21
alternatif bagi predator. Dengan demikian, Collembola dinilai membantu menjaga keseimbang-an ekosistem lahan persawahan dengan mempertahankan populasi
serangga predator Suhardjono, 2007.
C.3. Habitat Serangga
Habitat adalah tempat suatu organisme hidup Romoser dan Stoffolano, 1998. Pada dasarnya serangga merupakan hewan darat, walaupun sebagian besar ada yang
hidup di air tawar, air asin dan macam habitat lain. Serangga banyak ditemukan pada lapisan serasah dan di lapisan tanah atas,
baik secara berkoloni seperti: Isoptera dan Hymenoptera maupun secara individu seperti: Diptera, Lepidoptera, Coleoptera, Orthoptera, Acarina, dan Collembola
Daly, 1978. Collembola tanah terdapat pada lapisan tanah atas, berkisar pada kedalaman tanah dari 0 cm sampai 15 cm Suhardjono, 1992. Selanjutnya
Suhardjono 2007 mengemukakan bahwa sebagian besar anggota Collembola adalah penghuni tanah, namun ada beberapa yang dapat ditemukan pada kanopi
dengan ketinggian 40 m. Binatang ini menempati berbagai macam habitat, dari tepi pantai sampai pegunungan tinggi bahkan yang bersalju.
D. Indeks Keanekaragaman
Berbagai konsep dan ide pengukuran keanekaragaman hayati sampai saat ini masih merupakan bahan diskusi menarik di kalangan para ahli ekologi. Secara
umum, seluruh konsep tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori, antara lain: kekayaan jenis species richness, heterogenitas heterogenity, dan eveness
Bengen, 2000; Suin, 2003. Menurut Situmorang 1999 Hexapoda yang sering ditemukan di permukaan
tanah kebanyakan berasal dari ordo Hymenoptera, Diptera, Orthoptera dan Collembola. Sedangkan menurut Salim 1998 keanekaragaman jenis Hexapoda tanah terbesar
adalah di hutan daratan campuran, sedangkan yang terkecil di hutan mangrove yang rusak. Ordo Hemiptera memiliki kelimpahan tertinggi disusul oleh ordo Orthoptera,
Hymenoptera, Diptera, Lepidoptera, Odonata dan Coleoptera. Namun Hexapoda dari ordo Hemiptera dan Coleoptera tidak ditemukan di tipe ekosistem hutan mangrove yang
rusak.
22
Keanekaragaman Hexapoda di dalam tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain bahan organik dan pH tanah Adianto, 1993. Sumber bahan organik di lantai
hutan berasal dari guguran daun, ranting dan cabang atau disebut juga dengan serasah. Besarnya kandungan bahan organik ini dapat dilihat dari kandungan C-organik tanah.
Sedangkan tingginya kemasaman suatu sistem tanah dapat mempengaruhi keberadaan fauna tanah. Wallwork 1976 mengatakan bahwa Collembola dan Acarina akan
melimpah pada komunitas yang memiliki kemasaman yang cukup tinggi. Hal ini juga didukung oleh Adianto 1993 yang mengatakan bahwa Collembola merupakan fauna
yang dominan karena habitatnya bersifat asam. Kehidupan di dalam tanah selain ditentukan oleh pH, kandungan C-organik dan
salinitas juga ditentukan oleh faktor-faktor lain seperti kandungan air tanah, faktor iklim mikro di dalam tanah dan cahaya matahari Adianto, 1993. Faktor-faktor abiotis tersebut
dapat menentukan kehadiran atau ketidak-hadiran suatu jenis tertentu dari Hexapoda tanah atau dapat pula menentukan kepadatan populasi fauna tanah.
Indeks keanekaragaman dapat digunakan untuk mencirikan hubungan kelompok marga dan komunitas Ludwig and Reynolds, 1988. Indeks
keanekaragaman marga genus diversity indices dapat dilihat dari dua komponen, yaitu: 1 jumlah marga dalam komunitas, yang sering disebut kekayaan marga
genus richness 2. kemerataan marga genus eveness atau keseimbangan, yang menggambarkan distribusi kelimpahan di antara jenis. Sehingga dapat dikatakan
bahwa indeks keanekaragaman merupakan kombinasi nilai dari kekayaan jenis dan kemerataan. Berbagai metode dan rumus digunakan untuk mengukur indeks
keanekaragaman serangga Shannon and Wiener, Simpson, dan Hill, masing- masing metode mempunyai cara penghitungan dengan rumus dan tujuan tertentu.
23
III. METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di hutan mangrove yang berada dalam kawasan Taman Nasional Kepulauan Togean TNKT Kabupaten Tojo Unauna. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada
Gambar 2 dan 3. Lokasi penelitian ditentukan berdasarkan hasil survey pendahuluan serta dukungan data dari CII-Togean Program tentang situasi dan kondisi hutan mangrove di
kawasan TNKT. Deskripsi titik koordinat masing-masing lokasi penelitian sebagaimana tercantum pada Tabel 1. Penelitian ini dilaksanakan sejak Pebruari 2007 sampai Juli 2007.
Tabel 1. Deskripsi titik koordinat lokasi penelitian No.
Lokasi Koordinat
Jenis penutupan lahan mangrove
1 Desa Lembanato S 00
o
20’04,8” E 121
o
57’02,6” Hutan mangrove lebat
2 Desa Taningkola S 00
o
25’50,0” E 121
o
49’33,8” Hutan mangrove sedang
3 Teluk kilat Hole kilat S 00
o
22’43,0” E 121
o
56’50,9” Hutan mangrove jarang
4 Desa Taningkola S 00
o
25’50,0” E 121
o
49’33,8” Kebun campuran
5 Desa Baulu S 00
o
21’36,3” E 121
o
59’10,8” Tambak non
tumpangsari 6 Desa Baulu
S 00
o
21’40,9” E 121
o
59’08,2” Lahan kosong
B. Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah; 1 contoh tanah komposit serasah, humus dan tanah, 2 alkohol 70 digunakan selama analisis di laboratorium dan lapangan,
3 gliserin digunakan di lapangan untuk mengurangi penguapan alkohol, dan 4 bahan-bahan kimia untuk analisis tanah di laboratorium.
Alat-alat yang digunakan adalah; 1 cangkul kecil, 2 parangpisau, 3 ring sampel, 4 termometer tanah 5 tabung plastik bekas isi film, 6 gelas plastik, 7 kantong
blacukarung terigu, 8 pita ukur 200 cm, 9 penggaris 20 cm, 10 soil tester, 11 pinset, 12 kamera digital, 13 GPS Garmin III plus, 14 tali plastik, 15 mikroskop binokuler, 16
peralatan untuk analisis tanah di laboratorium dan 17 peralatan untuk identifikasi Hexapoda tanah.
C. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Wilayah kepulauan Togean letaknya terpencil dan terisolasi dari daratan yang luas karena dibatasi oleh wilayah perairan. Kepulauan ini terdiri dari ± 50 pulau besar dan
kecil dengan 7 pulau utama yaitu Batudaka, Togean, Talatakoh, Waleabahi, Waleakodi,