maupun sengketa perdata adat dan pidana adat, dan lain-lainya. Terhadap putusan Panglima Laôt, jika menurut salah satu pihak belum memenuhi rasa
keadilan, maka oleh pihak yang bersangkutan dapat menyerahkan keputusan itu kepada Pengadilan Negeri.
Umumnya keputusan Panglima Laôt diterima oleh kedua belah pihak yang bersengketa sebagai suatu keputusan yang final dan ditaati oleh kedua
belah pihak. Tidak dijumpai kasus yang telah diputuskan oleh Panglima Laôt muncul ke Pengadilan Negeri Kota Langsa. Bahkan dijumpai kasus
persengketaan penangkapan ikan yang menjadi rebutan yang diselesaikan langsung oleh para nelayan secara damai, tampa melalui Panglima Laôt
LhôkKota.
4. Peran Panglima Laôt Memutuskan dan Menyelenggarakan Upacara Adat Laôt.
Dalam melaksanakan upacara adat laôt seperti khanduri laôt
11
sebelumnya di adakan musyawarah oleh lembaga Panglima Laôt bersama tokoh masyarakat, aparat gampong, dan seluruh masyarakat nelayan di Gampong
Telaga Tujuh. Hasil dari keputusan musyawarah tentang khanduri laôt, akan dilaksanakan oleh lembaga Panglima Laôt. Upacara khanduri laôt dipimpin oleh
Panglima Laôt setempat. Khanduri Laôt termasuk upacara pokok bagi masyarakat nelayan.
Menurut Panglima Laôt “upacara khanduri laôt sudah menjadi kebiasaan bagi masyarakat nelayan Gampong Telaga Tujuh untuk memperingatinya, hanya dulu
dan sekarang telah mengalami pergeseran waktu dan tata urut dalam pelaksanaannya. Pada masa dahulu pelaksanaan upacara khanduri laôt setiap
satu Tahun sekali, tetapi sekarang dilaksanakan tiga Tahun sekali. Dahulu tata laksana dominan dipengaruhi oleh unsur-unsur kepercayaan yang mengacu
kepada animisme, sekarang telah mengarah kepada ajaran agama Islam, walaupun masih juga terdapat sebagaian masyarakat nelayan dalam
melaksanakan upacara khanduri laôt masih percaya kepada kebiasaan lama. Tiga hari sebelum acara khanduri laôt ini diiaksanakan, nelayan tidak
dibenarkan mencari ikan kelaut. Biaya untuk pelaksanaan upacara khanduri laôt
11
khanduri Laot artinya kanduri laut
diperoleh dari sumbangan nelayan. Peran Panglima Laôt, sebagai koordinator dalam pelaksanaan upacara khanduri laôt yang dibantu oleh tokoh-tokoh pemuka
tuha pakat dan seluruh masyarakat nelayan di Gampong Telaga Tujuh. Upacara khanduri laôt, merupakan bagian yang telah menyatu dalam kehidupan
masyarakat nelayan.
]
5. Peran Panglima Laôt MenjagaMengawasi Agar Pohon-pohon di Tepi Pantai Jangan Ditebang.
Peran Panglima Laôt menjagamengawasi pohon-pohon ditepi laut diantaranya mengawasi hutan mangrove jangan ditebang oleh masyarakat.
Hutan mangrove adalah suatu komunitas tumbuhan atau suatu individu jenis tumbuhan yang membentuk komunitas tumbuhan di daerah pasang surut. Hutan
mangrove adalah tipe hutan yang secara alami dipengaruhi oleh pasang surut air laut, tergenang pada saat pasang naik dan bebas dari genangan pada saat
pasang rendah. Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas lingkungan biotik dan abiotik yang saling berinteraksi di dalam suatu habitat
mangrove Subing 1995. Penebangan hutan baik hutan darat maupun hutan mangrove secara
berlebihan tidak hanya mengakibatkan berkurangnnya daerah resapan air, abrasi, dan bencana alam seperti erosi dan banjir tetapi juga mengakibatkan
hilangnya pusat sirkulasi dan pembentukan gas karbon dioksida CO2 dan oksigen O2 yang diperlukan manusia untuk kelangsungan hidupnya Subing
1995. Fungsi dan peran ekosistem hutan mangrove sangat penting sebagai
tempat untuk memijah, mengasuh anak, berlindung serta mencari makan bagi berbagai jenis ikan. Oleh karena itu, kelestariannya harus dijaga. Penurunan
kualitas dan kuantitas ekosistem hutan mangrove akan mengancam kelestarian habitat tersebut dan selanjutnya akan mengancam kehidupan fauna.
Panglima Laôt dalam mengawasimenjaga pohon mangrove dan pohon lainnya, untuk jangan di tebang oleh masyarakat di wilayah pesisir Gampong
Telaga Tujuh mendapatan hambatan. Hambatan tersebut, karena faktor ekonomi masyarakat nelayan yang tidak setabil dalam usaha penangkapan ikan di laut.
Dalam hal ini, Panglima Laôt tidak dapat berbuat banyak untuk menjegah
masyarakat nelayan Gampong Telaga Tujuh untuk jangan menebang pohon- pohon tersebut. Pohon-pohon yang ditebang oleh masyarakat nelayan di
Gampong Telaga Tujuh di pergunakan untuk membuat rumah, sehingga masyarakat nelayan tidak membeli semua kebutuhan untuk pembuatan rumah
mereka. Pohon-pohon yang ditembang oleh masyarakat nelayan yaitu pohon
mangrove. Masyarakat nelayan di Gampong Telaga Tujuh tidak semua memanfatkan pohon-pohon mangrove untuk pembuatan rumah mereka, hanya
sebagian saja yang memanfaatkannya. Penebangan hutan mangrove oleh nelayan dengan sistem tebang pilih, tidak sembarangan ditebang sesuai dengan
petunjuk Panglima Laôt. Pengambilan hutan mangrove oleh masyarakat nelayan yang kurang mampu hanya sebatas kebutuhan untuk rumah, biasanya hanya
untuk tiang rumah.
6. Peran Panglima Laôt Merupakan Badan Penghubung Antara Nelayan dengan Pemerintah dan Pawang Laôt dengan Pawang Laôt Lainnya.
Peran Panglima Laôt sebagai penghubung antara masyarakat nelayan dengan berbagai pihak, baik itu pemerintah, pawang laôt dan lain-lainya, guna
untuk pengembangan sumberdaya masyarakat nelayan. Hubungan tersebut, dari tingkat aparat gampong hingga Pemerintah Kota Langsa. Panglima Laôt menjadi
sebagai mitra Kepala Gampong
12
. Kemitraan ini mendapat legelitas adat, sehingga dalam hal kenelayanan khususnya dalam usaha penangkapan ikan
dilaut mutlak dibawah kendali Panglima Laôt. Sedangkan Kepala Gampong Telaga Tujuh bertanggung jawab masalah administrasi Pemerintahan seperti
pembuatan KTP, surat tanah, dan lain-lainya. Sebagai mitra kerja Kepala Gampong, Panglima Laôt ikut serta secara
langsung memberikan pendapat guna untuk meningkatkan sumberdaya nelayan. Sehingga dalam pertemuan pada tingkat pemerintahan Gampong yang
menyangkut dengan pengembangan sumberdaya masyarakat nelayan senantiasa turut serta dalam pertemuan tersebut.
Sebagai pengayom masyarakat nelayan Gampong Telaga Tujuh Panglima Laôt sebagai badan penghubung dengan pemerintah, diantaranya
12
Kepala Gampong maknanya Kepala Desa
dalam pembuatan surat izin berlayar, surat izin penangkapan ikan, dan lain- lainnya. Panglima Laôt telah menginformasikan kepada kantor pemerintahan
yang terkait, jumlah armada penangkapan ikan beserta alat tangkap yang digunakan di Gampong Telaga Tujuh untuk dapat dikeluarkan surat izin yang
dibutuhkan oleh masyarakat nelayan Gampong Telaga Tujuh. Panglima Laôt juga penghubung antara Pawang Laôt dengan Pawang
Laôt lainnya seperti, informasi tetang daerah penangkapan ikan fishing ground dilaut. Pawang laôt dalam melakukan pencarian gerombolan ikan di laut dapat
langsung ke daerah tujuan penangkapan yang telah di informasikan sebelumnya oleh Pawang Laôt lainya melalui Panglima Laôt, sehingga Pawang Laôt tersebut
dalam mencarik gerombolah ikan dengan mudah didapatkan.
Lembaga Pelaksana Peran Panglima Laôt
Lembaga atau organisasi pelaksanaan peran Panglima Laôt di Gampong Telaga Tujuh di antaranya Pawang pukat, Pawang jhareng jaring, Pawang
kawee pancing. Ketiga Pawang tersebut mempunyai keahlian dibidang kearifan lokal dalam usaha operasional penangkapan ikan di laut. Pengetahuan kearifan
lokal yang dimiliki oleh ketiga pawang tersebut antara lain; 1. Mengetahui tanda-tanda alam seperti awan gelap disebelah Barat
menandakan angin kencang akan bertiup, apabila disebelah utara menandakan hujan akan turun. Bintang pari berfungsi sebagai penunjuk
arah, bintang Timur berfungsi sebagai penunjuk waktu. 2. Gunung dan bukit merupakan tanda-tanda alam yang berfungsi sebagai
penunjuk arah pergi dan pulang bagi nelayan dalam melaksanakan operasi penangkapan ikan di laut.
3. Keadaan permukaan air riak-riak kecil merupakan tanda-tanda untuk mengetahui jenis dan besar kawanan ikan.
Dalam kegiatan usaha penangkapan ikan di laut ketiga Pawang tersebut sebagai pemimpin pada kapal ikan, berhasil atau tidak dalam usaha
penangkapan ikan tergantung keahlian Pawang. Apabila dalam melaksanakan operasi penangkapan ikan di laut terjadi perselisihan antara sesama nelayan
akan diselesaikan oleh Pawang tersebut, bila perselisihan tidak dapat terselesaikan oleh Pawang pukat, Pawang jhareng, Pawang kawe maka
persoalan diserahkan kepada Panglima Laôt.
Pawang pukat, pawang jhareng, pawang kawe di Gampong Telaga Tujuh secara tidak langsung dalam melaksanakan kegiatan di laut merupakan sebagai
perpanjangan peran Panglima Laôt. Peran Panglima Laôt yang dijalankan oleh ketiga pawang tersebut di antaranya :
1. Mengkoordinir setiap usaha penangkapan ikan di laut, seperti kapal ikan yang melakukan usaha penangkapan ikan di laut menggunakan alat tangkap
trawl melanggar Pasal 8 Keppres 39 Tahun 1980 yang merusak ekosisteam dan menghilangkan regenerasi ikan untuk selanjutnya. Hal ini
bila diketemukan diperairan Aceh oleh Pawang Laôt akan melaporkan atau menginformasikan segera ke Panglima Laôt. Panglima Laôt bekerjasama
dengan Airut, Kamla, Dinas Perikanan dan Kelautan menindak langsung sesuai hukum dan peraturan adat yang telah ditetapkan oleh lembaga
Panglima Laôt. 2. Menyelesaikan perselisihan yang terjadi di antara sesama anggota nelayan
atau kelompoknya, seperti perselisihan tentang sengketa rumpon tempat berkumpul ikan antara nelayan. Perselisihan yang terjadi tersebut
diselesaikan oleh Pawang pukat, jika perselisihan tidak dapat diselesaikan diserahkan kepada Panglima Laôt untuk menyelesaikan perselisihan
tersebut.
Performa Kelembagaan Panglima Laôt 1. Norma-Norma Tradisi yang Mengkultur
Hukum adat dan Adat laôt sudah menjadi norma-norma tradisi yang
mengkultur pada Panglima Laôt dalam menjalankan peran kelembagaan, dan dapat diuaraikan sebagai berikut .
a. Hukum Adat laôt Di wilayah Aceh dikenal beberapa hari pantang melaut, yakni sebagai
berikut : 1. Kenduri adat laôt dilaksanakan selambat-lambatnya tiga Tahun sekali atau
ketergantungan kesempatan dan kesanggupan nelayan setempat, dinyatakan tiga hari pantangan melaut pada acara kanduri tersebut,
dihitung sejak keluar matahari pada hari kenduri hingga tenggelam matahari pada hari ketiga.
2. Hari Jum’at dilarang melaut selama satu hari sejak tenggelam matahari pada hari kamis hingga terbenam matahari pada hari Jum’at.
3. Hari Raya Aidul Fitri, dilarang melaut selama dua hari dihitung sejak tenggelam matahari pada hari megang hingga terbenam matahari pada
kedua hari raya. 4. Hari Raya Aidul Adha, dilarang melaut selama dua hari dihitung sejak
tenggelam matahari pada hari megang hingga terbenam matahari pada hari raya.
5. Hari Kemerdekaan 17 Agustus dilarang melaut selama satu hari, terhitung mulai tenggelam matahari pada tanggal 16 Agustus sampai dengan
terbenam matahari pada 17 Agustus. 6. Tanggal 26 Desember merupakan hari pantang laôt baru yang disepakati
dalam Rapat Dewan Meusapat Panglima Laôt Se-Aceh di Banda Aceh pada tanggal 9-12 Desember 2005, untuk mengenang bencana gempa
dan gelombang tsunami yang terjadi pada hari minggu tanggal 26 Desember 2004. Pantang laôt tanggal 26 Desember dimulai sejak terbitnya
matahari hingga terbenamnya matahari tanggal 26 Desember . b. Sanksi
Bagi nelayan yang melanggar ketentuan tersebut pada butir 1.a di tas, dikenakan sanksi sebagai berikut:
1. Seluruh hasil tangkapan disita. 2. Dilarang melaut minimal tiga hari dan maksimal tujuh hari.
c. Adat sosial
.
Adat sosial dalam operasi penangkapan ikan di laut dan kehidupan nelayan sebagai berikut:
1. Pada saat terjadinya kerusakan kapalboat atau alat penangkapan ikan di laut mereka memberi suatu tanda yaitu menaikkan bendera sebagai
meminta bantuan SOS, bagi boat yang melihat aba-aba tersebut langsung datang memberikan pertolongan.
2. Jika terjadi musibah tenggelam nelayan di laut, seluruh boat yang mendapat mayat di laut, boat tersebut berkewajiban mengambil dan
membawa mayat tersebut kedaratan. d. Adat pemeliharaan lingkungan:
Adat untuk menjaga atau memelihara lingkungan di wilayah pesisir sebagai berikut:
1. Dilarang melakukan pemboman, meracun, pembiusan, penglistrikan, pengambilan terumbu karang dan bahan-bahan lain yang dapat merusak
lingkungan hidup ikan dan biota lainnya. 2. Dilarang menebangmerusak pohon-pohon kayu dipesisir pantai laut
seperti, pohon aruncemara, pandan, ketapang, bakau manggrove, dan pohon lainnya, yang hidup dipantai.
3. Dilarang menangkap ikanbiota laut lainnya, yang dilindungi lumba- lumba, penyu, dan lain-lain.
e. Kenduri Laôt Adat kanduri Laôt masing-masing Daerah Tinggkat Il dalam Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam, mempunyai ciri khas tersendiri dan bervariasi satu dengan yang lainnya, menurut keadaan masing-masing daerah, dan
tetap memperhatikan nilai-nilai yang islami. f. Barang hanyut.
Setiap barang perahu, boat panglong dan lain-lain yang hanyut di laut dan diketemukan oleh seorangnelayan, harus diserahkan kepada
Panglima Laôt setempat untuk kepengurusan selanjutnya.
2. Lain-lainnya