Tinjauan Kepustakaan Tinjauan Yuridis Terhadap Pembelian Kembali (Buyback) Saham Perusahaan Publik Setelah Terbentuknya Otoritas Jasa Keuangan

dengan judul “Tinjauan Yuridis Terhadap Pembelian Kembali Buyback Saham Perusahaan Publik Setelah Terbentuknya Otoritas Jasa Keuangan” secara khusus membahas tentang akibat hukum yang timbul dari tindakan pembelian kembali buyback saham setelah terbentuknya Otoritas Jasa Keuangan. Sedangkan skripsi yang berjudul “Analisis Terhadap Pembelian Kembali Buyback Saham BUMN Melalui Pasar Modal” di atas membahas mengenai pembelian kembali buyback saham BUMN, dan skripsi yang berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap Investor Dalam Pembelian Kembali Saham Di Pasar Modal” membahas mengenai perlindungan terhadap investor akibat dari pembelian kembali saham, serta skripsi yang berjudul “Sistem Koordinasi antara Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan dalam pengawasan Bank setelah lahirnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan” membahas mengenai koordinasi antara Bank Indonesia dengan Otoritas Jasa Keuangan.

E. Tinjauan Kepustakaan

1. Saham Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI dijelaskan beberapa pengertian saham antara lain, dilihat dari sudut pandang ekonomis saham berarti surat bukti bagian modal perseroan terbatas yang memberi hak atas dividen dan lain-lain menurut besar kecilnya modal yang disetor; saham adalah hak yangdimiliki orang pemegang saham terhadap perusahaan berkat penyerahan bagian modal sehingga dianggap berbagi di pemilikan dan pengawasan. Dalam Kamus Istilah Hukum Fockema Andreae dikemukakan, aandeel Bld, saham Ind adalah hak pada sebagian modal suatu perseroan; andil dalam perseroan atau Universitas Sumatera Utara perusahaan, bagian-bagian modal pada perusahaan yang telah dibagi-bagi pada akte pendirian. 16 Sementara itu dalam Kamus Khusus Pasar Uang dan Modal dijelaskan, saham adalah surat bukti pemilikan bagian modal perseroan terbatas yang memberi hak atas dividen dan lain-lain menurut besar kecilnya modal yang disetor. Pendapat yang lebih komprehensif dikemukakan oleh John Downs dan Jordan Elliot Goodman yakni saham share adalah unit kepemilikan ekuitas dalam suatu perseroan. Kepemilikan ini diwakili oleh suatu sertifikat saham yang menyebutkan nama perusahaan da nama pemilik saham. Banyaknya saham yang dikuasakan kepada perseroan untuk diterbitkan dirinci dalam anggaran dasar perseroan. Biasanya perseroan tidak menerbitkan semua saham yang diterbitkan. 17 Rumusan yang lebih konkret tentang saham dijabarkan dalam Pasal 1 butir c Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.2432KepDir, tanggal 12 Agustus 1991 tentang Kredit Kepada Perusahaan Sekuritas Dan Kredit Dengan Angunan Saham disebutkan, saham adalah surat bukti pemilikan suatu perseroan terbatas, baik yang diperjualbelikan di Pasar Modal maupun yang tidak. 18 2. Emiten atau Perusahaan Publik Emiten adalah pihak yang melakukan penawaran umum, yaitu penawaran efek yang dilakukan oleh emiten untuk menjual efek kepada masyarakat berdasarkan tata cara yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Emiten dapat berbentuk orang perseorangan, perusahaan, usaha bersama, 16 Sentosa Sembiring, Hukum Perusahaan Tentang Perseroan Terbatas, Cet. Pertama, Bandung: Nuansa Aulia, 2006, hlm. 48. 17 Ibid., hlm. 49. 18 Ibid. Universitas Sumatera Utara asosiasi, atau kelompok yang terorganisasi. 19 Emiten dapat menawarkan Efek yang berupa surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti utang, Unit Penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas Efek, dan setiap derivatif dari Efek. Jenis Efek yang lain adalah Sukuk, yang merupakan Efek Syariah, yakni akad dan cara penerbitannya sesuai dengan Prinsip Syariah di Pasar Modal. Pada umumnya, Emiten melakukan penawaran Efek melalui Pasar Modal untuk saham, obligasi, dan sukuk. 20 Sedangkan perusahaan publik adalah perseroan terbatas seperti yang dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 Ketentuan Umum Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Sahamnya telah dimiliki sekurang- kurangnya oleh 300 tiga ratus pemegang saham dan memiliki modal disetor sekurang-kurangnya Rp 3.000.000.000 tiga miliar rupiah atau suatu jumlah pemegang saham dan modal disetor yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. 21 Emiten wajib menyampaikan Pernyataan Pendaftaran untuk melakukan Penawaran Umum dan Perusahaan Publik wajib menyampaikan Pernyataan Pendaftaran sebagai Perusahaan Publik. Atas Pernyataan Pendaftaran tersebut, Otoritas Jasa Keuangan memberikan pernyataan efektif yang menunjukkan kelengkapan atau dipenuhinya seluruh prosedur dan persyaratan atas Pernyataan Pendaftaran yang diwajibkan dalam peraturan perundangan yang berlaku. 19 Otoritas Jasa Keuangan, “Emiten dan Perusahaan Publik”, http:www.ojk.go.idemiten-dan-perusahaan-publik diakses pada tanggal 17 Maret 2014 20 Ibid. 21 Ibid. Universitas Sumatera Utara Pernyataan efektif tersebut bukan sebagai izin untuk melakukan Penawaran Umum dan juga bukan berarti bahwa Otoritas Jasa Keuangan menyatakan informasi yang diungkapkan Emiten atau Perusahaan Publik tersebut adalah benar atau cukup. 22 Menurut Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 02POJK.042013 tentang Pembelian Kembali Saham Yang Dikeluarkan Oleh Emiten Atau Perusahaan Publik Dalam Kondisi Pasar Yang berfluktuasi Secara Signifikan, perusahaan adalah emiten yang telah melakukan Penawaran Umum Efek Bersifat Ekuitas atau Perusahaan Publik. 23 Lebih lanjut pengertian perusahaan publik atau perusahaan terbuka adalah perusahaan yang sebagian atau seluruh sahamnya dimiliki oleh masyarakat. 24 3. Otoritas Jasa Keuangan Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. 25 Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan berawal dari adanya keresahan dari beberapa pihak dalam hal fungsi pengawasan Bank Indonesia. Ada tiga hal yang melatarbelakangi pembentukan Otoritas Jasa Keuangan, yaitu perkembangan 22 Ibid. 23 Republik Indonesia, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 02POJK.042013 tentang Pembelian Kembali Saham Yang Dikeluarkan Oleh Emiten Atau Perusahaan Publik Dalam Kondisi Pasar Yang berfluktuasi Secara Signifikan, Bab I, Pasal 1, Angka 2. 24 Wikipedia, “Perusahaan Umum”, http:id.wikipedia.orgwikiPerusahaan_umum diakses pada tanggal 17 Maret 2014 25 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Bab I, Pasal 1, Angka 1. Universitas Sumatera Utara industri sektor jasa keuangan di Indonesia, permasalahan lintas sektoral industri jasa keuangan, dan amanat Pasal 34 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia. Pasal 34 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia merupakan respon dari krisis Asia yang terjadi pada 1997-1998 yang berdampak sangat berat terhadap Indonesia khususnya sektor perbankan. 26 Krisis pada tahun 1997-1998 yang melanda Indonesia mengakibatkan banyaknya bank yang mengalami koleps sehingga banyak yang mempertanyakan pengawasan Bank Indonesia terhadap bank-bank. Untuk itu, terbentuklah ide awal pembentukan Otoritas Jasa Keuangan yang sebenarnya adalah hasil kompromi untuk menghindari jalan buntu pembahasan Undang-Undang tentang Bank Indonesia oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Pemerintah mengajukan Rancangan Undang-Undang tentang Bank Indonesia yang memberikan independensi kepada bank sentral. Rancangan Undang-Undang ini disamping memberikan independensi tetapi juga mengeluarkan fungsi pengawasan perbankan dari Bank Indonesia. Pada waktu Rancangan Undang-Undang tersebut diajukan muncul penolakan yang kuat oleh kalangan DPR dan Bank Indonesia. Kemudian disepakati bahwa lembaga yang akan menggantikan Bank Indonesia dalam mengawasi bank tersebut juga bertugas mengawasi lembaga keuangan lainnya. Hal ini dimaksudkan agar tidak terlihat bahwa pemisahan fungsi pengawasan tersebut adalah memangkas kewenangan bank sentral. Nantinya Otoritas Jasa Keuangan akan mengawasi seluruh industri jasa keuangan yang ada di 26 Adrian Sutedi, Aspek Hukum Otoritas Jasa Keuangan, Cet. Pertama Jakarta: Raih Asa Sukses, 2014, hlm. 36. Universitas Sumatera Utara Indonesia. 27 Usulan untuk membagi kewenangan di bidang pengaturan dan pengawasan bank kepada 2 dua lembaga, yaitu Bank Indonesia dan lembaga penyedia jasa keuangan atau yang dikenal dengan Otoritas Jasa Keuangan OJK. Bentuk dari sistem ini merupakan hal baru dalam sejarah perkembangan di bidang perbankan Indonesia, mengingat bentuk pengaturan dan pengawasan perbankan sebelumnya berada di dalam satu lembaga saja, yaitu Bank Indonesia. Namun nantinya tugas mengawasi bank berada di tangan Otoritas Jasa Keuangan. Dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia ditetapkan bahwa Otoritas Jasa Keuangan akan dibentuk paling lambat tahun 2010. Namun sebelum diamandemenkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia menjadi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia bunyi ketentuannya adalah Lembaga Pengawas Jasa Keuangan LPJK yang kemudian menjadi Otoritas Jasa Keuangan paling lambat sudah harus dibentuk pada akhir Desember 2002. 28 Pada mulanya Bank Indonesia merupakan lembaga negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Bank indonesia bebas dari campur tangan Pemerintah danatau pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang. Dalam perjalanannya Bank Indonesia dalam menjalankan tugas pengawasan terhadap bank sering mengalami kesalahan. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya terjadi kasus yang akhirnya merugikan masyarakat dan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap bank, misalnya kasus 27 Ibid., hlm. 37-38. 28 Ibid., hlm. 40. Universitas Sumatera Utara BLBI Bantuan Likuiditas Bank Indonesia, Skandal Bank Bali, dan Skandal Bank Century. 29 Untuk mengatasi berbagai tantangan di atas, perlu dilakukan penyesuaian mekanisme perumusan kebijakan moneter dan penataan kembali kelembagaan. Berdasarkan apa yang telah diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia pada Pasal 34 ayat 1 telah mengamanahkan untuk membentuk suatu lembaga yang independen dalam mengawasi sektor jasa keuangan Indonesia. Langkah tersebut diperlukan untuk memperkuat akuntabilitas, transparansi, dan kredibilitas Bank Indonesia tanpa mengurangi makna independensi lembaga negara tersebut. 30 Sejak tanggal 31 Desember 2012, fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya beralih dari Menteri Keuangan dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan ke Otoritas Jasa Keuangan. 31 Sedangkan fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan beralih dari Bank Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan sejak tanggal 31 Desember 2013. 32 Adapun tujuan dibentuknya Otoritas Jasa Keuangan adalah agar 29 Ibid., hlm. 42. 30 Ibid. 31 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Bab XIII, Pasal 55, Angka 1. 32 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Bab XIII, Pasal 55, Angka 2. Universitas Sumatera Utara keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan: 33 a. Terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel, b. Mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, dan c. Mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat. Dengan tujuan ini, Otoritas Jasa Keuangan diharapkan dapat mendukung kepentingan sektor jasa keuangan nasional sehingga mampu meningkatkan daya saing nasional. Selain itu, Otoritas Jasa Keuangan harus mampu menjaga kepentingan nasional, antara lain meliputi sumber daya manusia, pengelolaan, pengendalian, dan kepemilikan di sektor jasa keuangan, dengan tetap mempertimbangkan aspek positif globalisasi. 34 Otoritas Jasa Keuangan melaksanakan tugas dan wewenangnya berlandaskan asas-asas sebagai berikut: 35 a. Asas independensi, yakni independen dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang Otoritas Jasa Keuangan, dengan tetap sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku; b. Asas kepastian hukum, yakni asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan; 33 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Bab III, Pasal 4. 34 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Bab III, Pasal 4, dan Penjelasannya. 35 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Penjelasan Umum. Universitas Sumatera Utara c. Asas kepentingan umum, yakni asas yang membela dan melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat serta memajukan kesejahteraan umum; d. Asas keterbukaan, yakni asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan, dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi dan golongan, serta rahasia negara, termasuk rahasia sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan; e. Asas profesionalitas, yakni asas yang mengutamakan keahlian dalam pelaksanaan tugas dan wewenang Otoritas Jasa Keuangan, dengan tetap berlandaskan pada kode etik dan ketentuan peraturan perundang- undangan; f. Asas integritas, yakni asas yang berpegang teguh pada nilai-nilai moral dalam setiap tindakan dan keputusan yang diambil dalam penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan; dan g. Asas akuntabilitas, yakni asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari setiap kegiatan penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan harus dapat dipertanggungjawabkan kepada publik. Sejalan dengan prinsip-prinsip tata kelola dan asas-asas di atas, Otoritas Jasa Keuangan harus memiliki struktur dengan prinsip “checks and balances”. Hal ini diwujudkan dengan melakukan pemisahan yang jelas antara fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan. Fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan Universitas Sumatera Utara serta pengawasan dilakukan oleh Dewan Komisioner melalui pembagian tugas yang jelas demi pencapaian tujuan Otoritas Jasa Keuangan. Tugas anggota Dewan Komisioner meliputi bidang tugas terkait kode etik, pengawasan internal melalui mekanisme dewan audit, edukasi dan perlindungan konsumen, serta fungsi, tugas, dan wewenang pengawasan untuk sektor Perbankan, Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya. Berdasarkan latar belakang pemikiran dan aspek tersebut maka dibentuk Undang- Undang tentang Otoritas Jasa Keuangan. 36

F. Metode Penelitian

Dokumen yang terkait

Analisis Yuridis Terhadap Pengurangan Pungutan Oleh Otoritas Jasa Keuangan Sebagai Akibat dari Kepailitan

3 95 116

Tinjauan Yuridis Terhadap Perlindungan Nasabah Bank Setelah Adanya Otoritas Jasa Keuangan Dalam Perbankan Studi Ojk Kantor Regional V Sumatera, Medan

2 104 96

Tinjauan Yuridis Terhadap Penerapan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor: 1/Pojk.07/2013 Tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan Terhadap Perlindungan Konsumen Perbankan Di Indonesia

10 154 121

Buyback (Pembelian Kembali Saham ) Sebagai Perlindungan Modal Dan Kekayaan Perseroan Terbatas

0 61 108

Tinjauan Yuridis Terhadap Perlindungan Nasabah Bank Setelah Adanya Otoritas Jasa Keuangan Dalam Perbankan (Studi Ojk Kantor Regional V Sumatera, Medan)

3 71 96

Efektivitas Pelaksanaan Sistem Pengawasan Terhadap Lembaga Asuransi Setelah Terbentuknya Otoritas Jasa Keuangan (Studi Di Lembaga Otoritas Jasa Keuangan Jakarta)

0 12 31

TINJAUAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN SETELAH TERBENTUKNYA OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) | ASSHIDDIEQY | Legal Opinion 5573 18333 2 PB

0 0 8

BAB II PENGATURAN DAN PENGAWASAN OTORITAS JASA KEUANGAN TERHADAP SEKTOR JASA KEUANGAN A. Latar Belakang Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan - Analisis Yuridis Terhadap Pengurangan Pungutan Oleh Otoritas Jasa Keuangan Sebagai Akibat dari Kepailitan

0 3 22

BAB II LATAR BELAKANG DILAKSANAKANNYA TINDAKAN PEMBELIAN KEMBALI (BUYBACK) SAHAM YANG BEREDAR DI PASAR MODAL A. Pengertian Pembelian Kembali (Buyback) Saham - Tinjauan Yuridis Terhadap Pembelian Kembali (Buyback) Saham Perusahaan Publik Setelah Terbentukn

0 0 14

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PEMBELIAN KEMBALI (BUYBACK) SAHAM PERUSAHAAN PUBLIK SETELAH TERBENTUKNYA OTORITAS JASA KEUANGAN SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

0 0 11