Perubahan Tata Guna Lahan

5.2 Perubahan Tata Guna Lahan

Perubahan penggunaan lahan di Kelurahan Bagan Deli karena adanya berbagai aktivitas yang terjadi di dalam kawasan tersebut, di samping karena adanya bangkitan aktivitas dari wilayah-wilayah sekitar Kelurahan Bagan Deli. Hal tersebut dapat dikatakan sebagai faktor eksternal yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan di kawasan tersebut. Untuk Kelurahan Bagan Deli, pergerakan aktivitas industri, termasuk pergerakan makro kewilayahan beserta kebijakan pemerintah sangat mencolok dibanding faktor eksternal lainnya. Sedangkan faktor internal yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan pada suatu kawasan meliputi: perkembangan penduduk, transformasi sosial, ketersediaan lahan, sarana prasarana perkotaan, aksesibilitas lahan, fasilitas perkotaan, sistem transportasi dan aktivitas perekonomian yang berlangsung di dalamnya. Dengan banyaknya industri-industri di kelurahan Bagan Deli akan memberikan dampak pada penduduk sekitar. Laju pertumbuhan penduduk pendatang yang tinggi akan berjalan seiring dengan meningkatnya permintaan akan lahan. Sehingga dapat dikatakan bahwa kehadiran industri-industri ini berimplikasi kepada pertumbuhan dan perkembangan kawasan. Pengaruh dari kegiatan sektor industri ini telah menjalar dan menjadi magnet bagi pencari kerja dari luar Kelurahan Bagan Deli tabel 5.1. Perkembangan ini menuntut untuk terpenuhinya berbagai fasilitas perkotaan guna menunjang berbagai kegiatan mulai dari kawasan permukiman, fasilitas umum, fasilitas sosial termasuk juga kawasan aktivitas perekonomian kota. Universitas Sumatera Utara Tabel 5.1 Perkembangan Penduduk Menurut Kelurahan Kelurahan Lahir Mati Datang Pindah Belawan Pulau Sicanang 203 63 53 69 Belawan Bahagia 96 10 14 82 Belawan Bahari 147 37 79 87 Belawan II 626 115 71 371 Bagan Deli 234 49 61 101 Belawan I 173 55 356 287 Medan Belawan 1479 329 634 997 Sumber: Belawan Dalam Angka 2008 Aktivitas industri di Kelurahan Bagan Deli membawa dilematika bagi kawasan dan penduduknya. Di satu sisi industri membawa manfaat sangat besar bagi perekonomian kota, namun di sisi lain kehadirannya membawa masalah lingkungan. Terkait dengan pola pemanfaatan ruang kota, penempatan kawasan industri harus dekat dengan jaringan jalan dalam rangka kemudahan aksesibilitas. Sejalan dengan pola jaringan jalan, pola pemanfaatan ruang eksisting permukiman memiliki permasalahan klasik, seperti padatnya kawasan terbangun pada kawasan tersebut. Permukiman akan tumbuh dan berkembang sepanjang jalur jalan utama dan bahkan berbatasan langsung dengan kawasan industri tanpa adanya buffer zone zone penyangga. Kondisi ini menimbulkan permasalahan lingkungan yang perlu segera ditangani mengingat industri yang berkembang di Kelurahan Bagan Deli sebagian besar adalah industri yang cukup berbahaya bagi lingkungan. 5.2.1 Perubahan tata guna lahan permukiman Pada kawasan penelitian banyak terjadi perubahan struktur ruang yang ditandai dengan banyak bangunan yang sudah tidak sesuai lagi dengan luas dan bentuk Universitas Sumatera Utara aslinya, baik itu garis sempadan bangtunan GSB, koefisien dasar bangunan KDB dan fungsi bangunan. Berkaitan dengan struktur ruang, untuk kawasan pusat kota kepadatan bangunan sudah relatif tinggi. Berdasarkan kajian terhadap peta RTRW Kota Medan 2010-2030, perkembangan kawasan terbangun yang terjadi saat ini dilihat dari aspek perencanaan bukan merupakan penyimpangan. Kawasan sampel penelitian berdasarkan peta RTRW merupakan kawasan dengan fungsi permukiman kepadatan sedang, permukiman kepadatan tinggi, dan ruang terbuka hijau Gambar 5.3. Sedangkan permukiman yang ada merupakan permukiman yang lama, namun dapat berfungsi ganda yaitu sebagai hunian dan sebagai lahan usaha karena pertimbangan lokasi yang menguntungkan. Apabila dilihat dari aspek hubungan keserasian antar kegiatan dalam suatu kawasan tidak saling membatasi atau merugikan, sejauh mekanisme pengendalian dari pemerintah berjalan dengan baik dan dipatuhi penduduk pusat kota. Kondisi ini diharapkan dapat membawa keuntungan bagi pelaku aktivitas perdagangan dan jasa, perkantoran maupun bagi masyarakat. Namun khusus untuk kawasan yang dilewati Jalan utama dan ruas jalan sekunder di pusat kota, terlihat adanya perbedaan rencana struktur ruang yang diharapkan dengan kenyataan yang terjadi saat ini. Hampir semua komponen penggunaan lahan mengalami perubahan dalam arti proporsi penggunaan lahan untuk tiap jenis dan lokasi-lokasi kegiatan, pertumbuhan lahan kekotaan cenderung menempati jalur transportasi. Pertumbuhan lahan terbangun pada masing-masing kawasan sebagian besar Universitas Sumatera Utara Gambar 5.3 Permasalahan Perumahan dan Permukiman di Kelurahan Bagan Deli Sumber: Hasil Tinjauan Lapangan P1 = Pemukiman liar di pinggir jalan = 4.642,33 m2 P2 = Pemukiman yang merusak lingkungan = 9.296,18 m2 P3 = Pemukiman yang tidak sesuai standar = 17,124.15 m2 P4 = Pemukiman berdampingan dengan industri = 2,912.04 m2 P5 = Pemukiman yang tidak sesuai dengan RTRW = 69,637.105 m2 P5 P1 P3 P2 P3 Universitas Sumatera Utara pada lahan lapis pertama yaitu berhadapan langsung dengan jalan raya. Pada lapis pertama cenderung dengan kegiatan perdaganganpertokoan dan jasa. Sedangkan pada lapis kedua yang tidak berhadapan langsung dengan jalan raya penggunaan lahan yang diperuntukkan bagi perumahan. Pada lapis kedua ini berkembang menjadi lahan permukiman dengan cepat, hal ini selain dipengaruhi oleh kemudahan pencapaian kawasan juga dipengaruhi pula oleh daya dukung lingkungan, kondisi sarana prasarana dan fasilitas perkotaan yang relatif memadai. Dalam kajian ini, penulis juga mengkaitkan faktor peraturan tata ruang sebagai pengendali terhadap keteraturan kota dengan ijin mendirikan bangunan IMB, yang sering dijadikan rujukan dalam penataan kota. Dilihat dari kondisi di lapangan sebagian besar responden 62 tidak menempuh mekanisme perijinan dalam mengubah fungsi dan bentuk bangunannya. Beberapa diantaranya menyatakan bahwa bangunan mereka dibangun sebelum Kelurahan Bagan Deli. Menyangkut dengan jenis perijinan yang dimiliki, dari 100 responden terdapat 43 responden yang memiliki IMB, dan dari 57 responden yang memiliki usaha terpisah dari rumah tinggal, sebanyak 29 responden memiliki Berkaitan dengan hal perijinan, responden mengakui proses perijinan IMB dari jawaban responden yaitu sebanyak 37 responden menjawab perijinan terlalu mahal, 42 respoden menjawab kendala prosesnya lama dan berbelit-belit dan 16 responden menjawab birokrasi perijinan tidak transparan. Tingkat pengetahuan masyarakat terhadap RTRW ternyata sangat kurang. Sebanyak 64 responden Universitas Sumatera Utara mengaku tidak memahami muatan yang dikandung dalam RTRW. Sejalan dengan itu, hanya responden mengurus perubahan penggunaan bangunannya sesuai dengan RTRW. Masih rendahnya tingkat kepatuhan dan tingkat kesadaran masyarakat dalam mengurus perijinan menyebabkan wajah kota tampak semrawut dan tidak representatif. Hasil temuan di lapangan menunjukkan bahwa, ada sementara responden yang melaporkan perubahan penggunaan lahanbangunannya karena membutuhkan sertifikat izin mendirikan bangunan IMB sebagai agunanpersyaratan guna pengajuan kredit pinjaman ke bank. Responden yang mengajukan sertifikat IMB sebagai persyaratan agunan pinjaman menyatakan bangunan mereka sebagai modal utama usaha mereka karena sebagian besar dari responden 69 tidak memiliki lahan lain selain yang mereka tempati saat ini. Tingkat pengetahuan tentang ketentuan teknis maupun administratif di kalangan responden masih relatif rendah. Kenyataan di lapangan menunjukkan walaupun telah mengurus perijinan bangunan, pemohon IMB tetap melanggar ketentuan teknis tata ruang. Berdasarkan wawancara dengan Kasie Perijinan Bangunan, sebelum diterbitkan sertifikat IMB, proses yang harus dijalani oleh bagian perijinan yaitu melakukan survei lokasi bangunan pemohon untuk melihat kesesuaian gambar teknis dengan kondisi di lapangan maupun dengan peraturan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah. Namun saat pelaksanaan konstruksi fisik dilakukan, banyak Universitas Sumatera Utara ditemukan beberapa jenis pelanggaran dan penyimpangan dari ketentuan teknis seperti sempadan, fungsi, luas, envelope dan facading bangunan. Hal ini dapat terjadi karena lemahnya law enforcement dari aparatur Pemerintah Kota, yaitu Dinas Ketertiban. Persepsi bahwa perubahan bentuk bangunan bukan sesuatu hal yang harus ditata oleh pemerintah kota, tersirat dari berbagai alasan mengapa mereka tidak melaporkan adanya perubahan bentuk bangunan yang ditempati. Terlepas dari keengganan mengurus IMB, dari yang tidak melaporkan perubahan bangunan diketahui karena berbagai sebab, yaitu karena merasa tidak ada manfaatnya, khawatir akan ditarik retribusi dan sebagian lain memperkirakan akan dibongkar. Alasan lainnya adalah karena bangunan hanya direnovasi sebagian kecil saja Gambar 5.4. Di samping permasalahan tersebut di atas, ketidaksesuaian fungsi bangunan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah, karena pada saat proses pembangunannya, RTRW yang ada sekarang belum diperdakan. 5.2.2 Perubahan tata guna lahan industri Jumlah industri yang terdata di Kelurahan Bagan Deli menurut data Belawan Dalam Angka tahun 2008, hingga tahun 2007 adalah 35 buah, yang terbagi atas 8 perusahaan besar, 2 perusahaan kecil dan 25 industri kerajinan rumah tangga tabel 5.2, dengan jumlah tenaga kerja yang terserap pada industri tersebut sebanyak 1013 orang. Sedangkan untuk jumlah industri kecil di Kelurahan Bagan Deli pada tahun 2003 hanya berjumlah 8 unit tabel 5.3. Universitas Sumatera Utara Tabel 5.2. Mata Pencaharian Penduduk Menurut Kelurahan Sumber: Belawan Dalam Angka 2008 Tabel 5.3. Perkembangan Penduduk Menurut Kelurahan Kelurahan BesarSedang Kecil Rumah Tangga Belawan Pulau Sicanang 3 33 Belawan Bahagia 29 Belawan Bahari 1 14 28 Belawan II 1 2 63 Bagan Deli 8 2 25 Belawan I 5 4 53 Medan Belawan 18 22 231 Sumber: Belawan Dalam Angka 2008 Menurut Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2010, sektor industri pengolahan telah memberikan kontribusi yang terbesar dalam Penghasilan Domestik Regional Bruto PDRB Provinsi Sumatera Utara. Hal ini menunjukkan bahwa sektor industri merupakan leading sector pertumbuhan perekonomian kota. Kenyataan ini mendorong pemerintah untuk mempertahankan keunggulan sektor industri dengan memberikan kemudahan perijinan dan kebijakan guna mengundang datangnya investor baru. Kelurahan Pegawai Nelayan Pedagang Pensiun Lainnya PNS Swasta TNIPolri Belawan Pulau Sicanang 85 1318 23 218 1132 18 123 Belawan Bahagia 153 837 108 752 1472 50 272 Belawan Bahari 123 959 28 939 2149 18 69 Belawan II 379 1726 54 227 3212 106 432 Bagan Deli 133 1013 18 1685 1941 25 79 Belawan I 263 1192 318 1367 2792 214 205 Medan Belawan 1136 7045 549 5188 12698 431 1180 Universitas Sumatera Utara Gambar 5.4 Peta Perubahan Tata Guna Lahan Perumahan dan Permukiman Sumber: Data Lapangan dan RTRW Kota Medan 2010-2030 KETERANGAN: Tidak sesuai dengan RTRWK Medan 2010-2030 Universitas Sumatera Utara Peningkatan harga komoditas ekspor Sumut di pasar internasional yang terus meningkat setiap tahunnya, telah mendorong peningkatan pertumbuhan ekspor. Optimisme terhadap peningkatan daya dukung investasi di Sumut juga mendorong peningkatan walaupun dalam tingkat pertumbuhan yang lebih kecil dibandingkan ekspor. Peningkatan ini telah menjadi faktor penarik bagi pengusaha untuk berinvestasi di Sumatera Utara khususnya di Kelurahan Bagan Deli sebagai pintu masuk ke Sumatera Utara. Hal ini tentu akan berpengaruh pada perubahan penggunaan lahan seiring dengan meningkatnya permintaan akan permukiman dan fasilitas perkotaan lainnya. Belum adanya pemisahan klasifikasi angkutan, khususnya angkutan industri kimia, baik berupa bahan baku maupun limbah berbahaya membawa gangguan bagi lingkungan juga bagi aktivitas kota lainnya. Pergerakan aktivitas industri bukan hanya menimbulkan nilai tambah added value bagi daerah yang dilaluinya, tapi juga membawa masalah tata ruang terkait dengan perangkutannya. Permasalahan-permasalahan yang timbul diantaranya meliputi tumbuhnya bangunan-bangunan yang melayani pergerakan angkutan industri yaitu: pool kendaraan besar seperti: bis karyawan, truk tangki, dump truck dan trailer. Jenis lain dari perubahan penggunaan lahan adalah tumbuhnya rumah-rumah makan, pencucian mobil, dan bengkel. Semua bangunan ini tumbuh di sela-sela permukiman penduduk yang menimbulkan ketidakteraturan ruang kota. Universitas Sumatera Utara Salah satu bentuk solusi yang telah dilakukan pemerintah, adalah dengan menyediakan jalur arteri alternatif yang tidak melewati pusat kota, sebagai contoh yaitu Jalan Tol Belmera, akan sangat membantu mobilitas angkutan industri, bis karyawan dan pariwisata dari Kelurahan Bagan Deli Pelabuhan Belawan hingga ke luar kota. Di samping itu, sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan tahun 2010-2030 lokasi-lokasi yang telah menjadi tata guna lahan perumahan dan permukiman telah menjadi tata guna lahan industri. Hal ini tentu menjadi permasalahan yang sangat rumit bagi Pemerintah Kota Medan, karena bangunan- bangunan perumahan dan permukiman tersebut rata-rata telah memiliki Surat Izin Mendirikan Bangunan SIMB. Hal ini tentu memerlukan penyelesaian apabila RTRW tersebut akan diterapkan Gambar 5.5. 5.2.3 Perubahan tata guna lahan pelabuhan Aktivitas industri di Kelurahan Bagan Deli tidak bisa lepas dari pelabuhan yang ada di sana. Intensitas aktivitas pelabuhan di Kelurahan Bagan Deli cukup besar, mengingat kondisi Pelabuhan Belawan yang telah padat. Industri-industri mendatangkan barang produksi dari pelabuhan-pelabuhan khusus ini. Export Processing Zone EPZ akan menempati area industri di sebelah Utara Pelabuhan Belawan. Area ini sesuai untuk pengembangan EPZ mengingat lokasinya yang terisolasi dan adanya akses langsung kearah pantai yang bisa dikembangkan sebagai dermaga atau pelabuhan khusus untuk EPZ. Universitas Sumatera Utara Hal ini yang kemudian yang menjadi dasar penyusunan RTRW kota Medan, Kelurahan Bagan Deli yang merupakan bagian dari Kecamatan Belawan merupakan kawasan khusus dengan kegiatan kegiatan utama, pelabuhan penumpang, pelabuhan peti kemas, dan perikanan samudera. Disamping itu lokasi pelabuhan Belawan ini juga sangat strategis, karena berdekatan dengan jalur pelayaran internasional Selat Malaka. Dengan peran dan fungsinya sebagai pintu gerbang perekonomian daerah Sumatera Utara, Pelabuhan Belawan harus selalu siap dalam mengantisipasi tuntutan kebutuhan operasional baik berupa fasilitas maupun peralatan guna peningkatan kelancaran pelayanan jasa kepelabuhanan. Sejak proyek pengembangan Tahap I, sampai saat ini telah dilakukan beberapa kali studi dan penyusunan Master plan pelabuhan Belawan yang antara lain dilakukan oleh Sir Bruce White dan Widya Pertiwi pada tahun 1985 dan oleh Sir William Halcrow Partners pada tahun 1996. Menurut program pengembangan jangka pendek proyek pengembangan fase II sesuai Master Plan pelabuhan 1985 beberapa aktivitas yang harus dilakukan antara lain adalah relokasi terminal penumpang, pembangunan dermaga konvensional, serta penataan dan peningkatan operasional. Namun karena kondisi resesi ekonomi pada saat itu 1998, proyek-proyek besar pemerintah termasuk proyek pengembangan pelabuhan Belawan terkena penjadwalan kembali. Universitas Sumatera Utara Gambar 5.5 Peta Perubahan Tata Guna Lahan Industri Sumber: Data Lapangan dan RTRW Kota Medan 2010-2030. KETERANGAN: Tata Guna Lahan Industri yang memasuki Tata Guna Lahan Perumahan dan Permukiman menurut RTRW 2010-2030 Universitas Sumatera Utara Pengembangan pelabuhan Belawan perlu dilakukan seiring dengan perkembangan potensi hinterland dan tuntutan operasional serta perkembangan teknologi angkutan laut dan kebijakan regionalnasional yang ada. Kunci pengembangan dari pelabuhan Belawan adalah peningkatan kapasitas alur pelayaran di samping terminal peti kemas dan terminal curah cair dan kering. Review Master Plan Pelabuhan Belawan oleh Sir William Halcrow and Partners tahun 1996 didanai oleh ADB melalui TA No 2386-INO. Informasi proyek yang erat terkait pada studi ini meliputi: 1. Pembangunan terminal penumpang 2. Pembangunan tank storage dan instalasi muat minyak sawit 3. Fasilitas bongkar curah kering 4. Fasilitas muat curah kering 5. Rehabilitasi dermaga Ujung Baru 6. Pengadaan peralatan bongkar muat terminal peti kemas 7. Pengadaan fasilitas pengolahan limbah Dengan tertundanya beberapa program pembangunan di pelabuhan Belawan terutama dengan tidak dilaksanakan relokasi terminal penumpang dan juga akibat adanya pertumbuhan dan perkembangan kargo domestik maupun internasional berdampak pada konflik operasional pelabuhan; di samping itu peningkatan kapasitas dan penataan dermaga ujung baru belum terealisasi, antara lain peningkatan kapasitas bongkar muat minyak sawit dan curah kering, sehingga Universitas Sumatera Utara tingkat pelayanan secara umum makin menurun dan memburuk. Letak geografis Pelabuhan Belawan yang terletak di selat Malaka adalah cukup strategis, apabila Pelabuhan Belawan dapat menyediakan fasilitas yang memadai untuk bongkar muat peti kemas pada suatu Hub Port, niscaya pelabuhan ini akan bisa menarik potensi lalu-lintas peti kemas dunia yang melalui selat ini, dengan mampirnya kapal-kapal petikemas untuk melakukan transhipment dengan mother vessel yang melintas di Selat Malaka dari arah Timur ke Barat dan sebaliknya. Artinya bahwa Pelabuhan Belawan meningkatkan status pelabuhannya menjadi Hub Port setara dengan pelabuhan-pelabuhan Hub Port lainnya di Selat Malaka seperti Singapore, Port Klang dan Tanjung Pelepas Malaysia dan pelabuhan Laem Chabang di Thailand Gambar 5.6.

5.3 Kajian Faktor Perubahan Penggunaan Lahan