Metode Pengembangan fungsi kapal dan tugas aparat negara di laut dalam rangka penegakan hukum SAR di perairan Indonesia

Wawancara dimaksudkan untuk mendapatkan keterangan atau pendirian pendapat sendiri secara lisan dari informan dengan langsung bertatap muka, sedangkan pengamatan terencana dilakukan secara langsung kepada responden. Selain itu juga wawancara dilakukan terhadap instansi terkait seperti pemerintah, LSM terkait dan usahawan para wiraswasta yang berada di obyek penelitian. Daftar responden yang diwawancarai dan jawaban dalam penelitian ini disajikan pada Lampiran 1 dan Lampiran 2. Data sekunder diperoleh dari berbagai instansi terkait seperti Kantor Kepala Desa, Kantor Camat, Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Perhubungan Laut, Dinas Imigrasi, Dinas Lingkungan Hidup, Polres, Lanal, dan instansi lain yang terkait.

3.3 Metode

Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka, pengamatan, peninjauan lapangan, wawancara dan mengisi kuesioner kepada responden yang kompeten antara lain: komandan kapal patroli, para kepala instansi yang mengoperasikan kapal aparat negara di laut Perairan Pelabuhan Tanjung Emas. Data-data yang dibutuhkan disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Jenis data dan sumber data yang dibutuhkan No Jenis Data Sumber Data Metode Pulta 1 Organisasi, Tugas dan Tata Kerja Instansi Instansi Pemerintah Survei, kuesioner 2 Jenis, type, jumlah kapal aparat 5 Instansi kapal aparat negara Observasi, wawancara 3 Kualifikasi dan jumlah personil ABK 5 Instansi kapal aparat Negara di laut Observasi, wawancara 4 Lokasi dan jenis sumberdaya kelautan Dinas Kelautan dan Perikanan Pustaka, kuesioner 5 Jumlah jenis pelanggaran hukum di laut Aparat Negara di laut Observasi, kuesioner 6 Sarana dan prasarana pangkalan kapal apara Negara 5 Instansi Kapal aparat Negara di laut Survei kuesioner 7 Kerusakan lingkungan BAPELDALDA Pustaka, wawancara 8 Isu kritis masalah kelautan Instansi kapal aparat Negara di laut Kuesioner, wawancara 9 PeraturanUU kebijakan Instansi pemerintah di bidang kemaritiman Pustaka, wawancara Dalam menganalisis dan mengelola konflik diperlukan tahapan dengan menggunakan metoda untuk memahami konflik. Menurut Fisher 2000, sebelum menangani konflik baik secara individu, kelompok atau sebagai organisasi, mencoba melakukan sesuatu untuk mengetahui sebanyak mungkin apa yang sedang terjadi dengan menggunakan berbagai alat analisis antara lain: pemetaan konflik, segitiga SPK, pohon konflik, analisa kekuatan konflik, analogi pilar, piramida segi tiga tingkat 3 dan lain-lainnya. William 2000 mengatakan tentu akan ditemukan adanya perbedaan sudut pandang yang tidak dapat dihindari. Ketika mengkaji suatu masalah konflik secara bersama, mereka semua pasti akan sampai pada satu analisis saja. Kenyataannya tidak demikian, banyak perbedaan yang akan muncul dalam berbagai dimensi: status, kekuasaan, kekayaan, usia, peran menurutanjungender, keanggotaan dalam suatu kelompok sosial tertentu dan sebagainya. Indikator- indikator posisi dalam masyarakat itu sering berarti bahwa orang menginginkan hal-hal yang berbeda dalam situasi yang sama. Ketika sasaran dan kepentingan mereka bertentangan atau tidak sesuai, maka terjadilah konflik. Rangkaian kegiatan analisis untuk mengelola konflik tersebut diperlukan sebagai masukan untuk menunjang berhasilnya suatu tugas pengawasan dan pengamanan dalam satu sistem yang kompak Dari 14 instansi yang memiliki tugas kewenangan penegakan hukum dan SAR di laut terdapat 6 instansi dalam penugasannya dilengkapi dengan unsur kapal laut yang masing-masing kapal bertugas secara sektoral. 8 instansi lainnya tidak dilengkapi unsur kapal laut dan bertugas di darat atau di pelabuhan sebagai pintu masuk. Melihat kondisi ini maka efektivitas pelaksanaan UU dan Keppres oleh 14 instansi yang memiliki wewenang untuk melaksanakan tugas-tugas penangkalan dan pencegahan di laut untuk tidak sampai masuk ke wilayah Indonesia tidak sepenuhnya dapat dilaksanakan dengan efektif. Banyaknya instansi pemerintah dalam melaksanakan UU untuk penegakan hukum di laut Tabel 1 menunjukan banyaknya jenis pelanggaran hukum di laut yang harus ditangani oleh masing-masing departemen terkait dengan bekerja secara sektoral. Dibeberapa negara maju di dunia dan negara-negara tetangga kita penanganan pelanggaran hukum di laut dan dikenal dengan nama Coast Guard. Indonesia yang telah meratifikasi berbagai konvensi maritim internasional seperti UNCLOS III 1982 pada pasal 107, 111, 224; Solas 1974; ISPS Code 2002 berkewajiban menyelenggarakan penjagaan pantai dan laut oleh otoritas nasional di bidang keselamatan, keamanan dan perlindungan lingkungan maritim seperti yang telah dilaksanakan oleh berbagai negara. Pelaksanaan penegakan hukum di laut saat ini menunjukkan ketidakefisienan dan menghambat kelancaran usaha kemaritiman di Indonesia. Kapal-kapal patroli dengan berbagai atribut kesatuan dari instansi penegak hukum di laut menunjukan kesatuan patroli tersebut bekerja sektoral yang akan menghasilkan belanja negara yang besar.

3.4 Analisis Data