pengaruh dukungan sosial dan pengetahuan tentang penyakit TB terhadap motivasi untuk sembuh penderita tuberculosis paru yang berobat di Puskesmas Sidoarjo,
Lamongan, Jombang. Hasil penelitian diperoleh bahwa terdapat hubungan antara dukungan sosial dan pengetahuan terhadap motivasi seseorang. Berangkat dari
pengalaman penelitian terdahulu maka penulis menduga ada pengaruh antara dukungan sosial yang terdiri dari emosional, instrumental, informatif,
penilaianpenghargaan, dan kelompok sosial terhadap partisipasi wanita usia subur dalam upaya deteksi dini penyakit kanker leher rahim.
1.2. Permasalahan
Dari uraian pada latar belakang diatas, diperoleh rumusan masalah sebagai berikut: Bagaimana pengaruh dukungan sosial terhadap partisipasi wanita usia subur
dalam upaya deteksi dini penyakit kanker leher rahim di Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai pada tahun 2011.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh dukungan sosial terhadap partisipasi wanita usia subur dalam upaya deteksi dini penyakit kanker leher
rahim di Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai.
1.4. Hipotesis
Terdapat pengaruh dukungan sosial terhadap partisipasi wanita usia subur dalam upaya deteksi dini penyakit kanker leher rahim di Kecamatan Perbaungan
Kabupaten Serdang Bedagai.
Universitas Sumatera Utara
1.5. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi: a.
Dinas Kesehatan Sebagai informasi untuk mengambil kebijakan dalam upaya deteksi dini penyakit
kanker leher rahim. b.
Masyarakat Mengetahui dan memahami tentang penyakit kanker leher rahim yang pada
akhirnya diharapkan agar masyarakat, khususnya wanita usia subur mempunyai kesadaran tentang pentingnya melakukan pemeriksaan dini terhadap penyakit
kanker leher rahim. c.
Tenaga Kesehatan Sebagai bahan masukan dan informasi dalam upaya melakukan pendekatan
kepada wanita usia subur sehingga mereka ikut berpartisipasi aktif dalam upaya deteksi dini penyakit kanker leher rahim.
d. Ilmu Pengetahuan
Sebagai bahan referensi dan masukan bagi penelitian selanjutnya terkait dengan pengaruh dukungan sosial terhadap partisipasi wanita usia subur dalam upaya
deteksi dini penyakit kanker leher rahim.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kanker Leher Rahim
2.1.1. Definisi Kanker Leher Rahim
Menurut Sukaca 2009, kanker ginekologik adalah tumbuhnya sel-sel neoplastik secara tidak terkontrol pada jaringan organ genital wanita terdiri dari
uterus, tuba fallopi, ovarium, vagina dan vulva. Kanker pada organ genital merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas terbesar kedua setelah kanker
payudara. Kanker leher rahim adalah kanker yang terjadi pada serviks uterus leher rahim, suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang terletak antara rahim dan
liang senggama vagina. Kanker serviks sering juga disebut kanker leher rahim. Dengan demikian kanker leher rahim adalah penyakit neoplasma ganas pada leher
rahim yang sel-sel epitelnya memperlihatkan tanda-tanda keganasan berupa deferensiasi sel-sel epitel permukaan menghilang, susunan sel-sel basal yang
berbentuk palisade juga tidak dijumpai lagi, bentuk dan inti sel juga bervariasi, sangat kuat menarik zat warna dan jumlah sitoplasma sangat kurang, sehingga sel-sel
seolah-olah tersusun padat. Kanker leher rahim adalah tumor ganas primer yang berasal dari sel epitel
skuamosa. Kanker leher rahim merupakan kanker yang terjadi pada serviks atau leher rahim, suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke
arah rahim, letaknya antara rahim uterus dan liang senggama Notodiharjo, 2002. Kanker leher rahim biasanya menyerang wanita berusia 35-55 tahun. Sebanyak 90
Universitas Sumatera Utara
dari kanker leher rahim berasal dari sel skuamosa yang melapisi serviks dan 10 sisanya berasal dari sel kelenjar penghasil lendir pada saluran servikal yang menuju
ke rahim. Penyebab kanker leher rahim belum diketahui dengan pasti, namun diduga
penyebabnya Human Papilloma Virus HPV. Infeksi virus papilloma terdapat pada wanita aktif secara seksual. Dari beberapa pemeriksaan laboratorium terbukti bahwa
lebih dari 90 kondiloma serviks semua neoplasia intraepitel serviks dan kanker leher rahim mengandung DNA HPV. HPV ini dapat menyerang alat kelamin bagian
luar vagina, leher rahim dan di sekitar anus Aziz M.F. 2000.
2.1.2. Epidemiologi
Kanker leher rahim masih merupakan kanker yang menduduki urutan pertama kejadian kanker secara keseluruhan ataupun dari kejadian kanker pada wanita. Karena
HPV merupakan faktor etiologi, maka kanker leher rahim mempunyai beberapa faktor risiko yang umumnya terkait dengan suatu pola penyakit akibat hubungan
seksual. Faktor lain yang dianggap merupakan faktor risiko antara lain faktor hubungan seksual pertama kali pada usia muda, faktor kebiasaan merokok dan
pemakaian kontrasepsi secara hormonal Female Cancer Programme, et.al, 2007.
2.1.3. Faktor Risiko Kanker Leher Rahim
Faktor kanker leher rahim dibagi dalam dua kategori :
a
Risiko Mayor Infeksi Human Papilloma Virus HPV, khususnya kelompok risiko tinggi
seperti HPV tipe 16, 18, 31, 33, 39, 45, 51, 52, 56, 58, 59, 66, 68 dan tipe 70.
Universitas Sumatera Utara
Distribusi geografis tipe HPV berbeda untuk tiap-tiap negara. HPV tipe 16 dan 18 adalah yang paling sering ditemukan di dunia. Dimana HPV tipe 16 umumnya
ditemukan di negara barat seperti Eropa, USA dan lain-lain. Sedangkan untuk tipe 18 banyak ditemukan di Asia. HPV ditularkan lewat hubungan seksual.
b
Risiko Minor Risiko minor kanker leher rahim adalah :
− Menikah Usia Muda 20 tahun
Pada berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa golongan wanita yang mulai melakukan hubungan seksual pada usia 20 tahun lebih beresiko untuk
menderita kanker leher rahim Sjamsuddin, 2001. −
Pasangan seksual yang berganti-ganti Wanita yang sering melakukan hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan
mempunyai faktor yang besar terhadap kejadian kanker ini. Pada penelitian sitologi tes pap sekelompok wanita tuna susila dan wanita biasa ternyata jumlah
kasus prakarsinoma lebih banyak pada wanita tuna susila Tambunan, 1995. −
Terpapar IMS Infeksi Menular Seksual −
Merokok Wanita perokok mempunyai risiko 2 kali lebih besar terkena kanker leher rahim
dibandingkan dengan wanita bukan perokok. Penelitian menunjukkan, lendir serviks pada wanita perokok mengandung nikotin dan zat-zat lainnya yang
Universitas Sumatera Utara
terdapat di dalam rokok. Zat-zat tersebut akan menurunkan daya tahan serviks disamping merupakan karsinogen infeksi virus Dalimarta, 2004.
− Sosial Ekonomi
Kanker leher rahim banyak ditemukan pada golongan ekonomi rendah. Mungkin faktor sosial ekonomi erat kaitannya dengan gizi, imunitas dan kebersihan
perseorangan. Golongan sosial ekonomi rendah umumnya kuantitas dan kualitas makanan kurang, hal inilah yang mempengaruhi imunitas tubuh Sjamsuddin,
2001. −
Hygiene dan sirkumsisi Suami yang tidak dikhitan, dapat mengurangi kebersihan genital disertai
kemungkinan meningkatnya timbulnya kanker leher rahim. Oleh sebab itu dianjurkan supaya khitan itu dilakukan untuk kebersihan dan kesehatan.
− Jumlah anak yang terlalu banyak
Melahirkan anak yang sering atau bila jumlah anak lebih dari 3 orang meningkatkan kemungkinan mendapatkan kanker rahim YKI, 2003.
− Kontrasepsi Hormonal atau IUDAKDR
Kontrasepsi oral yang dipakai dalam jangka waktu yang panjang yaitu lebih dari 5 tahun dapat meningkatkan risiko relative 1,53 kali. WHO melaporkan risiko
relative pada pemakaian kontrasepsi oral sebesar 1,19 kali dan meningkat sesuai dengan lamanya pemakaian Sjamsuddin, 2001.
Universitas Sumatera Utara
Tali IUD akan menyebabkan trauma pada leher rahim, dikhawatirkan akan menyebabkan terjadinya metaplasia BKKBN, 1995.
2.1.4. Pertumbuhan dan Penyebaran Kanker Leher Rahim
Kanker leher rahim tumbuh dan berkembang secara bertahap. Kanker leher rahim adalah penyakit yang progresif, mulai dengan intra epitel, perubahan
neoplastik, yang berkembang menjadi kanker leher rahim setelah 10 tahun atau lebih. Pertumbuhannya dimulai ketika satu sel dari sekian banyak sel normal tiba-tiba
mengalami mutasi genetik. Sel tersebut kemudian tumbuh berkembang dan membelah diri. Beberapa tahun kemudian, sel tersebut mengalami mutasi lagi yang
menyebabkan pertumbuhan dan ukuran sel menjadi abnormal, keadaan ini disebut fase dysplasia. Fase dysplasia terus berkembang, dimulai dari dysplasia ringan,
sedang, berat dan akhirnya akan menjadi kanker in situ berkisar antara 1-7 tahun. Kanker in situ yaitu kanker yang belum menembus batas jaringan tempat
kanker tersebut tumbuh. Beberapa tahun kemudian, sel kanker tersebut dapat menembus jaringan basal dan menyusup ke jaringan sekitarnya. Keadaan ini
dinamakan kanker invasif. Sel kanker juga dapat melepaskan diri dari tempat asalnya dan menembus pembuluh darah atau pembuluh getah bening. Kemudian, bersama
dengan aliran darah atau getah bening, sel kanker terbawa ke bagian lain dari tubuh. Di tempat yang baru, sel-sel kanker akan tumbuh dengan sifat yang sama dengan
induknya. Penyebaran kanker ke jaringan tubuh lainnya ini dinamakan anak sebar metastasis. Biasanya kematian sukar dihindari jika telah terjadi metastasis
Dalimartha, 2004.
Universitas Sumatera Utara
2.1.5. Gejala dan Tanda-tanda
Gejala dini yang dapat ditunjukkan oleh adanya kanker leher rahim adalah : −
Keputihan Pada permulaan penyakit yaitu pada stadium pre klinik belum dijumpai gejala-
gejala yang spesifik bahkan dijumpai tanpa gejala. Keluar cairan encer, keputihan yang berubah warna menjadi merah muda, lalu kecoklatan dan sangat berbau
karena adanya jaringan nekrose karena infeksi. −
Perdarahan dari kemaluan Awal keluhan yang timbul pada penderita kanker leher rahim adalah perdarahan
dari kemaluan di luar siklus haid yang dimulai sedikit-sedikit yang makin lama makin banyak dan berbau busuk Yakub, 1993.
Pada permulaan kanker leher rahim kemungkinan penderita belum memiliki keluhan dan diagnosis dan biasanya dibuat secara kebetulan skrining kesehatan
penduduk. Pada fase lebih lanjut sebagai akibat nekrosis dan perubahan- perubahan proliferase jaringan leher rahim timbul keluhan-keluhan sebagai
berikut : a.
Perdarahan vaginal yang abnormal b.
Perdarahan kontaksenggama c.
Keputihan vaginal yang abnormal d.
Gangguan miksi disuria e.
Gangguan defekasi
Universitas Sumatera Utara
f. Nyeri di perut bawah menyebar
g. Limfadenema
Pada stadium lanjut ketika tumor telah menyebar keluar dari leher rahim dan melibatkan jaringan di rongga panggul dapat dijumpai tanda lain seperti nyeri yang
menjalar ke pinggul atau kaki. Beberapa penderita mengeluhkan nyeri berkemih, hematuria, perdarahan
rectum sampai sulit berkemih dan buang air besar. Penyebaran ke kelenjar getah bening tungkai bawah menimbulkan edema tungkai bawah, atau terjadi uremia bila
telah terjadi penyumbatan kedua ureter. Standar pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan fisik yang
merupakan dasar dalam menentukan stadium penyakit. Pemeriksaan tersebut terdiri dari inspeksi, palpasi, inspekulo dan pemeriksaan dalam. Dilanjutkan dengan biopsy,
kolposkopi, kuret, foto thoraks, BNOIVP, Sitoskopi, Rectoskopi. Bila ada kecurigaan penyebaran ke vesika atau rectum maka dikonfirmasikan dengan biopsy dan
pemeriksaan hispatologik.
2.1.6. Deteksi Dini Kanker Leher Rahim
a Tes PAP
Pap smear tes pap adalah suatu tindakan medis yang mana mengambil sampel dari leher rahim kemudian dioleskan pada slide. Sel tersebut diperiksa dengan
mikroskop untuk mencari lesi pra kanker atau perubahan keganasan. Pap smear sangat mudah, cepat dan tidak atau relatif kurang rasa nyerinya.
Pemeriksaan ini spesifisitas dan sensitivitasnya tidak terlalu tinggi, sehingga ada
Universitas Sumatera Utara
wanita berkembang menjadi kanker leher rahim meskipun secara teratur melakukan pemeriksaan pap smear. Tes ini memerlukan prasarana yang lengkap dan kompleks
yaitu : Materi slide, spatula, reagents, mikroskop, tehnisi sitologi, pengiriman slide yang handal ke lokasi pengujian dan pembacaan slide. Jika salah satu komponen tidak
ada, seluruh program tidak berjalan. Program skala kecil akan mengalami biaya yang lebih besar Female Cancer Programme, et.al, 2007.
b Kajian terhadap Berbagai Metode Pemeriksaan Alternatif Kanker Leher Rahim
Beberapa metode pemeriksaan kanker leher rahim selain Tes Pap antara lain : Kolposkopi, Servikologi, Pap Net, Tes Molekul DNA HPV dan hingga metode
skrining yang sederhana seperti inspeksi visual dengan asam asetat IVA dan inspeksi visual dengan asam asetat dan pembesaran gineskopi IVAB.
2.1.7. Upaya Pencegahan Kanker Leher Rahim
Menurut Busmar 1997, upaya untuk memberikan pengobatan secara khusus telah dilakukan dengan segala upaya namun hasil yang diperoleh belumlah sesuai
dengan harapan. Karena itu upaya pengobatan secara sendirian tidaklah dapat diharapkan untuk mengatasi masalah kesehatan masyarakat ini. Upaya pencegahan
yang menyeluruh, mulai dari upaya pendidikan kesehatan masyarakat sampai upaya rehabilitasi, perlu diberikan secara porsinya masing-masing dalam mengatasi masalah
kanker. Jelas belum ada satu tindakan tersendiri yang dianggap memadai. Gabungan berbagai upaya perlu dilakukan.
Universitas Sumatera Utara
1. Pencegahan Tingkat I
a. Promosi Kesehatan Masyarakat
− Kampanye kesehatan masyarakat
− Program pendidikan kesehatan masyarakat
− Promosi kesehatan
b. Pencegahan Khusus
− Intervensi sumber keterpaparan
2. Pencegahan Tingkat II
a. Diagnosis dini
b. Pengobatan kemoterapi dan bedah
3. Pencegahan Tingkat III
− Rehabilitasi
2.2. Partisipasi
2.2.1. Pengertian Partisipasi
Partisipasi masyarakat adalah ikut sertanya seluruh anggota masyarakat dalam memecahkan permasalahan-permasalahan
masyarakat tersebut. Partisipasi masyarakat di bidang kesehatan berarti keikutsertaan seluruh anggota masyarakat
dalam memecahkan masalah kesehatan mereka sendiri. Di dalam hal ini, masyarakat sendirilah yang aktif memikirkan, merencanakan, melaksanakan, dan
mengevaluasikan program-program kesehatan masyarakatnya. Institusi kesehatan hanya sekadar memotivasi dan membimbingnya Notoatmodjo, 2007.
Universitas Sumatera Utara
Mikkelsen dalam Soetomo 2006, mengatakan bahwa pembangunan pada dasarnya merupakan proses perubahan, dan salah satu bentuk perubahan yang
diharapkan adalah perubahan sikap dan perilaku. Partisipasi masyarakat yang semakin meningkat baik secara kualitatif maupun kuantitatif merupakan salah satu
perwujudan dari perubahan sikap dan perilaku tersebut. Ada enam jenis tafsiran mengenai partisipasi masyarakat tersebut antara lain:
1. Partisipasi adalah kontribusi sukarela dari masyarakat kepada proyek atau
program pembangunan tanpa ikut serta dalam pengambil keputusan. 2.
Partisipasi adalah usaha membuat masyarakat semakin peka dalam meningkatkan kemauan menerima dan kemampuan menangapi proyek-proyek atau program-
program pembangunan. 3.
Partisipasi adalah proses yang aktif, yang mengandung arti bahwa orang atau kelompok terkait mengambil inisiatif dan menggunakan kebebasannya untuk
melakukan hal itu. 4.
Partisipasi adalah penetapan dialog antara masyarakat setempat dengan para staf dalam melakukan persiapan, pelaksanaan dan monitoring proyekprogram agar
memperoleh informasi mengenai konteks lokal dan dampak-dampak sosial. 5.
Partisipasi adalah keterlibatan sukarela oleh masyarakat dalam perubahan yang ditentukan sendiri.
6. Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam pembangunan diri, kehidupan
dan lingkungan mereka.
Universitas Sumatera Utara
Conyer dalam Soetomo 2006, mengemukakan partisipasi masyarakat adalah keikutsertaaan masyarakat secara sukarela yang didasari oleh determinan dan
kesadaran diri masyarakat itu sendiri dalam program pembangunan. Ada lima cara untuk melibatkan keikutsertaan masyarakat yaitu:
1. Survei dan konsultasi lokal untuk memperoleh data dan informasi yang
diperlukan. 2.
Memanfaatkan petugas lapangan, agar sambil melakukan tugasnya sebagai agen pembaharu juga menyerap berbagai informasi yang dibutuhkan dalam
perencanaan. 3.
Perencanaan yang bersifat desentralisasi agar lebih memberikan peluang yang semakin besar kepada masyarakat untuk berpartisipasi.
4. Perencanaan melalui pemerintah lokal.
5. Menggunakan strategi pembangunan komunitas community development
Menurut Slamet 2003, berdasarkan pengertian partisipasi, maka partisipasi dalam pembangunan dapat dibagi menjadi lima jenis :
1. Ikut memberi input proses pembangunan, menerima imbalan atas input tersebut
dan ikut menikmati hasilnya. 2.
Ikut memberi input dan menikmati hasilnya. 3.
Ikut memberi input dan menerima imbalan tanpa ikut menikmati hasil pembangunan secara langsung.
4. Menikmatimemanfaatkan hasil pembangunan tanpa ikut memberi input.
5. Memberi input tanpa menerima imbalan dan tidak menerima hasilnya.
Universitas Sumatera Utara
2.2.2. Syarat-syarat Partisipasi
Menurut Tannenbaum 1992, sukses partisipasi langsung berhubungan dengan syarat-syarat tertentu. Kondisi semacam itu terjadi pada partisipan yang ada
dalam lingkungannya. Syarat pertama adalah diperlukan banyak waktu untuk berpartisipasi sebelum
bertindak. Partisipasi tidak akan terjadi dalam keadaan mendadak. Kedua, biaya partisipasi tidak boleh melebihi nilai-nilai ekonomi dan sebagainya.
Ketiga, subyek partisipasi harus relevan dengan organisasi partisipasi sesuatu yang akan menarik perhatian partisipan atau akan dianggapnya sebagai pekerjaan yang
sibuk. Keempat, partisipasi harus mempunyai kemampuan, kecerdasan, dan pengetahuan
untuk berpartisipasi secara efektif. Kelima, partisipan harus mampu berkomunikasi untuk saling menukar gagasan.
Keenam, tidak seorangpun baik karyawan atau manajer akan merasakan bahwa posisinya diancam dengan partisipasi.
Ketujuh, partisipasi untuk memutuskan arah tindakan pada sebuah organisasi hanya dapat menempati lingkungan kebebasan kerja kelompok. Tingkat pembatasan sub
unit diperlukan pada berbagai organisasi untuk mempertahankan stabilitas intern; sub unit tidak dapat membuat keputusan yang melanggar kebijaksanaan perusahaan,
agreement penawaran kolektif, atau rintangan serupa.
Universitas Sumatera Utara
2.2.3. Dasar-Dasar Filosofi Partisipasi Masyarakat
Dalam hubungannya dengan fasilitas dan tenaga kesehatan, partisipasi masyarakat dapat diarahkan untuk mencukupi kelangkaan tersebut. Dengan kata lain,
partisipasi masyarakat dapat menciptakan fasilitas dan tenaga kesehatan. Pelayanan kesehatan yang diciptakan dengan adanya partisipasi masyarakat didasarkan kepada
idealisme Notoatmodjo, 2007. 1 Community felt need.
Apabila pelayanan itu diciptakan oleh masyarakat sendiri, ini berarti bahwa masyarakat itu memerlukan pelayanan tersebut. Sehingga adanya pelayanan
kesehatan bukan karena diturunkan dari atas, yang belum dirasakan perlunya, tetapi tumbuh dari bawah yang diperlukan masyarakat dan untuk masyarakat.
2 Organisasi pelayanan kesehatan masyarakat yang berdasarkan partisipasi masyarakat adalah salah satu bentuk pengorganisasian masyarakat. Hal ini berarti
bahwa fasilitas pelayanan kesehatan itu timbul dari masyarakat sendiri. 3 Pelayanan kesehatan tersebut akan dikerjakan oleh masyarakat sendiri. Artinya
tenaganya dan penyelenggaraannya akan ditangani oleh anggota masyarakat itu sendiri yang dasarnya sukarela.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa filosofi partisipasi masyarakat dalam pelayanan kesehatan masyarakat adalah terciptanya suatu pelayanan untuk
masyarakat, dari masyarakat dan oleh masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
2.2.4. Pendekatan Partisipasi Masyarakat
Menurut Club du Sahel dalam Mikkelsen 2003, beberapa pendekatan untuk memajukan partisipasi masyarakat yaitu:
1. Pendekatan pasif, pelatihan dan informasi; yakni pendekatan yang beranggapan
bahwa pihak eksternal lebih menguasai pengetahuan, teknologi, keterampilan dan sumber daya. Dengan demikian partisipasi tersebut memberikan komunikasi satu
arah, dari atas ke bawah dan hubungan pihak eksternal dan masyarakat bersifat vertikal.
2. Pendekatan partisipasi aktif; yaitu memberikan kesempatan kepada masyarakat
untuk berinteraksi secara lebih intensif dengan para petugas eksternal, contohnya pelatihan dan kunjungan.
3. Pendekatan partisipasi dengan keterikatan; masyarakat atau individu diberikan
kesempatan untuk melakukan pembangunan, dan diberikan pilihan untuk terikat pada sesuatu kegiatan dan bertanggung jawab atas kegiatan tersebut.
4. Pendekatan dengan partisipasi setempat; yaitu pendekatan dengan mencerminkan
kegiatan pembangunan atas dasar keputusan yang diambil oleh masyarakat setempat.
Agar memperbaiki kondisi dan peningkatan taraf hidup masyarakat, maka usaha untuk dapat menggerakkan partisipasi masyarakat:
1. Disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat yang nyata.
2. Dijadikan stimulasi terhadap masyarakat, yang berfungsi mendorong timbulnya
jawaban respons yang dikehendaki.
Universitas Sumatera Utara
3. Dijadikan motivasi terhadap masyarakat, yang berfungsi membangkitkan tingkah
laku behavior yang dikehendaki secara berlanjut Ndraha,1990. Berdasarkan hasil penelitian Goldsmith dan Blustain tahun 1980 di Jamaica
dalam Ndraha 1990, berkesimpulan bahwa masyarakat tergerak untuk berpartisipasi jika:
1. Partisipasi itu dilakukan melalui organisasi yang sudah dikenal atau yang sudah
ada di tengah-tengah masyarakat. 2.
Partisipasi itu memberikan manfaat langsung kepada masyarakat yang bersangkutan.
3. Manfaat yang diperoleh melalui partisipasi itu dapat memenuhi kepentingan
masyarakat setempat. 4.
Dalam proses partisipasi itu terjamin adanya kontrol yang dilakukan oleh masyarakat. Partisipasi masyarakat ternyata berkurang jika mereka tidak atau
kurang berperanan dalam pengambilan keputusan.
2.2.5. Strategi Partisipasi Masyarakat
Strategi partisipasi masyarakat menurut Notoatmodjo 2007 : 1.
Lembaga Sosial Desa atau Lembaga Kerja Pembangunan Masyarakat Desa LKPMD adalah suatu wadah kegiatan antar disiplin di tingkat desa, tiap
kelurahan atau desa mempunyai lembaga semacam ini. Tugas utama lembaga ini adalah merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi kegiatan-kegiatan
pembangunan didesanya, termasuk juga pembangunan di bidang kesehatan. Oleh karena itu, tenaga kesehatan dari puskesmas dapat memanfaatkan lembaga ini
Universitas Sumatera Utara
untuk menjual idenya, dengan memasukkan ide-idenya ke dalam program LKPMD.
2. Program yang dijual oleh Puskesmas ke lembaga ini tidak harus kesehatan, tetapi
juga kegiatan-kegiatan non kesehatan yang akhirnya akan menyokong program kesehatan, misalnya; pertanian, peternakan, pendidikan, dan lain-lain.
3. Puskesmas dapat dijadikan pusat kegiatan, walaupun pusat perencanaannya
adalah di desa LKPMD, dan petugas kesehatan adalah merupakan motivator dan dinamisatornya.
4. Dokter puskesmas atau petugas kesehatan yang lain dapat membentuk suatu team
work yang baik dengan dinas-dinas atau instansi-instansi lain. 5.
Dalam pelaksanaan, program dapat dimulai desa demi desa tidak usah seluruh desa di kecamatan tersebut. Hal ini untuk menjamin agar puskesmas dapat
memonitor dan membimbingnya dengan baik. Bilamana perlu membentuk suatu proyek percontohan sebagai pusat pengembangan untuk desa yang lain.
6. Bila desa ini masih dianggap terlalu besar, maka dapat dimulainya dari tingkat
RW atau RT yang populasinya lebih kecil, sehingga mudah diorganisasi.
2.2.6. Metode
Notoatmodjo 2005, menyatakan metode yang dapat dipakai pada partisipasi masyarakat adalah sebagai berikut:
1. Pendekatan masyarakat, diperlukan untuk memperoleh simpati masyarakat.
Pendekatan ini terutama ditujukan kepada pimpinan masyarakat, baik yang formal maupun informal.
Universitas Sumatera Utara
2. Pengorganisasian masyarakat, dan pembentukan panitia tim.
a. Dikoordinasi oleh lurah atau kepala desa.
b. Tim kerja, yang dibentuk ditiap RT.
Anggota tim ini adalah pemuka-pemuka masyarakat RT yang bersangkutan, dan dipimpin oleh ketua RT.
3. Survei diri Community self survey
Tiap tim kerja di RT, melakukan survei di masyarakatnya masing-masing dan diolah serta dipresentasikan kepada warganya.
4. Perencanaan program
Perencanaan dilakukan oleh masyarakat sendiri setelah mendengarkan presentasi survei diri dari tim kerja, serta telah menentukan bersama tentang prioritas
masalah yang akan dipecahkan. Dalam merencanakan program ini, perlu diarahkan terbentuknya dana sehat dan kader kesehatan. Kedua hal ini sangat
penting dalam rangka pengembangan partisipasi masyarakat. 5 Training
Training untuk para kader kesehatan sukarela harus dipimpin oleh dokter puskesmas. Di samping di bidang teknis medis, training juga meliputi
manajemen kecil-kecilan dalam mengolah program-program kesehatan tingkat desa serta sistem pencatatan, pelaporan, dan rujukan.
Universitas Sumatera Utara
6 Rencana evaluasi Dalam menyusun rencana evaluasi perlu ditetapkan kriteria-kriteria keberhasilan
suatu program, secara sederhana dan mudah dilakukan oleh masyarakat atau kader kesehatan sendiri.
2.2.7. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Partisipasi Masyarakat
Dalam upaya mengembangkan dan membina partisipasi masyarakat ada beberapa faktor yang bisa membantu atau mendorong upaya tersebut. Faktor-faktor
tersebut sebagian kita jumpai di masyarakat dan sebagian di provider sendiri. 1.
Faktor-faktor di masyarakat Konsep partisipasi masyarakat sebenarnya bukan hal baru bagi kita di
Indonesia. Dari sejak nenek moyang kita, telah dikenal adanya semangat gotong royong dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan di masyarakat. Semangat ini
mendorong timbulnya partisipasi masyarakat. 2.
Faktor-faktor pendorong di pihak provider Faktor pendorong terpenting yang ada dipihak provider ialah adanya kesadaran
di lingkungan provider, bahwa perilaku merupakan faktor penting dan besar pengaruhnya terhadap derajat kesehatan. Kesadaran ini melandasi pemikiran
pentingnya partisipasi masyarakat. Selain itu, keterbatasan sumber daya di pihak provider untuk mengembangkan dan membina partisipasi masyarakat
Depkes, 1991.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Sastropoetro 1988, ada lima unsur penting yang menentukan gagal dan berhasilnya partisipasi, yaitu:
1. Komunikasi yang menumbuhkan pengertian yang efektif atau berhasil.
2. Perubahan sikap, pendapat dan tingkah laku yang diakibatkan oleh pengertian
yang menumbuhkan kesadaran. 3.
Kesadaran yang didasarkan pada perhitungan dan pertimbangan. 4.
Kesediaan melakukan sesuatu yang tumbuh dari dalam lubuk hati sendiri tanpa dipaksa orang lain.
5. Adanya rasa tanggung jawab terhadap kepentingan bersama.
Hadi dalam Dwiyanti 2005, mengemukakan bahwa faktor penghambat untuk meningkatkan partisipasi publik di Indonesia adalah:
1. Faktor sosial, seperti: tingkat pendidikan, pendapatan dan komunikasi
2. Faktor budaya, meliputi: sikap dan perilaku, pengetahuan dan adat istiadat.
3. Faktor politik
4. Faktor birokrasi para pengambil keputusan.
Menurut Mikkelsen 2003, rendahnya partisipasi masyarakat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu:
1. Adanya penolakan secara internal di kalangan anggota masyarakat dan penolakan
eksternal terhadap pemerintah. 2.
Kurangnya dana. 3.
Terbatasnya informasi, pengetahuan atau pendidikan masyarakat, dan 4.
Kurang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
Banyak program pembangunan yang kurang memperoleh antusias dan partisipasi masyarakat karena kurangnya kesempatan yang diberikan kepada
masyarakat untuk berpartisipasi. Di lain pihak juga sering dirasakan kurangnya informasi yang disampaikan kepada masyarakat mengenai kapan dan dalam bentuk
apa mereka dapat atau dituntut untuk berpartisipasi. Pemberian kesempatan berpartisipasi pada masyarakat, harus dilandasi oleh pemahaman bahwa masyarakat
setempat layak diberi kesempatan karena mereka juga punya hak untuk berpartisipasi dan memanfaatkan setiap kesempatan membangun bagi perbaikan mutu hidupnya.
Menurut Margono dalam Mardikanto 2003, tumbuh kembangnnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu:
1. Adanya kesempatan yang diberikan kepada masyarakat untuk berpartisipasi.
Adanya kesempatan yang diberikan, merupakan faktor pendorong tumbuhnya kemauan, dan kemauan akan menentukan kemampuannya. Sebaliknya, adanya
kemauan akan mendorong seseorang untuk meningkatkan kemampuan serta memanfaatkan setiap kesempatan.
2. Adanya kemauan untuk berpartisipasi
Kemauan untuk berpartisipasi merupakan kunci utama bagi tumbuh dan berkembangnya partisipasi masyarakat. Kesempatan dan kemampuan yang cukup
belum merupakan jaminan bagi tumbuh dan berkembangnya partisipasi masyarakat, jika mereka sendiri tidak memiliki kemauan untuk membangun.
Universitas Sumatera Utara
3. Adanya kemampuan untuk berpartisipasi
Kemampuan untuk berpartisipasi adalah : a.
Kemampuan untuk menemukan dan memahami kesempatan-kesempatan untuk membangun, atau pengetahuan tentang peluang untuk membangun
memperbaiki mutu hidupnya. b.
Kemampuan untuk melaksanakan pembangunan, yang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan keterampilan yang dimiliki.
c. Kemampuan untuk memecahkan masalah yang dihadapi dengan
menggunakan sumber daya dan kesempatan peluang lain yang tersedia secara optimal.
Dalam Sistem Kesehatan Nasional SKN, bentuk partisipasi masyarakat terdiri dari partisipasi perorangan dan keluarga, partisipasi masyarakat umum,
partisipasi masyarakat penyelenggara, serta partisipasi masyarakat profesi kesehatan. Sejalan dengan itu masyarakat mempunyai kewajiban untuk melakukan upaya
pemeliharaan kesehatannya sendiri, keluarga maupun lingkungan. Bahkan diharapkan ikut berperan secara aktif dalam pembangunan kesehatan Depkes, 2007.
Banyak cara yang dapat dilakukan untuk mengajak atau menumbuhkan partisipasi masyarakat. Pada pokoknya ada dua cara, yakni :
1. Partisipasi dengan paksaan Enforcement Participation Artinya memaksa masyarakat untuk kontribusi dalam suatu program, baik
melalui perundang-undangan, peraturan-peraturan maupun dengan perintah lisan saja. Cara ini akan lebih cepat hasilnya, dan mudah. Tetapi masyarakat akan takut,
Universitas Sumatera Utara
merasa dipaksa, dan kaget, karena dasarnya bukan kesadaran awarenees, tetapi ketakutan. Akibatnya lagi masyarakat tidak akan mempunyai rasa memiliki
terhadap program. 2. Partisipasi dengan persuasi dan edukasi
Yakni suatu partisipasi yang didasari pada kesadaran. Sukar ditumbuhkan, dan akan memakan waktu yang lama. Tetapi bila tercapai hasilnya ini akan
mempunyai rasa memiliki, dan rasa memelihara. Partisipasi ini dimulai dengan penerangan, pendidikan, dan sebagainya, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Partisipasi masyarakat adalah suatu pendekatan atau jalan yang terbaik untuk
memecahkan masalah-masalah kesehatan di negara-negara yang sedang berkembang, karena hal-hal berikut :
1. Partisipasi masyarakat adalah cara yang paling murah. Dengan ikut
berpartisipasinya masyarakat dalam program-program kesehatan, itu berarti diperolehnya sumber daya dan dana dengan mudah untuk melengkapi fasilitas
kesehatan mereka sendiri. 2.
Bila partisipasi itu berhasil, bukan hanya salah satu bidang saja yang dapat dipecahkan, tetapi dapat menghimpun dana dan daya untuk memecahkan masalah
di bidang yang lain. 3.
Partisipasi masyarakat akan membuat semua orang untuk belajar bertanggungjawab terhadap kesehatannya sendiri.
Universitas Sumatera Utara
4. Partisipasi masyarakat di dalam pelayanan kesehatan adalah sesuatu yang tumbuh
dan berkembang dari bawah dengan rangsangan dan bimbingan dari atas, bukan sesuatu yang dipaksakan dari atas. Ini adalah suatu pertumbuhan yang alamiah,
bukan pertumbuhan yang semu. 5.
Partisipasi masyarakat akan menjamin suatu perkembangan yang langsung, karena dasarnya adalah kebutuhan dan kesadaran masyarakat sendiri.
6. Melalui partisipasi setiap anggota masyarakat dirangsang untuk belajar
berorganisasi, dan mengambil peran yang sesuai dengan kemampuan meraka masing-masing Notoatmodjo,2007.
Teori lain, dikemukakan oleh George Hommans dalam Thoha, 1993: 79 yang melihat keterlibatan itu didasarkan pada aktivitas-aktivitas, interaksi-interaksi
dan sentimen-sentimen perasaan ataupun emosi. Ketiga elemen ini saling berhubungan secara langsung dengan alasan bahwa semakin banyak dilakukan
aktivitas seseorang dengan hal yang berhubungan dengan orang lain, semakin beraneka interaksinya dan juga semakin kuat tumbuhnya sentimen-sentimen mereka.
Kemudian semakin banyak interaksi antara seseorang dengan yang lainnya, maka semakin banyak kemungkinan aktivitas dan sentimen yang ditularkan kepada orang
lain. Dan yang terakhir, semakin banyak aktivitas yang ditularkan kepada orang lain dan semakin banyak sentimen seseorang dipahami oleh orang lain, maka semakin
banyak pula kemungkinan ditularkannya aktivitas-aktivitas dan interaksi-interaksi.
Universitas Sumatera Utara
Elemen-elemen partisipasi masyarakat adalah sebagai berikut :
1. Motivasi
Persyaratan utama masyarakat untuk berpartisipasi adalah motivasi. Tanpa motivasi masyarakat sulit untuk berpartisipasi di segala program. Timbulnya
motivasi harus dari masyarakat itu sendiri dan pihak luar hanya merangsangnya saja. Untuk itu maka pendidikan kesehatan sangat diperlukan dalam rangka
merangsang tumbuhnya motivasi. 2.
Komunikasi Suatu komunikasi yang baik adalah yang dapat menyampaikan pesan, ide, dan
informasi masyarakat. Media massa seperti TV, radio, poster, film, dan sebagainya. Sebagian adalah sangat efektif untuk menyampaikan pesan yang
akhirnya dapat menimbulkan partisipasi. 3.
Kooperasi kerjasama Kerjasama dengan instansi-instansi diluar kesehatan masyarakat dan instansi
kesehatan sendiri adalah mutlak diperlukan. Terjelmanya team work antara mereka ini akan membantu menumbuhkan partisipasi.
4. Mobilisasi
Hal ini berarti bahwa partisipasi itu bukan hanya terbatas pada tahap pelaksanaan program. Partisipasi masyarakat dapat dimulai seawal mungkin sampai ke akhir
mungkin, dari identifikasi masalah, menentukan prioritas, perencanaan, program, pelaksanaan, sampai dengan monitoring dan program. Juga tidak hanya terbatas
pada bidang kesehatan saja, melainkan bersifat multidisiplin Notoatmodjo, 2007.
Universitas Sumatera Utara
2.3. Dukungan Sosial
2.3.2. Definisi Dukungan Sosial
Sarafino 1998, mengatakan bahwa dukungan sosial adalah kenyamanan, perhatian, penghargaan atau bantuan yang diperoleh individu dari orang lain, dimana
orang lain disini dapat diartikan sebagai individu perorangan atau kelompok. Hal tersebut menunjukkan bahwa segala sesuatu yang ada di lingkungan menjadi
dukungan sosial atau tidak, tergantung pada sejauh mana individu merasakan hal tersebut sebagai dukungan sosial. Dukungan sosial ternyata tidak hanya memberikan
efek positif dalam mempengaruhi kejadian dari efek kecemasan. Dalam Sarafino 1998 disebutkan beberapa contoh efek negatif yang timbul dari dukungan sosial,
antara lain : 1. Dukungan yang tersedia tidak dianggap sebagai sesuatu yang membantu. Hal ini
dapat terjadi karena dukungan yang diberikan tidak cukup, individu merasa tidak perlu dibantu atau terlalu khawatir secara emosional sehingga tidak
memperhatikan dukungan yang diberikan. 2. Dukungan yang diberikan tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan individu.
3. Sumber dukungan memberikan contoh buruk pada individu seperti melakukan atau menyarankan perilaku tidak sehat.
4. Terlalu menjaga atau tidak mendukung individu dalam melakukan sesuatu yang diinginkannya. Keadaan ini dapat mengganggu program rehabilitasi yang
seharusnya dilakukan oleh individu dan menyebabkan individu menjadi tergantung pada orang lain.
Universitas Sumatera Utara
Sarason 1991, mengatakan bahwa dukungan sosial adalah keberadaan, kesediaan, kepedulian dari orang-orang yang dapat diandalkan, menghargai dan
menyayangi kita. Sarason berpendapat bahwa dukungan sosial itu selalu mencakup dua hal yaitu :
a. Jumlah sumber dukungan sosial yang tersedia, merupakan persepsi individu terhadap sejumlah orang yang dapat diandalkan saat individu membutuhkan
bantuan pendekatan berdasarkan kuantitas. b. Tingkatan kepuasan akan dukungan sosial yang diterima, berkaitan dengan
persepsi individu bahwa kebutuhannya akan terpenuhi pendekatan berdasarkan kualitas.
Dukungan sosial didefinisikan oleh Taylor 2009, sebagai transaksi interpersonal yang melibatkan satu atau lebih aspek-aspek yang terdiri dari perhatian
emosional, bantuan instrumental, pemberian informasi, dan adanya penilaian atau penghargaan.
2.3.2. Bentuk-Bentuk Dukungan Sosial
Sheridan dan Radmacher 1992, Sarafino 1998 serta Taylor 2009,
membagi dukungan sosial dalam lima bentuk, yaitu :
a. Emosional Aspek ini melibatkan kekuatan jasmani dan keinginan untuk percaya pada orang
lain sehingga individu yang bersangkutan menjadi yakin bahwa orang lain tersebut mampu memberikan cinta dan kasih sayang kepadanya. Dukungan ini
mencakup ungkapan empati, kepedulian dan perhatian terhadap individu,
Universitas Sumatera Utara
sehingga individu tersebut merasa nyaman, dicintai dan diperhatikan. Beberapa hal yang termasuk interaksi yang mendukung adalah mendengarkan dengan
penuh perhatian, merefleksikan pernyataan subjek, menawarkan simpati dan menyakinkan kembali, membagi pengalaman pribadi dan menghindari konflik.
b. Instrumental Aspek ini meliputi penyediaan sarana untuk mempermudah atau menolong orang
lain sebagai contohnya adalah peralatan, perlengkapan, dan sarana pendukung lain dan termasuk didalamnya memberikan peluang waktu untuk memberikan
bantuan langsung.
c. Dukungan ini dikenal juga dengan istilah dukungan
pertolongan, dukungan nyata atau dukungan material. Informatif
Aspek ini berupa pemberian informasi untuk mengatasi masalah. Aspek informatif ini terdiri dari pemberian nasehat, pengarahan, dan keterangan lain
yang dibutuhkan oleh individu yang bersangkutan,
d. sehingga individu dapat
mengatasi masalahnya dan mencoba mencari jalan keluar untuk memecahkan masalahnya.
Penilaian Penghargaan Aspek ini terdiri atas dukungan peran sosial yang meliputi umpan balik,
perbandingan sosial, dan afirmasi persetujuan. Pemberian dukungan ini membantu individu untuk melihat segi-segi positif yang ada dalam dirinya
dibandingkan dengan keadaan orang lain yang berfungsi untuk menambah penghargaan diri, membentuk kepercayaan diri dan kemampuan serta merasa
Universitas Sumatera Utara
dihargai dan berguna saat individu mengalami tekanan. Dukungan sosial dalam bentuk penilaian yang positif dapat membantu individu dalam mengembangkan
kepribadian dan meningkatkan identitas diri. e. Kelompok Sosial
Bentuk dukungan ini akan membuat individu merasa anggota dari suatu kelompok yang memiliki kesamaan minat dan aktifitas sosial dengannya.
Dengan begitu individu akan merasa memiliki teman senasib.
2.3.3. Sumber-Sumber Dukungan Sosial
Dalam kaitannya dengan peran sebagai pemberi dukungan, Ife dalam Adi 2008, melihat bahwa salah satu peran dari pemberdaya masyarakat adalah untuk
menyediakan dan mengembangkan dukungan terhadap warga yang mau terlibat dalam struktur dan aktivitas komunitas tersebut. Dukungan itu sendiri tidak selalu
bersifat ekstrinsik ataupun materil, tetapi dapat juga bersifat instrinsik seperti pujian, penghargaan dalam bentuk kata-kata, ataupun sikap dan perilaku yang menunjukkan
dukungan dari pelaku perubahan terhadap apa yang dilakukan oleh masyarakat. Seperti menyediakan waktu bagi wanita usia subur bila mereka ingin berbicara
dengannya guna membahas permasalahan yang mereka hadapi.
Dukungan sosial dapat dipenuhi dari teman atau persahabatan, keluarga, dokter petugas kesehatan, psikolog, psikiater sarafino,1998. Hal senada juga
diungkapkan oleh Taylor 2009, bahwa dukungan sosial bersumber dari orang-orang yang memiliki hubungan berarti bagi individu seperti keluarga, teman dekat,
pasangan hidup, rekan kerja, tetangga, dan saudara.
Universitas Sumatera Utara
2.4. Hasil Penelitian Yang Relevan
Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Haris Tambera 2011 menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat fungsi partisipasi seseorang, semakin memerlukan
pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang lebih tinggi pula. Penelitian Wahyuni yang menggambarkan pengaruh motivasi, persepsi, dan
sikap terhadap keputusan keputusan Wahyuni, 2008. Rachmawati 2007 meneliti tentang pengaruh dukungan sosial dan pengetahuan tentang penyakit TB terhadap
motivasi untuk sembuh penderita tuberculosis paru yang berobat di Puskesmas Sidoarjo, Lamongan, Jombang. Hasil penelitian diperoleh bahwa terdapat hubungan
antara dukungan sosial dan pengetahuan terhadap motivasi seseorang.
2.5. Landasan Teori
Berdasarkan kajian masing-masing variabel; dukungan sosial dan partisipasi selanjutnya perlu dikembangkan suatu kerangka pemikiran baik secara parsial
maupun bersama-sama. Diduga ada kaitan antara variabel independen dukungan sosial terhadap partisipasi wanita usia subur dalam upaya deteksi dini penyakit kanker
leher rahim. Mikkelsen dalam Soetomo 2006, mengatakan bahwa pembangunan pada
dasarnya merupakan proses perubahan, dan salah satu bentuk perubahan yang diharapkan adalah perubahan sikap dan perilaku. Partisipasi masyarakat yang
semakin meningkat baik secara kualitatif maupun kuantitatif merupakan salah satu
Universitas Sumatera Utara
perwujudan dari perubahan sikap dan perilaku tersebut. Ada enam jenis tafsiran mengenai partisipasi masyarakat tersebut antara lain:
1. Partisipasi adalah kontribusi sukarela dari masyarakat kepada proyek atau program pembangunan tanpa ikut serta dalam pengambil keputusan.
2. Partisipasi adalah usaha membuat masyarakat semakin peka dalam meningkatkan kemauan menerima dan kemampuan menangapi proyek-proyek atau program-
program pembangunan. 3.
Partisipasi adalah proses yang aktif, yang mengandung arti bahwa orang atau kelompok terkait mengambil inisiatif dan menggunakan kebebasannya untuk
melakukan hal itu. 4.
Partisipasi adalah keterlibatan sukarela oleh masyarakat setempat dengan para staf dalam melakukan persiapan, pelaksanaan, dan monitoring proyekprogram agar
memperoleh informasi mengenai konteks lokal dan dampak-dampak sosial. 5.
Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam pembangunan diri, kehidupan dan lingkungan mereka.
6. Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam pembangunan diri, kehidupan,
dan lingkungan mereka. Menurut Mikkelsen 2003, rendahnya partisipasi masyarakat disebabkan oleh
beberapa faktor yaitu: 1. Adanya penolakan secara internal di kalangan anggota masyarakat dan penolakan
eksternal terhadap pemerintah. 2. Kurangnya dana.
Universitas Sumatera Utara
3. Terbatasnya informasi, pengetahuan atau pendidikan masyarakat, dan 4. Kurang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Dukungan sosial memengaruhi partisipasi wanita usia subur dalam upaya deteksi dini penyakit kanker leher rahim. Dukungan sosial didefinisikan oleh
Sheridan dan Radmacher 1992, Sarafino 1998 serta Taylor 2009, sebagai transaksi interpersonal yang melibatkan satu atau lebih aspek-aspek yang terdiri dari
perhatian emosional, bantuan instrumental, pemberian informasi, adanya penilaian atau penghargaan dan kelompok sosial.
Teori lain, dikemukakan oleh George Hommans dalam Thoha, 1993: 79 yang melihat keterlibatan itu didasarkan pada aktivitas-aktivitas, interaksi-interaksi
dan sentimen-sentimen perasaan ataupun emosi. Ketiga elemen ini saling berhubungan secara langsung dengan alasan bahwa semakin banyak dilakukan
aktivitas seseorang dengan hal yang berhubungan dengan orang lain, semakin beraneka interaksinya dan juga semakin kuat tumbuhnya sentimen-sentimen mereka.
Kemudian semakin banyak interaksi antara seseorang dengan yang lainnya, maka semakin banyak kemungkinan aktifitas dan sentimen yang ditularkan kepada orang
lain. Dan yang terakhir, semakin banyak aktivitas yang ditularkan kepada orang lain dan semakin banyak sentimen seseorang dipahami oleh orang lain, maka semakin
banyak pula kemungkinan ditularkannya aktivitas - aktivitas dan interaksi-interaksi.
Universitas Sumatera Utara
2.6. Kerangka Konsep