Pinus Pinus merkusii Jungh et de Vriese Waktu dan Tempat
memanen beberapa pohon contoh dalam plot-plot yang telah ditentukan dan selanjutnya menimbang berat kering dari pohon-pohon tersebut. Metode ini
membutuhkan biaya yang besar dan waktu yang relatif lama untuk memperoleh hasil yang diinginkan Mawobe 2006; Pepen DS 2007; Erlangga 2009.
Metode selanjutnya adalah pendugaan biomassa dengan menggunakan data hasil inventarisasi hutan yang ada. Metode ini termasuk metode non-destructive
sampling karena tidak memerlukan pemanenan pohon contoh dalam pendugaan biomassanya. Pengkonversian hasil inventarisasi hutan dalam bentuk volume
dilakukan dengan mengalikan nilai tersebut dengan konstanta nilai Biomass Exspansion Factor BEF Jelkanen et al 2005; Balinda 2008; Wulder et al 2008
Beberapa penelitian lain juga melakukan pendugaan biomassa dengan memanfaatkan teknologi penginderaan jauh. Data yang digunakan adalah data
biomassa yang di ukur di lapangan dan kemudian menghubungkan data tersebut dengan data nilai backscatter citra. Dengan menganalisis hubungan tersebut, akan
diperoleh persamaan yang bisa digunakan untuk menduga potensi biomassa melalui peta citra. Metode ini memiliki akurasi data yang cukup baik, disamping
itu waktu dan biaya yang dibutuhkan juga relatif tidak mahal Bergen and Doubson 1999; Lu 2006; Ahmed et al 2009
Awaya 2009 melakukan studi di daerah Palangkaraya mengenai analisis regresi hubungan antara biomassa dan koefisien backscatter dari data PALSAR.
Dari studi tersebut diperoleh hasil bahwa polarisasi HV menunjukkan hubungan yang lebih baik dengan biomassa dibandingkan polarisasi HH.
Rauste et al 2007 melakukan penelitian mengenai pemrosesan dan analisis data citra ALOS PALSAR di daerah Heinavesi, Finlandia. Dari penelitian tersebut
diperoleh kesimpulan bahwa polarisasi silang HV dari L-band SAR memiliki korelasi yang lebih baik dengan biomassa hutan dibandingkan dengan polarisasi
searah HH dengan nilai saturasi sekitar 150 m
3
Ha.