (Anonim, 2009b).


(18)

Puskesmas adalah instansi pemerintah yang wajib bertanggung jawab atas kesejahteraan kesehatan masyarakat di setiap kecamatannya. Pada kenyataannya Puskesmas menjadi tempat yang terlalu demokratis bagi kesehatan rakyat, yang hanya difasilitasi secara minimal oleh pemerintah dengan kualitas pelayanan yang seadanya. Hal ini dapat dilihat dari fasilitas penunjang alat-alat kesehatan yang sudah tidak valid untuk pelayanan kesehatan, dokter yang sangat sedikit (kebanyakan adalah sukarelawan), serta fasilitas penyediaan obat-obatan yang sangat terbatas bahkan terkesan asal-asalan (serba CTM dan paracetamol) yang berimplikasi dengan memukul rata obat bagi setiap penyakit. Dengan demikian keberadaan Puskesmas patut dipertanyakan sejalan dengan alokasi anggaran kesehatan (Anonim, 2009b).

Manajemen obat di Puskesmas merupakan salah satu aspek penting dari Puskesmas, karena ketidakefisienan akan memberikan dampak negatif terhadap biaya operasional Puskesmas. Bahan logistik obat merupakan salah satu tempat kebocoran anggaran, sedangkan ketersediaan obat setiap saat menjadi tuntutan pelayanan kesehatan. Dengan demikian pengelolaan yang efisien sangat menentukan keberhasilan manajemen Puskesmas secara keseluruhan. Tujuan manajemen obat adalah tersedianya obat setiap saat dibutuhkan baik mengenai jenis, jumlah maupun kualitas secara efisien. Dengan demikian manajemen obat dapat dipakai sebagai proses penggerakan dan pemberdayaan semua sumber daya yang dimiliki/potensial untuk dimanfaatkan dalam rangka mewujudkan ketersediaan obat setiap saat dibutuhkan untuk operasional efektif dan efisien. Pengkajian Sumber Daya Kesehatan (PSDK) bidang Farmasi menemukan bahwa


(19)

paling tidak 42% Puskesmas pernah mengalami kekosongan obat (stock out) selama periode pelayanan (Dwiprahasto, 2004). Ketidakcukupan obat-obatan disebabkan oleh berbagai faktor. Salah satu faktor yang sangat menentukan yaitu faktor perencanaan/perhitungan perkiraan kebutuhan obat yang belum tepat, belum efektif dan kurang efisien (Anonim, 2009b).

Anggaran kesehatan merupakan anggaran terbesar kedua untuk dinas di setiap daerah setelah anggaran pendidikan, namun tetap saja kesehatan masyarakat masih sangat buruk karena masih rendahnya pelayanan kesehatan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan. Untuk anggaran pelayanan kesehatan gratis sepanjang tahun 2009, dianggarkan sekitar 20 miliar rupiah. Dari jumlah tersebut 75% diantaranya dialokasikan ke 38 Puskesmas dan 2 Puskesmas pembantu, sedang 25% sisanya digunakan untuk anggaran obat. Dari hal ini dapat dikatakan bahwa anggaran obat harus dibelanjakan dengan baik agar dapat mencakup pembelian obat yang memang benar-benar dibutuhkan, dan membuat pemerataan pemberian obat di Puskesmas, khususnya obat infeksi saluran pernafasan akut, baik dari segi jenis obat, jumlah obat (unit) maupun kekuatan obat obat infeksi saluran pernafasan akut yang diberikan melalui dokter. Pemerataan anggaran ini dimaksudkan untuk menghindari kekosongan stok obat di Puskesmas yang dikhawatirkan akan mempengaruhi pola peresepan obat, terutama obat infeksi saluran pernafasan akut (Anonim, 2009b).

Penyakit infeksi masih merupakan penyakit utama di banyak Negara berkembang, termasuk Indonesia; terutama infeksi pernapasan akut (ISPA), baik infeksi saluran pernapasan atas maupun bagian bawah. Hasil Survei Kesehatan


(20)

Rumah Tangga (SKRT) tahun 1997 menunjukkan bahwa prevalensi ISPA untuk usia 0-4 tahun 47,1%; usia 5-15 tahun 29,5%; dewasa 23,8%; serta lebih dari 50% penyebabnya adalah virus infeksi sekunder bakterial pada ISPA, yang dapat terjadi akibat komplikasi terutama pada anak dan usia lanjut, sehingga memerlukan terapi antimikroba. Beberapa kuman penyebab komplikasi infeksi ISPA yang pernah diisolasi dari usap tenggorok antara lain Streptococcus, Staphylococcus, Klebsiella, Pseudomonas, Escherichia, Proteus, dan Haemophillus. Untuk mengatasinya sering kali digunakan antimikroba golongan beta-laktam, makrolida, dan cotrimoksazol (Gitawati dan Isnawati, 2009).

Pemilihan Puskesmas Induk Tegalrejo, Yogyakarta sebagai lokasi penelitian didasarkan oleh lokasi Puskesmas Induk Tegalrejo yang berada di tengah kota. Selain itu Puskesmas Induk Tegalrejo Yogyakarta juga adalah salah satu Puskesmas yang cukup besar. Hal ini dapat dilihat dari adanya pelayanan rawat jalan dan rawat inap di Puskesmas tersebut, sehingga peneliti merasa bahwa Puskesmas Induk Tegalrejo Yogyakarta mampu mewakili gambaran Puskesmas pada umumnya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kajian pola peresepan obat infeksi saluran pernafasan akut pada semester I dan semester II di Puskesmas Induk Tegalrejo kota Yogyakarta tahun 2009.

1. Rumusan masalah

a. Apakah ada perbedaan pola peresepan dalam hal pemilihan jenis obat infeksi saluran pernafasan akut yang diresepkan pada semester I dan semester II di Puskesmas Tegalrejo, Yogyakarta tahun 2009?


(21)

b. Apakah ada perbedaan pola peresepan dalam hal pemilihan jumlah obat infeksi saluran pernafasan akut (unit) yang diresepkan pada semester I dan semester II di Puskesmas Induk Tegalrejo, Yogyakarta tahun 2009?

c. Apakah ada perbedaan pola peresepan dalam hal kekuatan obat infeksi saluran pernafasan akut yang diresepkan pada semester I dan semester II di Puskesmas Induk Tegalrejo, Yogyakarta tahun 2009?

2. Keaslian penelitian

Di kalangan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, penelitian mengenai kajian pola peresepan obat infeksi saluran pernafasan akut pada semester I dan semester II di Puskesmas Induk Tegalrejo, Yogyakarta tahun 2009 belum pernah dilakukan. Penelitian sejenis pernah dilakukan pada lokasi dan tahun yang sama tetapi berbeda jenis penyakit, oleh Evitaphani dan Berliani. Penelitian tersebut adalah Perbandingan Pola Peresepan Obat Diabetus Milletus dan Hipertensi pada Semester I dan Semester II di Puskesmas Induk Tegalrejo, Yogyakarta tahun 2009.

Sedangkan di luar Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, penelitian sejenis juga sudah pernah dilakukan, oleh Perwitasari dengan judul Pola Peresepan Pada Pasien Infeksi Saluran Pernapasan Atas Di Puskesmas Wilayah Kotamadya Yogyakarta Periode Januari-Juli 2004. Namun pada penelitian tersebut melihat kerasionalan obat dan pola peresepan antibiotik yang digunakan. Tidak dikaitkan dengan stok obat yang tersedia di Puskesmas tersebut.


(22)

3. Manfaat penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan untuk pengembangan pola peresepan di Puskesmas Induk Tegalrejo Yogyakarta agar dalam peresepan obat bukan hanya berdasarkan ketersediaan obat di Puskesmas, namun disesuaikan dengan jenis penyakit yang dialami pasien dengan indikasi obat.

B. Tujuan Penelitian

1. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pola peresepan dalam hal pemilihan jenis obat infeksi saluran pernafasan akut pada semester I dan semester II di Puskesmas Induk Tegalrejo, Yogyakarta pada tahun 2009. 2. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pola peresepan dalam hal

pemilihan jumlah (unit) obat infeksi saluran pernafasan akut pada semester I dan semester II di Puskesmas Induk Tegalrejo, Yogyakarta pada tahun 2009.

3. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pola peresepan dalam hal pemilihan kekuatan obat infeksi saluran pernafasan akut pada semester I dan semester II di Puskesmas Induk Tegalrejo, Yogyakarta pada tahun 2009.


(23)

7

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Puskesmas

Puskesmas merupakan suatu kesatuan organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat disamping memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok. Wilayah kerja Puskesmas meliputi satu Kecamatan atau sebagian dari kecamatan. Faktor kepadatan penduduk, luas daerah, keadaan geografi dan keadaan infrastruktur lainnya merupakan bahan pertimbangan dalam menentukan wilayah kerja Puskesmas (DepKes RI, 1991).

Sasaran penduduk yang dilayani oleh sebuah Puskesmas rata-rata 30.000. penduduk. Untuk perluasan jangkauan pelayanan kesehatan maka Puskesmas perlu ditunjang dengan unit pelayanan kesehatan yang lebih sederhana yaitu Puskesmas pembantu dan Puskesmas keliling. Pelayanan kesehatan yang diberikan di Puskesmas adalah pelayanan kesehatan yang meliputi pelayanan pengobatan (kuratif), upaya pencegahan (preventif), peningkatan kesehatan (promotif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang ditujukan kepada semua penduduk dan tidak dibedakan jenis kelamin dan golongn umur, sejak pembuahan dalam kandungan sampai tutup usia (Jamil, 2006).

Fungsi Puskesmas adalah sebagai pusat pembangunan kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya, membina peran serta masyarakat di wilayah kerjanya dalam rangka meningkatkan kemampuan untuk hidup sehat, memberikan


(24)

pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya. (DepKes RI, 1992). Pelayanan kesehatan yang bermutu merupakan salah satu kebutuhan dasar yang diperlukan setiap orang. Puskesmas adalah salah satu organisasi pelayanan kesehatan yang pada dasarnya adalah organisasi jasa pelayanan umum. Oleh karenanya, Puskesmas sebagai pelayanan masyarakat perlu memiliki karakter mutu pelayanan prima yang sesuai dengan harapan pasien, selain diharapkan memberikan pelayanan medis yang bermutu (Jamil, 2006).

Jaminan mutu (Quality Assurance) dalam pengelolaan dan pelayanan obat di Puskesmas adalah suatu hal yang perlu dilakukan karena obat di Puskesmas menyerap dana yang cukup besar yaitu lebih 30-40% dari anggaran pembangunan kesehatan di masing-masing Kabupaten/Kota (DepKes RI, 2007).

B. Pola Peresepan Obat

Menurut World Health Organization (1985) bahwa yang termasuk dalam peresepan obat yang rasional adalah jika penderita yang mendapat obat-obatan sesuai dengan diagnosis penyakitnya, dosis dan lama pemakaian obat yang sesuai dengan kebutuhan pasien, serta biaya yang serendah mungkin yang dikeluarkan pasien maupun masyarakat untuk memperoleh obat. Maka dalam meningkatkan mutu pengobatan terhadap pasien perlu diperhatikan hal-hal yang dapat menimbulkan peresepan obat yang tidak rasional (Quick, 1997).

Pola peresepan yang menyimpang memiliki andil besar pada pengobatan tidak rasional. Peresepan yang tidak rasional dapat juga dikelompokkan dalam lima bentuk:


(25)

• Peresepan boros (Extravagant Prescribing), yaitu peresepan dengan obat-obat yang lebih mahal, padahal ada alternatif obat-obat yang lebih murah dengan manfaat dan keamanan yang sama. Termasuk disini adalah peresepan yang terlalu berorientasi ke pengobatan simptomatik hingga mengurangi alokasi obat yang lebih vital contoh pemakaian obat antidiare yang berlebihan dapat menurunkan alokasi untuk oralit yang notabene lebih vital untuk menurunkan mortalitas.

• Peresepan berlebihan (Over Prescribing), yaitu peresepan yang jumlah, dosis dan lama pemberian obat melebihi ketentuan serta peresepan obat-obat yang secara medik tidak atau kurang diperlukan.

• Peresepan yang salah (Incorrect Prescribing), yaitu pemakaian obat untuk indikasi yang salah, obat yang tidak tepat, cara pemakaian salah, mengkombinasi dua atau lebih macam obat yang tak bisa dicampurkan secara farmasetik dan terapetik; serta pemakaian obat tanpa memperhitungkan kondisi penderita secara menyeluruh.

• Peresepan majemuk (Multiple Prescribing), yaitu pemberian dua atau lebih kombinasi obat yang sebenarnya cukup hanya diberikan obat tunggal saja. Termasuk pengobatan terhadap semua gejala yang muncul tanpa mengarah ke penyakit utamanya.

• Peresepan kurang (Under Prescribing), terjadi kalau obat yang diperlukan tidak diresepkan, dosis obat tidak cukup, dan lama pemberian obat terlalu pendek waktunya (Kimin, 2009).


(26)

Satu resep pada umumnya diperuntukkan bagi satu penderita. Pada kenyataannya resep lebih besar maknanya dari yang disebutkan diatas, karena resep merupakan perwujudan akhir dari kompetensi, pengetahuan dan keahlian dokter dalam menerapkan pengetahuannya dalam bidang farmakologi dan terapi. Pada prakteknya, sering dijumpai kebiasaan pengobatan (prescribing habit) yang tidak berdasarkan proses dan tahap ilmiah tersebut (Wibowo, 2009).

Obat merupakan salah satu sumber daya penting yang diperlukan dalam upaya pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas. Pengadaan obat oleh pemerintah jumlahnya terbatas, oleh karena itu perlu dilakukan langkah-langkah perencanaan, pengelolaan obat yang baik dan yang lebih penting adalah penggunaannya harus rasional (Jamil, 2006).

C. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)

1. Definisi ISPA

ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernafasan Akut, istilah ini diadaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infections (ARI). Penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung hingga alveoli termasuk jaringan adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura (Prabu, 2009).

ISPA sering disalah artikan sebagai infeksi saluran pernafasan atas, padahal yang benar ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernafasan Akut yang meliputi saluran pernafasan bagian atas dan saluran pernafasan bagian bawah. Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) mengandung 3 (tiga) unsur yaitu infeksi, saluran pernafasan, dan akut dengan pengertian sebagai berikut :


(27)

a. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme kedalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.

b. Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksenya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah, dan pleura ISPA secara anatomis mencangkup saluran pernafasan bagian atas, saluran pernafasan bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan organ adneksa saluran pernafasan. Dengan batasan ini jaringan paru termasuk dalam saluran pernafasan (rerspiratory track)

c. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari di ambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat di golongkan dalam ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari (Huswanda, 2010).

Penyakit ISPA atau penyakit infeksi saluran pernafasan atas dan bawah yang dapat menyerang semua umur, baik orang dewasa, remaja, atau balita. Namun yang paling rentan terserang ISPA adalah balita dan bayi. ISPA pun tidak mengenal tempat baik dinegara maju ataupun Negara yang kurang berkembang. Oleh karena itu penderita ISPA didunia sangat tinggi (Huswanda, 2010).

2. EtiologiISPA

Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri dan virus. Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah dari genus Streptokokus, Stafilokokus, Pneumokokus, Hemofillus, Bordetelia dan Korinebakterium. Virus penyebab ISPA antara lain adalah golongan Miksovirus, Adnovirus, Koronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma, Herpesvirus dan lain-lain (Suhandayani, 2007).


(28)

Bakteri tersebut di udara bebas akan masuk dan menempel pada saluran pernafasan bagian atas yaitu tenggorokan dan hidung. Biasanya bakteri tersebut menyerang anak-anak yang kekebalan tubuhnya lemah misalnya saat perubahan musim panas ke musim hujan (DepKes RI, 2007).

Untuk golongan virus penyebab ISPA antara lain golongan miksovirus (termasuk di dalamnya virus para-influensa, virus influensa, dan virus campak), dan adenovirus. Virus para-influensa merupakan penyebab terbesar dari sindroma batuk rejan, bronkiolitis dan penyakit demam saluran nafas bagian atas. Untuk virus influensa bukan penyebab terbesar terjadinya sindroma saluran pernafasan kecuali hanya epidemi-epidemi saja. Pada bayi dan anak-anak, virus-virus influenza merupakan penyebab terjadinya lebih banyak penyakit saluran nafas bagian atas daripada saluran nafas bagian bawah (DepKes RI, 2007).

3. Klasifikasi ISPA

Klasifikasi penyakit ISPA dibedakan untuk golongan umur di bawah 2 bulan dan untuk golongan umur 2 bulan-5 tahun (Muttaqin, 2008):

a. Golongan Umur Kurang 2 Bulan i. Pneumonia Berat

Bila disertai salah satu tanda tarikan kuat di dinding pada bagian bawah atau napas cepat. Batas napas cepat untuk golongan umur kurang 2 bulan yaitu 6x per menit atau lebih.

ii. Bukan Pneumonia (batuk pilek biasa)

Bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat dinding dada bagian bawah atau napas cepat. Tanda bahaya untuk golongan umur kurang 2 bulan, yaitu:


(29)

• Kurang bisa minum (kemampuan minumnya menurun sampai kurang dari ½ volume yang biasa diminum)

• Kejang

• Kesadaran menurun

• Stridor

• Wheezing

• Demam / dingin.

b. Golongan Umur 2 Bulan-5 Tahun i. Pneumonia Berat

Bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan di dinding dada bagian bawah ke dalam pada waktu anak menarik nafas (pada saat diperiksa anak harus dalam keadaan tenang, tidak menangis atau meronta).

ii. Pneumonia Sedang

Bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah:

• Untuk usia 2 bulan-12 bulan = 50 kali per menit atau lebih

• Untuk usia 1-4 tahun = 40 kali per menit atau lebih. iii. Bukan Pneumonia

Bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak ada napas cepat. Tanda bahaya untuk golongan umur 2 bulan-5 tahun yaitu :

• Tidak bisa minum

• Kejang

• Kesadaran menurun


(30)

• Gizi buruk

Klasifikasi ISPA menurut Depkes RI (2002) adalah : a. ISPA ringan

Seseorang yang menderita ISPA ringan apabila ditemukan gejala batuk, pilek dan sesak.

b. ISPA sedang

ISPA sedang apabila timbul gejala sesak nafas, suhu tubuh lebih dari 390 C dan bila bernafas mengeluarkan suara seperti mengorok.

c. ISPA berat

Gejala meliputi: kesadaran menurun, nadi cepat atau tidak teraba, nafsu makan menurun, bibir dan ujung nadi membiru (sianosis) dan gelisah.

4. Tanda dan gejala ISPA

ISPA merupakan proses inflamasi yang terjadi pada setiap bagian saluran pernafasan atas maupun bawah, yang meliputi infiltrat peradangan dan edema mukosa, kongestif vaskuler, bertambahnya sekresi mukus serta perubahan struktur fungsi siliare (Muttaqin, 2008).

Tanda dan gejala ISPA banyak bervariasi antara lain demam, pusing, malaise (lemas), anoreksia (tidak nafsu makan), vomitus (muntah), photophobia (takut cahaya), gelisah, batuk, keluar sekret, stridor (suara nafas), dyspnea (kesakitan bernafas), retraksi suprasternal (adanya tarikan dada), hipoksia (kurang oksigen), dan dapat berlanjut pada gagal nafas apabila tidak mendapat pertolongan dan mengakibatkan kematian (Nelson, 2003).


(31)

a. Gejala ISPA Ringan

Seseorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:

• Batuk

• Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara (misal pada waktu berbicara atau menangis).

• Pilek, yaitu mengeluarkan lender atau ingus dari hidung.

• Panas atau demam, suhu badan lebih dari 370C atau jika dahi anak diraba. b. Gejala ISPA Sedang

Seorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika dijumpai gejala dari ISPA ringan disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:

• Pernafasan lebih dari 50 kali per menit pada anak yang berumur kurang dari satu tahun atau lebih dari 40 kali per menit pada anak yang berumur satu tahun atau lebih. Cara menghitung pernafasan ialah dengan menghitung jumlah tarikan nafas dalam satu menit.

• Suhu lebih dari 390 C (diukur dengan termometer).

• Tenggorokan berwarna merah.

• Timbul bercak-bercak merah pada kulit menyerupai bercak campak.

• Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga.

• Pernafasan berbunyi seperti mengorok (mendengkur).

• Pernafasan berbunyi menciut-ciut. c. Gejala ISPA Berat


(32)

Seorang anak dinyatakan menderita ISPA berat jika dijumpai gejala-gejala ISPA ringan atau ISPA sedang disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:

• Bibir atau kulit membiru.

• Lubang hidung kembang kempis (dengan cukup lebar) pada waktu bernafas.

• Anak tidak sadar atau kesadaran menurun.

• Pernafasan berbunyi seperti orang mengorok dan anak tampak gelisah.

• Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernafas.

• Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba.

• Tenggorokan berwarna merah.

5. Penatalaksanaan ISPA

Penatalaksanaan infeksi saluran pernapasan akut meliputi langkah-langkah pencegahan dan pengobatan. Upaya pencegahan yang dapat dilakukan guna menurunkan angka kejadian ISPA antara lain:

a. Menjaga keadaan gizi agar tetap baik sehingga tubuh memiliki daya tahan yang optimal untuk melawan segala macam agen infeksi yang dapat menyebabkan seseorang jatuh sakit.

b. Imunisasi dan vaksinasi juga dapat dilakukan dalam upaya pencegahan infeksi beberapa jenis virus seperti influenza dan pneumonia. Namun, saat ini masih kontroversial mengenai efektivitas pemberian vaksinasi pada usia lanjut yang berhubungan dengan penurunan fungsi limfosit B pada kelompok geriatri.

c. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan akan mengurangi risiko terjadinya penyebaran agen infeksi dari luar.


(33)

d. Menghindari berhubungan dengan penderita ISPA untuk mencegah penularan infeksi dari invidu satu ke individu lainnya (Anonim, 2009a).

Jika datang pasien dengan gejala ISPA seperti demam, nyeri badan, batuk, nyeri tenggorokan dan pilek maka perlu dipertimbangkan penyebab infeksinya. Apakah infeksi tersebut disebabkan oleh virus atau bakteri. Perlu ditanyakan bagaimana riwayat penyakitnya meliputi onset, penggunaan obat yang telah dilakukan sendiri oleh pasien, faktor risiko dan faktor komorbidnya. Dan jika terdapat indikasi ISPA maka perlu dilakukan pemeriksaan fisik untuk mengidentifikasi tanda klinis yang relevan (Anonim, 2009a).

Pasien dengan infeksi virus maka tidak perlu pemberian antibiotik. Terapi yang digunakan pada pasien adalah untuk meningkatkan daya tahan tubuh pasien dan membantu pasien mengurangi gejala yang muncul sementara tubuh berusaha untuk mengeliminasi virus (Anonim, 2009a).

Berikut ini adalah beberapa contoh gejala, tindakan dan obat yang dapat digunakan untuk meringankan gejala yang muncul pada pasien dengan infeksi virus:

a. Demam dan nyeri

Kompres dingin, tirah baring, kompres hangat pada bagian tubuh yang nyeri/pegal.

Medikamentosa: analgesik (asetamenofen, ibuprofen). b. Batuk dan sakit tenggorokan

Perbanyak minum air, menjaga kelembaban ruangan, kumur dengan air garam hangat.


(34)

Medikamentosa: ekspektoran, antitusif, kombinasi keduanya. c. Pilek

Inhalasi uap hangat, spray pelega hidung, pelembab kulit untuk daerah kemerahan sekitar hidung.

Medikamentosa: dekongestan dan antihistamin (Anonim, 2009a).

Banyak pasien beranggapan semua penyakit infeksi perlu diberikan antibiotik. Edukasi dan penyampaian informasi yang baik penting untuk menjelaskan kepada pasien bahwa tidak semua kasus infeksi memerlukan antibiotik. Pasien perlu tahu akan bahaya resistensi antibiotik pada penggunaan yang tidak tepat. Pasien juga perlu diingatkan apabila sakitnya bertambah buruk untuk segera datang ke unit kesehatan terdekat (Anonim, 2009a).

Berdasarkan Adult Clinical Practice Guidelines Summary dari CMA Foundation, penatalaksanaan pada ISPA dapat dikelompokan menjadi:

1. Sinusitis Bronkhial Akut

• Dengan antibiotik

Pasien dewasa dengan gejala infeksi saluran pernapasan atas yang tidak membaik dalam 10 hari atau tidak memburuk dalam 5-7 hari. Antibiotik diberikan selama 7 hingga 10 hari. Jika setelah pemberian selama 72 jam, reevaluasi pasien dan berikan antibiotik pilihan lain.

• Tanpa antibiotik

Hampir semua kasus sinusitis akut dapat sembuh tanpa pemberian antibiotik.


(35)

• Dengan antibiotik

Jika pada gejala klinis ditemukan demam, eritema dan eksudat tonsilofaringeal, petekie palatum, nyeri tekan dan pembesaran pada nodus limfatikus servikal anterior dan tanpa disertai batuk. Diagnosis dipastikan dengan kultur swab tenggorok atau deteksi antigen sebelum diberikan antibiotik.

• Tanpa antibiotik

Hampir seluruh kasus faringitis disebabkan oleh infeksi virus. Adanya gejala seperti di atas tidak biasa ditemukan pada Strep grup A. dan antibiotik tidak diperlukan pada pasien dengan konjungtivitis, batuk, rinorea, diare dan tanpa demam.

3. Batuk Tidak Khas/Bronkhitis Akut

• Dengan antibiotik

Antibiotik hanya diberikan pada pasien dengan eksaserbasi bakterial akut pada bronchitis kronis dan PPOK. Pada pasien dengan kondisi yang lebih berat dapat dipertimbangkan pneumonia. Pemeriksaan sputum tidak banyak membantu untuk menentukan kebutuhan antibiotik.

• Tanpa antibiotik

90% kasus ini merupakan kasus nonbakterial. 4. Infeksi Saluran Pernapasan Atas Nonspesifik


(36)

Tidak ada indikasi untuk pemberian antibiotik. Pasien biasanya mengharapkan terapi obat sehingga diperlukan edukasi yang baik tentang penggunaan antibiotik dan terapi nonmedikamentosa.

5. Pasien rawat jalan dengan Pneumonia Community Acquired • Dengan antibiotik

Kultur gram sputum disarankan jika pasien merupakan pengkonsumsi alkohol, mengalami obstruksi paru berat atau efusi pleura.

• Tanpa antibiotik

Pertimbangkan untuk memondokkan pasien jika skor PSI > 90, CURB-65 ≥ 2, tidak dapat mentoleransi pemberian oral, kondisi sosial yang tidak stabil atau jika penilaian klinis tidak terdapat indikasi (CMA, 2011).

Namun, penatalaksanaan infeksi pada geriatri tidak hanya terfokus pada penggunaan antibiotika saja. Pada pasien usia lanjut, telah terjadi perubahan fungsi organ akibat proses penuaan serta faktor-faktor komorbid. Sehingga terjadi perubahan pada proses distribusi obat, metabolisme obat, interaksi dan eksresi obat. Penurunan fungsi ginjal mengakibatkan ekskresi obat melalui ginjal menurun sehingga diperlukan penurunan dosis obat-obat yang diekskresi oleh ginjal. Perubahan motilitas gaster, penurunan permukaan untuk mengabsorpsi obat dan peningkatan jumlah jaringan adipose akan mempengaruhi efektivitas obat pada pasien geriatri. Selain itu, juga perlu diperhatikan terapi pada penyakit komorbidnya dan perbaikan keadaan umum yang meliputi nutrisi, hidrasi, oksigenasi, elektrolit dan lain sebagainya. Penyakit komorbid yang berat serta


(37)

keadaan umum yang jelek sering menimbulkan sepsis (Rahayu & Bahar, Supartondo & Roosheroe, 2007).

Prinsip pemberian obat yang benar pada usia lanjut antara lain sebagai berikut:

a. Mengumpulkan informasi mengenai riwayat pengobatan lengkap, meliputi semua obat termasuk obat tanpa resep dan vitamin serta riwayat alergi, efek yang tidak diinginkan, merokok, alkohol, waktu pemberian dan siapa pemberi obatnya.

b. Menghindari pemberian obat sebelum diagnosis ditegakkan jika keluhan ringan atau tidak khas, atau jika manfaat pengobatan diragukan.

c. Menyesuaikan obat sesuai kebutuhan. Penggunaan obat tidak boleh terlalu lama.

d. Mengenali farmakokinetik dan farmakodinamik dari obat yang digunakan. e. Memulai pemberian obat dari dosis yang terendah dan menaikkan dengan

perlahan-lahan.

f. Menggunakan dosis yang cukup sesuai dengan standar dosis pemberian obat. g. Memberikan dorongan pada pasien untuk patuh terhadap pengobatan.

Kadang diperlukan instruksi tertulis untuk memudahkan pasien mengingat waktu berobat atau dengan meminta bantuan kerabat terdekat pasien untuk mendampingi pasien selama pengobatan berlangsung.

h. Berhati-hati dalam menggunakan obat baru, terutama yang belum tuntas dinilai pada kelompok usia lanjut (Supartondo & Roosheroe, 2007).


(38)

D. Keterangan Empiris

Terdapat perbedaan pola peresepan dalam hal pemilihan jenis obat, jumlah obat (unit), kekuatan obat infeksi saluran pernafasan akut yang diresepkan pada semester I dan semester II di Puskesmas Induk Tegalrejo, Yogyakarta tahun 2009.


(39)

23

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, dan pengumpulan data dilakukan secara retrospektif dari data terapi obat pasien yang sebelumnya telah diresepkan dan tercatat pada data rekam medik pasien yang diberi terapi obat infeksi saluran pernafasan akut pada semester I dan semester II di Puskesmas Induk Tegalrejo Yogyakarta, tahun 2009. Sedangkan cara pengujian yang digunakan adalah two sample T test yang memakai sampel data semua pasien yang diberi obat infeksi saluran pernafasan akut di Puskesmas Induk Tegalrejo Yogyakarta, tahun 2009.

Alasan digunakan T test karena membandingkan data yang didapat dari semester I dan semester II pada pola peresepan obat infeksi saluran pernafasan akut.

B. Variabel Penelitian

• Pasien ISPA yang menderita panyakit lain.

• Pola peresepan yang meliputi : pemilihan jenis obat infeksi saluran pernafasan akut, jumlah obat infeksi saluran pernafasan akut, dan kekuatan obat infeksi saluran pernafasan akut yang diberikan.

C. Definisi Operasional

1. Obat infeksi saluran pernafasan akut adalah obat yang diberikan kepada pasien yang mengalami infeksi saluran pernafasan akut untuk mengobati gejala-gejala dan tanda-tanda yang ditimbulkan.


(40)

2. Pasien adalah pasien dengan diagnosa infeksi saluran pernafasan akut rawat jalan yang berobat di Puskesmas Induk Tegalrejo Yogyakarta. Dan yang tergolong penyakit ISPA di Puskesmas Tegalrejo adalah influenza/common cold, bronchitis akut, bronkiolitis, pneumonia, parotitis epidemika.

3. Peresepan obat adalah obat yang tertulis pada resep yang ditulis dokter yang mencantumkan nama obat, dosis obat, frekuensi penggunaan obat dan banyaknya obat yang harus dikonsumsi pasien.

4. Jumlah jenis/item obat adalah setiap nama obat yang tercantum pada resep obat. Diperoleh dari jumlah resep yang tertera di lembar peresepan obat.

5. Unit obat adalah hitungan obat per satuan tablet atau botol pada peresepan.

6. Obat target adalah obat ISPA yang diresepkan oleh dokter di Puskesmas Induk Tegalrejo untuk mengobati gejala dan bakteri pada pasien yang terdiagnosa penyakit ISPA, sesuai dengan pedoman pengobatan Puskesmas dan DIH.

7. Obat non target adalah obat-obatan yang diresepkan oleh dokter di Puskesmas Induk Tegalrejo untuk mengobati gejala dan tanda pada pasien yang terdiagnosa selain penyakit ISPA

8. Dosis regimen obat adalah kekuatan obat yang diberikan kepada pasien perpenulisan dan perhari.


(41)

9. Semester I adalah anggaran obat yang digunakan pada 5 bulan pertama dimulai dari bulan dimana stok obat itu turun yakni Mei 2009-September 2009.

10.Semester II adalah anggaran obat yang digunakan pada 5 bulan kedua, terhitung setelah anggaran 5 bulan pertama yakni Oktober 2009-Februari 2010.

D. Subyek Penelitian

Subyek penelitian yang masuk dalam kriteria inklusi pada penelitian ini adalah pasien yang terdiagnosis mengalami Infeksi Saluran Pernafasan Akut yang menjalani rawat jalan di Puskesmas Induk Tegalrejo Yogyakarta periode Mei 2009 - Februari 2010.

Kriteria eksklusi subjek penelitian adalah pasien dengan data rekam medik yang tidak jelas/lengkap, pasien yang mengalami infeksi saluran pernafasan akut namun tidak menerima obat infeksi saluran pernafasan akut dan pasien yang menjalani rawat inap di Puskesmas Induk Tegalrejo, Yogyakarta tahun 2009. Pengambilan data dilakukan dengan metode sampling, yakni tidak semua pasien diambil data rekam mediknya untuk dijadikan data, penelitian dilakukan dengan sampling secara acak atau random menurut nomor data rekam medik dengan cara pengundian. Populasi pada penelitian ini sebesar 1913 pasien ISPA dalam setahun. Hasil dari besar sampel yang akan dilibatkan dalam penelitian sebagai jumlah subjek uji pasien ISPA sebanyak 449 pasien. Yang didapatkan dari rumus:


(42)

n = ฀฀฀฀฀฀ ฀ ฀ ฀ ฀ ฀ ฀ ฀ ฀ ฀ ฀ ฀ ฀ ฀ ฀ ฀ ฀ ฀ ฀ ฀ ฀ ฀ ฀ ฀ ฀ ฀ ฀ 2 ) (

1 N d

N

di mana : n = besar sampel

N = besar populasi (1913 pasien ISPA)

d = tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan (0,05)

E. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di bagian pendaftaran, bagian pemeriksaan dan bagian pelayanan obat di Puskesmas Induk Tegalrejo Yogyakarta.

F. Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan adalah buku register pasien masuk untuk melihat data dan jumlah pasien yang menderita penyakit ISPA di Puskesmas Induk Tegalrejo, lembar catatan status medik pasien untuk melihat diagnosis yang diberikan oleh dokter kepada pasien serta penatalaksanaannya, dan resep obat pasien yang menerima obat ISPA untuk melihat jenis obat, unit obat, kekuatan obat dan frekuensi obat ISPA yang diberikan kepada tiap pasien di Puskesmas Induk Tegalrejo pada semester I dan semester II bulan Mei 2009-Februari 2010 untuk dijadikan sumber data.

G. Tata Cara Pengumpulan Data

1) Tahap persiapan

Tahap ini dimulai dengan studi pustaka yang berkaitan dengan penelitian dan pembuatan proposal penelitian. Kemudian melakukan perijinan penelitian yang diawali dari pihak Universitas, perijinan pihak Dinas Kesehatan, kemudian


(43)

perijinan pihak Puskesmas Induk Tegalrejo, Yogyakarta. Selanjutnya dilakukan analisis situasi yang meliputi diskusi dengan pihak manajemen Puskesmas Induk Tegalrejo Yogyakarta mengenai peresepan obat dan stok obat. Dengan demikian didapatkan pelaksanaan pengambilan data.

2) Pengumpulan Data

Pengumpulan data diawali dengan cara pencatatan pasien yang daftar namanya telah tertulis di buku register pasien. Dilakukan pengambilan sampel secara acak berdasarkan pengundian pada subyek yang masuk kriteria inklusi. Dilanjutkan dengan mengeluarkan subjek uji yang termasuk kriteria eksklusi. Kemudian mengelompokan pasien pada semester I dan semester II berdasarkan jumlah pasien perbulan yang datang periksa. Data yang dicatat meliputi nomer indeks pasien, nama pasien, jenis kelamin, umur dan terdiagnosis penyakit. Membuka rekam medis pasien untuk kelengkapan pencatatan. Kemudian dilanjutkan dengan pencatatan nama obat, kekuatan obat, jumlah obat dan frekuensi obat melalui resep obat yang bersangkutan dengan subjek penelitian. Dari langkah tersebut maka akan didapatkan kumpulan data, termasuk data jenis, jumlah dan kekuatan obat ISPA. Semua data yang terkumpul ditabulasi meliputi identitas pasien, diagnosis, terapi yang diberikan (jenis obat, jumlah unit obat, dan kekuatan obat).

3) Wawancara

Wawancara dilakukan kepada dokter yang sedang berjaga mengenai kebiasaan peresepan obat untuk pasien ISPA, kejelasan penulisan resep dan diagnosis.


(44)

4) Tahap penyelesaian a. Pengolahan data

Pengolahan data dilakukan dengan mentabulasi data dan selanjutnya dilakukan analisa.

b. Evaluasi data

Evaluasi data dilakukan dengan membandingkan data jumlah jenis obat semester I dan semester II dengan menggunakan uji statistik non parametrik Chi-Square dengan taraf kepercayaan 95 %. Lalu dilakukan uji normalitas dengan Kolmogorov-Smirnov Test. Karena data tidak normal maka pengujian data dilanjutkan dengan uji Mann Whitney. Jika p<0,05 berarti berbeda bermakna, sedangkan bila p>0,05 maka artinya berbeda tidak bermakna.

H. Tata Cara Pengolahan Hasil Penelitian

1. Persentase jenis kelamin

Subyek penelitian pada semester I dan semester II dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu laki-laki dan perempuan. Persentase jenis kelamin didapatkan dengan cara menghitung jumlah pasien laki-laki atau wanita dibagi dengan jumlah total kasus pasien ISPA lalu dikalikan 100%.

2. Persentase umur pasien

Subyek penelitian pada semester I dan semester II dibagi menjadi 3 kelompok umur, yaitu : kelompok I (0-12 tahun), kelompok II (13-59 tahun), kelompok III (60 tahun ke atas). Setelah itu, dihitung persentase


(45)

dari setiap kelompok umur dengan cara jumlah masing-masing kelompok umur dibagi dengan jumlah total kasus pasien ISPA lalu dikalikan 100%. 3. Persentase jenis penyakit

Jenis penyakit pada semester I dan semester II dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu : ISPA dengan penyakit penyerta dan ISPA tanpa penyakit penyerta. Setelah itu dihitung dengan cara jumlah kasus pada masing-masing golongan jenis penyakit dibagi dengan jumlah total kasus pasien ISPA lalu dikalikan 100%.

4. Persentase penggolongan obat

Penggolongan obat pada semester I dan semester II dari total obat yang sudah diresepkan, dihitung dengan cara, jumlah obat yang diresepkan pada tiap golongan dibagi dengan total obat ISPA yang diresepkan lalu dikalikan 100%.

5. Persentase jumlah obat target ISPA

Obat target, obat non target, dan obat total yang diberikan pada pasien di semester I dan semester II dihitung dengan cara, jumlah total obat target dibagi dengan jumlah total pasien. Jumlah total obat non target dibagi dengan jumlah total pasien yang mendapat resep obat non target. Kemudian jumlah total obat secara keseluruhan dibagi dengan jumlah total pasien. 6. Persentase jumlah jenis obat ISPA

Jumlah obat ISPA pada tiap jenis obat dibagi dengan total jenis obat ISPA yang ada dikalikan 100%. Diperlukan Uji statistik untuk mengetahui


(46)

apakah jumlah jenis obat target ISPA pada semester I dan semester II berbeda.

7. Jumlah unit pemakaian obat ISPA

Jumlah unit pemakaian obat ISPA diperoleh dengan membagi masing-masing jenis obat target ISPA pada semester I dan semester II dengan jumlah pasien yang menggunakan masing-masing jenis obat ISPA tersebut pada tiap semesternya. Diperlukan Uji statistik untuk mengetahui apakah jumlah unit pemakaian obat target ISPA pada semester I dan semester II berbeda.

8. Perbandingan kekuatan obat, dosis lazim dan dosis maksimum

Mengkaji penggunaan dosis per hari pada pasien ISPA apakah sudah sesuai dengan dosis lazim dan dosis maksimumnya.

9. Variasi frekuensi pemberian obat

Mengkaji banyaknya vasiasi frekuensi pemberian obat target ISPA pada semester I dan semester II.

I. Kesulitan dan Kelemahan Penelitian

Penelitian ini bersifat retrospektif sehingga ada faktor yang tidak bisa dikendalikan dan dikontrol secara langsung oleh peneliti, seperti:

o Adanya ketidaksesuaian antara resep obat yang diberikan dengan catatan data rekam medik, setelah dicross check.

o Sulit menemukan catatan status pasien karena dalam buku catatan rekam medik, nomer induk beberapa orang dalam satu keluarga dijadikan satu


(47)

dengan anggota keluarga yang lain dan tidak ada pembeda nomer induk, sehingga peneliti agak kesulitan dalam membedakan pasien.

o Waktu pengambilan data yang sangat terbatas, karena peneliti hanya diijinkan mengambil data pada waktu kegiatan pemeriksaan di Puskesmas telah selesai sampai Puskesmas tutup (± 4 jam).

o Resep obat yang disimpan sebagai arsip tidak lengkap karena banyak resep yang hilang.

o Persepsi dokter satu dengan dokter yang lain tentang ISPA berbeda. Ada yang mengartikan ISPA sebagai Infeksi Saluran Pernafasan Akut dan ada yang mengartikan Infeksi Saluran Pernafasan Atas.

o Seharusnya jumlah sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah semua pasien ISPA yang berkunjung ke Puskesmas Induk Tegalrejo tahun 2009. Namun karena banyaknya pasien ISPA yang berkunjung ke Puskesmas Induk Tegalrejo pada tahun 2009, sehingga peneliti hanya mengambil subjek uji secara sampling. Maka data kedua semester tidak dapat membandingkan pola peresepan obat secara rinci.


(48)

32

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tujuan penelitian “Kajian Peresepan Obat ISPA pada Semester I dan Semester II di Puskesmas Induk Tegalrejo Yogyakarta tahun 2009” adalah untuk mengkaji pola peresepan obat ISPA pada semester I dan semester II di Puskesmas Induk Tegalrejo Yogyakarta tahun 2009. Hasil pembahasan dibagi dalam 2 bagian, yaitu: 1. profil pasien ISPA yang meliputi jenis kelamin, umur dan kasus penyakit penyerta. 2. pola peresepan obat ISPA yang meliputi jumlah jenis obat ISPA, jumlah unit obat ISPA dan dosis obat ISPA yang dibandingkan dalam data dua semester. Persentase dihitung berdasarkan banyaknya kasus penyakit ISPA yang terjadi di Puskesmas Induk Tegalrejo Yogyakarta tahun 2009.

A. Profil Pasien

1. Jenis Kelamin Pasien

Data penelitian yang disajikan oleh peneliti didapatkan dari data rekam medik pasien ISPA yang berobat di Puskesmas Induk Tegalrejo Yogyakarta tahun 2009. Pada gambar diagram 1 menyatakan bahwa jumlah pasien ISPA perempuan dan pasien ISPA laki-laki jumlahnya hampir sama. Pada semester I jumlah pasien ISPA perempuan adalah 144 pasien (55%), sedangkan jumlah pasien ISPA laki-laki adalah 118 pasien (45%). Pada semester II jumlah pasien ISPA perempuan adalah 97 pasien (51,9%), sedangkan jumlah pasien ISPA


(49)

laki-laki adalah 90 pasien (48,4%). Hal ini menunjukkan bahwa penyakit ISPA bisa diderita oleh siapapun baik laki-laki maupun perempuan.

Gambar 1. Jenis Kelamin Pasien ISPA Di Puskesmas Induk Tegalrejo Yogyakarta 2009

Dari hasil analisis data profil jenis kelamin pasien, diperoleh nilai p=0,517 yang artinya data berbeda tidak signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa data jenis kelamin pasien pada semester I dan semester II berbeda tidak bermakna sehingga tidak mempengaruhi penelitian.

2. Umur Pasien

Selain jenis kelamin pasien, peneliti juga mengamati data dari umur pasien. Pada semester I didapatkan kasus pasien ISPA terbanyak adalah pada range umur 0-12 tahun atau pada kategori anak-anak, dengan persentase 46,2% (121 pasien) sedangkan pada semester II kasus pasien ISPA terbanyak adalah pada range umur 13-60 tahun atau pada kategori dewasa dengan presentase 46,8% (87

0 20 40 60 80 100 120 140 160

Semester I Semester II

Jenis Kelamin Pasien

Laki-laki Perempuan


(50)

pasien). Hal ini menyatakan bahwa pasien ISPA di Puskesmas Induk Tegalrejo banyak diderita oleh anak-anak dan orang dewasa. Hal ini dikarenakan penyakit ISPA adalah penyakit yang umum dan bisa menyerang siapa saja terutama orang-orang yang kondisi tubuhnya kurang fit, contohnya seperti anak-anak, dimana sistem kekebalan tubuh anak-anak belum terbentuk dengan baik, sehingga anak-anak menjadi pasien yang paling mudah terkena penyakit ISPA.

Dan dari hasil analisis data profil umur pasien diperoleh nilai p=0,262 yang artinya data berbeda tidak signifikan. Hal ini menyatakan bahwa umur pasien pada semester I dan semester II berbeda tidak bermakna sehingga tidak akan mempengaruhi penelitian atau dengan kata lain perbedaan pola peresepan pada penelitian ini tidak dipengaruhi oleh umur pasien.

Tabel I. Sebaran Umur Pasien ISPA di Puskesmas Induk Tegalrejo Yogyakarta 2009

Umur (tahun)

Semest er II

Okt Nov Des Jan Feb Tot al

kasus %

(n=53) kasus %

(n=39) kasus %

(n=32) kasus %

(n=29) kasus %

(n=27) kasus % (n=178)

0-12 24 31 18 24 15 20 6 7,9 13 17 76 100

13-59 24 29 13 16 17 21 17 21 11 13 82 100

60 ke

atas 5 25 6 30 0 0 6 30 3 15 20 100

Dari tabel I di atas dapat dilihat pula bahwa jumlah pasien terbanyak pada penelitian ini adalah pada bulan Juli, Agustus, September dan Oktober. Hal ini dikarenakan pada bulan-bulan tersebut adalah musim hujan sehingga udara Umur

(tahun)

Semester I

Mei Juni Juli Agust Sept Tot al

kasus %

(n=41) kasus

%

(n=34) kasus

%

(n=65) kasus

%

(n=72) kasus

%

(n=50) Kasus

% (n=262)

0-12 20 15 19 14 31 23 43 32 21 16 134 100

13-59 18 17 9 8 29 27 24 23 26 25 106 100


(51)

menjadi lembab dan bakteri serta virus lebih mudah untuk berkembang biak, dan ketika daya tahan seseorang sedang lemah atau kurang fit akan lebih mudah untuk terserang ISPA, tanpa pandang umur. Sehingga dapat dikatakan bahwa ISPA adalah penyakit musiman yang tidak pandang umur dan dapat menyerang siapa saja.

3. Kasus Penyakit

Kasus penderita ISPA diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu kasus ISPA tanpa penyakit lain dan kasus ISPA dengan penyakit lain. Pengklasifikasian kasus ISPA dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel II. Distribusi Jenis Kasus Penyakit ISPA di Puskesmas Induk Tegalrejo Yogyakarta 2009

Jenis Penyakit Σ Kasus Persentase (%) Semester

I

Semester II

Semester I (n=262)

Semester II (n=187) ISPA tanpa penyakit lain 241 172 91,98 % 91,98 % ISPA dengan penyakit lain 21 15 8,02 % 8,02 %

Dapat dilihat dari tabel di atas kasus ISPA pada kedua semester yang terbanyak presentasinya adalah penyakit ISPA tanpa penyakit lain (91,98 % pada semester I dan semester II).

Penyakit lain yang ditemukan dapat dijabarkan dalam tabel III berikut. Pada tabel III menunjukkan bahwa penyakit lain yang paling banyak adalah penyakit hipertensi. Namun pada umumnya penyakit hipertensi bukan penyakit yang spesifik menyertai penyakit ISPA.

Penyakit hipertensi adalah penyakit yang ditemukan pada kelompok umur dewasa serta lansia, dan penyebab penyakit hipertensi ini dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor seperti, pola makan dan faktor keturunan. Sedangkan


(52)

penyakit ISPA adalah penyakit musiman yang bisa di derita oleh siapapun tanpa pandang umur dan faktor keturunan. Sehingga dapat dikatakan bahwa penyakit ISPA dan hipertensi bukanlah penyakit yang spesifik saling berdampingan.

Tabel III. Kasus Penyakit Lain pada Pasien ISPA di Puskesmas Induk Tegalrejo Yogyakarta 2009

Penyakit Lain pada Pasien ISPA

Σ Kasus Persentase (%) Semester I Semester II Semester I

(n=21)

Semester II

(n=15)

Diabetus Mellitus 5 1 23,8 6,7

Hipertensi 10 4 47,6 26,7

Diare 1 0 4,8 0,0

CHF 0 1 0,0 6,7

Dispepsia 0 3 0,0 20

Gastritis 0 1 0,0 6,7

Penyakit mata 0 2 0,0 13,3

Reumatik 1 1 4,8 6,7

Kekurangan kalsium 0 1 0,0 6,7

Alergi 1 1 4,8 6,7

Asma 1 0 4,8 0,0

TBC 2 0 9,6 0,0

B. Profil Obat

Penggolongan obat yang diresepkan pada pasien ISPA di Puskesmas Induk Tegalrejo Yogyakarta digolongkan berdasarkan MIMS Indonesia dapat dilihat dalam tabel IV berikut ini:

Tabel IV. Penggolongan Obat yang Diresepkan pada Pasien ISPA di Puskesmas Induk Tegalrejo Yogyakarta 2009

Golongan Obat ∑ Kasus Persentase (%)

Semester I Semester II Semester I Semester II Sistem Pernafasan

Tremenza® 25 6 7,5 2,9

Ambroxol 60 48 18,2 22,9

OBH 17 5 5,2 2,4

Gliseril Guaiakolat 60 42 18,2 20

Salbutamol 18 5 5,5 2,4

Efedrin 44 34 13,3 16,2


(53)

Golongan Obat

∑ Kasus Persentase (%) Semester I Semester II Semester I Semester II

Dextromethorphan 85 60 25,8 28,6

Total 330 210 100 100

Antibiotik

Amoksisilin tablet 129 64 47,7 34,7 Amoksisilin syrup 4 3 1,5 1,5 Ciprofloxacin 6 0 2,3 0 Erytromycin 11 1 4,2 0,5 Cotrimokzazol 1 0 0,4 0 Total 151 68 56,1 38,4 Sistem Neuro-Muskular

Allopurinol 2 1 0,8 0,5

Diazepam 4 2 1,5 1,1

Ibuprofen 9 7 3,4 3,2

Sanmol® syrup 1 0 0,4 0 Paracetamol Syrup 12 14 4,6 7,5 Paracetamol tablet 98 57 32,8 32,1 Anacetin syrup 2 4 0,8 2,1

Antalgin 10 7 3,8 3,7

Aspilet® 1 0 0,4 0

Asam Mefenamat 2 4 0,8 2,1 Total 141 103 49,3 52,3 Vitamin dan Mineral

Vitamin B1 1 0 0,4 0

Vitamin B6 2 3 0,8 1,6

Vitamin B komplek 42 19 16 10,2 Vitamin C 70 49 26,7 26,2

Biosanbe 4 2 1,5 1,1

Pehavral 3 4 1,1 2,1

Elkana 4 2 1,5 1,1

Fe 1 0 0,4 0

Becefort 1 2 0,4 1,1

Total 128 81 48,8 43,4 Alergi dan Sistem

Imunitas

Cetirizine 7 12 2,7 6,4

CTM 110 87 42 45,5


(54)

Golongan Obat

∑ Kasus Persentase (%) Semester I Semester II Semester I Semester II

Hormon

Metilprednisolon 14 4 5,3 2,1 Prednisolon 26 18 9,9 9,6 Dexametason 22 28 8,4 15

Total 62 50 23,6 26,7

Sistem Endokrin dan Metabolik

Metformin 2 1 0,8 0,5

Glibenklamid 5 1 1,9 0,5

Trolip 1 1 0,4 0,5

Total 8 3 3,1 1,5

Sistem Gastrointestinal dan Hepatobilier

Simetidin 3 2 1,1 1,1

Metoclorpamid 1 0 0,4 0

Antasida 4 1 1,5 0,5

Pamotidine 1 0 0,4 0

Total 9 3 3,4 1,6

Sistem Kardiovaskuler dan Hematopoietik

Captopril 1 3 0,4 1,6

Amlodipin 2 1 0,8 0,5

Propanolol 1 0 0,4 0

HCT 5 1 1,9 0,5

Total 9 5 3,5 2,6

Sistem Saraf Pusat

Triheksilpenidil 1 2 0,4 1,1 Clorpromazin 1 2 0,4 1,1

Total 2 4 0,8 2,2

Dermatologi

Hidrokortizon 2 1 0,8 0,5 Oxytetrasiklin 3 3 1,1 1,6

Basitracin 1 1 0,4 0,5

Phenol Glycem 1 1 0,4 0,5

Whitfield 1 0 0,4 0

Salycil 1 2 0,4 1,1


(55)

Golongan Obat

∑ Kasus Persentase (%) Semester I Semester II Semester I Semester II Lain-lain

Ekstrak Beladona 8 2 3,1 1,1

Pyrantel Pamoat 1 1 0,4 0,5

Leviral 1 0 0,4 0

UTS 1 0 0,4 0

Total 11 3 4,3 1,6

Pada tabel di atas sub golongan sistem pernafasan paling banyak diresepkan pada semester I dan semester II di Puskesmas Tegalrejo, hal ini dikarenakan semua pasien menderita penyakit ISPA. Dan dari golongan tersebut yang paling banyak diresepkan pada semester I dan semester II adalah dextromethorpan sebanyak 85 kasus pada semester I, sedangkan pada semester II sebanyak 60 kasus.

Golongan obat yang diresepkan paling banyak kedua pada semester I adalah golongan antibiotika, hal ini dikarenakan pemberian antibiotik pada penyakit ISPA dapat mempercepat penyembuhan penyakit ini dibandingkan hanya pemberian obat-obatan symptomatic, walaupun kebanyakan penyakit ISPA juga disebabkan oleh virus yang dapat sembuh dengan sendirinya tanpa pemberian obat-obatan terapeutik. Selain itu dengan pemberian antibiotik dapat mencegah terjadinya infeksi lanjutan dari bakterial. Sedangkan pada semester II golongan obat yang paling banyak adalah pada golongan sistem neuro-muskular, hal ini disebabkan karena salah satu gejala penyakit ISPA adalah nyeri dan demam karena adanya infeksi.


(56)

Kemudian obat yang paling banyak diresepkan ketiga pada semester I adalah obat-obatan golongan sistem neuro-muskular. Sedangkan pada semester II, golongan obat yang paling banyak diresepkan ketiga adalah golongan obat alergi dan sistem imunitas, hal ini mungkin dikarenakan penyakit ISPA yang diderita oleh pasien pada semester II disebabkan karena alergi sehingga pemberian obat golongan alergi dan sistem imunitas menjadi salah satu terapi terbanyak yang menduduki urutan ketiga.

1. Jumlah Jenis Obat

Obat target yang ditemukan dalam penelitian ini adalah Tremenza®, efedrin, salbutamol, OBH syrup, GG (gliseril guaiakolat), dextromethorphan, bestocol, ambroxol, amoksisilin tablet, amoksisilin syrup, ciprofloxacin, erytromycin, cotrimokzazol, ibuprofen, Sanmol® syrup, paracetamol tablet, paracetamol syrup, anacetin syrup, antalgin, asam mefenamat, cetirizine, dan CTM. Obat non target yang diresepkan adalah obat-obatan untuk mengobati penyakit penyerta pada pasien ISPA termasuk vitamin dan obat penenang. Perbandingan jumlah item obat target, obat non target dan obat total pada semester I dan semester II yang diresepkan pada tiap pasien, dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel V. Perbandingan Jumlah Jenis Obat Target ISPA dan Obat Non Target di Puskesmas Induk Tegalrejo Yogyakarta 2009

Jenis Obat ∑ Item Obat Tiap Pasien

Semester I Semester II

Obat target 2,9 2,6

Obat non target 1,3 1,3


(57)

Tabel V di atas menunjukkan bahwa jumlah item obat target dan obat total yang diresepkan pada pasien ISPA di semester I lebih banyak dibanding pada semester II, sedangkan jumlah item obat non target sama banyak di semester I dan semester II. Hal ini membuktikan bahwa pola peresepan obat tidak tergantung pada stok obat di Puskesmas.

Perbandingan antara jumlah jenis obat target yang dimaksud adalah perbandingan antara jumlah jenis obat target Tremenza®, efedrin, salbutamol, OBH syrup, GG (gliseril guaiakolat), dextromethorphan, bestocol, ambroxol, amoksisilin tablet, amoksisilin syrup, ciprofloxacin, erytromycin, cotrimokzazol, ibuprofen, Sanmol® syrup, paracetamol tablet, paracetamol syrup, anacetin syrup, antalgin, asam mefenamat, cetirizine, dan CTM, pada kedua semester dapat dilihat pada Tabel VI. Dari Tabel VI dapat dilihat jumlah pemberian masing-masing obat yang diresepkan setiap obat pada tiap semesternya.

Pada kedua puluh dua obat target tersebut, jenis/item obat yang paling sering diresepkan pada semester I adalah amoxicilin tablet sedangkan pada semester II adalah CTM. Hal ini dikarenakan pemberian obat tidak tergantung pada stok obat yang ada di Puskesmas, namun pemberiannya berdasarkan kondisi dan gejala yang diderita oleh pasien. Pemberian antiobik pada penyakit ISPA dapat mempercepat proses penyembuhan, karena pemberian antiobik dapat menghambat infeksi lanjutan dari bakterial. Selain itu, pasien dengan gejala infeksi lanjutan seperti adanya dahak dan ingus berwarna hijau membuktikan bahwa sudah ada bakteri yang terlibat pada penyakit tersebut sehingga antibiotik


(58)

harus diberikan untuk membunuh bakteri-bakteri tersebut dan mempercepat proses penyembuhan pasien. Sedangkan pemberian CTM yang banyak pada semester II mungkin disebabkan karena banyaknya pasien ISPA pada semester II yang menderita ISPA disebabkan karena alergi.

Tabel VI. Perbandingan Jumlah Jenis Obat Sistem Pernafasan di Puskesmas Induk Tegalrejo Yogyakarta 2009

Nama Obat

Jumlah Item Obat pada

Kasus ISPA Persentase (%)

Semester I Semester II Semester I

(n=734)

Semester II

(n=470)

Ambroxol 60 48 8,2 10,2

Amoksisilin syrup 4 3 0,5 0,6

Amoksisilin tablet 129 64 17,6 13,6

Anacetin syrup 2 4 0,3 0,9

Antalgin 10 7 1,4 1,5

Asam Mefenamat 2 4 0,3 0,9

Bestocol 21 10 2,9 2,1

Cetirizine 6 12 0,8 2,6

Ciprofloxacin 6 0 0,8 0

Cotrimokzazol 1 0 0,1 0

CTM 110 87 15 18,5

Dextromethorphan 85 60 11,6 12,8

Efedrin 44 34 6 7,2

Erytromycin 11 1 1,5 0,2

Gliseril Guaiakolat 60 42 8,2 8,9

Ibuprofen 9 7 1,2 1,5

OBH 17 5 2,3 1,1

Paracetamol syrup 15 14 2 3

Paracetamol tablet 98 57 13,4 12,1

Salbutamol 18 5 2,5 1,1

Sanmol® syrup 1 0 0,1 0


(59)

Sedangkan pemilihan jenis/item obat ISPA pada penelitian ini yang paling jarang diresepkan adalah Sanmol® syrup. Hal ini dikarenakan pola peresepan tidak tergantung pada stok obat yang tersedia.

Lalu selanjutnya dilanjutkan dengan uji statistik chi-square dan diperoleh nilai p=0,008 yang artinya signifikan atau ada perbedaan pola peresepaan dari sisi jumlah jenis obat target ISPA karena jumlah pasien pada semester I dan semester II juga berbeda jumlahnya. Sehingga dapat dikatakan hal ini tidak sesuai dengan teori, bahwa pola peresepan tergantung pada stok obat di Puskesmas.

2. Jumlah Unit Obat

Jumlah unit obat ISPA yang diresepkan pada semester I dan semester II dapat dilihat pada tabel VII, untuk dilihat perbandingan antara banyaknya pemberian obat yang diresepkan pada semester I dan semester II.

Menurut jumlah unit obat ISPA pada tabel VII, yang paling banyak diresepkan pada semester I adalah cotrimokzazol dan pada semester II adalah erytromycin. Selanjutnya obat yang paling banyak diresepkan kedua pada semester I adalah ciprofloxacin, sedangkan pada semester II adalah bestocol. Banyaknya pemberian jumlah obat tersebut tergantung dengan kondisi pasien yang datang berobat ke Puskesmas Induk Tegalrejo, sehingga dapat dikatakan bahwa jumlah unit obat ISPA yang diberikan pada tiap pasien tidak tergantung oleh stok obat yang ada di Puskesmas Induk Tegalrejo tapi tergantung oleh kondisi tiap-tiap pasien.


(60)

Tabel VII. Perbandingan Jumlah Unit Obat Sistem Pernafasan di Puskesmas Induk Tegalrejo Yogyakarta 2009

Nama Obat

∑ Unit Obat ISPA Oral pada Tiap Pasien

Semester I Semester II

Ambroxol 4,7 6,4

Amoksisilin syrup 1 1

Amoksisilin tablet 6,7 7,1

Anacetin syrup 1 1

Antalgin 8,2 7,9

Asam Mefenamat 5,5 7

Bestocol 7,2 8,5

Cetirizine 4,4 3,9

Ciprofloxacin 10 0

Cotrimokzazol 12 8,3

CTM 5,4 5,8

Dextromethorphan 5,8 6,9

Efedrin 3,2 4

Erytromycin 6 15

Gliseril Guaiakolat 6,6 5,4

Ibuprofen 8,7 7,3

OBH 1 1

Paracetamol syrup 1 1

Paracetamol tablet 6,4 6,3

Salbutamol 6,1 6,8

Sanmol® syrup 1 1

Tremenza® 4,3 4,8

Selanjutnya data diolah secara statistik, dan karena distribusi data yang didapat tidak normal maka dilanjutkan dengan uji non parametrik. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa data nilai signifikansinya p=0,169, yang artinya hasilnya tidak signifikan atau tidak ada perbedaan signifikan pada jumlah unit obat ISPA.


(61)

3. Kekuatan obat

Pada penelitian ini juga dibahas tentang aturan umum dosis yang dapat dilihat dari kekuatan obatnya, durasi pemakaian (dari jumlah unit obat), dan frekuensi pemakaian obat ISPA. Di Puskesmas Induk Tegalrejo Yogyakarta, tersedia 22 macam obat ISPA dengan 1 jenis kekuatan obat. Adapun macam obatnya dapat dijelaskan lewat tabel berikut, lengkap berserta dosis lazim dan dosis maksimum masing-masing obat tersebut:

Tabel VIII. Kekuatan Obat Sistem Pernafasan Akut Yang Tersedia di Puskesmas Induk Tegalrejo

Nama Obat

Kekuat an Obat ISPA

Yang Tersedia di Puskesmas

Yang Beredar di Pasaran Ambroxol 30 mg - Amoksisilin syrup 125 mg/5 ml - Amoksisilin tablet 500 mg 250 mg

Anacetin syrup 60 ml - Antalgin 500 mg - Asam Mefenamat 500 mg 250 mg

Bestocol 500 mg - Ceterizine 10 mg -

Ciprofloxacin 500 mg 250 mg, 1000 mg Cotrimokzazol 480 mg -

CTM 4 mg -

Dextromethorphan 15 mg - Efedrin 10 mg - Erytromycin 500 mg 250 mg Gliseril Guaiakolat 100 mg -

Ibuprofen 400 mg 200 mg OBH syrup 100 ml - Paracetamol syrup 120 mg/5 ml - Paracetamol tablet 500 mg 100 mg, 250 mg

Salbutamol 2 mg 4 mg Sanmol® syrup 120 mg/5 ml -


(62)

Dari pemberian obat ISPA di atas dapat dikatakan bahwa kekuatan obat yang diberikan di Puskesmas Induk Tegalrejo tergantung dengan stok obat yang tersedia di Puskesmas Induk Tegalrejo, hal ini dapat dilihat dari ketersediaan kekuatan obat yang ada di Puskesmas Induk Tegalrejo dan obat yang diberikan pada tiap pasien yang hanya 1 jenis kekuatan obat saja, padahal pada kenyataannya ada beberapa jenis obat yang mempunyai lebih dari 1 kekuatan obat, seperti: paracetamol (100 mg, 250 mg, dan 500 mg) dan amoksisilin (250 mg dan 500 mg). Walaupun demikian tidak ada peresepan obat yang melebihi dosis maksimum ataupun di bawah dosis lazim untuk penggunaan kedua puluh dua jenis obat tersebut. Sehingga dapat dikatakan bahwa pemberian obat di Puskesmas Induk Tegalrejo sudah sesuai dengan terapi walaupun kekuatan pemberian obatnya dipengaruhi oleh stok obat yang ada di Puskesmas Induk Tegalrejo.

Selanjutnya data diolah secara statistik, dan karena distribusi data yang didapat tidak normal maka dilanjutkan dengan uji non parametrik. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa data nilai signifikansinya p=0,003, yang artinya hasilnya signifikan atau ada perbedaan signifikan pada kekuatan obat ISPA.

Frekuensi pemberian obat ISPA pada penelitian ini berbeda-beda dikarenakan pemberian tiap obat diberikan berdasarkan diagnosa dan keadaan tiap pasien yang juga berbeda-beda. Variasi frekuensi pemberian obat ISPA di Puskesmas Induk Tegalrejo dapat dilihat pada tabel IX dibawah ini.


(63)

Tabel IX. Frekuensi Pemberian Obat ISPA di Puskesmas Induk Tegalrejo Yogyakarta 2009

Nama Obat

Frekuensi pemberian obat Semester I Frekuensi pemberian obat Semester II

1 2 3 4 1 2 3 4 5

Ambroxol 3x1 3x1/2 2x1 - 3x1 3x1/2 2x1 1x1 -

Amoksisilin syrup 3x1 sdt 3x3/4 sdt - - 3x1 sdt - - - -

Amoksisilin tablet 3x1 3x1/2 - - 3x1 3x1/2 - - -

Anacetin syrup 3x1 sdt 3x1/2 sdt - - 3x1 sdt 3x1/2 sdt - - -

Antalgin 3x1 3x1/3 - - 3x1 - - - -

Asam Mefenamat 3x1 3x1/2 - - 3x1 3x1/2 - - -

Bestocol 3x1 3x1/2 - - 3x1 3x1/2 - - -

Cetirizine 2x1 1x1 - - 3x1 1x1 - - -

Ciprofloxacin 2x1 - - - - - - - -

Cotrimokzazol 2x2 - - - 2x2 - - - -

CTM 3x1 3x1/2 2x1 2x1/2 3x1 3x1/2 2x1 - -

Dextromethorphan 3x1 3x1/2 4x1 - 3x1 3x1/2 - - -

Efedrin 3x1 3x1/2 2x1 3x1/4 3x1 3x1/2 2x1/2 - -

Erytromycin 3x1 3x1/2 - - 3x1 - - - -

Gliseril Guaiakolat 3x1 3x1/2 2x1 4x1 3x1 3x1/2 - - -

Ibuprofen 3x1 2x1 - - 3x1 2x1 - - -

OBH 3x1 sdt 3x1/2 sdt 3x1 1/2 sdt - 3x1 sdt - - - -

Paracetamol syrup 3x1 sdt 3x1/2 sdt 3x3/4 sdt - 3x1 sdt 3x1/2 sdt 3x1 1/2 sdt 4x1 sdt 3x2 sdt

Paracetamol tablet 3x1 3x1/2 3x3/4 2x1 3x1 3x1/2 3x1 1/2 3x3/4 2x1

Salbutamol 3x1 3x1/2 2x1 - 3x1 3x1/2 3x2 2x1 -

Sanmol® syrup 3x1 sdt - - - - - - - -

Tremenza® 3x1 3x1/2 2x1 - 3x1 3x1/2 - - -

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa variasi frekuensi pemberian obat parasetamol tablet dan syrup pada semester II lebih bervariasi dibandingkan pada semester I yang jumlah pasiennya lebih banyak dibandingkan pada semester II. Sedangkan pada obat ISPA yang lain, variasi pemberian obatnya lebih banyak pada semester I dibandingkan pada semester II, yang berarti hal ini menunjukkan bahwa tiap pasien bisa berbeda-beda dalam menerima frekuensi obat yang


(64)

diterima berdasarkan diagnosa dan kondisi tiap-tiap pasien bukan berdasarkan ketersedian stok obat yang ada di Puskesmas Induk Tegalrejo.


(65)

49

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan

Kesimpulan yang didapatkan dari penelitian di Puskesmas Induk Tegalrejo Yogyakarta tahun 2009 adalah:

Perbedaan pola peresepan obat ISPA pada semester I dan semester II

1. Jumlah jenis obat target menurut hasil statistik ada perbedaan signifikan, namun secara teori tidak ada perbedaan pada pola peresepan sehingga hasil statistik yang didapat tidak sesuai dengan teori.

2. Jumlah unit obat target menurut hasil uji statistik hasilnya tidak signifikan atau tidak ada perbedaan signifikan pada jumlah unit obat target. Hal ini sudah sesuai dengan teori bahwa jumlah unit obat target tidak tergantung oleh stok obat yang ada di Puskesmas Induk Tegalrejo tapi tergantung oleh kondisi tiap-tiap pasien.

3. Kekuatan obat target menurut hasil uji statistik hasilnya signifikan atau ada perbedaan signifikan pada kekuatan obat target. Karena pemberian kekuatan obat pada tiap pasien tergantung pada ketersediaan stok obat yang ada di Puskesmas Induk Tegalrejo, yaitu 1 macam kekuatan obat. Hal ini tidak sesuai dengan teori bahwa kekuatan obat target tidak tergantung oleh stok obat di Puskesmas Induk Tegalrejo, yaitu 1 macam kekuatan obat.


(66)

B. Saran

Perlu adanya perbaikan sistem administrasi di Puskesmas Induk Tegalrejo Yogyakarta khususnya dibagian registrasi pasien dan peresepan obat dalam hal penulisan diagnosis pasien serta pemberian resep obat kepada pasien, agar dicatat secara lengkap pada buku rekam medik. Karena tanpa pencatatan yang baik dan sistematis di buku rekam medik maka angka kejadian kesalahan pemberian obat, dosis, serta item obat akan sangat mungkin terjadi. Diharapkan penyimpanan arsip resep obat lebih diperhatikan agar tidak hilang atau tercecer sehingga ketika suatu saat dibutuhkan datanya tetap ada.


(67)

DAFTAR PUSTAKA

American Pharmacists Association, 2010-2011, Drug Information Handbook, 24-1063, Departemen Kesehatan RI

Anonim, 2009a, Infeksi Saluran Napas Akut,

http://id.wikipedia.org/wiki/Infeksi_saluran_napas_akut, diakses tanggal 4 November 2009

Anonim, 2009b, Pemkot Makassar Anggarkan Dana Obat 49 milyar, http://antara-sulawesiselatan.com/ Daerah/ pemkot-makassar-anggarkan-dana-obat-rp49-miliar, diakses tanggal 10 September 2009

Berliani, P., 2010, Perbandingan Pola Peresepan Obat Hipertensi pada Semester I dan Semester II di Puskesmas Induk Tegalrejo, Yogyakarta tahun 2009, Skripsi, Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma

CMA Foundation Aware. 2011. Acute Respiratory Tract Infection Guideline Summary. http://www.aware.md, diakses 6 Maret 2012

Departemen Kesehatan RI, Retno Indarwati, 1991, Definisi Puskesmas, Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Departemen Kesehatan RI, 1992, Puskesmas, Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jenderal PPM & PLP, 1992, Pedoman

Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Departemen Kesehatan RI, 2002, Pedoman Pemberantasan Penyakit Saluran Pernafasan Akut, Jakarta : Departemen Kesehatan RI.


(68)

Departemen Kesehatan RI, 2008, Pedoman program pemberantasan penyakit infeksi saluran pernafasan akut untuk penanggulangan premonia pada balita, Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Dwiprahasto, L, 2004, Ketersediaan Obat di Kabupaten dan Mutu Peresepan di

Pusat Pelayanan Kesehatan Primer,

http://www.desentralisasikesehatan.net/data/Reportase%20Manajemen%20Ob at.pdf, diakses tanggal 9 September 2009

Evitaphani, J., 2010, Perbandingan Pola Peresepan Obat Diabetus Milletus pada Semester I dan Semester II di Puskesmas Induk Tegalrejo, Yogyakarta tahun 2009, Skripsi, Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma

Gitawati, R., Isnawati, A., 2009, Pola Sensitivitas Kuman dari Isolat Hasil Usap Tenggorok Penderita Tonsilofaringitis Akut Terhadap Beberapa Antimikroba

Betalaktam di Puskesmas Jakarta Pusat, http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/144_10PolaSensitivitasKuman.pdf/144_

10Pola SensitivitasKuman.html, diakses tanggal 17 Oktober 2009 Huswanda, 2010, Sistem Pernafasan, Jakarta : Penerbit Salemba Medika

Jamil L., 2006, http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22545/4/ Chapter%20II.pdf, diakses tanggal 17 Juli 2013

Kimin, 2009, Peresepan Tidak Rasional,

http://apotekputer.com/ma/index.php?option=com_content&task=view&id=5 3&Itemid=1, diakses tanggal 8 November 2009

Muttaqin, A., 2008, Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan, Buku Ajar Nelson, 2003, Ilmu Kesehatan Anak, Jakarta: EGC

Perwitasari, A.N., 2006, Pola Peresepan Pada Pasien Infeksi Saluran Pernapasan Atas Di Puskesmas Wilayah Kotamadya Yogyakarta Periode Januari-Juli 2004, Skripsi, Yogyakarta: Universitas Ahmad Dahlan


(1)

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Dosis Obat Target - Semester 1

Dosis Obat Target - Semester 2

N 880 585

Normal Parametersa,b Mean 178.73 146.790 Std. Deviation 215.809 201.214

Most Extreme Differences

Absolute .300 .305 Positive .300 .305 Negative -.229 -.233 Kolmogorov-Smirnov Z 8.909 7.371 Asymp. Sig. (2-tailed) .000 .000 a. Test distribution is Normal.

b. Calculated from data.

Mann-Whitney Test

Ranks

Semester N Mean Rank Sum of Ranks

Jumlah Obat Target (Unit)

1 734 591.63 434258.50 2 470 619.47 291151.50 Total 1204

Test Statisticsa

Jumlah Obat Target (Unit) Mann-Whitney U 164513.500 Wilcoxon W 434258.500

Z -1.375

Asymp. Sig. (2-tailed) .169 a. Grouping Variable: Semester


(2)

63

Mann-Whitney Test

Ranks

Semester N Mean Rank Sum of Ranks

Dosis Obat Target

1 880 759.76 668585.00 2 585 692.75 405260.00 Total 1465

Test Statisticsa

Dosis Obat Target Mann-Whitney U 233855.000 Wilcoxon W 405260.000

Z -3.006

Asymp. Sig. (2-tailed) .003 a. Grouping Variable: Semester

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(3)

(4)

65

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(5)

xiv INTISARI

Minimnya pelayanan kesehatan dan persediaan obat kerap kali mempengaruhi pola peresepan obat di Puskesmas. Hingga saat ini masih sering ditemukan Puskesmas yang kehabisan obat dipertengahan atau akhir semester, sehingga pasien yang datang berobat hanya menerima obat seadanya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan pola peresepan obat Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) pada semester I dan semester II di Puskesmas Induk Tegalrejo, Yogyakarta tahun 2009.

Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dan pengumpulan data dilakukan secara retrospektif. Sedangkan cara pengujian data yang digunakan adalah

two sample T test. Data yang digunakan adalah data pengobatan pasien yang

terdiagnosa ISPA di Puskesmas Induk Tegalrejo, Yogyakarta tahun 2009.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis kelamin, umur dan kasus penyakit penyerta tidak berdampak pada penelitian. Berdasarkan perbandingan jumlah jenis obat dan kekuatan obat ISPA pada semester I dan semester II, ada perbedaan bermakna, yang artinya bahwa pola peresepan obat ISPA dalam sisi jumlah jenis obat dan kekuatan obat ISPA dipengaruhi oleh stok obat. Namun jumlah unit obat ISPA tidak ada perbedaan yang bermakna, sehingga dapat dikatakan bahwa pola peresepan obat ISPA dari sisi jumlah obat tidak dipengaruhi oleh stok obat yang tersedia di Puskesmas Induk Tegalrejo Yogyakarta tahun 2009.


(6)

xv

ABSTRACT

The limited of health care and medical supplies affects the drug prescription system in the Primary Health Centre. It is still found that the Primary Health Centres had run out of medicine supply at mid or end of the semester, thus the patients received limited the drug for treatment. This study was aimed to compare the drug prescribing system in acute respiratory infections in the first and second semester at the Primary Health Centre of Tegalrejo, Yogyakarta in the year of 2009.

This research is a descriptive research with retrospective data collection. The data analyses was used two sample of t test. The data used were the data of all patients were given the drug at Primary Health Centre of Tegalrejo, Yogyakarta in the year of 2009.

The results showed that gender, age and illness case has no impact on the study. While based on the drugs amount and the drugs strength of acute respiratory infections at the first and second semesters had a significant difference, which means that the amount, type and strength of the drugs were affected by the drugs stock. But the units’ amount of acute respiratory infections had no significant difference, which means that the prescribing system of acute respiratory infections drugs based on the drugs amount was not affected by drugs stock the Primary Health Centre of Tegalrejo, Yogyakarta in the year of 2009.

Keywords: prescribing system, Primary Health Center, acute respiratory infections drug.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


Dokumen yang terkait

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dan Penanggulangannya

0 38 8

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA ANAK DENGAN PENYAKIT INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT DI PUSKESMAS I GATAK TAHUN 2009.

0 3 32

EVALUASI DOSIS PENGGUNAAN OBAT PADA PASIEN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT DI INSTALASI Evaluasi Dosis Penggunaan Obat pada Pasien Infeksi Saluran Pernafasan Akut di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Assalam Gemolong Sragen Tahun 2008-2009.

0 0 14

KETEPATAN DOSIS PERESEPAN ANTIBIOTIK KOTRIMOKSAZOL PADA PASIEN ANAK DENGAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) DI PUSKESMAS KUIN RAYA BANJARMASIN

0 0 8

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Konsep Dasar Infeksi, Saluran Pernafasan, Infeksi Akut, dan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) - Analisis Faktor yang Mempengaruhi Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di Kota Medan Tahun 2002-2012

0 0 14

HUBUNGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT DI PUSKESMAS WIROBRAJAN YOGYAKARTA TAHUN 2009 Kartika Vidya Utami

0 0 8

GAMBARAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (PNEUMONIA) PADA BALITA DI PUSKESMAS SEYEGAN SLEMAN YOGYAKARTA TAHUN 2012

0 0 13

PERBEDAAN POLA PERESEPAN OBAT DIABETES MELLITUS PADA PASIEN GAKIN ANTARA SEMESTER I DAN SEMESTER II DI PUSKESMAS INDUK TEGALREJO YOGYAKARTA TAHUN 2009 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Stu

0 0 127

PERBEDAAN POLA PERESEPAN OBAT HIPERTENSI PADA PASIEN GAKIN ANTARA SEMESTER I DAN SEMESTER II DI PUSKESMAS INDUK TEGALREJO YOGYAKARTA TAHUN 2009 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Ilmu

0 2 151

KAJIAN POLA PERESEPAN OBAT INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT PADA SEMESTER I DAN SEMESTER II DI PUSKESMAS INDUK TEGALREJO, YOGYAKARTA TAHUN 2009 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) Program Studi Farmas

0 0 81