Biomassa Pendugaan biomassa atas permukaan pada tegakan pinus (Pinus merkusii Jungh et de Vriese) menggunakan citra alos palsar resolusi spasial 50 M dan 12,5 M (studi kasus di KPH Banyumas Barat)

berubah di setiap transmisi pulsa dan dua polarisasi sinyal yang diterima bersamaan. Dengan batas maksimum data transmisi 240 mbitsec kita dapat memperoleh cakupan data dengan lebar 30 km dan resolusi spasial 30 m Sovzond 2007. Karakteristik PALSAR dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 1 Karakteristik PALSAR Karakteristik Mode Fine ScanSAR Polarimetric Experiment Mode Frekuensi 1.270 MHz L-Band Lebar Kanal 28114 MHz Polarisasi HHVVHH+HV atau VV+VH HH atau HV HH+HV+VH+VV Resolusi Spasial 10 m 2 look20 m 4 look 100 m multi look 30 m Lebar Cakupan 70 km 250-350 km 30 km Incidence Angle 8-60 derajat 18-43 derajat 8-30 derajat NE Sigma 0 -23 dB 70 km -25 dB 60 km -25 dB -29 dB Panjang Bit 3 bit atau 5 bit 5 bit 3 bit atau 5 bit Ukuran AZ:8.9 m x EL:2.9 m Sumber : Jaxa 2006

2.3 Biomassa

Jumlah biomassa dalam hutan merupakan hasil perbedaan produksi melalui fotosintesis dan konsumsi tumbuhan melalui respirasi dan proses pemanenan. Biomassa merupakan ukuran penting untuk menilai perubahan struktur hutan. Perubahan dalam biomassa hutan bisa disebabkan oleh suksesi alami: kegiatan manusia seperti silvikultur, pemanenan, dan pendegradasian; serta dampak alami dari kebakaran dan perubahan iklim. Biomassasa hutan juga relevan dengan isu perubahan iklim. Biomassa didefinisikan sebagai jumlah total bahan organik di atas tanah pada pohon, termasuk daun, ranting, cabang, batang utama, dan kulit yang dinyatakan dalam berat kering oven ton per unit area Brown 1997. Pendugaan biomassa dapat dilakukan dengan metode destructive sampling dan non-destructive sampling. Metode destructive sampling, dilakukan dengan memanen beberapa pohon contoh dalam plot-plot yang telah ditentukan dan selanjutnya menimbang berat kering dari pohon-pohon tersebut. Metode ini membutuhkan biaya yang besar dan waktu yang relatif lama untuk memperoleh hasil yang diinginkan Mawobe 2006; Pepen DS 2007; Erlangga 2009. Metode selanjutnya adalah pendugaan biomassa dengan menggunakan data hasil inventarisasi hutan yang ada. Metode ini termasuk metode non-destructive sampling karena tidak memerlukan pemanenan pohon contoh dalam pendugaan biomassanya. Pengkonversian hasil inventarisasi hutan dalam bentuk volume dilakukan dengan mengalikan nilai tersebut dengan konstanta nilai Biomass Exspansion Factor BEF Jelkanen et al 2005; Balinda 2008; Wulder et al 2008 Beberapa penelitian lain juga melakukan pendugaan biomassa dengan memanfaatkan teknologi penginderaan jauh. Data yang digunakan adalah data biomassa yang di ukur di lapangan dan kemudian menghubungkan data tersebut dengan data nilai backscatter citra. Dengan menganalisis hubungan tersebut, akan diperoleh persamaan yang bisa digunakan untuk menduga potensi biomassa melalui peta citra. Metode ini memiliki akurasi data yang cukup baik, disamping itu waktu dan biaya yang dibutuhkan juga relatif tidak mahal Bergen and Doubson 1999; Lu 2006; Ahmed et al 2009 Awaya 2009 melakukan studi di daerah Palangkaraya mengenai analisis regresi hubungan antara biomassa dan koefisien backscatter dari data PALSAR. Dari studi tersebut diperoleh hasil bahwa polarisasi HV menunjukkan hubungan yang lebih baik dengan biomassa dibandingkan polarisasi HH. Rauste et al 2007 melakukan penelitian mengenai pemrosesan dan analisis data citra ALOS PALSAR di daerah Heinavesi, Finlandia. Dari penelitian tersebut diperoleh kesimpulan bahwa polarisasi silang HV dari L-band SAR memiliki korelasi yang lebih baik dengan biomassa hutan dibandingkan dengan polarisasi searah HH dengan nilai saturasi sekitar 150 m 3 Ha.

2.4 Pinus Pinus merkusii Jungh et de Vriese