THREATH T Strategi ST
Strategi WT
1. Aksi terorisme, kebakaran dan sabotase
2. Kpl-kpl nelayanalat tangkapnya dptanjunganggu lalu lintas keluar
masuk kpl. 3. Pencurian muatan kpl, peralatan
kapal atau inventaris kapal. 4. Masuknya org-org yg tdk berke
pentingan ke lingk. terbatas atau adanya penumpang gelap.
5. Penggunaan kpl utk kegiatan ilegal yg bertujuan utk membuat
insiden keamanan. 6. Penggunaan roda empat atau
jenis kendaraan lainya sbg alat angkut bom utk penghancuran
masuk pelabuhan yg sulit utk dicegah krn memanfaatkan
sarana msyrkt kecillemah. bom mobil
7. Praktek KKN di lingk. aparat Negaraswasta msh blm dpt
diatasi sepenuhnya krn melakukan praktek gelap
mengambil kelengahan menyuap aparat
4. Strategi peningkatan ketrampilan SDM maritim
5. Strategi peremajaan dan penambahan sarana prasarana serta
jumlah alat utama
Formulasi strategi 1. Penggunaan national single window NSW dan Asean single window ASW.
2. Pengintegrasian tugas dan fungsi kapal aparat negara. 3. Peningkatan ketrampilan SDM aparat maritim.
4. Pemisahan tugas pertahanan di laut dengan tugas kamtibmas di laut. 5. Peremajaan dan penambahan sarana prasarana alat utama.
4.3.10 Prioritas strategi
Hasil jawaban responden atas kuesioner dan wawancara yang diajukan diberikan pembobotan, skor dan rating selanjutnya diproses dengan program
komputer AHP dan menghasilkan skor dan peringkat Gambar 38.
Dari hasil keluaran program komputer AHP pada gambar di atas, ditemukan urutan prioritas sebagai berikut :
Strategi 1 : Strategi 2 :
Strategi 3 : Strategi 4 :
Strategi 5 : Strategi pengintregasian tugas dan fungsi kapal aparat negara 10.2302
Strategi penggunaan NSW dan ASW 20.2282 Strategi pemisahan tugas pertahanan di laut dan tugas kamtibmas
di laut 30.1192 Strategi peningkatan ketrampilan SDM maritim 40.1792
Strategi peremajaan dan penambahan sarana prasarana serta jumlah alat utama 50.1612
Gambar 38. Sistem utama hirarki proses
FAKTOR FOKUS
AKTOR
TUJUAN
ALTERNATIF STRATEGI
Strategi penggunaan NSW dan ASW
20,2282 Strategi peningkatan
ketrampilan SDM maritim
40,1792 Strategi pengintregasian
tugas dan fungsi kapal aparat negara
10,2302 Strategi peremajaan dan
penambahan sarana prasarana serta jumlah
alat utama 50,1612
Strategi pemisahan tugas pertahanan dan
Kamtibmas di laut 30,1992
Pengusaha maritimPelindo
20,2331 Masyarakat
maritim 10,3761
LSM 60,0545
Akademisi 30,1451
Regulasi pemerintah
50,0791 Kapal
aparat negara 40,1121
Pengembangan fungsi dan tugas
kapal aparat di laut
Pelanggaran dokumen kapal dan muatannya
20,1795 KKN dan
Pungli 50,1325
Pengrusakan hutan bakau dan terumbu
karang 60,1875
Aksi teroris ,pencurian , sabotase dan
kecelakaan laut 30,1715
Bencana alam , rob dan lain-lain
40,1635 Penyelundupan
10,2055
Terjaminnya keamanan usaha
maritim 40,1584
Kesejahteraan masyarakat
maritim 10,2564
Lancarnya perdaganganintern
nasional 60,0530
Keselamatan jiwa dan material
20,2014
Kelestarian lingkungan
30,1834 Berkembangnya
ekonomi kelautan 50,1474
5 PEMBAHASAN
5.1 Kondisi Penegakan Hukum di Laut oleh Aparat Negara di masa Damai
Berbagai instansi penegakan hukum di laut selama kurun waktu 40 tahun belum menunjukan hasil yang maksimal karena kewenangan yang saling tumpang
tindih dan melaksanakan tugas kewajibannya yang masih bersifat sektoral belum mengutamakan kepentingan nasional secara terpadu. Pada Tabel 1 aspek legal
kewenangan lembaga penegak hukum di laut menggambarkan bahwa 14 instansi
yang memiliki wewenang penegakan hukum di laut masih terlalu banyak menyebabkan berbagai persepsi yang dapat mengarah kepada conflict of interest.
1 Kapal penegak hukum di laut perairan Pelabuhan Tanjung Emas
1 Perairan Pelabuhan Tanjung Emas dijaga dan diamankan oleh kapal- kapal patroli jenis speed boat 11 unit dan perahu karet 10 unit ukuran
kecil yang dimiliki oleh Direktorat Polisi Air Polda Jateng, Bea Cukai, Lanal Semarang dan KPLP dengan penugasan sesuai dengan fungsi
masing-masing instansi. 2 Kapal patroli jenis K-12 = 3 unit dimiliki oleh Lanal Semarang dan
Ditpolair Jateng. 3 Kapal patroli jenis K-28 = 6 unit dimiliki oleh KPLP, Lanal Semarang
dan Ditpolair Jateng. 4 Kapal Patroli Jenis K-36 = 2 unit dimiliki oleh Ditpolair Jateng.
5 Kapal-kapal tersebut bertugas secara sektoral dengan membawa atribut masing-masing, memerlukan koordinasi secara terpadu oleh satu badan
yang memiliki wewenang pengendalian dan komando, agar penugasan penegakan hukum dan SAR di laut berdayaguna, efisien dan efektif.
6 Multi fungsi dan multi intitusi menjadikan kapal patroli tiap institusi bekerja sektoral pada Tabel 12 menunjukan bahwa ada institusi yang
melaksanakan beberapa fungsi dan ada institusi yang hanya melaksanakan satu fungsi. Seperti institusi TNI-AL LANAL Semarang
mengemban 7 fungsi Undang-Undang, POLRIDitpolair Jateng mengemban 8 fungsi, DephubKPLP mengemban 2 fungsi, Bea Cukai
mengemban 2 fungsi dan Basarnas mengemban 1 fungsi. Pada pelaksanaan di lapangan sistim multi fungsi dengan multi institusi
mengakibatkan terjadinya fungsi yang tumpang tindih dengan kepentingan sektoral.
Penggunaan kapal sebagai wahana penegak hukum di laut saat ini kurang efisien, karena satu kapal yang seharusnya bisa menangani berbagai pelanggaran
hukum di laut hanya digunakan sektoral menangani satu departemeninstansi saja atau menangani sebagian masalah saja.
Pengintegrasian tugas dan fungsi kapal-kapal aparat negara di laut yang di maksud adalah mengintegrasikan tugas dan fungsi 5 lima institusi aparat negara
non militer yang memiliki kapal dan senjata api antara lain KPLP, Ditpol Air, Bea Cukai, DKP Ditjen P2SDKP dan BASARNAS yang bertugas di laut dalam
menegakan hukum dan SAR. Pengintegrasian tersebut di samping tugas dan fungsi juga personil dan
alat utamanya seperti: kapal laut, pesawat udara, alat komunikasi dan sarana prasarana sebagai pendukung logistik. Sesuai dengan pembahasan pada bab-bab
sebelumnya pembentukan suatu lembaga non militer untuk penegakan hukum dan SAR di laut pada masa damai saat ini sangat diperlukan dan merupakan langkah
strategis untuk menunjang pembangunan nasional di bidang kelautan. Banyaknya masalah kelautan yang muncul akibat belum terpadunya tugas
para aparat penegakan hukum di laut dihadapkan kepada keperluan pergaulan antar bangsa di forum internasional untuk meningkatkan kesejahteraan bangsa dan
negara masing-masing sangat dipengaruhi oleh peran negara tersebut dalam kancah perdagangan internasional era globalisasi. Khususnya bagi bangsa dan
Negara Kepulauan Indonesia yang terletak di posisi silang dengan ±13.500 pulau dan garis pantai terpanjang di kawasan Asia Pasifik tidak dipungkiri bahwa
Negara Kepulauan Indonesia menjadi tempat lalu lintas laut teramai di kawasan Asia yang membutuhkan keterlibatan aparat negara penegak hukum di laut lebih
intensif di bidang kelautan. Keterbatasan fasilitas, pembiayaan, sarana prasarana kapal, alat utama dan
kualitas personil sangat mempengaruhi keberhasilan para aparat dalam menegak hukum dan SAR di laut, namun kemajuan teknologi informasi khususnya sarana
komputerisasi komunikasi dan penginderaan jarak jauh satelit, radar dan pesawat udara dapat membantu diawali dengan penggunaan sistem NSW dan pada
gilirannya ditingkatkan dengan menggunakan sistem ASW, Regional Asia Pacific Window
dan seterusnya. Disadari sepenuhnya bahwa kepentingan lalu lintas perdagangan
internasional melalui laut Negara kepulauan Indonesia untuk dapat menjamin keamanan dan keselamatan kapal-kapal yang melintas diperairan Indonesia. Oleh
karena itu ada beberapa negara maju yang menggunakan lalu lintas laut perairan
Indonesia ini membantu hibah kapal-kapal penjaga keamanan laut kepada Indonesia tetapi terkendala dengan sistem ketatanegaraan Negara yang
bersangkutan Jepang, Australia dan lain-lain dengan sistem keamanan laut BAKORKAMLA di Indonesia yang masih melibatkan unsure kekuatan militer
TNI AL dalam menangani keamanan laut di masa damai. Oleh karena itu peluang Indonesia yang masih tersandung dengan kemampuan ekonomi untuk
membangun kapal aparat Negara sendiri, peluang ini adalah kesempatan untuk mendapatkan bantuan hibah kapal penjaga keamanan kapal di laut dengan
memisahkan kekuatan militer dari dalam unsur keamanan laut di masa damai. Hal tersebut merupakan sekaligus langkah untuk mengikuti ketentuan-ketentuan yang
telah diatur oleh hukum internasional UNCLOS ’82 yang diratifikasi dalam Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 1985.
Pengintegrasian fungsi dan tugas aparat Negara di laut membutuhkan pelatihan, sosialisasi dan aplikasi di lapangan yang didukung oleh personil yang
professional dengan dukungan kapal, fasilitas, peralatan, dan sarana prasarana yang optimal dan berkesinambungan.
2 Bakorkamla
Sesuai Perpres 812005 pasal 3, fungsi Bakorkamla yang diselenggarakan oleh kepala pelaksana harian adalah menyiapkan rancangan kebijaksanaan kamla,
menyiapkan koordinasi pelaksanaan kegiatan dan pelaksanaan OPSKAMLA, menyelenggarakan duknis dan administratif pelaksanaan opskamla bersama dan
pengawasan dan pengendalian satanjungas koordinasi kamla. Dengan demikian Bakorkamla bertindak sebatas koordinator, sedang yang dibutuhkan di lapangan
adalah komando dalam penindakan yang tegas.
Menurut Djalal 2005, Bakorkamla terkesan sangat terpengaruih oleh faktor-faktor sektoral, walaupun tidak semua unsur terkait yang terlibat seperti
Menteri Dalam Negeri, Menteri Kesehatan, dan lain-lain. Disamping Bakorkamla karena sifatnya koordinatif sulit melaksanakan kebijakan-kebijakan yang bersifat
implementatif. Sejak ditrima prinsip kesatuan nusantara dengan ZEE dan landas kontinennya serta pengakuan atas kepentingan di luar nusantara dan ZEE,
Bakorkamla seharusnya sudah memasuki tahap kewenangan implementatif dan tridak cukup lagi hanya dengan tahap koordinatif.
3 ISPS Code dan Regulasi Internasional
Tujuh regulasi dunia di bidang keamanan dan keselamatan maritim telah mengikat Negara-negara yang meratifikasinya yaitu :UNCLOS ’82, Marpol,
SOLAS ’74, SAR, Collreg dan IMO MSC. Indonesia dalam hal ini khususnya Pelabuhan Tanjung Emas berkewajiban untuk menjamin keselamatan dan
keamanan maritim, keamanan kapal dan fasilitas pelabuhan sebagaimana dalam ISPS Code
2002. Tujuannya untuk menetapkan kerjasama internasional guna mendeteksi dan menilai ancaman keamanan dengan mencegah terjadinya insiden
terhadap kapal, fasilitas pelabuhan yang dipergunakan dalam perdagangan internasional.
4 Kondisi tidak efektif dan efisien penegakan hukum di laut
Laut merupakan jalur ekonomi nasional maupun internasional yang sangat penting, apabila jalur laut terganggu maka roda perekonomian nasional khususnya
juga akan terganggu penegakan hukum jalur laut di perairan Indonesia
diselenggarakan oleh multiinstitusi dengan menggunakan kapal patroli laut dari 6 instansi yang berbeda.
Penggunaan dari berbagai jenis dapat merugikan penegakan hukum di laut sehingga tidak efektif dan efisien. Di samping biaya tinggi dalam pengoperasian
kapal penegak hukum di laut, penggunaan satu kapal untuk satu permasalahan tidak efisien. Seharusnya satu kapal dapat menagani berbagai masalah atau satu
kapal satu institusi berdayaguna multi fungsi.
5.2 Strategi Pengembangan Fungsi Kapal dan Tugas Aparat Negara di Laut 1 Fungsi kapal dan tugas kapal aparat negara
Kapal aparat negara di laut dimiliki dan dioperasikan oleh 6 instansi pemerintah yaitu oleh TNI-AL, Polri, KPLP Ditjenhubla, Bea Cukai
Dep.Keu, DKP dan BASARNAS. Kapal-kapal tersebut mengemban tugas sesuai fungsi masing-masing instansi yang membawahinya dan bekerja
sektoral. Sarana dan prasarana kapal yang dimiliki aparat negara di Pelabuhan Tanjung Emas merupakan cermin dari kekuatan kapal aparat
negara yang dimiliki oleh aparat negara penegak hukum di laut, perairan dan pelabuhan di nusantara pada masa damai.
Kapal-kapal tersebut di lapangan mengemban fungsi dan tugas sesuai fungsi masing-masing instansi yang mengoperasikannya, telah
dibahas pada bab-bab sebelumnya bahwa kapal aparat negara di laut yang bertugas secara sektoral membutuhkan biaya operasional dan logistic
sangat tinggi per kapalnya, mengakibatkan tidak efisien. Berbagai penelitian dan hasil seminar, lokakarya menyarankan dibentuknya satu
lembaga yang menangani keamanan di laut hal tersebut membutuhkan
biaya, waktu, metoda, kapal, fasilitas dan sumberdaya yang besar. Pada hasil penelitian di seminar ini disampaikan pengembangan fungsi dan
tugas kapal aparat negara di laut dilakukan secara bertahap dengan 5 strategi yang diawali dengan pengintegrasian kapal aparat Negara dari 5
instansi.
2 Pemisahan tugas TNI dan Polri
Penggabungan tugas TNI dan Polri pada masa lalu mengakibatkan terjadinya tumpang tindih antara tugas pertahanan dan kamtibmas, maka
lahirlah Undang-undang untuk membedakan tugas pertahanan oleh TNI dan tugas Kamtibmas oleh Polri yang pada masa damai peran aparat sipil
di kedepankan, khususnya di perairan dan pelabuhan laut.
3 Fungsi dan tugas SAR
1 Lembaga Basarnas yang bertugas kemanusian penyelamatan akibat kecelakaan dan musibah di laut.
2 Musibah yang terjadi pada kapal dapat disebabkan oleh : 1 kesalahan manusia human error
2 kerusakan yang terjadi pada kapal dan mesinnya 3 alam atau cuaca yang dihadapi kapal
4 kapal bertumbrukan atau pelanggaran dengan kapal lain 5 kapal kandas
6 kapal kebakaran 7 kapal melakukan pencemaran
3 Tugas SAR tersebut menjadi kewajiban bagi kapal-kapal aparat negara di laut dengan BASARNAS sebagai koordinator untuk tugas
penyelamatan dan pencarian.
4 Perkembangan ekonomi maritim
Potensi ekonomi maritim di perairan dan Pelabuhan Tanjung Emas sangat besar sebagai sumberdaya ekonomi yang mampu memperluas
penciptaan lapangan kerja dibidang transportasi laut, jasa kepelabuhan, pelayaran, kegiatan ekspor impor dikarenakan ditemukan sumber minyak
blok Cepu, berkembangnya industri potensial seperti meubeller kayu jati, rokok kretek, tekstil, perikanan, karoseri mobil, pariwisata dan elektronika.
Hal tersebut berpengaruh dalam pengambilan kebijakan Pemda untuk meningkatkan pendapatan daerahnegara sekaligus dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
5 Pembahasan NSW
Indonesia Nasional Single Window INSW adalah Sistem Nasional
Indonesia yang memungkinkan dilakukannya waktu penyampaian data dan informasi secara tunggal, pemprosesan data dan informasi secara tunggal
dan sinkron dan pembuatan keputusan secara tunggal untuk pemberian ijin kepabeanan dan pengeluaran barang.
Port System PortNet adalah layanan tunggal secara elektronik
berbasis internet untuk mengitegrasikan pelayanan informasi kapal dan penanganan barang secara fisik yang standar dari seluruh instansi terkait di
pelabuhan. Maksud dan tujuan prosedur Port System dengan menggunakan sistem elektronik untuk memberikan pelayanan terhadap kapal dan barang
dengan kepastian hukum yang berkaitan dengan kegiatan eksport dan atau impor melalui sistem elektronik serta memberikan perlindungan terhadap
pelayanan kapal dan barang yang berkaitan dengan kegiatan eksport dan atau impor dari peyalahgunaan sistem.
Pengguna port system meliputi Direktorat Jendral Perhubungan Laut, Administrator Pelabuhan, Kantor Pelayanan Bea Cukai, Kantor
Kesehatan Pelabuhan, Tempat Pemeriksaan Imigrasi, Balai Besar Karantina Tumbuhan, Stasiun Karantina Ikan, Balai Karantina Hewan dan
Perusahaan Angkutan Laut. Adapun manfaat yang akan dicapai antara lain adalah :
1 Mempercepat kelancaran arus barang dan dokumen 2 Mengurangi birokrasi dalam pengurusan perijinan ekspor, impor dan
kepabeanan 3 Mengurangi adanya penyelundupan
4 Meningkatkan informasi publik mengenai kebijakan ekspor dan impor
Selama ini Singapura merupakan salah satu negara terbaik dalam sistem pelayanan ekspor impor karena sudah memiliki NSW dengan e-
portnet dan e-tradenet, Pelabuhan Tanjung Emas pada gilirannya akan
menggunakan NSW setelah uji coba penggunaannya di Pelabuhan Tanjung Priok dan Tanjung Perak. Pada prinsipnya NSW akan melayani proses
kepabeanan dan kepelabuhan secara terpadu, cepat dan efisien sehingga kapal berlayar dalam keadaan clear document dan keselamatan pelayaran
lengkap.
6 Pra saran pembentukan Coast Guard Indonesia
Berawal dari pernyataan Jepang untuk melindungi kepentingan ekonomi dan perdagangan laut negaranya melintasi perairan Indonesia,
maka Jepang bersedia memberi bantuan dan dukungan kapal patroli beserta sarana prasarananya namun terkendala dengan kebijakan politik
“non military budget”. Namun Jepang tidak menemukan institusi non militer yang tepat untuk menyalurkan bantuannya tersebut, oleh karena itu
Jepang mendesak Indonesia untuk mendirikan Coast Guard sebagai institusi non militer. Hasil seminar dan lokakarya pada April 2007 yang
diselenggarakan oleh pakar-pakar maritim dari TNI-AL, Dewan Maritim Indonesia, Kadin dan institusi lainnya telah menyarankan perlu dibentuk
Indonesia Sea and Coast Guard, namun masih terkendala dengan
kepentingan ego sektoral masing-masing institusi.
7 Prioritas 5 lima tahapan strategi menuju satu lembaga penegak hukum di laut
1 Pengembangan fungsi dan tugas kapal aparat negara sudah mendesak untuk segera dilakukan dengan langkah awal mengintregasikan kapal-
kapal aparat negara non militer untuk bertugas multi fungsi antar departemen dan tidak mengemban fungsi sektoral tiap departemen
maupun instansi. 2 Penggunaan teknologi informasi seperti NSW dan ASW sangat
membantu tugas multi fungsi kapal-kapal aparat negara di laut, sehingga kapal-kapal yang keluar masuk pelabuhan dan berlalu-lalang
diperairan RI telah termonitor pada sistem NSW maupun ASW. Kapal- kapal yang tidak termonitor dapat dicurigai dan diperiksa.
3 Pelatihan SDM yang mengawaki kapal aparat negara yang telah berintegrasi menjadi multi fungsi dilakukan secara bertahap dan
sistematis. 4 Kekuatan kapal aparat Negara penegakan hukum di laut saat ini masih
sebagian besar bertumpu pada kapal-kapal perang TNI-AL, pada era reformasi dan keperluan pergaulan internasional pada perdagangan
global diharapkan peran kapal aparat negara non militer memiliki kemampuan penegakan hukum di laut secara penuh pada masa damai.
Oleh karena itu diharapkan sebagian kapal perang TNI-AL non kombatan dapat di gunakan sebagai kapal aparat negara non militer
sekaligus sebagai kekuatan cadangan TNI-AL. 5 Langkah berikutnya untuk pengembangan fungsi dan tugas kapal
aparat negara adalah menambah sarana dan prasarana kapal dan menambah jumlah alat utama.
8 Pengamanan di laut oleh satu lembaga
Menurut Bakar 2005, Pengamanan di laut sebenarnya telah diatur dan dilakukan oleh satu lembaga sebagaimana telah diamanatkan
sejak zaman Belanda dalam TZMKO tahun 1939 yang mengatakan Government Maritime
atau pemerintah di laut adalah kapal-kapal negara yaitu : kapal-kapal penjagaan pantai Coast Guard dan kapal-kapal bantu
navigasi yang melakukan tugas pengawasan dan penegakan peraturan perundang-undangan di bidang keselamatan pelayaran. Di samping itu
juga tugas penjagaan laut dan pantai tertuang pada konvensi IMO, UNCLOS 1982, Solas 1974, Marpol 1973, 1978 dan ISPS Code yang pada
intinya penegakan hukum di laut itu oleh kapal-kapal aparat negara untuk memperlancar pergerakan kapal-kapal di laut bukan malah menghambat.
Selanjutnya, jika ditelusuri lembaga mana yang pantas untuk dimajukan sebagai satu instansi sebagai penegak hukum di laut, maka
pilihannya tentu jatuh kepada KPLP yang saat ini berada di bawah kendali Direktorat KPLP, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut.
6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan