4.8 Distribusi Spasial Udang Putih P. merguiensis de Man
4.8.1 Distribusi Spasial Udang Putih Berdasarkan Kelas Ukuran dan Jenis Kelamin
Distribusi spasial udang putih berdasarkan kelas ukuran dan jenis kelamin pada tiap stasiun dianalisa menggunakan correspondence analysis, CA
Gambar 28. Hasil analisis menunjukkan informasi distribusi spasial terpusat pada 2 sumbu utama F1 dan F2 yang masing-masing mampu menjelaskan
sebesar 81,74 dan 16,05 dari ragam total 97,79. Hasil analisis juga mampu mengelompokkan titik-titik pengamatan atas 3 kelompok besar yang mempunyai
keterkaitan erat antara kelompok udang putih menurut kelas ukuran dan jenis kelamin jantan berukuran kecil, jantan berukuran sedang, dan jantan berukuran
besar, maupun betina berukuran kecil, betina berukuran sedang, dan betina berukuran besar dengan stasiun pengamatan yang masing-masing memiliki
karakteristik biofisik berbeda. Kelompok I pertama yang terdiri atas Stasiun 1, 2, dan 3, dicirikan oleh
melimpahnya udang putih jantan maupun betina berukuran kecil panjang karapaks 1,85 cm – 2,94 cm, dengan karakteristik habitat memiliki kandungan
oksigen terlarut tinggi, NO
3
, PO
4
, kecepatan arus, dan kandungan lumpur yang tinggi. Kandungan oksigen terlarut berpengaruh tehadap kelulusan hidup udang
putih berukuran kecil. Rendahnya kandungan oksigen di perairan akan berakibat fatal bagi kehidupan udang berukuran kecil. Gaudy dan Sloane 1981 dalam
Anggoro 1992 menyatakan laju respirasi udang berukuran kecil mengikuti ketersediaan oksigen perairan. Pada salinitas rendah dengan kelarutan oksigen
tinggi, laju respirasi udang akan meningkat, demikian sebaliknya, oleh karena itu udang putih berukuran kecil dapat digolongkan ke dalam organisme respiratory
conformer .
Gambar 28 Diagram analisis koresponden keterkaitan stasiun pengamatan dengan modalitas ukuran dan jenis kelamin udang putih P.merguiensis de
Man pada sumbu 1 dan sumbu 2. Kecepatan arus berperan dalam distribusi udang-udang muda berukuran
kecil dan sedang. Di Teluk Carpentaria Australia udang-udang juvenil meninggalkan sungai pada musim hujan monsoon yang biasanya terjadi pada
bulan Desember – Maret, disebabkan oleh bertambahnya aliran sungai Peter 2003. Dall et al. 1990 menyatakan kecepatan arus dapat mempengaruhi
distribusi udang secara langsung maupun tidak langsung. Secara tidak langsung arus dapat menentukan transport nutrien maupun partikel-partikel sedimen dasar,
sedangkan secara langsung kecepatan arus dapat mempengaruhi tingkah laku udang. Arus yang cukup kuat menyebabkan udang akan membenamkan diri
di dalam substrat, sedangkan bila arusnya lemah udang banyak melakukan aktifitas.
Kelompok II kedua terdiri atas Stasiun 4 dan 5 dicirikan oleh melimpahnya udang putih jantan dan betina berukuran sedang panjang karapaks 2,94 cm –
4,03 cm, dengan karakteristik habitat memiliki kerapatan mangrove tinggi, produksi serasah tinggi, laju dekomposisi serasah tinggi, kelimpahan plankton dan
makrozoobentos tinggi. Produksi serasah yang tinggi berkaitan erat dengan 1
2 3
4 5
6 Kj
Kb Sj
Sb
Bj Bb
-1.5 -1
-0.5 0.5
1 1.5
-1.5 -1
-0.5 0.5
1 1.5
-- ax
is F2 16,05 --
-- axis F1 81,74 -- Symmetric Plot axes F1 and F2: 97,79
tingginya kerapatan mangrove pada kedua stasiun ini. Serasah dan detritus merupakan sumber pakan untuk udang. Chong et al. 2000 menyatakan serasah
mangrove merupakan sumber makanan utama udang juvenil di muara hutan mangrove Matang, Malaysia. Serasah mangrove berkontribusi dalam penyediaan
nutrien di perairan ekosistem mangrove. Hal ini terlihat dari banyaknya serasah yang ditemukan pada saluran pencernaan udang sebesar 84. Udang yang hidup
sejauh 2 km di luar hutan mangrove masih menunjukkan ketergantungan 15 - 25 pada serasah mangrove. Kelimpahan dan kelangsungan hidup udang putih
juga sangat bergantung pada ketersediaan pakan alami lainnya seperti plankton dan makrozoobentos. Tingginya kelimpahan plankton dan makrozoobentos
disebabkan ketersediaan hara hasil dekomposisi serasah mangrove. Hara yang terlarut dalam kolom air akan dimanfaatkan oleh fitoplankton sebagai produsen
primer membentuk partikel organik yang lebih kompleks melalui proses fotosintesis. Tingginya kelimpahan plankton dan makrozoobentos disebabkan
ketersediaan hara hasil dekomposisi serasah mangrove. Hara yang terlarut dalam kolom air akan dimanfaatkan oleh fitoplankton sebagai produsen primer
membentuk partikel organik yang lebih kompleks melalui proses fotosintesis. Tingginya kelimpahan fitoplankton menyebabkan tingginya kelimpahan
makrozoobentos, selanjutnya kedua organisme tersebut akan dimanfaatkan udang putih sebagai pakan alami Mann 2000.
Kelompok III ketiga terdiri atas Stasiun 6 yang merupakan zona depanperairan pantai, dicirikanoleh melimpahnya udang putih jantan dan betina
berukuran besar panjang karapaks 4,03 cm, dengan karakteristik habitat memiliki suhu air tinggi, kecerahan air tinggi, kedalaman air tinggi, salinitas air
dan substrat tinggi, pH air tinggi, serta substrat pasir tinggi. Suhu merupakan salah satu variabel utama yang mempengaruhi pertumbuhan udang putih. Fast dan
Lester 1992 menyatakan suhu perairan sangat mempengaruhi pertumbuhan, aktifitas maupun nafsu makan udang putih. Kondisi ini akan diimbangi dengan
meningkatnya laju konsumsi pakan. Udang dewasa umumnya menyukai perairan yang memiliki suhu air berkisar antara 28,00°C-31,00°C. Suhu di bawah 20,00°C
dapat menghambat pertumbuhan udang.
Kedalaman suatu perairan sangat mempengaruhi pola migrasi dan reproduksi udang dewasa. Kirkegaard et al. 1970 menyatakan udang berukuran
dewasa banyak dijumpai pada perairan yang memiliki kedalaman lebih dari 12 m. Holthuis 1980 menemukan udang putih P. merguiensis dewasa di Australia
dapat hidup pada kedalaman 10 m – 45 m, sedangkan Pramonowibowo et al. 2007 menyatakan semakin dalam suatu perairan, ukuran udang putih yang
didapatkan juga cenderung semakin besar. Derajat keasaman pH berperan dalam mendukung pertumbuhan udang. pH air yang terlalu rendah dapat menyebabkan
kandungan CaCO
3
pada kulit udang akan berkurang karena terserap secara internal. Pada kondisi ini konsumsi oksigen akan meningkat, permeabilitas tubuh
menurun dan insang udang akan mengalami kerusakan Sumeru Anna 2010. Salinitas perairan berperan terhadap pola migrasi udang putih dewasa. Ayub dan
Ahmed 2002 menyatakan jika salinitas di perairan pantai cukup tinggi berkisar 31‰ – 35‰, maka udang tidak akan bermigrasi menuju ke laut dalam untuk
memijah. Hasil penelitian secara keseluruhan memperlihatkan udang putih yang
tertangkap pada stasiun 1 sampai 5 berukuran lebih kecil dibanding udang putih yang tertangkap pada stasiun 6. Hal ini disebabkan kelima stasiun ini terletak
tepat di kawasan perairan hutan mangrove zona tengah dan belakang yang merupakan daerah feeding ground dan nursery ground, sehingga ukuran udang di
kelima stasiun ini juga sangat bervariasi mulai dari ukuran kecil sampai sedang. Kirkegaard et al. 1970 dalam Juliani 2004 menyatakan udang P. merguiensis
berukuran kecil sampai sedang banyak ditemukan pada lingkungan muara sungai dan gobah-gobah, dan biasanya menyukai perairan yang ada hutan mangrovenya
4.8.2 Distribusi Spasial Udang Putih Berdasarkan Tingkat Kematangan Gonad