C. MIKROORGANISME PADA RAGI TAPE
Selama fermentasi tape, menurut Saono et al., 1977, mikroorganisme yang terdapat dalam ragi tape didominasi oleh kapang dari genus Amylomyces,
Mucor dan Rhizopus, serta khamir dari genus Endomycopsis, Saccharomyces,
Hansenula dan Candida. Bakteri yang sering terdapat dalam ragi adalah genus
Pediococcus dan Bacillus. Mikroba yang terdapat dalam ragi pasar yaitu
Aspergillus oryzae , Rhizopus arrhizus, R. oligosporus, dan Aspergillus flavus
Dwidjoseputro dan Wolf, 1970. Menurut Ko 1982, tidak semua mikroba yang telah ditemukan dalam ragi penting untuk fermentasi bahan yang
mengandung pati menjadi tape. Masing-masing mikroba yang terdapat pada ragi tape memiliki fungsi
yang berbeda-beda. Kapang yang tergolong amilolitik berfungsi dalam proses sakarifikasi dan produksi alkohol. Khamir amilolitik berfungsi untuk
sakarifikasi dan produksi aroma. Peranan masing-masing mikroba dalam proses fermentasi tape lebih lengkap dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini :
Tabel 2 . Peranan mikroba pada ragi tape
Grup Mikroba Genus
Fungsi
Kapang amilolitik Amylomyces
Pembentukan sakarida sakarifikasi dan cairan
Mucor Pembentukan sakarida dan cairan
Rhizopus Pembentukan cairan dan alkohol
Khamir amilolitik Endomycopsis
Pembentukan sakarida dan produksi aroma
Khamir non amilolitik Saccharomyces Pembentukan alkohol
Hansenula Pembentukan aroma
Endomycopsis Pembentukan aroma yang spesifik
Candida Pembentukan aroma yang spesifik
Bakteri asam laktat Pediococcus
Pembentukan asam laktat Bakteri amilolitik
Bacillus Pembentukan sakarida
Saono 1981
D. FERMENTASI TAPE
Fermentasi adalah salah satu reaksi oksidasi reduksi dalam sistem biologi yang menghasilkan energi, dimana senyawa organik berperan sebagai
donor dan akseptor elektron Winarno dan Fardiaz, 1984. Menurut Steinkraus 1989, perubahan biokimiawi yang utama adalah hidrolisis pati menjadi
maltosa dan glukosa, karena adanya aktifitas kapang amilolitik Amylomyces rouxii
dan khamir Endomycopsis burtonii. Selanjutnya glukosa akan difermentasi menjadi etanol dan asam-asam organik yang menimbulkan aroma
dan flavor yang khas pada tape. Proses pembentukan tape adalah proses fermentasi yang bersifat
heterofermentatif karena menggunakan lebih dari satu jenis mikroba dan spesies yang berbeda-beda Hesseltine, 1979. Menurut Winarno et al.,
1980, proses fermentasi tape adalah mengubah rasa, aroma, nilai gizi, dan palabilitas.
Proses fermentasi yang berlangsung selama pembuatan tape terdiri dari empat tahap penguraian, yaitu 1 molekul-molekul pati akan dipecah menjadi
dekstrin dan gula-gula sederhana, merupakan proses hidrolisis enzimatik, 2 gula-gula yang terbentuk akan diubah menjadi alkohol, 3 alkohol akan
diubah menjadi asam-asam organik oleh bakteri Pediococcus dan Acetobacter melalui proses oksidasi alkohol, 4 sebagian asam organik akan bereaksi
dengan alkohol membentuk citarasa tape yaitu ester Hesseltine, 1979.
1. Hidrolisis Pati
Proses fermentasi diawali dengan hidrolisis pati oleh enzim amilase yang dihasilkan oleh kapang, khamir, atau bakteri yang bersifat
amilolitik. Enzim pemecah karbohidrat terbagi atas tiga golongan, yaitu α-
amilase, β-amilase, dan amiloglukosidase Winarno, 1997. Enzim α-
amilase akan menghidrolisis sebagian amilopektin. Cabang dengan ikatan α-1,6-glukosa tahan terhadap serangan α-amilase dan β-amilase, sehingga
menghasilkan α-limit dekstrin dan β-limit dekstrin. Reaksi hidolisis ikatan
cabang α-1,6-glukosa oleh enzim amiloglukosidase berlangsung lambat
Winarno, 1986. Hasil pemecahan pati oleh amiloglukosidase berupa molekul-molekul glukosa atau disebut tahap sakarifikasi Algaratman,
1977. Tahap-tahap pemecahan pati menjadi glukosa adalah sebagai berikut : pati sebagai sumber utama beras ketan akan dipecah oleh enzim
amilase menjadi amilodekstrin, eritrodekstrin, akrodekstrin, dan maltodekstrin sebagai akhir dari proses pemecahan. Glukosa menjadi asam
laktat terjadi melalui jalur Embden-Myerhoff atau glikolisis Buckle et al., 1987.
2. Pembentukan Alkohol
Gula merupakan sumber energi bagi hewan dan tanaman. Kapang memanfaatkan glukosa dan pati sebagai sumber karbon dalam
pembentukan etanol, sedangkan khamir lebih memanfaatkan glukosa daripada pati sebagai sumber karbonnya. Menurut Saono 1981, kapang
memiliki kecepatan lebih besar daripada khamir dalam mengubah hasil perombakan pati menjadi biomasa sel. Selanjutnya kapang dapat
memanfaatkan dengan baik glukosa dan pati sebagai sumber karbon dalam pembentukan etanol dan biomasa. Khamir untuk keperluan yang sama
menggunakan glukosa lebih baik daripada pati. Pemecahan asam piruvat menjadi etanol etil alkohol sering
disebut fermentasi alkohol. Selain etanol, dihasilkan juga CO
2
Winarno dan Fardiaz, 1984. Enzim yang mampu mengubah glukosa menjadi
alkohol dan karbondioksida adalah enzim kompleks yang disebut Zimase, dihasilkan oleh khamir S. cereviciae Saono, 1981. Secara sederhana
proses hidrolisis glukosa menjadi etanol dapat dijelaskan melalui persamaan Gay Lussac, yaitu :
C
6
H
12
O
6
2C
2
H
5
OH + 2CO
2
Pemecahan glukosa menjadi etanol melalui tahapan reaksi anzimatik sampai terbentuknya asam piruvat. Asam piruvat dengan
perantara enzim dekarboksilase dan alkohol dehidrogenase diubah menjadi etanol.
3. Oksidasi Alkohol Menjadi Asam dan Ester
Alkohol yang dihasilkan dari penguraian glukosa oleh khamir akan dipecah menjadi asam asetat pada kondisi aerobik. Esterifikasi antara asam
asetat dengan alkohol etanol membentuk etil asetat. Etil asetat adalah salah satu komponen pembentuk citarasa tape Cronk et al, 1977.
Proses fermentasi lebih lanjut akan menghasilkan asam asetat karena adanya bakteri Acetobacter yang sering terdapat pada ragi dan
bersifat oksidatif. Proses fermentasi juga akan menghasilkan asam piruvat dan asam laktat. Asam piruvat adalah produk antara yang terbentuk dari
hasil hidrolisis gula menjadi etanol. Asam piruvat dapat diubah menjadi etanol atau asam laktat. Bakteri Pediococcus pentosaeus mengkatalisis
perubahan asam piruvat menjadi asam laktat Kozaki, 1984.
E. PENGAWETAN
Pengawetan merupakan suatu cara untuk memperpanjang umur simpan suatu produk. Metode pengawetan diharapkan dapat mempertahankan
kandungan nutrisi dalam bahan pangan tersebut, menghambat atau mencegah terjadinya kerusakan, menghindari terjadinya keracunan serta mempermudah
penanganan dan penyimpanan. Metode pengawetan yang umum digunakan adalah penurunan A
w
bahan, penambahan bahan pengawet kimia, dan penyimpanan dengan suhu rendah.
Tape tergolong ke dalam pangan basah. Oleh karena itu, tape mudah sekali rusak pada penyimpanan suhu kamar. Tape pada penyimpanan suhu
kamar hanya dapat bertahan sampai 3 hari Saono et al., 1977. Penyimpanan bahan pangan pada suhu dingin dan beku merupakan
salah satu metode pengawetan yang menggunakan suhu rendah. Kondisi tersebut dapat menghambat atau memperlambat reaksi kimia, aktivitas enzim
dan mikroba. Menurut Frazier dan Westhoff 1978, penyimpanan pada suhu rendah dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu penyimpanan pada suhu
yang sedikit lebih rendah daripada suhu kamar dan umumnya di atas suhu 15
C, penyimpanan pada suhu antara 0 C dan 5
C, dan penyimpanan pada suhu di bawah 0
C pembekuan. Penyimpanan dengan suhu pendinginan dapat mengawetkan bahan pangan sampai beberapa hari atau beberapa minggu
tergantung dari jenis bahan pangannya. Penyimpanan beku dapat mengawetkan bahan pangan sampai beberapa bulan bahkan beberapa tahun.
Perbedaan lain antara penyimpanan dingin dengan penyimpanan beku yaitu berhubungan dengan aktivitas mikroba, dimana kebanyakan mikroba
yang bersifat merusak pangan tumbuh cepat pada suhu di atas 10 C. Beberapa
mikroba yang menghasilkan racun terhambat pada suhu di bawah 3.3 C.
Mikroba psikotropik akan berkembang secara perlahan pada kisaran suhu antara 4.4
C – -9.4 C, dimana pangan dalam keadaan beku. Kisaran suhu ini
mengakibatkan mikroba tidak dapat memproduksi racun atau menyebabkan penyakit, tetapi sampai dengan suhu -3.9
C kerusakan pangan masih mungkin terjadi. Di bawah -9.4
C tidak ada lagi pertumbuhan mikroba dalam bahan pangan Frazier dan Westhoff, 1978.
Kerusakan bahan pangan pada penyimpanan suhu rendah dapat berupa fisik maupun mikrobiologis Jonsen, 1984. Kerusakan fisik dapat berupa
kerusakan karena pendinginan maupun kerusakan karena pembekuan. Jonsen 1984 menyatakan bahwa kerusakan pendinginan dapat disebabkan karena
terjadinya ketidakseimbangan sistem permeabilitas membran, sehingga dapat menimbulkan pencoklatan pada permukaan luar bahan pangan yang disimpan.
Kerusakan karena pembekuan dapat menyebabkan penampakan permukaan bahan berwarna cokelat muda dan teksturnya keras yang disebabkan karena
hilangnya air secara drastis dari permukaan bahan, sehingga menyebabkan keadaan permukaan yang lebih porous. Kondisi ini bersifat irreversibel yang
dapat mengakibatkan kerusakan pada warna, tekstur, citarasa dan nilai nutrisi dari bahan pangan. Kerusakaan lainnya yaitu terbentuknya kristal-kristal es
diantara sel, sehingga sel pecah dan akan kehilangan fungsi fisiologisnya. Pembentukan kristal-kristal es ini juga akan berpengaruh pada tekstur bahan
pangan pada saat dilakukan pencairan kembali. Kerusakan bahan pangan pada penyimpanan suhu rendah juga dapat
disebabkan oleh aktivitas mikroba. Mikroba yang sering terdapat pada suhu rendah adalah mikroba yang bersifat psikrofilik, yaitu mikroba yang dapat
tumbuh dengan baik pada kisaran suhu 0 dan 10 C Frazier dan Westhoff,
1978.
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. BAHAN DAN ALAT
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tape ketan asli Kuningan, beras ketan putih, ragi cap Pasar Gedang yang berasal dari
Kuningan, ragi Pasar Anyar yang berasal dari Bapak Suhendar Pasar Kebon Kembang Blok E, ragi cap NKL, daun jambu, pereaksi anthrone 0.1 dalam
asam sulfat pekat, larutan glukosa standar, buffer pH 4.0, NaOH 0.1 M, CaCO
3
, larutan Pb asetat jenuh, Na-oksalat, air destilata, indikator phenolptalein, kertas saring, media APDA, alkohol 70, larutan pengencer,
dan gliserol. Alat-alat yang digunakan adalah peralatan untuk membuat tape seperti
kompor dan panci perebusan, ruang penyimpanan dingin serta peralatan untuk analisis kimia seperti neraca analitik, oven vakum, pH meter, peralatan
gelas, spektrofotometer. Untuk uji mikrobiologi seperti bunsen, cawan petri, pipet mohr, otoklaf, mikroskop dan inkubator.
B. METODE PENELITIAN
1. Penelitian pendahuluan
Tahap ini bertujuan untuk memilih jenis ragi yang dapat menghasilkan tape yang paling disukai melalui uji organoleptik dan
selanjutnya ragi inilah yang akan digunakan dalam pembuatan tape untuk penelitian tahap berikutnya. Ragi yang digunakan yaitu ragi cap Pasar
Gedang, ragi Pasar Anyar, dan ragi cap NKL, serta sebagai pembanding adalah tape asli Kuningan. Uji organoleptik yang dilakukan adalah uji
hedonik terhadap atribut aroma, rasa, tekstur, penampakan, serta keseluruhan tape dengan jumlah panelis sebanyak 30 orang.
Pembuatan Tape Ketan
Beras ketan dicuci sampai bersih, kemudian direndam dalam air selama dua jam. Setelah itu, beras ketan dikukus selama satu jam dan
diaron, lalu dikukus kembali selama kurang lebih satu jam. Ketan yang sudah dikukus kemudian didinginkan. Setelah dingin, kemudian ditaburi