moderen Berani Mengutarakan Pendapatnya

f. moderen

Melalui reaksi tokoh tokoh lain yaitu Trengginas pandangan feminisme pengarang tentang perempuan dapat diketahui. Pengarang menggambarkan perempuan dapat berlaku moderen. Seperti kutipan di bawah ini. “wah, kuwi modheren. Wong lanang mangan diboregi wong wedok.” CPP: 205 “Wah, moderen itu. Laki-laki makan dibayari perempuan.” Kutipan di atas merupakan perkataan Trengginas kepada Lirih. Pada jaman moderen seperti sekarang, perempuan sudah banyak yang bekerja dan memiliki uang sendiri. Sehingga tidak hanya laki-laki saja yang dapat mengeluarkan uang, tetapi perempuan-pun bisa. “Era feminisme, jee, aja lali. Drajat, pangkat, hak lan kewajibane manungsa lanang lan wadon dituntut padha. Abot, entheng, disangga padha...” CPP: 205 “ Era feminisme, jangan lupa. Derajat, pangkat, hak dan kewajiban manusia baik laki-laki maupun perempuan dituntut sama. Berat, ringan, sama saja...” Melalui teknik reaksi tokoh, pengarang menunjukan pandangan feminisnya melalui tokoh Lirih. Menurut Lirih, perempuan dan laki-laki pada dasarnya adalah sama. Pada kutipan di atas jelas sekali jika Lirih sangat menjunjung ide-ide feminisme.

g. Berani Mengutarakan Pendapatnya

Pengarang berpandangan bahwa perempuan bukanlah sosok yang lemah. Perempuan dahulu mungkin hanya bisa nrima dengan apa yang dialaminya. Kehidupannya masih bergantung pada bapak maupun saudara laki-lakinya. Menurut pengarang, perempuan di jaman sekarang tidak hanya bisa diam. Mereka sudah berani mengungkapkan pendapat-pendapatnya dan sudah berani memutuskan nasibnya sendiri. “...Ngono kuwi rak tingkahe wong palanyahan Ora pantes prawan pengangguran kaya awakmu ngono, nggregig penggawean sarana adol wak kaya mengkono.” “Mbak Aku dhek mauwong mardika. Pribadiku bebas. Mardika ngopeni lan nglakoni uripku. Yen saiki anggonku oleh penggawean dicampurake karo nalika aku isih mardika, ya wis, aku dakleren wae saiki. Ora nyambutgawe ngene aku ora patheken” CPP: 106 “...Begitu kan tingkah lakunya orang tidak benar Tidak pantas perawan pengangguran seperti kamu begitu, melakukan pekerjaan sambil menjual diri seperti itu.” “Mbak Aku tadi orang yang merdeka. Pribadiku bebas. Merdeka mengurus dan menjalani hidupku. Kalau sekarang aku memperoleh pekerjaan dicampuri dengan ketika aku masih merdeka, ya sudah, aku berhenti saja sekarang. Tidak bekerja aku tidak rugi” Lirih tidak suka dirinya disebut sebagai perempuan murahan. Sebagai perempuan yang bebas, tidak di kekang oleh siapapun, ia berhak melakukan apa yang ia mau. Lirih lebih baik berhenti daripada ada seseorang yang menghambat ataupun mencampuri urusannya. “Heh Pegawe cilik kok ngungrum Dhirektur Ora ngreti wayah Ora ndelok papan Ayo, lunga mrana Ngendi nggonmu Wong wedok palanyahan “Yen ora ngerti prekarane, aja cluthakan melu-melu” CPP: 216 “Heh Pegawai rendah kok mendekati Direktur Tidak tahu waktu Tidak melihat tempat Ayo, pergi sana Dimana rumahmu Perempuan murahan “Kalau tidak tahu perkaranya, jangan ikut campur” Kutipan sebelumnya adalah percakapan antara Abrit dan Lirih, sedangkan kutipan di atas adalah percakapan Kinyis dan Lirih. Kutipan di atas hampir sama dengan kutipan sebelumnya. Lirih dengan berani mengomentari perkataan Bu Kinyis yang mengatainya palanyahan. Ia tidak takut walaupun orang tersebut derajat sosialnya lebih tinggi. Pandangan pengarang tentang perempuan bahwa perempuan adalah sosok yang berani juga dicitrakan pada tokoh Abrit. “Emoh aku yen dicencang-cencang ngono. Ngrusuhi kebebasanku nglakoni karir Ra sah diterke. Perusahakan wis nanggung, kok.” CPP: 43 “Tidak mau aku kalau diatur-atur begitu. Menganggu kebebasanku menjalankan karir Tidak usah dianterin. Perusahaan sudah menanggung, kok.” Abrit adalah seorang selebritis yang sudah sangat sukses. Dapat dikatakan bahwa Abrit merupakan wanita karir. Abrit sangat menentang perjodohan yang dilakukan ibunya. Menurut feminisme eksistensialis, tidak ada seorang-pun yang berhak mengatur-atur atau menghambat kebebasannya untuk maju.

h. Mandiri