kelembagaan Panglima Laôt, dengan mudah dapat mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. Panglima Laôt beserta pengurusnya transparan kepada masyarakat
nelayan Gampong Telaga Tujuh tidak pathernalistik Manajemen tertutup, begitu juga sesama pengurus. Masyarakat nelayan tidak menuduh atau berprasangka
tidak baik terhadap Kelembagaan Panglima Laôt. Masyarakat nelayan sangat menghormati dan patuh kepada Panglima
Laôt, disebabkan kewibawaan Panglima Laôt sebagai pengayom masyarakat nelayan seperti, dalam mengambil keputusan, serta melibatkan seluruh koponen
nelayan diikuti sertakan. Hal-hal ini yang harus dipertahankan oleh Panglima Laôt dalam mengayom masyarakat, sehingga Panglima Laôt beserta
pengurusnya menjadi penyampaian aspirasi nelayan dalam membangunan masyarakat adil dan sejahtera.
3. Revitalisasi Peran Panglima Laôt
Aktifnya peran
Panglima Laôt di Gampong Telaga Tujuh, mulai terlihat setelah adanya pertemuanmusyawarah Panglima Laôt Se-Provinsi Aceh,
tanggal 6-7 bulan Juni Tahun 2000 di Banda Aceh. Hasil pertemuan ini, Panglima Laôt Gampong Telaga Tujuh mempunyai podoman dalam melaksanakan
tugasperan untuk dijalankan di masyarakat wilayah pesisir. Pada tanggal 19-20 bulan Maret Tahun 2001 diadakan duek pakat adat laôtPanglima Laôt Se-Aceh
di Sabang untuk menyempurnakan hasil musyawarah Panglima Laôt Se-Provinsi Aceh, tanggal 6-7 bulan Juni Tahun 2000.
Dalam penyempurnaan tersebut, hasil duek pakat adat laôtPanglima Laôt Se- Aceh telah memutuskan antara lain:
1. Hukum adat laut dan adat-istiadat merupakan hukum adat yang diberlakukan oleh masyarakat nelayan untuk menjaga ketertiban dalam penangkapan ikan
dan kehidupan masyarakat nelayan dipantai. 2. Untuk mendukung tetap tegaknya hukôm adat laôt sebagai pengisi
kekosongan hukum positif nasional dalam bidang keperdataan laut, diperlukan keikut sertaan Pemerintah terutama aparat keamanan negara untuk
melindungi Panglima Laôt pada saat menetapkan sanksi-sanksi adat. 3. Keputusan Musyawarah Panglima Laôt tentang hukôm adat laôt, merupakan
kelengkapan dari hukôm adat laôt yang sudah ada sebelumnya, dari masing- masing Daerah Tingkat II dalam Provinsi Aceh. hal tersebut diharapkan
seluruh Panglima Laôt di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam supaya dapat mengumumkan kepada seluruh nelayan yang ada dalam wilayahnya masing-
masing. 4. Hukom adat laôt dalam Provinsi Aceh merupakan hukum adat yang berlaku di
Daerah Tingkat II masing-masing. Nelayan dan pengusaha perikanan laut yang melakukan usaha penangkapan ikanusaha dibidang perikanan laut di
Tingkat II harus tunduk pada hukum adat yang berlaku didaerah tersebut. 5. Panglima Laôt merupakan lembaga adat yang kedudukannya befungsi
sebagai ketua adat bagi nelayan diwilayah pesisir, serta unsur penghubung antara Pemerintah dengan rakyat nelayan. Panglima Laôt juga sebagai yang
mengsukseskan program pembangunan, dan program Pemerintah secara umumnya.
6. Hasil musyawarah dikirimkan kepada seluruh instansi terkait, dengan harapan bila timbul masalah-masalah yang menyangkut dengan hukôm adat laôt dapat
dibantu dan melindungi hukum adat laôt dilapangan. Sebelum Aceh damai peran Kelembagaan Panglima Laôt tetap berjalan,
tetapi tidak berjalan sebagaimana mestinya. Dalam menrevitalisai kelembagaan Panglima Laôt harus terpokus dalam peran-peran yang telah ditetapkan Hasil
Duek Pakat Adat LaotPanglima Laôt Se-Aceh di Sabang, tanggal 19-20 Maret 2001. Kelembagaan Panglima Laôt menjadi kelembagaan yang eksis dalam
mengayomi masyarakat nelayan dalam kedudukan sebagai pemimpin teratas dari persekutuan Hukum Adat Laôt.
Menguatkan peran Kelembagaan Panglima Laôt dalam menjagamengawasi sumberdaya pesisir berkelanjutan, ada suatu pemahaman
bahwa sumberdaya yang ada bukanlah warisan nenek moyang, tapi titipan ke anak cucu. Pemahaman ini dengan sekuat tenaga terus dipertahankan
masyarakat nelayan melalui pelaksanaan hukôm adat laôt secara serius. Adat Laôt kemudian tidak hanya menjadi teks bahwa adat hanya sebagai prosesi
belaka, tetapi juga adat laôt memiliki makna yang besar dalam pengelolaan lingkungan hidup diwilayah pesisir. Untuk menguatkan revitalisasi peran
Kelembagaan Panglima Laôt dalam mengawasi dan memelihara hukum adat laôt sebagai berikut :
1. Mengawasi tata cara penangkapan ikan; hukôm adat laôt sudah mempunyai aturan tersendiri dalam melakukan penangkapan ikan di laut, yakni melalui
batasan menggunakan jaring yang ramah lingkungan. Kedepan, pengawasan dan koordinasi dengan berbagai pihak yang berwenang dalam tata cara
penangkapan ikan akan dilakukan lebih maksimal. 2. Pengawasan batas ruang hukôm adat laôt dimasing-masing lhôk; hal ini
dilandasi oleh adanya otonomi wilayah dalam rangka hukôm adat laôt. Dapat dikatakan, masing-masing lhôk memiliki hak ulayat kekuasaan yang dikelola
dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat nelayan dimasing- masing wilayah.
3. Pengenalan hukôm adat laôt kepada generasi muda dan anak-anak; maka perlu adanya pendokumentasian dan pendistribusian informasi tentang
hukôm adat akan dilakukan dengan media, seperti surat kabar, buku media eloktronik, dan sebagainya. Termasuk usaha mengusulkan agar hukum adat
laôt menjadi salah satu materi dalam kurikulum pendidikan. 4. Pelaksanaan upacara adat laôt dimasing-masing lhôk, merupakan bagian
penting dalam menegakan dan revitalisasi hukôm adat laôt. 5. Penguatan Panglima Laôt dalam pengelolaan konflik masyarakat nelayan,
karena peran dan fungsi utama Kelembagaan Panglima Laôt adalah resolusi konflik, yakni bagaimana konflik di wilayah pesisir dan masyarakat nelayan
dihilangkan dan diminimalisir seminim mungkin.
84
Tabel 8. Peran Panglima Laôt Sebelum Revitalisasi dan Sesudah Revitalisasi di Gampong Telaga Tujuh. PERAN PANGLIMA LAÔT SEBELUMNYA
PERAN PANGLIMA LAÔT SETELAH DIREVITALISASI
Peran Panglima Laôt di Gampong Telaga Tujuh tidak dapat berjalan sebagai mana mestinya
disebab oleh kondisi Aceh dalam keadaan konflik. Peran yang seharusnya dijalankan sebagai berikut:
1. Melihara dan mengawasi ketentuan-ketentuan hukum adat dan istiadat.
2. Mengkoordinir setiap usaha penangkapan ikan di laut.
3. Menyelesaikan perselisihansengketaan yang terjadi di antara sesama anggota nelayan atau
kelompoknya. 4. Memutuskan dan menyelenggarakan upacara
adat laôt. 5. Menjagamengawasi agar pohon-pohon ditepi
pantai jangan ditebang. 6. Merupakan badan penghubung antara nelayan
dengan pemerintah dan Pawang Laôt dengan Pawang Laôt lainnya .
1. Peran Panglima Laôt melihara dan mengawasi ketentuan-ketentuan hukum adat dan istiadat laôt. Hal ini, telah dapat diperankan oleh Panglima Laôt sesuai pedoman hasil
pertemuanmusyawarah Panglima Laôt Se-Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2000.
2. Peran Panglima Laôt mengkoordinir setiap usaha penangkapan ikan di laut. Dalam peran ini, Panglima Laôt tidak dapat menjalankan sepenuhnya untuk mengkoordinir
ke daerah penangkapan fising ground karena Panglima Laôt tidak mempunyai armada operasional di laut.
3. Peran Panglima Laôt tatacara menyelesaikan perselisihan sengketaan yang terjadi di antara sesama anggota nelayan atau kelompoknya. Untuk menjalankan peran
tersebut, Panglima Laôt telah dapat melaksanakan kembali sesuai pedoman hasil pertemuanmusyawarah Panglima Laôt se-Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
Tahun 2000.
4. Peran Panglima Laôt memutuskan dan menyelenggarakan upacara adat laôt. Peran tersebut, sudah dapat diperankan oleh Panglima Laôt sesuai pedoman hasil
pertemuanmusyawarah Panglima Laôt se-Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2000.
5. Peran Panglima Laôt menjagamengawasi agar Pohon-pohon Ditepi Pantai Jangan Ditebang. Dalam hal ini Panglima Laôt, dapat menjegah dalam penebangan pohon-
pohon di tepi pantai tetapi kondisi pendapatan nelayan yang tidak menentu. Sehingga dalam kebutuhan pembuatan rumah atau rehap rumah terpaksa mengambil pohon-
pohon ditepi pantai. Dalam penebangan pohon tesebut sesuai dengan petunjuk
Panglima Laôt agar jangan ditebang sembarangan.
6.
Peran Panglima Laôt Panglima Laôt merupakan badan penghubung antara nelayan dengan pemerintah dan Pawang Laôt dengan Pawang Laôt lainnya. Dalam peran ini,
Panglima Laôt dapat menjalankan peran sesuai dengan aspirasi masyarakat nelayan dan sesuai dengan keinginan Pawang Laôt di Gampong Telaga Tujuh.
84
4. Penguatan Hubungan Kelembagaan Panglima Laôt