Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Gambaran Umum Lokasi Penelitian

23

III. METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di hutan mangrove yang berada dalam kawasan Taman Nasional Kepulauan Togean TNKT Kabupaten Tojo Unauna. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 2 dan 3. Lokasi penelitian ditentukan berdasarkan hasil survey pendahuluan serta dukungan data dari CII-Togean Program tentang situasi dan kondisi hutan mangrove di kawasan TNKT. Deskripsi titik koordinat masing-masing lokasi penelitian sebagaimana tercantum pada Tabel 1. Penelitian ini dilaksanakan sejak Pebruari 2007 sampai Juli 2007. Tabel 1. Deskripsi titik koordinat lokasi penelitian No. Lokasi Koordinat Jenis penutupan lahan mangrove 1 Desa Lembanato S 00 o 20’04,8” E 121 o 57’02,6” Hutan mangrove lebat 2 Desa Taningkola S 00 o 25’50,0” E 121 o 49’33,8” Hutan mangrove sedang 3 Teluk kilat Hole kilat S 00 o 22’43,0” E 121 o 56’50,9” Hutan mangrove jarang 4 Desa Taningkola S 00 o 25’50,0” E 121 o 49’33,8” Kebun campuran 5 Desa Baulu S 00 o 21’36,3” E 121 o 59’10,8” Tambak non tumpangsari 6 Desa Baulu S 00 o 21’40,9” E 121 o 59’08,2” Lahan kosong

B. Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah; 1 contoh tanah komposit serasah, humus dan tanah, 2 alkohol 70 digunakan selama analisis di laboratorium dan lapangan, 3 gliserin digunakan di lapangan untuk mengurangi penguapan alkohol, dan 4 bahan-bahan kimia untuk analisis tanah di laboratorium. Alat-alat yang digunakan adalah; 1 cangkul kecil, 2 parangpisau, 3 ring sampel, 4 termometer tanah 5 tabung plastik bekas isi film, 6 gelas plastik, 7 kantong blacukarung terigu, 8 pita ukur 200 cm, 9 penggaris 20 cm, 10 soil tester, 11 pinset, 12 kamera digital, 13 GPS Garmin III plus, 14 tali plastik, 15 mikroskop binokuler, 16 peralatan untuk analisis tanah di laboratorium dan 17 peralatan untuk identifikasi Hexapoda tanah.

C. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Wilayah kepulauan Togean letaknya terpencil dan terisolasi dari daratan yang luas karena dibatasi oleh wilayah perairan. Kepulauan ini terdiri dari ± 50 pulau besar dan kecil dengan 7 pulau utama yaitu Batudaka, Togean, Talatakoh, Waleabahi, Waleakodi, 24 Una-Una dan Malenge Gambar 2. Penunjukkannya sebagai Taman Nasional berdasarkan SK Menteri Kehutanan RI No. 418Menhut2004, yang menempati luas kawasan sebesar 362.605 ha dengan luas daratan termasuk kawasan hutan sekitar 25.832 ha, dengan rincian : 1 hutan lindung 10.659 ha; 2 hutan produksi terbatas 193 ha; 3 hutan produksi tetap 11.759 ha; 4 hutan produksi yang dapat dikonversi 3.221 ha, selebihnya merupakan wilayah perairan. Secara geografis Kepulauan ini terletak di tengah Teluk Tomini yang memanjang dari barat ke timur pada posisi koordinat 00 o 08’21”- 00 o 45’12” LS dan 121 o 33’21”-122 o 231’36” BT, dengan luas daratan ± 755,4 Km2 BPS, 2006; Anonim 2007. Gambar 2. Kawasan Taman Nasional Kepulauan Togean seluas ± 362,605.00 ha berdasarkan SK Menhut. No. 418Menhut-II2004, tanggal 19 oktober 2004 Secara administrasi kepulauan Togean termasuk dalam wilayah Kabupaten Tojo Una-Una sejak tahun 2003 yang merupakan kabupaten pemekaran dari Kabupaten Poso Provinsi Sulawesi Tengah. Pengelolaannya masih mengacu pada Rencana Detail Tata ruang RDTR yang dibuat oleh Kabupaten Poso sebagai kabupaten induk. Dibagi menjadi 4 kecamatan yaitu Una-Una, Togean, Walea Kepulauan dan Walea dengan jumlah desa 25 keseluruhan mencapai 48 desa. Kecamatan Una-Una terdiri dari Pulau Una-Una dan Batudaka dengan ibukota kecamatan berkedudukan di Wakai Batudaka. Kecamatan Togean terdiri dari Pulau Togean dan beberapa pulau kecil dengan ibukota kecamatan berkedudukan di Lebiti Togean. Kecamatan Walea Kepulauan terdiri dari Pulau Talatakoh, Malenge dan Waleakodi dengan ibukota kecamatan berkedudukan di Popolii Waleakodi, sedangkan kecamatan Walea terdiri dari Pulau Waleabahi dan beberapa pulau kecil lainnya dengan ibukota kecamatan berkedudukan di Pasokan Waleabahi BPS, 2006; Anonim 2007. Kepulauan Togean dan sekitarnya mempunyai dua musim yakni musim kemarau dari bulan April sampai Oktober dan musim hujan dari bulan Desember sampai Maret. Berdasarkan tipe iklim Schmidt dan Ferguson, kepulauan ini umumnya termasuk dalam kawasan tipe E dan D 500-2000 mmthn. Sumber mata air tersebar di daerah tertentu seperti lembah, daerah pesisir dan sekitar tanaman bakau BPS., 2006. Kepulauan Togean merupakan bagian dari ekosistem terumbu karang penting dari ”Segitiga Terumbu Karang” Coral Triangle yang merupakan area-area yang memiliki keragaman karang tertinggi di dunia. Coral triangle ini meliputi wilayah Indonesia, Philipina, Malaysia, Papua Nugini, hingga Micronesia. Terumbu karang di kepulauan ini oleh Marine RAP 2001, dalam CII-Togean Program, 2005 dinyatakan sebagai “The Heart of Coral Triangle”, kaya akan keanekaragaman hayati laut dengan tipe terumbu karang fringing reef, karang penghalang barrier reef, dan karang cincin atoll yang letaknya berdekatan satu sama lain. Kepulauan Togean memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, khususnya pada ekosistem hutan mangrove. Survey oleh CI-Indonesia dan Yayasan Pijak 2001 meng- identifikasi sekitar 33 spesies mangrove yang terdiri dari 19 spesies mangrove sejati true mangrove dan 14 spesies mangrove ikutan associate mangrove yang dikelompokan ke dalam 26 genus dan 21 famili. Fauna yang teridentifikasi hidup di hutan mangrove yaitu sekitar 50 spesies yang tergolong dalam 47 genus, yaitu golongan Aves 10 genus, Pisces 10 genus, Amphibia 2 genus, Reptilia 3 genus, Mamalia 2 genus, dan Benthos 20 genus CII-Togean Program, 2005. Berdasarkan hasil klasifikasi citra, bahwa ekosistem mangrove tersebar hampir di sepanjang garis pantai pulau-pulau yang ada di Kepulauan Togean. Wilayah pesisir yang 26 paling banyak memiliki ekosistem mangrove adalah sepanjang garis pantai P. Togean, merupakan kawasan ekosistem mangrove yang terluas; pesisir timur P. Batudaka, yaitu pada kawasan pesisir yang bersebelahan dengan P. Togean; dan pantai di sebelah selatan P. Talatakoh yang bersebelahan dengan P. Togean. Sementara itu di pulau-pulau yang lain juga terdapat ekosistem mangrove, namun dengan luasan yang relatif lebih sedikit dibandingkan dengan ketiga pulau tersebut. Secara spasial, luasan mangrove yang diestimasi dari hasil klasifikasi citra satelit tahun 2001 dibandingkan dengan hasil klasifikasi peta citra tahun 2007 menunjukkan bahwa terjadi penurunan luas mangrove dari 5.322,837 ha turun menjadi 5.050,91 ha, atau selama 6 tahun terjadi penurunan luas mangrove sebesar 271,93 ha 5,11 dari luas pada tahun 2001 Anonim, 2007. Gambar 3. Lokasi penelitian berdasarkan jenis tutupan hutan mangrove di kawasan Taman Nasional Kepulauan Togean. Keterangan lokasi pengamatan : 1. Desa Taningkola; 2. Teluk Kilat desa Lembanato; 3. Desa Baulu Lokasi penelitian terletak di pulau Batudaka dan Togean. Kedua pulau ini dipilih atas pertimbangan bahwa kedua pulau tersebut merupakan gugusan pulau yang terbesar dan memiliki garis pantai yang terpanjang di antara gugusan pulau lainnya di kepulauan Togean. Lokasi pengumpulan spesimen yang dipilih adalah hutan mangrove yang belum dikonversi hutan mangrove lebat, hutan mangrove sedang, hutan mangrove jarang, dan hutan mangrove yang telah dikonversi menjadi kebun campuran, tambak non tumpang-sari, dan lahan kosong. Kondisi fisik jenis-jenis penutupan lahan 3 27 pada ekosistem mangrove di masing-masing lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 7. Adapun deskripsi masing-masing lokasi pengamatan dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Hutan Mangrove Lebat

Hutan mangrove lebat merupakan hutan mangrove yang vegetasinya didominasi oleh mangrove sejati seperti Rhizophoraceae, Xylocarpus dan Bruguiera. Kondisi hutan ini didominasi oleh tegakan dengan kerapatan pohon yang cukup tinggi, penutupan tajuk pohon yang cukup baik menyebabkan udara di dalam hutan terasa sejuk. Kondisi di lantai hutan relatif lembab atau basah dengan serasah yang tergolong tebal. Hutan mangrove lebat ini salah satunya terdapat di pulau Togean yaitu di sekitar teluk kilat, desa Lembanato.

2. Hutan Mangrove Sedang

Hutan mangrove sedang merupakan hutan mangrove yang di tumbuhi oleh vegetasi mangrove sejati seperti Rhizophoraceae, Lumnitzera dan Bruguiera dengan kondisi tegakan pohon yang tidak terlalu rapat, sehingga berkas sinar matahari dapat mencapai lantai hutan dan keadaan di dalam hutan tidak terlalu gelap, kondisi lantai hutan sedikit lembab dan serasah tergolong sedang. Salah satu hutan mangrove tipe ini terdapat di pulau Batudaka yaitu di sekitar desa Taningkola.

3. Hutan Mangrove Jarang

Lokasi pengambilan spesimen untuk hutan mangrove jarang ini dilakukan di pulau Togian yaitu di sekitar teluk kilat hole kilat. Vegetasi hutan mangrove ini terdiri dari mangrove sejati seperti Rhizophoraceae, Heritiera dan Lumnitzera yang kondisi tegakan pohonnya sudah sangat jarang, sehingga sinar matahari dapat langsung menyinari lantai hutan yang di tumbuhi rumput. Di samping itu, di lokasi ini ditemukan juga mangrove ikutan seperti jenis pandan bakau, paku laut. Serasah di sekitar lokasi ini tergolong sedang sampai tipis, yang berasal dari rumput maupun tumbuhan di sekitarnya.

4. Kebun Campuran

Kebun campuran merupakan kebun yang tumbuhannya terdiri dari berbagai jenis tanaman, antara lain tanaman perkebunan. Daerah ini sebelumnya merupakan hutan mangrove yang oleh masyarakat setempat dikonversi menjadi kebun campuran. Lokasi 28 kebun campuran ini salah satunya berada di pulau Batudaka, tepatnya di desa Taningkola. Tanaman yang dominan ditemukan di kebun campuran ini adalah tanaman kelapa. Di samping itu, ditemukan juga vegetasi berupa semak dan tumbuhan bawah sejenis rumput- rumputan. Hal ini dimungkinkan karena tajuk pohon tidak menghalangi cahaya matahari masuk ke lantai hutan, sehingga tumbuhan bawah bisa tumbuh. Banyaknya jenis tumbuhan yang terdapat di kebun campuran, sehingga serasah di lokasi ini tergolong tebal.

5. Tambak Non Tumpangsari

Daerah ini merupakan daerah hutan mangrove yang telah dikonversi menjadi tambak. Tambak yang diamati ini bukan merupakan tambak tumpangsari, karena seluruh vegetasi mangrove di sekitar tambak telah dibersihkan. Di lokasi ini tidak ditemukan vegetasi, yang tersisa hanya akar-akar dari tumbuhan mangrove. Serasah di lokasi ini tergolong sedang yang berasal dari pohon dan ranting yang lapuk, serta akar pohon mangrove. Lokasi tambak non tumpangsari ini salah satunya terdapat di pulau Togean di sekitar desa Baulu.

6. Lahan Kosong

Lahan kosong yang terdapat di sekitar desa Baulu pulau Togean, sebelumnya merupakan hutan mangrove. Vegetasi mangrovenya oleh penduduk setempat dimanfaatkan untuk kayu bakar dan bahan bangunan. Setelah vegetasi mangrovenya dibabat untuk kepentingan komersial, kemudian lahan ini ditinggalkan tanpa dilakukan penanaman kembali revegetasi. Eksploitasi berlebihan oleh masyarakat setempat menyebabkan kematian vegetasi mangrove secara alami, di lokasi ini hanya ditumbuhi oleh tumbuhan bawah jenis kangkung pantai Ipomoea pes-caprae dan paku cai Acrostichum aureum L.. Kurangnya keberadaan rumput dan semak di sekitar lokasi, menyebabkan serasah di lahan kosong ini tergolong agak tipis.

D. Metode Pengambilan Data