52
B. Pembahasan
B.1. Keanekaragaman Hexapoda Tanah
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa Hexapoda tanah yang diperoleh dengan menggunakan metode PFT dan PCT adalah sebanyak 2.567 individu, yang terdiri
atas 2.078 individu Collembola dan 489 individu Insecta Tabel 5 dan 6. Suku atau famili yang terkumpul seluruhnya berjumlah 28 suku dan 12 ordo, yang terdiri dari 4 suku
Collembola dan sisanya 24 adalah suku-suku Insecta. Collembola merupakan salah satu Filum Arthropoda tanah dan merupakan kelompok Hexapoda tanah yang keanekaragaman
jenis dan jumlah individunya tinggi. Menurut Haq dan Ramani 1988, besarnya populasi fauna tanah tergantung pada kontribusi kelompok Collembola dan Acarina. Di
samping itu, beberapa kelompok Acarina merupakan predator bagi Collembola, sehingga terdapat korelasi antara jumlah Collembola dan Acarina Mercianto, 1994.
Secara keseluruhan dengan menggunakan metode PFT dan PCT total jumlah individu Hexapoda tanah Gambar 8 dan 9 dan rata-rata jumlah suku Hexapoda tanah
Tabel 9 di hutan mangrove yang belum dikonversi lebih rendah dari pada hutan mangrove yang telah dikonversi terutama pada komunitas kebun campuran. Hal ini
diduga berkaitan dengan beragamnya jenis tumbuhan dan vegetasi yang tumbuh di daerah yang telah dikonversi, di samping itu adanya perubahan vegetasi di atas permukaan
tanah, memberi pengaruh tidak langsung terhadap kehadiran Hexapoda tanah. Seperti yang dinyatakan oleh Watt 1973 dalam Adianto 1993, bahwa lingkungan fisik dan
kimia yang mantap memungkinkan terkumpulnya keanekaragaman biologis dalam ekosistem dewasa mantap yang menunjang kestabilan populasi. Jadi perubahan
lingkungan habitat suatu komunitas dapat menurunkan populasi atau menaikkan populasi suatu organisme yang lain, ataupun dapat menyebabkan bermigrasinya suatu kelompok
fauna ke tempat yang lebih sesuai untuk hidupnya atau bahkan hilangnya suatu spesies atau kelompok fauna dari habitat aslinya yang telah mengalami perubahan tadi
Wurmbach, 1968 dalam Adianto, 1993.
B.1.1. Metode PFT
Metode perangkap Pitfall Traps PFT merupakan metode yang cukup memberi hasil yang baik dalam jumlah dan keanekaragaman takson. Keterbatasan metode PFT ialah
53
Hexapoda yang ditangkap hanyalah yang merayap dan aktif berkeliaran di permukaan tanah Golley, 1977 dalam Suhardjono, 1985. Pernyataan ini sesuai dengan data dari
hasil penelitian yang telah dilakukan di hutan mangrove yang belum dikonversi maupun yang telah dikonversi. Total jumlah individu Hexapoda tanah yang diperoleh dengan
metode PFT cenderung lebih tinggi 2.379 individu daripada dengan metode PCT 188 individu Tabel 5 dan 6; Gambar 8 dan 9.
Perbedaan ini diduga berhubungan dengan metode pengumpulan sampel Hexapoda tanah yang digunakan. Pada metode PCT, volume sampel tanah yang diambil
dibatasi pada ukuran petak 10 x 10 cm dan ketebalan antara 6-8 cm, dengan sekali pengambilan waktu terbatas. Sedangkan dengan metode PFT, pengumpulan sampel
Hexapoda tanah lebih terbuka dengan waktu yang relatif lama selama 22 jam sehingga hasil yang diperoleh lebih banyak dibanding metode PCT. Dugaan lain, berkaitan dengan
kondisi iklim di lokasi pengambilan sampel yang tergolong kering waktu pencuplikan bulan Mei - Juni. Pada permukaan tanah yang kering menyebabkan fauna tanah lebih
cenderung bermigrasi ke lapisan yang lebih dalam, atau mungkin berada dalam tahap pradewasa telur dan pupa atau sebaliknya bentuk dewasa yang aktif terbang, sehingga
tidak dapat terpilah oleh Corong Barlese. Setiadi 1989 mengemukakan bahwa kegiatan organisme tanah dipengaruhi oleh musim dan ke dalaman tanah. Kegiatan organisme tanah
terbesar terjadi pada musim semi dan gugur, sebaliknya menurun pada musim panas dan dingin. Di samping itu, sebagian besar dari anggota Hexapoda yang tertangkap dengan
metode PFT adalah yang hidup berkeliaran di atas permukaan tanah, yang masuk perangkap secara tidak sengaja kemungkinan karena terangsang oleh bau alkohol,
karena alkohol merupakan zat yang cukup baik sebagai daya tarik banyak suku dari Hexapoda Collembola dan Insecta Suhardjono, 1997.
Takson yang jumlah individunya paling banyak dan ditemukan hampir di setiap jenis penutupan lahan adalah Collembola, kemudian Hymenoptera Formicidae, dan
Orthoptera Tabel 5. Ditemukannya takson tersebut hampir di setiap jenis penutupan lahan menunjukkan kemampuannya beradaptasi dengan berbagai kondisi fisik
setempat. Di samping itu terutama Collembola, merupakan takson yang jumlah individunya cukup besar dan memiliki keanekaragaman yang tinggi. Sesuai dengan
pernyataan Wallwork 1976 besarnya populasi Collembola, Hymenoptera semut dan Acarina tungau mencapai 80 dari populasi Arthropoda yang ada, merupakan ciri khas
54
hutan tropik. Pernyataan tersebut diperkuat oleh hasil penelitian Suhardjono 1985; 1997, Rahmawaty dkk. 2000 dan Rohyani 2001. Kemudian Russell 1988 dalam
Suwondo 2002 menyebutkan bahwa Collembola merupakan mikroarthropoda tanah yang paling melimpah baik jumlah maupun keanekaragamannya serta memiliki agihan yang luas.
Selanjutnya Takeda 1981 dalam Suwondo 2002 menyebutkan bahwa Collembola merupakan mikroarthropoda yang dominan pada habitat tanah, selain itu Collembola menyukai
habitat permukaan tanah yang banyak mengandung serasah dari jatuhan daun, ranting serta bagian tumbuhan lainnya.
Pada hutan mangrove yang belum dikonversi, total jumlah individu 485 individu dengan jumlah suku NO Hexapoda tanah tertinggi di hutan mangrove lebat
Gambar 8, sedangkan jumlah suku Hexapoda tanah yang melimpah N1 dan yang paling melimpahnilai dominansi N2 tertinggi ada di hutan mangrove jarang Tabel
9. Tingginya dominansi jumlah individu dan ordo Hexapoda tanah pada hutan mangrove lebat diduga berkaitan dengan kerapatan pohon mangrove. Menurut Arief 2007 keadaan
kerapatan pohon sangat menguntungkan bagi kepadatan fauna tanahHexapoda tanah, karena pohon merupakan tunjangan yang berarti bagi kehidupannya. Tegakan dan tajuk
pohon mampu berperan sebagai penghalang langsung dari sinar matahari atau menjadi naungan bagi Hexapoda tanah. Di sisi lain, sinar matahari juga merupakan tunjangan
kehidupan bagi pohon dalam hal proses fotosintesis. Hexapoda yang banyak ditemukan di hutan mangrove sedang dan mangrove
jarang selain Collembola adalah Orthoptera Gryllidae dan Hymenoptera Formicidae Tabel 5. Tingginya jumlah kedua ordo ini terutama formicidae diduga karena pada
hutan mangrove sedang dan jarang, kondisi tegakan pohon mangrove sejati semakin jarang akibat aktifitas masyarakat sekitar yang memanfaatkan pohon mangrove antara
lain untuk kebutuhan kayu bakar dan pewarnaan jaring, sehingga memungkinkan lebih banyak sinar matahari yang mencapai lantai hutan. Dugaan ini diperkuat oleh Suwondo
2002 bahwa Formicidae lebih menyukai tempat yang terbuka, karena Formicidae umumnya bertindak sebagai pemangsa kelompok serangga lainnya. Selanjutnya
Adisoemarto 1974 dalam Suhardjono 1985 menyatakan bahwa selain makanan, Orthoptera juga membutuhkan ruang terbuka dan sinar matahari untuk aktifitas geraknya.
Sedangkan keberadaan Hymenoptera di suatu habitat dipengaruhi oleh faktor ketersediaan bahan makanan, kelembaban tanah, pencahayan dan sarang yang dibangun Wallwork,
55
1970. Di samping itu, terdapatnya jenis mangrove ikutan Paku laut A. aureum dan rumput-rumputan dengan serasah yang tergolong sedang, merupakan sumber makanan
dan tempat yang paling disukai kedua ordo tersebut. Dugaan ini diperkuat Borror et al. 1996, bahwa Orthoptera merupakan Hexapoda tanah yang sering ditemukan di
berbagai habitat, terutama daerah kering dan berumput. Selain itu, Orthoptera merupakan kelompok Hexapoda yang suka memakan bagian tumbuhan segar.
Tumbuhan yang di makan adalah rumput dan gulma Suhardjono, 1985. Tingginya nilai NO jumlah suku Hexapoda tanah dan perolehan jumlah individu
pada hutan mangrove lebat dibandingkan dengan hutan mangrove yang belum dikonversi lainnya diduga berkaitan dengan ketebalan serasah dan tingginya kandungan bahan
organik tanah C-organik. Sumber bahan organik di lantai hutan berasal dari guguran daun, ranting dan cabang yang juga disebut serasahlitter Foth, 1998. Serasah ini
akan digunakan oleh Hexapoda permukaan tanah sebagai sumber makanan dan tempat hidup, karena umumnya serasah adalah daerah yang kaya akan sumber makanan, jadi
semakin tebal serasah semakin banyak bahan makanan yang dapat diolah untuk menghasilkan garam-garam mineral dari proses metabolisme Hexapoda tanah
Suhardjono, 1987; Situmorang, 1999. Pada lokasi penelitian hutan mangrove yang telah dikonversi perolehan total
jumlah individu 710 individu dengan jumlah suku NO Hexapoda tanah tertinggi di kebun campuran Gambar 8, sedangkan jumlah suku Hexapoda tanah yang melimpah
tertinggi di lahan kosong dan kebun campuran, selanjutnya jumlah suku yang paling melimpah tertinggi di lahan kosong Tabel 9. Keadaan ini menggambarkan bahwa
daerah yang telah dikonversi dapat memberikan kontribusi yang cukup berarti bagi keberadaan Hexapoda tanah. Di setiap daerah yang telah dikonversi memiliki
keunggulan tersendiri yang memungkinkan kehadiran takson tertentu, sehingga mengakibatkan adanya fauna tanah yang khas.
Kebun campuran memiliki jumlah individu, jumlah ordo dan suku Hexapoda tanah tertinggi yaitu 710 individu, 11 ordo dan 22 suku, keadaan ini diduga karena
pada lokasi tersebut ditemukan jenis tumbuhan yang cukup beragam dibandingkan lokasi penelitian lainnya. Tumbuhan yang beragam ini dimungkinkan karena salinitas
pada lokasi tersebut tergolong rendah yang ditunjang dengan kandungan bahan organik C-organik yang tergolong tinggi Tabel 2. Salinitas tanah mempunyai peranan
56
penting, Sebagai faktor penentu dalam pengaturan pertumbuhan dan kelulusan hidup tanaman MacNae, 1968 dalam Arief, 2007.
Collembola Entomobryidae, Sminthuridae dan Isotomidae merupakan salah satu takson Hexapoda tanah yang jumlah individunya paling banyak ditemukan di kebun
campuran dan tambak Tabel 5. Kondisi ini diduga berkaitan dengan tebalnya serasah pada kedua lokasi tersebut. Serasah dapat berasal dari dari daun-daun dan ranting-ranting
yang jatuh ke lantai hutan serta adanya kayu yang lapuk dari jenis pohon mangrove tersebut, kemudian mengalami pelapukan sehingga menyebabkan lantai hutan banyak ditutupi oleh
serasah. Suhardjono 1985 menyatakan bahwa daerah yang banyak sumber makanan dan merupakan tempat tinggal serangga tanah adalah serasah. Faktor lain yang diduga
berpengaruh adalah kandungan bahan organik C-organik, dan berdasarkan hasil analisis Tabel 2 bahwa kriteria kandungan C-organik pada kedua lokasi tersebut
tergolong tinggi kisaran 10 – 30 Mustafa dkk., 1982. Sumber bahan organik di lantai hutan berasal dari serasah. Bahan organik juga tersusun dari unsur Nitrogen,
Kalium, dan Calsium. Serangga tanah hidupnya sangat tergantung pada tersedianya bahan organik berupa serasah atau lainnya di atas permukaan tanah Suhardjono dkk., 1997.
Hymenoptera Formicidae merupakan salah satu ordo Hexapoda yang jumlah individunya paling banyak ditemukan di kebun campuran Tabel 5. Tingginya jumlah
individu ini karena pada habitat tersebut ditemukan adanya sarang semut sebagai tempat hidup dan berkembang biak. Formicidae merupakan salah satu famili dari ordo
Hymenoptera yang keberadaannya terdapat di mana-mana dan jumlahnya melebihi kebanyakan binatang darat lainnya Borror and Delong, 1989 dalam Situmorang, 1999.
Hal lain yang juga turut mempengaruhi kelimpahan Hymenoptera pada lokasi tersebut adalah adanya jenis rumput-rumputan dengan serasah yang tergolong tebal yang
merupakan sumber bahan makanan dan tempat yang paling disukai oleh kelompok ini. Kenyataan ini diperkuat dengan hasil penelitian yang telah dilakukan Adianto 1993,
kepadatan individu Hymenoptera lebih banyak di petak percobaan dengan perlakuan rumput.
Diptera dan Orthopthera Gryllidae merupakan dua ordo Hexapoda tanah yang jumlah individunya paling banyak ditemukan di kebun campuran Tabel 5. Tingginya
jumlah individu dari ordo Diptera pada kebun campuran diduga karena vegetasi tumbuhan bawah ground cover pada kebun campuran cukup banyak ditemukan gulma
57
berdaun lebar di antaranya talas lompong Colocasia sp., seruni laut W. biflora, dan tembelekan L. camara, dengan laju pertumbuhan vegetatif yang tergolong tinggi,
mengakibatkan tumbuhan ini selalu memiliki daun tua dan membusuk. Bagian tumbuhan yang membusuk merupakan salah satu substrat utama yang dimanfaatkan imago Diptera
sebagai makanan dan tempat bertelur Borror et al., 1996. Gryllidae Orthoptera merupakan kelompok jengkrik, selama pengamatan di lapangan terlihat giat memakan
bagian tumbuhan sedangkan lainnya memakan serangga lain pemangsa. Hasil ini diperkuat oleh Suhardjono 1985, kelompok jengkrik Gryllidae merupakan serangga
pemakan bagian tumbuhan segar, sedangkan jenis lainnya sebagai pemakan bangkai serangga lain. Tumbuhan yang dimakan ialah rumput atau gulma lainnya yang banyak
terdapat di kebun campuran. Selain itu jangkrik mampu hidup pada berbagai kondisi baik basah maupun kering dan aktif pada malam hari, serta mempunyai kemampuan
bergerak dan melompat yang baik. Orthoptera Gryllidae dan Diptera selain makanan membutuhkan pula ruang terbuka dan sinar matahari untuk aktifitas geraknya
Adisoemarto, 1974 dalam Suhardjono, 1985, Kebun campuran selain banyak ditumbuhi rumput-rumputan dan gulma juga memiliki ruang terbuka sehingga lantai
hutannya banyak ditembus sinar matahari.
B.1.2. Metode PCT
Pada metode pengambilan contoh tanah dan serasah PCT, total populasi Hexapoda tanah yang diperoleh lebih rendah 188 individu, tetapi kelompok pradewasa Hexapoda tanah
cenderung lebih banyak ditemukan yaitu larvanimfa ordo Psocoptera dibanding metode PFT. Data larvanimfa serangga ini mendukung pernyataan Hole 1981 tentang salah satu fase dalam
daur hidup serangga berada di tanah. Dengan menggunakan metode ini, fauna yang ditangkap kebanyakan dari ordo Hexapoda yang sebagian besar hidupnya berada di dalam tanah eudafik.
Ordo yang tidak ditemukan pada metode PCT adalah Protura, padahal kelompok ini merupakan takson yang umumnya hidup di dalam tanah Neal et a.l, 1983. Hal ini diduga
karena Protura adalah takson yang keanekaragaman dan jumlah individunya kecil sehingga sulit ditemukan atau ditangkap, keadaan ini sama dengan hasil penelitian yang telah
dilakukan oleh Mercianto 1995 dan Rohyani 2001. Sedangkan populasi Hexapoda tanah yang ditemukan dalam jumlah yang cukup besar di berbagai jenis penutupan lahan adalah
Collembola dan Psocoptera Tabel 6. Hal ini dimungkinkan karena takson tersebut termasuk
58
organisme yang mempunyai kelimpahan cukup besar di habitat tanah dan penyebarannya relatif luas. Selain itu, diduga juga berkaitan dengan cara hidup kedua takson tersebut
yang biasanya berkelompok, mempunyai kemampuan adaptasi dan dapat menciptakan lingkungan hidup sendiri. Takeda 1981 dalam Suwondo 2002 menyatakan bahwa
Collembola merupakan mikroarthropoda yang dominan pada habitat tanah. Selain itu Collembola menyukai habitat permukaan tanah yang banyak mengandung serasah dari jatuhan
daun, ranting serta bagian tumbuhan lainnya. Pada hutan mangrove yang belum dikonversi, total jumlah individu Gambar 8 di
hutan mangrove sedang menempati urutan tertinggi 31 individu. Sedangkan jumlah ordo dan jumlah suku Hexapoda tanah serta nilai kelimpahan suku dan nilai dominansi
suku Hexapoda tanah tertinggi di hutan mangrove lebat dan mangrove sedang Tabel 9. Tingginya populasi Hexapoda tanah di hutan mangrove sedang, berkaitan dengan
tingginya jumlah populasi Psocoptera dan Diptera Phoridae Tabel 6 yang ditemukan di lokasi tersebut. Kondisi ini diduga terjadi karena kemampuan kedua ordo tersebut untuk
beradaptasi di berbagai habitat. Jumlah yang besar dari kedua ordo ini merupakan suatu bukti keberhasilannya, sebagai sebuah kelompok yang mampu beradaptasi
terhadap habitatnya Prasetyo, 1999. Selain itu diduga berkaitan erat dengan tabiat tinggalnya di dalam tanah, yaitu baik individu Psocoptera nimfa dan Liposcelidae
maupun Phoridae Diptera tergolong kelompok Hexapoda tanah yang tinggalnya menetap di dalam tanah, karena baik stadia juvenile pradewasa maupun imagonya
dapat ditemukan di dalam tanah dan kelompok ini merupakan kelompok Arthropoda tanah yang sebenarnya Suhardjono dan Adisoemarto, 1997.
Di hutan mangrove yang telah dikonversi, jumlah populasi Hexapoda tanah di kebun campuran 76 individu menempati urutan tertinggi Gambar 8, demikian
pula halnya dengan jumlah ordo dan jumlah suku Hexapoda tanah NO serta nilai kelimpahan suku N1 dan nilai dominansi suku N2 tertinggi keseluruhannya ditemukan
di kebun campuran. Selanjutnya di lokasi ini ditemukan jumlah populasi Collembola, Psocoptera dan Coleoptera Tabel 6 yang lebih tinggi dibanding dengan lokasi
penelitian lainnya. Tingginya jumlah populasi ketiga takson ini diduga berkaitan dengan ketebalan serasah dan kandungan bahan organik C-organik di lokasi tersebut.
Kelimpahan Collembola bergantung pada ketersediaan bahan organik dan ketebalan lapisan serasah Takeda, 1979 dalam Suhardjono, 1992. Lapisan tanah yang jumlah
59
individu fauna tanahnya paling tinggi adalah lapisan tanah yang banyak serasah dan humusnya. Pada lapisan ini ditemukan jamur dan sisa bahan organik sebagai sumber
pakan Suhardjono, 1992. Pengolahan lahan juga berpengaruh terhadap kelimpahan Collembola tanah, seperti pencangkulan yang merupakan proses pembalikan lapisan
tanah dinilai menguntungkan Collembola Hazra dan Choudhuri, 1983 dalam Suhardjono, 2007.
Pada lahan tambak, kelompok Hexapoda tanah yang populasinya paling tinggi adalah Collembola Isotomidae dan Diptera Phoridae Tabel 6. Isotomidae merupakan
suku Collembola tanah yang ukurannya cukup besar dan mudah dijumpai baik dipermuka- an lantai hutan maupun di tanah Suhardjono dkk., 1997, sedangkan Phoridae
merupakan suku Diptera yang dominan ditemukan dalam bentuk stadium dewasa dan menyukai lokasi yang banyak berbau busuk bau bangkai. Tingginya populasi kedua
takson tersebut di tambak dimungkinkan karena keadaan lokasi yang basah dan lembab serta tingginya kandungan bahan organik tanah C-organik. Dugaan ini diperkuat oleh
Adianto 1993, bahwa kebanyakan dari kelompok Diptera membutuhkan lingkungan yang basah dan lembab karena makanannya adalah materi tumbuhan yang telah hancur,
faunaserangga yang telah mati, jamur kayu, fases, dan telur Hexapoda. Alasan lain yang dapat dikemukakan adalah berkaitan dengan ketebalan serasah dan ditemukannya
sampah-sampah kayu yang melapuk di lokasi tambak tersebut. Alasan ini diperkuat oleh pernyataan Allison 1973 dalam Adianto 1993, bahwa serasah dan sampah-sampah
merupakan bahan pelindung untuk sejumlah fauna tertentu, terutama untuk kelompok Arthropoda tanah yang sebagian besar menghabiskan hidupnya di dalam tanah.
Suhardjono 1985 menambahkan bahwa daerah yang banyak sumber makanan dan merupakan tempat tinggal Hexapoda tanah adalah serasahlitter.
B.2. Peran Hexapoda Tanah B.2.1. Metode PFT
Di dalam ekosistem tanah, Hexapoda serangga tanah mempunyai berbagai fungsi, yaitu fitofagus, perombak, pemangsa, dan pemarasit. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa dengan metode PFT, persentase jumlah perombak yang diperoleh pada hutan mangrove yang belum dikonversi memiliki jumlah terbesar di antara peran
fungsi yang lain yaitu 86,4 di hutan mangrove lebat; 81,8 di mangrove sedang dan
60
78,8 di mangrove jarang. Sedangkan pada hutan mangrove yang telah dikonversi, persentase jumlah perombak yang diperoleh lebih tinggi dibandingkan pada hutan
mangrove yang belum dikonversi yaitu sebesar 94,2 di kebun campuran, 99,5 di tambak, dan 94,0 di lahan kosong Gambar 10. Hasil yang diperoleh sesuai dengan
yang dilaporkan Mercianto dkk. 1990; Suhardjono 1997; 1998; Rahmawaty dkk. 2000. Itulah sebabnya Hexapoda tanah pada umumnya dikenal sebagai perombak bahan
organik yang sangat berperan di dalam perputaran daur hara walaupun peranannya tidak dapat langsung dirasakan oleh manusia tetapi melalui jasa biota lainnya. Sebagai
perombak bahan organik, serangga Hexapoda tanah bersama jasad renik lainnya memanfaatkan sisa-sisa organisme yang telah mati dan mengubahnya menjadi humus.
Di dalam humus tersebut terkandung nutrisi yang kemudian sangat berguna bagi kelangsungan hidup tumbuhan.
Gambar 10. Perbandingan persentase jumlah suku serangga tanah berdasarkan peran dalam lingkungan dengan metode PFT.
Pada hutan mangrove yang belum dikonversi, kelompok Hexapoda tanah yang berperan sebagai perombak berjumlah 717 individu didominasi oleh Collembola 641
individu, masing-masing di mangrove lebat 391, mangrove sedang 146 dan mangrove jarang 104. Selanjutnya adalah ordo HymenopteraFormicidae 38 individu dan Diptera
25 individu, secara berurutan ditemukan masing-masing 4 dan 16 individu di mangrove
Pr 86,4
Ft 1,0
Pp 0,0
Pm 12,6
Mangrove lebat Mangrove sedang
Mangrove jarang
Pr 99,5
Ft 0,0
Pm 0,5
Pp 0,0
Pr 94,0
Pp 0,0
Ft 0,7
Pm 5,3
Kebun campuran Tambak NTs
Lahan kosong
Pm 17,8
Ft 0,5
Pp 0,0
Pr 81,8
Pm 19,9
Pr 78,8
Pp 0,0
Ft 1,3
Ft 1,4
Pm 4,4
Pp 0,0
Pr 94,2
61
lebat, 19 dan 6 individu di mangrove sedang, 15 dan 3 individu di mangrove jarang Lampiran 1. Alasan yang sama, di antaranya keadaan serasah dan kandungan bahan
organik yang menjadi faktor penentu Tabel 2, 4. Collembola dapat ditemukan dihampir semua macam habitat dan keadaan vegetasi berpengaruh tidak langsung
terhadap populasi Collembola Suhardjono, 2000. Nooryanto 1987 dalam Rahmawaty dkk., 2000 melaporkan bahwa perbedaan tipe habitat menyebabkan adanya perbedaan
populasi Collembola. Faktor lingkungan seperti pH, kandungan bahan organik, dan suhu dapat mempengaruhi keberadaan Collembola Choudhuri and Roy, 1972;
Takeda, 1981 dalam Suhardjono, 1992; Adianto, 1993; Rahmawaty dkk., 2000. Hasil penelitian menunjukkan gejala yang sama dengan hasil yang dilaporkan.
Seperti yang terlihat pada Lampiran 1, total populasi Hexapoda tanah yang berperan sebagai pemangsa sebanyak 130 individu, dengan rincian hutan mangrove lebat
61, mangrove sedang 38, dan mangrove jarang 31. Kelompok pemangsa tersebut didominasi oleh Orthoptera 114 individu, yaitu hutan mangrove lebat 56, mangrove
sedang 32 dan mangrove jarang 26. Peringkat berikutnya adalah ordo Hymenoptera 11 individu, yaitu hutan mangrove lebat 2, mangrove sedang 4 dan mangrove jarang
5. Serangga yang berperan sebagai pemangsa berfungsi sebagai penyeimbang di dalam ekosistem, karena itu kehadiran pemangsa di sini juga dibutuhkan. Serangga yang
berperan sebagai fitofagus 8 individu sebagian besar dari ordo Coleoptera 4 dan Homoptera 3, sisanya dari ordo Lepidoptera 1. Sedangkan kelompok pemarasit tidak
satupun individu yang ditemukan. Selanjutnya pada hutan mangrove yang telah dikonversi Lampiran 2, terlihat
bahwa jumlah perombak 1.471 individu umumnya berasal dari Collembola 1.379, Hymenoptera 44 dan Diptera 31, secara berurutan ditemukan masing-masing 598; 30;
28 individu di kebun campuran, 661; 0; 0 individu di lokasi tambak, dan 128; 14; 3 individu di lahan kosong. Seperti halnya pada hutan mangrove yang belum dikonversi,
kelompok peran Hexapoda tanah yang banyak dijumpai adalah dari Collembola, Hymenoptera Formcidae dan Diptera. Alasan yang sama juga berlaku terhadap ketiga
kelompok perombak dan kelompok lainnya Tabel 2, 4. Kelompok Hexapoda tanah yang berperan sebagai pemangsa sebanyak 42 individu, dengan rincian di kebun campuran
31, lokasi tambak 3, dan lahan kosong 8. Kelompok ini sebagian besar berasal dari ordo Orthoptera 19 dan Hymeoptera 14. Hexapoda tanah yang berperan sebagai
62
fitofagus 11 individu sebagian besar dari ordo Homoptera 5 dan Hemiptera 4, sisanya dari ordo Coleoptera dan Lepidoptera masing-masing 1 individu. Pada
kelompok pemarasit tidak satupun individu yang ditemukan, seperti pada hutan mangrove yang belum dikonversi.
B.2.2. Metode PCT
Seperti halnya pada metode PFT, pada metode PCT juga diperoleh persentase jumlah perombak terbesar, bahkan ada yang mencapai 100. Pada hutan mangrove yang
belum dikonversi hutan mangrove lebat, mangrove sedang, dan mangrove jarang persentase jumlah perombak yang diperoleh masing-masing adalah 96,4; 96,8 dan
100. Sedangkan pada hutan mangrove yang telah dikonversi, persentase jumlah perombak yang diperoleh cenderung lebih rendah dibandingkan pada hutan mangrove
yang belum dikonversi yaitu sebesar 97,4 pada kebun campuran, 95,2 pada tambak, dan 93,3 pada lahan kosong Gambar 11.
Gambar 11. Perbandingan persentase jumlah suku serangga tanah berdasarkan peran dalam lingkungan dengan metode PCT.
Pada komunitas hutan mangrove yang belum dikonversi Lampiran 3, kelompok Hexapoda tanah yang berperan sebagai perombak berjumlah 76 individu didominasi oleh
ordo Psocoptera 36 individu, yaitu di mangrove lebat 14, mangrove sedang 13 dan mangrove jarang 9. Selanjutnya diikuti Collembola 14 individu dan Diptera 14
Mangrove lebat
Pp 0,0
Pm 3,6
Ft 0,0
Pr 96,4
Mangrove sedang
Pr 96,8
Pp 0,0
Pm 0,0
Ft 3,2
Mangrove jarang
Pr 100,0
Ft 0,0
Pm 0,0
Pp 0,0
Kebun campuran
Pr 97,4
Ft 0,0
Pm 2,6
Pp 0,0
Tambak NTs
Pr 95,2
Pp 0,0
Ft 0,0
Pm 4,8
Lahan kosong
Pr 93,3
Pp 0,0
Pm 6,7
Ft 0,0
63
individu, secara berurutan ditemukan masing-masing 8 dan 0 individu di mangrove lebat, 3 dan 12 individu di mangrove sedang, 3 dan 2 individu di mangrove jarang. Populasi
Psocoptera yang ditemukan terbanyak adalah stadium pradewasa nimfa dan imago Liposcelidae yang tergolong kelompok Hexapoda tanah yang tinggalnya menetap di
dalam tanah, karena baik stadia juvenile pradewasa maupun imagonya dapat ditemukan di dalam tanah Suhardjono dan Adisoemarto, 1997. Hexapoda tanah yang
berperan sebagai predatorpemangsa hanya ditemukan pada ordo Diptera 1 individu yang terdapat di hutan mangrove lebat. Kelompok yang memakan bagian tumbuhan segar
fitofagus tercatat memiliki persentase kehadiran populasi sangat kecil 3,2 yang diwakili oleh Homoptera dan terdapat di hutan mangrove sedang.
Pada komunitas hutan mangrove yang telah dikonversi Lampiran 4, kelompok Hexapoda tanah yang berperan sebagai perombak berjumlah 112 individu dan perolehan
paling banyak berasal dari Collembola 44 individu, yaitu di kebun campuran 33, tambak 9 dan lahan kosong 2. Kemudian diikuti Psocoptera 32 individu dan
Coleoptera 20 individu, secara berurutan ditemukan masing-masing di kebun campuran 28 dan 8, tambak 2 dan 5, lahan kosong 2 dan 7. Hasil ini hampir sama dengan yang
dilaporkan Suhardjono 1998 dan Rahmawaty dkk. 2000. Kelompok peran yang lain yaitu pemangsapredator ditemukan dalam jumlah populasi yang rendah 4 individu,
dengan rincian 2 individu di kebun campuran, serta 1 individu masing-masing di lokasi tambak dan di lahan kosong. Kelompok ini terdiri dari ordo Diptera, Hymenoptera dan
Coleoptera. Dua kelompok peran yang lain, yaitu kelompok fitofagus dan pemarasit tidak ditemukan pada tiga lokasi di atas dengan menggunakan metode PCT.
Pada metode PFT, baik pada lokasi hutan mangrove yang belum maupun yang telah dikonversi, Hexapoda tanah yang dijumpai paling banyak jumlah individunya secara
umum berasal dari kelompok taksonordo yang sama, seperti Collembola, Hymenoptera Formicidae, Orthoptera dan Diptera. Begitu pula dengan metode PCT, Hexapoda tanah
yang dijumpai paling banyak jumlahnya cenderung berasal dari kelompok taksonordo yang sama, seperti Collembola, Psocoptera dan Coleoptera. Tetapi apabila dibandingkan
hasil tangkapan baik pada metode PFT maupun metode PCT, Hexapoda tanah yang dijumpai paling banyak jumlahnya cenderung berasal dari ordo yang berbeda, kecuali
kelompok takson Collembola yang kehadirannya selalu ditemukan pada setiap lokasi penelitian. Hasil ini diperkuat oleh Suhardjono 2000; 2007, bahwa Collembola dapat
64
ditemukan di hampir semua habitat dan keadaan vegetasi berpengaruh tidak langsung terhadap kehadiran Collembola tanah. Meskipun demikian perbedaan komposisi vegetasi
berakibat nyata pada komposisi populasi Collembola. Selain itu terdapat perbedaan jumlah individu dari kedua metode yang digunakan. Dengan menggunakan metode PFT,
jumlah suku dan individu Hexapoda tanah yang diperoleh lebih banyak daripada metode PCT. Lebih beragamnya jumlah suku menunjukkan pula bahwa metode PFT
lebih baik dibandingkan dengan metode PCT seperti yang telah diteliti sebelumnya Suhardjono, 1985; Rahmawaty dkk., 2000.
Berdasarkan klasifikasi kelompok peran taksonsuku Hexapoda tanah yang diperoleh, baik yang aktif di permukaan tanah maupun yang hidup di dalam tanah, maka
tidak satupun individu yang ditemukan dari kelompok pemarasit pada keenam tipe penutupan lahan dalam penelitian ini. Hal ini diduga karena lingkunganhabitat dari lantai
hutan mangrove yang sangat dipengaruhi oleh kondisi pasang surut air laut, tidak sesuai bagi pertumbuhan dan perkembangbiakan dari kelompok pemarasit tersebut Suhardjono,
komunikasi pribadi. Selanjutnya dijelaskan bahwa kelompok pemarasit terutama Hymenoptera lebih dominan ditemukan pada bagian canopi di atas tanah dengan habitat
tertutup creek dari ekosistem mangrove. Metode pencuplikan contoh tanah PCT menggambarkan Hexapoda tanah yang
ada di dalam tanah, sedangkan metode PFT tanah menggambarkan Hexapoda tanah yang ada di permukaan tanah. Serangga-serangga tanah tersebut berperan penting dalam
mempertahankan dinamika suatu ekosistem di alam, salah satunya adalah sebagai perombak bahan organik. Menurut Setiadi 1989, bahan organik yang tersedia akan
dihancurkan dan diuraikan oleh seranggaHexapoda tanah serta disintesa kemudian dilepas kembali dalam bentuk bahan anorganik yang tersedia bagi tumbuhan.
Suhardjono dan Adisoemarto 1997 mengemukakan bahwa peran ArthropodaHexapoda tanah bersifat tidak langsung dalam lingkungan karena tidak dapat langsung dilihat dan
dinikmati. Peran tersebut tercermin dari aktifitas Hexapoda tanah memakan bahan organik yang dapat berupa serasah, kayu lapuk, dan kotoran. Bahan yang dimakan adalah bahan
buangan yang sudah tidak dimanfaatkan lagi oleh makhluk lainnya. Di dalam tubuhnya bahan organik tersebut dicerna untuk kemudian dikeluarkan lagi sudah dalam bentuk bahan
terurai yang dapat memperkaya unsur-unsur hara tanah. Unsur hara tanah bermanfaat untuk hidup dan pertumbuhan tumbuh-tumbuhan, dan tumbuhan sendiri berguna untuk makhluk
65
hidup lainnya. Dalam hal ini Hexapoda tanah lebih banyak berperan dalam transfer energi dibandingkan kontribusinya terhadap nutrisi dan pengaliran mineral Suhardjono dkk.,
2000.
B.3. Hubungan Kelimpahan Hexapoda Tanah dengan Faktor Lingkungan Tanah
Pengujian juga dilakukan untuk menganalisis hubungan antara kelimpahan Hexapoda tanah dan parameter faktor lingkungan suhu, kelembaban, porositas, salinitas,
pH, kandungan bahan organik tanah, baik Hexapoda tanah yang aktif di permukaan tanah metode PFT maupun yang aktif di dalam tanah metode PCT pada sepuluh titik
pengambilan sampel di lokasi hutan mangrove lebat. Hasil analisis korelasi antara kelimpahan Hexapoda tanah dan parameter faktor lingkungan tanah disajikan pada Tabel
12. Tabel 12. Koefisien korelasi
1
antara kelimpahan Hexapoda tanah dengan parameter lingkungan tanah
Parameter Lingkungan Tanah Kelimpahan
Hexapoda Tanah
Bahan Organik
C-organik N-total
pH Salinitas
Ruang pori
T
o
C RH
Permukaan Tanah PFT
0,69 0,026
2
0,57 0,083
-0,71 0,021
0,65 0,040
0.60 0,066
-0,92 0,000
0.88
0,001 Dalam Tanah
PCT 0,84
0,003 0,69
0,028 -0,72
0,020 -0,47
0,168 0,67
0,036 -0,72
0,020 0,69
0,029 Keterangan :
: Nyata : sangat nyata
1
: pearson correlation
2
: P-value
Berdasarkan hasil analisis di atas Tabel 12, diperoleh bahwa kelimpahan Hexapoda tanah yang aktif dipermukaan tanah metode PFT menunjukkan adanya
hubungan yang signifikan dengan beberapa parameter lingkungan tanah yaitu suhu, kelembaban, pH, salinitas dan bahan organik C-organik tanah. Begitu juga Hexapoda
tanah yang aktif di dalam tanah metode PCT, menunjukkan hubungan yang signifikan dengan beberapa parameter lingkungan tanah, yaitu suhu, kelembaban, porositas, pH,
dan kandungan bahan organik C-organik, N-total tanah. Keseluruhan parameter lingkungan tanah yang dianalisis Tabel 12 yang berkorelasi signifikan dengan
66
kelimpahan Hexapoda baik yang menggunakan metode PFT maupun PCT, hasilnya hampir sama dengan yang diperoleh Rohyani 2001, perbedaannya terutama terletak
pada komponen porositas tanah dan bahan organik, dari hasil penelitian Table 12 porositas tanah mempengaruhi kelimpahan Hexapoda yang aktif di dalam tanah.
Sedangkan kandungan bahan organik tanah mempengaruhi kelimpahan Hexapoda tanah baik yang aktif dipermukaan maupun di dalam tanah.
Secara keseluruhan dari hasil analisis korelasi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor lingkungan terutama suhu dan kelembaban tanah, pH, salinitas dan bahan organik
C-organik tanah lebih berpengaruh terhadap kelimpahan Hexapoda yang aktif di permukaan tanah. Sedangkan faktor lingkungan yang meliputi suhu dan kelembaban tanah,
porositas, pH, dan kandungan bahan organik C-organik, N-total tanah lebih berpengaruh pada kelimpahan Hexapoda yang hidup di dalam tanah eudafik.
69
DAFTAR PUSTAKA
Adianto. 1993. Pupuk Kandang, Pupuk Organik Nabati, dan Insektisida. Biologi Pertanian. Penerbit Alumni. Bandung: 194 pp.
Anonim. 2007. Profil Sumberdaya Pesisir Kepulauan Togean, Sulawesi Tengah. Kerjasama antara Conservation Internasional Indonesia, Departemen Ilmu dan
Teknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor, Pemerintah Daerah Kabupaten Tojo Una-Una Sulawesi Tengah Taman
Nasional Laut Kepulauan Togean: 105 pp. belum dipublikasikan.
Anwar, I., S.J. Damanik, N. Hisyam, dan A.J. Anthony. 1984. Ekologi Ekosistem Sumatera. Gajah Mada University Press. Yogyakarta: 653 pp.
Arief, A. 2007. Hutan Mangrove, Fungsi dan Manfaatnya. Kanisius. Yogyakarta: 47 pp.
Balittanah Deptan, 2006. Sifat Fisik Tanah dan Metode Analisisnya. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor: 282 pp.
Bengen, D.G. 2000. Teknik Pengambilan Contoh dan Analisis Data Biofisik Sumberdaya Pesisir. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan IPB. Bogor : 86 pp. Borror, D.J., C.A. Triplehort, dan N.F. Johnson. 1996. Pengenalan Pelajaran
Serangga. Edisi ke-6. Terjemahan Soetiyono Partosoedjono. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta : 1083 pp.
[BPS] Biro Pusat Statistik. 2006. Kebupaten Tojo Una-Una dalam Angka; Kepulauan Togean. Kerjasama BPS dengan Bappeda Kabupaten Tojo Una-Una.
Brown, A.L. 1980. Ecology of Soil Organism. Heinemann Educational Books: 116 pp. Buckman, H.O., and N.C. Brady, 1982. Ilmu Tanah. Terjemahan Soegiman. Bharata
Karya Aksara. Jakarta: 788 pp. Burges and Raw. 1967. Soil Biology. Academic Press. New York: 729 pp.
Choudhuri, D.K. and S. Roy. 1972. An Ecological Study on Collembola of West Bengal India. Rec. Zool. Surv. India. 66 1-4: 81-101.
CII-Togean Program. 2005. Konservasi Berbasis Masyarakat Melalui Daerah Perlindungan Laut Di Kepulauan Togean-Sulawesi Tengah. Conservation
International Indonesia CII - Togean Program, Sulawesi Tengah, Palu. Dahuri, R., J. Rais, S.P. Ginting, dan M.J. Sitepu. 1996. Pengelolaan Sumberdaya
Wilayah Pesisir dan Laut Secara Terpadu. Cetakan I. PT. Pradnya Paramita. Jakarta: 301 pp.
Daly, H.V. 1978. Introduction to Insect Biology and Diversity. McGraw-Hill Kagakusha Ltd.: 564 pp.
Diana, E., Widarjanto, dan R. Ahmad. 1994. Lahan Mangrove untuk Pembangunan Transmigrasi. Prosiding Seminar V Ekosistem Mangrove: 266 - 271.
70
Effendi, H. 2000. Telaahan Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. tidak dipublikasikan Foth, H.D. 1998. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta Terjemahan Purbayanti dkk.: 782 pp. Genisa, A.S. 1994. Komunitas Ikan di Daerah Mangrove Muara Sungai Musi
Banyuasin, Palembang. Prosiding Seminar V Ekosistem Mangrove: 168-174. Gunarto. 2004. Konservasi Mangrove sebagai Pendukung Sumber Hayati Perikanan
Pantai. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 231: 15-21. Haq dan Ramani. 1998. Population Ecology of Microarthropods in Relation to
Vegetation and Rainfall. In Veeresh, G.K. ed. 1988. Advances in Management and Conservation of Soil Fauna. Oxford and IBH Pub. Co., New Delhi: 797-803
Hardi, T., dan I. Anggraeni. 1997. Pemanfaatan Keanekaragaman Hayati Serangga yang Bijaksana. Prosiding Diskusi Hasil-Hasil Penelitian: Penerapan Hasil
Litbang Konservasi Sumberdaya Alam untuk Mendukung Pengelolaan SDA Hayati dan Ekosistemnya. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan
Konservasi Alam: 245 - 248.
[Harian Berita Sore]. 2007. 70 Persen Hutan Mangrove Di Indonesia Rusak. 25 Juni 2007, Pontianak.
http:beritasore.com2007062570-persen-hutan-mangrove-di- indonesia-rusak
. Dikunjungi 27 Oktober 2007. Hole, F. D. 1981. Effect of Animal on Soil. Geoderma. 25: 75-112.
Hutchings, P., dan P. Saenger. 1987. Ecology of Mangroves. University of Queensland Press. Australia: 369 pp.
Jordana, R., and Arbea, J.I. 1989. Clave de identificación de los géneros de Colémbolos de Espa
ńa Insecta: Collembola. Publicaciones de Biología de la Universidad de Nevarra-Pamplona Serie Zoologica, 19: 1-16 + 16 lám.
Kartawinata, K., S. Adisoemarto, S. Soemodihardjo, dan I.G.M. Tantra. 1979. Status Hutan Bakau di Indonesia. Prosiding Seminar I Ekosistem Hutan Mangrove.
Jakarta, Pebruari 1978: 21-39. Kimmins, J.P. 1987. Forest Ecology. MacMillan Publishing Company. New York: 531
pp. Komar, Y., S. Miura, R. Terui, S. Hamada, dan F. Rahim. 1994. Pengaruh Naungan
Terhadap Pertumbuhan Benih Mangrove di Persemaian. Prosiding Seminar V Ekosistem Mangrove: 140 -142.
Lilies, C. 1997. Kunci Determinasi Serangga. Cetakan ke-6. Penerbit Kanisius. Yogyakarta: 223 pp.
Ludwig, J.A. dan J.F. Reynolds. 1988. Statistical Ecology : A Primer Methods and Computing. John Wiley and Sons Inc. New York : 337 pp.
Magurran, A.E. 1988. Egological Diversity and Its Measurements. Croom Helm Limited. London: 493 pp.
71
Mani, M. S. 1982. General Entomology. 3
rd
ed. Oxford and IBH Publishing Co. New Delhi: 912 pp.
Mercianto, Y. 1995. Studi Keanekaragaman Serangga Tanah pada Tiga Habitat Tegakan Dipterocarpaceae yang Berbeda di Kebun Percobaan Haurbentes, Jasinga, Jawa
Barat. Skripsi Jurusan Biologi Fakultas MIPA-IPB. 36 pp. Mercianto, Y., Y. R. Suhardjono, dan D. Duryadi. 1997. Perbandingan Populasi
Serangga Tanah Pada Tiga Komposisi Tegakan Dipterocarpaceae. Prosiding Seminar Biologi XIV dan Kongres Nasional Biologi XI, Vol. 2. Perhimpunan
Biologi Indonesia cabang Jakarta, Depok, hal. 85-90.
Mustafa M., R. Dhanio, dan H. Zubair. 1982. Sifat Fisik dan Kimia Tanah di Bawah Tegakan Mangrove. Buletin Penelitian Lingkungan dan Pembangunan 22: 97
– 118. Natawigena, H. 1990. Entomologi Pertanian. Orba Sakti Bandung. Bandung: 200 pp.
Neal, E.G., and K.R.C. Neal. 1983. Biology for Today. Bland Food Press. London, UK: 298 pp.
Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta: 459 pp.
Odum, E.P. 1996. Dasar-Dasar Ekologi Edisi Ketiga. Terjemahan Tjahjono Samingan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta: 697 pp.
Partosoedjono, S. 1985. Mengenal Serangga. Agromedia. Bogor: 101 pp. Poerwowidodo. 1992. Metode Selidik Tanah. Penerbit Usaha Nasional. Surabaya: 344
pp. Poerwowidodo dan N.F. Haneda. 1992. Studi Keanekaragaman Jasad Tanah di Bawah
Aneka Macam Penutupan Lahan. Seminar Hasil-Hasil Penelitian IPB, Bogor 29 Oktober 1998. Kerjasama Fakultas Kehutanan IPB dengan Lembaga Penelitian
IPB. Bogor : 10 pp.
Prasetyo, E. 1999. Pengaruh Kebakaran Hutan Terhadap Kelimpahan dan keragaman Famili Serangga pada Areal Tanaman Acacia mangium Studi Kasus PT. Pakerin,
Sumatera Selatan. Jurusan Management Hutan, Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor: 14 – 38.
Rahmawaty, C. Kusmana, dan Y.R. Suhardjono. 2000. Keanekaragaman Serangga Tanah dan Perannya pada Komunitas Rhizhophora spp. dan Ceriops tagal di Hutan
Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai-Sulawesi Tenggara. Prosiding Simposium Keanekaragaman Hayati Arthropoda pada Sistem Produksi Pertanian, Cipayung
16-18 Oktober 2000. Perhimpunan Entomologi Indonesia dan Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia. Bogor: 61-67.
Rohyani, I.M. 2001. Keanekaragaman Hexapoda Tanah Di Berbagai Jenis Penutupan Lahan Mangrove Studi Kasus di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Tesis
Program Studi PSL. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor : 57 pp. Romoser, W.S. and J.G. Stoffolano. 1998. The Science of Entomology. 4
th
Edition. Mc. Graw-Hill. Boston: 605 pp.
72
Setiadi, Y. 1989. Pemanfaatan Mikroorganisme dalam Kehutanan. Pusat Antar Universitas. Bioteknologi IPB. Bogor: 103 pp.
Sikong. M. 1978. Peranan Hutan Mangrove sebagai Tempat Asuhan Nursery Ground Berbagai Jenis Ikan dan Crustacea. Prosiding Seminar I Ekosistem Hutan
Mangrove: 106 - 113. Situmorang, R.S. 1999. Studi Keanekaragaman Serangga Permukaan Tanah pada
Berbagai Tegakan Mangrove Studi Kasus di RPH Tegal Tangkil, BKPH Ciasem, KPH Purwakarta, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat. Skripsi
Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Bogor: 38 pp.
Soegianto. 1983. Kenalilah Flora Pantai Kita. Penerbit Widjaya. Jakarta: 152 pp. Soeriaatmadja, R.E. 1997. Kebijaksanaan dan Strategi Pengelolaan Keanekaragaman
Hayati Indonesia. Makalah Seminar Nasional Biologi XV. Bandar Lampung 24–26 Juli 1997. Perhimpunan Biologi Indonesia, Bandar Lampung: 19 pp.
Suhardjono, Y.R. 1985. Perbandingan Populasi Serangga Permukaan Lantai Hutan Wanariset, Kalimantan Timur. Berita Biologi 3 3 : 104-107.
Suhardjono, Y.R. 1992. Fauna Collembola Tanah di Pulau Bali dan Pulau Lombok. Ringkasan Disertasi Program Pascasarjana Universitas Indonesia: 16 pp.
Suhardjono, Y.R. 1997. Perbedaan Lima Macam Larutan yang Digunakan dalam Perangkap Sumuran pada Pengumpulan Serangga Permukaan Tanah. Prosiding
Seminar Nasional Biologi XV: 283 - 288. Suhardjono, Y.R. dan S. Adisoemarto. 1997. Arthopoda Tanah: Artinya Bagi Tanah,
Makalah pada Kongres dan Simposium Entomologi V, Bandung 24 - 26 Juni 1997: 10 pp.
Suhardjono,Y.R. dan S.Adisoemarto. 1998. Pengembangan Rancangan Pendayaguna- an Fauna Mangrove Indonesia: Kendala dan Peluang yang Tersedia. Prosiding
Seminar VI Ekosistem Mangrove: 114-126. Suhardjono, Y.R. 1998. Serangga Serasah: Keanekaragaman Takson dan Perannya di
Kebun Raya Bogor. Biota Vol. III 1 Februari 1998:16 – 24. Suhardjono, Y.R. 2000. Collembola Tanah. Peran dan Pengelolaannya. Makalah
pada Lokakarya Sehari Peran Taksonomi dalam Pemanfaatan dan Pelestarian Keanekaragaman Hayati di Indonesia. Universitas Indonesia. Depok, 20 April
2000.
Suhardjono, Y.R., Adianto, dan S. Adisoemarto. 2000. Strategi Pengembangan Pengelo- laan Arthropoda Tanah. Prosiding Simposium Keanekaragaman Hayati
Arthropoda pada Sistem Produksi Pertanian, Cipayung-Bogor 16-18 Oktober 2000: Perhimpunan Entomologi Indonesia dan Yayasan Keanekaragaman Hayati
Indonesia: 9-24.
Suhardjono, Y.R. 2007. Collembola: Secercah Harapan untuk Nusantara. Orasi Pengukuhan Profesor Riset Bidang Biologi. Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia LIPI, Jakarta, Juni 2007: 46 pp.
73
Suin, N. M. 2003. Ekologi Hewan Tanah. Bumi Aksara Jakarta bekerja sama dengan Pusat Antar Universitas Ilmu Hayati, ITB Bandung: 189 pp.
Sukardjo, S. 1984. Ekosistem Mangrove. Oseana. 4: 102 - 115. Sumarhani. 1994. Rehabilitasi Hutan Mangrove Terdegradasi dengan Sistem
Perhutanan Sosial. Prosiding Seminar V Ekosistem Mangrove: 110-116. Suwondo. 2002. Komposisi dan Keanekaragaman Mikroarthropoda Tanah Sebagai
Bioindikator Karakteristik Biologi Pada Tanah Gambut.http:www.unri.ac.id jurnaljurnal_naturvol42suwondo.pdf. Dikunjungi 26 April 2006.
Szujecki. A. 1987. Ecology of Forest Insect. PWN - Polish Scientific Publishers. Warszawa: 352 pp.
[The Mangrove Information Center]. 2006. http:www.mangrovecentre.or.idProfile
ttgmangrove.htm . Dikunjungi 22 Mei 2006.
Wallwork, J.A. 1970. Ecology of Soil Animals. Mc. Graw-Hill. London: 283 pp. Wallwork, J.A. 1976. The Distribution a Diversity of Soil Fauna. Academy Press, San
Francisco: 355 pp. [Wetlands International]. 2007. Jakarta Hancur Bila Menggrove Lenyap. 20 Juli 2007,
Jakarta. http:www.antara.co.idarc2007720wetlands-international--jakarta-
hancur-bila-menggrove-lenyap . Dikunjungi 27 Oktober 2007.
Whitten, A.J., M. Mustafa, and G.S. Henderson. 1987. The Ecology of Sulawesi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta: 792 pp.
Wibawa, M.S., A. Luthfi, and A. Sutardi. 1994. Dimensi Ekonomi Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Prosiding Seminar V Ekosistem Mangrove: 150 -154.
Widatra, I.G.M., dan S. Hamada. 1994. Uji Coba Penanaman Pohon Mangrove di Gili Petangan. Prosiding Seminar V Ekosistem Mangrove: 86 - 93.
74
L A M P I R A N
75
76
77
78
79
Lampiran 5. Hasil analisis korelasi antara kelimpahan Hexapoda tanah dan parameter faktor lingkungan pada hutan mangrove lebat.
PFT
Correlations: khe, bo, n tot, pH, salin, pori, suhu, kelemb
khe bo n tot pH salin pori suhu bo 0.694
0.026 n tot 0.574 0.511
0.083 0.131 pH -0.712 -0.417 -0.732
0.021 0.231 0.016 salin 0.653 0.394 0.296 -0.601
0.040 0.260 0.407 0.066 pori 0.602 0.779 0.297 -0.337 0.515
0.066 0.008 0.404 0.342 0.128 suhu -0.924 -0.738 -0.478 0.665 -0.787 -0.610
0.000 0.015 0.162 0.036 0.007 0.061 kelemb 0.882 0.628 0.414 -0.656 0.739 0.446 -0.937
0.001 0.052 0.235 0.039 0.015 0.196 0.000 Cell Contents: Pearson correlation
P-Value
PCT
Correlations: khe, bo, n tot, pH, salin, pori, suhu, kelemb
khe bo n tot pH salin pori suhu bo 0.835
0.003 n tot 0.687 0.598
0.028 0.068 pH -0.716 -0.688 -0.549
0.020 0.028 0.100 salin -0.473 -0.278 -0.572 0.116
0.168 0.437 0.084 0.750 pori 0.666 0.581 0.624 -0.702 -0.130
0.036 0.078 0.054 0.024 0.721 suhu -0.717 -0.837 -0.732 0.728 0.142 -0.521
0.020 0.003 0.016 0.017 0.696 0.123 kelemb 0.686 0.820 0.561 -0.758 -0.009 0.535 -0.908
0.029 0.004 0.092 0.011 0.981 0.111 0.000 Cell Contents: Pearson correlation
P-Value
80
Lampiran 6. Penampilan beberapa jenis Hexapoda tanah hasil penelitian.
Keterangan :
Keterangan :
Keterangan :
Keterangan :
Kingdom Animalia Animals Phylum Arthropoda Arthropods
Superclass Hexapoda Hexapods Class Collembola
Order Poduromorpha Superfamily Hypogastruroidea
Family Hypogastruridae Peran : Perombak
Kingdom Animalia Animals Phylum Arthropoda Arthropods
Superclass Hexapoda Hexapods Class Collembola
Order Entomobryomorpha Superfamily Entomobryoidea
Family Entomobryidae Peran : Perombak
Kingdom Animalia Animals Phylum Arthropoda Arthropods
Superclass Hexapoda Hexapods Class Collembola
Order Entomobryomorpha Superfamily Isotomoidea
Family Isotomidae Peran : Perombak
Kingdom Animalia Animals Phylum Arthropoda Arthropods
Superclass Hexapoda Hexapods Class Collembola
Order Symphypleona Superfamily -
Family Sminthuridae Peran : Perombak
81
Lampiran 6. Penampilan beberapa jenis Hexapoda tanah hasil penelitian Lanjutan 1
Keterangan :
Keterangan :
Keterangan :
Keterangan :
Kingdom Animalia Animals Phylum Arthropoda Arthropods
Superclass Hexapoda Hexapods Class Insecta
Order Hymenoptera Superfamily Vespoidea
Family Formicidae Peran : Perombak Pemangsa
Kingdom Animalia Animals Phylum Arthropoda Arthropods
Superclass Hexapoda Hexapods Class Insecta
Order Psocoptera Superfamily -
Family Liposcelidae Peran : Perombak
Kingdom Animalia Animals Phylum Arthropoda Arthropods
Superclass Hexapoda Hexapods Class Insecta
Order Orthoptera Superfamily -
Family Gryllidae Peran : Perombak
Kingdom Animalia Animals Phylum Arthropoda Arthropods
Superclass Hexapoda Hexapods Class Insecta
Order Diptera Superfamily -
Family Phoridae Peran : Perombak
82
Lampiran 6. Penampilan beberapa jenis Hexapoda tanah hasil penelitian Lanjutan 2
Keterangan :
Keterangan :
Keterangan :
Keterangan :
Kingdom Animalia Animals Phylum Arthropoda Arthropods
Superclass Hexapoda Hexapods Class Insecta
Order Diptera Superfamily -
Family Drosophilidae Peran : Perombak
Kingdom Animalia Animals Phylum Arthropoda Arthropods
Superclass Hexapoda Hexapods Class Insecta
Order Coleoptera Superfamily Cucujoidea
Family Nitidulidae Peran : Perombak
Kingdom Animalia Animals Phylum Arthropoda Arthropods
Superclass Hexapoda Hexapods Class Insecta
Order Coleoptera Superfamily Staphylinoidea
Family Staphylinidae Peran : Pemangsa
Kingdom Animalia Animals Phylum Arthropoda Arthropods
Superclass Hexapoda Hexapods Class Insecta
Order Homoptera Superfamily Fulgoroidea
Family Delphacidae Peran : Fitofagus
83
Lampiran 6. Penampilan beberapa jenis Hexapoda tanah hasil penelitian Lanjutan 3
Keterangan :
Keterangan :
Keterangan :
Keterangan :
Kingdom Animalia Animals Phylum Arthropoda Arthropods
Superclass Hexapoda Hexapods Class Insecta
Order Coleoptera Superfamily -
Family Scolitidae Peran : Fitofagus
Kingdom Animalia Animals Phylum Arthropoda Arthropods
Superclass Hexapoda Hexapods Class Insecta
Order Dictyoptera Superfamily -
Family Blattidae Peran : Perombak
Kingdom Animalia Animals Phylum Arthropoda Arthropods
Superclass Hexapoda Hexapods Class Insecta
Order Diptera Superfamily -
Family Sciaridae Peran : Perombak
Kingdom Animalia Animals Phylum Arthropoda Arthropods
Superclass Hexapoda Hexapods Class Insecta
Order Diptera Superfamily -
Family Culicidae Peran : Pemangsa
84
Lampiran 6. Penampilan beberapa jenis Hexapoda tanah hasil penelitian Lanjutan 4
Keterangan :
Keterangan :
Keterangan :
Keterangan :
Kingdom Animalia Animals Phylum Arthropoda Arthropods
Superclass Hexapoda Hexapods Class Insecta
Order Coleoptera Superfamily Staphylinoidea
Family Ptiliidae Peran : Perombak
Kingdom Animalia Animals Phylum Arthropoda Arthropods
Superclass Hexapoda Hexapods Class Insecta
Order Coleoptera Superfamily Tenebrionoidea
Family Anthicidae Peran : Perombak
Kingdom Animalia Animals Phylum Arthropoda Arthropods
Superclass Hexapoda Hexapods Class Insecta
Order Coleoptera Superfamily Elateroidea
Family Eucnemidae Peran : Perombak
Kingdom Animalia Animals Phylum Arthropoda Arthropods
Superclass Hexapoda Hexapods Class Insecta
Order Diptera Superfamily Empidoidea
Family Dolichopodidae Peran : Pemangsa
85
67
V. KESIMPULAN DAN SARAN