Tabel 1 Tingkatan, sub tingkatan dan ciri morfologi P. Merguiensis de Man Bittner Ahmad 1989
Tingkatan Sub Tingkatan
Ciri Morfologi Nauplius N
Stadium 1 Pembagian tubuh belum jelas, pasangan-
pasangan setae terdapat pada ujung posterior N I
Sepasang setae pada ujung posterior N II
Dua pasang setae pada ujung posterior N III
Tiga pasang setae pada ujung posterior N IV
Empat pasang setae pada ujung posterior N V
Lima pasang setae pada ujung posterior N VI
Enam pasang setae pada ujung posterior N VII
Tujuh pasang setae pada ujung posterior Zoea
Z Stadium II
Z 1 Cehpalohtorax
dan abdomen dapat dibedakan dengan jelas
Z II
Sepasang mata
majemuk mulai
terlihat, rostrum tumbuh di tengah karapaks
Z III
Sepasang uropoda
tumbuh Mysis
M Stadium III
M I Pangkal pleopoda timbul
M II Segmen pertama terbentuk
M III
Pembentukan pleopoda
sudah sempurna tetapi belum terbuka
Pascalarva PL Stadium IV
PL I Pleopoda
terbuka sempurna, telson sedikit cekung di bagian tengah ujung posteriornya
PL II Telson datar pada ujung posteriornya
PL III Telson cembung pada ujung posteriornya,
formula telson 481, gigi rostrum 20 PL IV
Formula telson 484, gigi rostrum 30 – 54 PL V
Formula telson 44, 44, gigi rostrum 65 PL VI
Formula telson 44,44, gii rostrum 65
2.5 Daur Hidup Udang Putih P. merguiensis
de Man
Pada umumnya daur hidup udang penaeid menurut Dall et al. 1990 dibedakan atas 3 tipe, yaitu :
Tipe 1. Udang penaeid yang seluruh daur hidupnya berada di estuari, termasuk dalam kelompok ini adalah: Metapenaeus elegans, M. conjunctus,
M. benettae, M. moyebi dan M. brevicornis. Pada tipe ini pasca larva
cenderung bermigrasi ke bagian hulu sungai dengan salinitas rendah. Setelah tumbuh menjadi juvenil, bergerak kembali ke muara sungai yang
bersalinitas lebih tinggi. Seluruh spesies penaeid ini bersifat euryhaline dan mampu bertahan hidup pada perairan tawar.
Tipe 2. Udang penaeid yang pada tahap pascalarva dan juvenil berada di estuari, tetapi memijah di dasar perairan antara pantai inshore dan lepas pantai
offshore. Termasuk dalam tipe ini adalah jenis Penaeus indicus, P. monodon, P. japonicus, P. merguiensis, P. setiferus, Parapenaeopsis
hardwickii dan Xiphopenaeus kroyery.
Tipe 3. Udang penaeid yang pada tahap pascalarva dan juvenil berada di pantai, tetapi memijah di dasar perairan lepas pantai. Udang jenis ini lebih
menyukai salinitas tinggi, sehingga tahapan dari siklus hidupnya tidak ada yang tinggal di estuari, umumnya bersifat stenohaline. Termasuk
di dalamnya Atypopenaeus dearmatus, Heteropenaeus longimanus, Macropetasma africanus, Protrachypene precipua,
dan Trachypenaeus curvirostris.
Garcia dan Le Reste 1981, Dall et al. 1990, Naamin et al. 1992, Stewart 2005, dan FAO 2005 menyatakan daur hidup udang putih P. merguiensis
terbagi menjadi dua fase, yaitu fase laut dan fase estuari Gambar 3.
Gambar 3 Daur hidup udang putih P. merguiensis de Man. Dimodifikasi dari
Stewart 2005. Udang putih P. merguiensis banyak dijumpai di perairan tropik dan sub
tropik Asia dan Australia, antara 67° sampai 166° bujur timur dan antara 25° lintang utara sampai 29° lintang selatan. Di Indonesia, daerah penyebaran
udang putih adalah di perairan sepanjang pantai barat Sumatera, Selat Malaka, pantai timur Sumatera, pantai utara Jawa, pantai selatan Jawa, Kalimantan Barat,
Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Teluk Bintuni, Kepulauan Aru dan Laut Arafura Naamin 1984. Daerah penyebarannya mulai
dari daerah muara sungai sampai ke tengah laut yang bervariasi menurut tingkatan hidupnya larva, juvenil, dan dewasa.
Chan 1998 menyatakan pada udang penaeid termasuk udang putih, telurnya akan menetas setelah 14 - 24 jam menjadi larva sederhana yang disebut
nauplius . Setelah mengalami delapan kali pergantian kulit, nauplius berubah
menjadi zoea selama lebih kurang 6 hari. Pada fase ini udang masih bersifat planktonis, dan mulai muncul ke permukaan perairan yang secara berangsur-
angsur bergerak menuju perairan pantai yang ada di sekitarnya. Zoea akan berubah menjadi mysis setelah mengalami tiga kali pergantian kulit selama lebih
kurang 4 hari, sudah bersifat kanibalisme, dan sasarannya adalah udang-udang muda yang sedang molting dan masih dalam kondisi lemah. Sifat kanibalisme ini
sering muncul saat udang dalam kondisi lapar. Mysis akan berubah menjadi pascalarva setelah mengalami tiga kali pergantian kulit selama lebih kurang
10 hari. Dall et al. 1990 menyebutkan pada fase pascalarva ini udang sudah aktif berenang dan bermigrasi ke bagian hulu yang memiliki salinitas rendah, dan
mulai menuju ke dasar perairan. Kirkegaard et al. 1970 dalam Naamin 1984 dan Naamin et al. 1992 menyatakan pada saat pascalarva, udang putih umumnya
hidup di muara sungai yang ada hutan mangrovenya dengan salinitas rendah. Hal ini disebabkan hutan mangrove memiliki perakaran menjulur ke dalam perairan,
sehingga sangat baik untuk tempat berlindung udang tersebut dari predator. Di perairan mangrove, pascalarva secara bertahap akan berubah menjadi udang
mudajuvenil setelah mengalami beberapa kali pergantian kulit selama lebih kurang tiga bulan. Setelah tumbuh menjadi juvenil, udang akan bergerak kembali
ke muara sungai berhutan bakau dengan salinitas lebih tinggi, dan aktif mencari makan di kawasan ini. Selama tiga sampai empat bulan selanjutnya udang juvenil
akan tumbuh menjadi dewasa, kemudian mulai beruaya ke arah perairan terbuka di sekitar kawasan tersebut seperti estuari, laguna, dan teluk, yang selanjutnya
akan sampai ke daerah pemijahanspawning ground dengan kedalaman 12 m.
2.6 Pakan dan Pemanfaatan Pakan