Tinjauan Yuridis Terhadap Pembelian Kembali (Buyback) Saham Perusahaan Publik Setelah Terbentuknya Otoritas Jasa Keuangan

(1)

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PEMBELIAN KEMBALI (BUYBACK) SAHAM PERUSAHAAN PUBLIK SETELAH TERBENTUKNYA

OTORITAS JASA KEUANGAN

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh : SALLY PUTRI

100200432

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PEMBELIAN KEMBALI (BUYBACK) SAHAM PERUSAHAAN PUBLIK SETELAH TERBENTUKNYA

OTORITAS JASA KEUANGAN SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh: SALLY PUTRI NIM : 100200432

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI Disetujui,

Ketua Departemen Hukum Ekonomi

Windha, S. H., M. Hum. NIP. 197501122005012002

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Prof. Dr. Sunarmi, S.H., M.Hum. Dr. T. Kezeirina Devi A., S.H., C.N., M.Hum. NIP :19590511198601101 NIP. 197302202002121001

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunianya yang telah diberikan-Nya selama ini, sehingga Penulis dapat menyelesaikan karya tulis skripsi ini dengan baik dan benar.

Terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada kedua orang tua Penulis, sehingga akhirnya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Tinjauan Yuridis Terhadap Pembelian Kembali (Buyback) Saham Perusahaan Publik Setelah Terbentuknya Otoritas Jasa Keuangan” guna memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum (SH) di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa hasil penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karenanya, saya sangat mengharapkan adanya saran dan kritik dari para pembaca skripsi ini. Kelak dengan adanya saran dan kritik tersebut dapat menjadi masukan untuk menghasilkan karya tulis yang lebih baik dan berkualitas, baik dari segi substansi maupun dari segi cara penulisannya.

Dengan ini izinkan Penulis mengucapkan rasa hormat dan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam proses Penulisan skripsi ini. Terima kasih Penulis kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc.(CTM), Sp.A(K)., selaku Rektor Universitas Sumatera Utara (USU) yang telah mengelola dan menyelenggarakan Universitas sesuai dengan visi dan misi USU.


(4)

2. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M. Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) yang telah memimpin penyelenggaraan pendidikan, penelitian, pengabdian kepada masyarakat, serta membina tenaga pendidik dan mahasiswa di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU).

3. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum., selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) yang telah banyak membantu Dekan dalam memimpin pelaksanaan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.

4. Bapak Syarifuddin Hasibuan, S.H., M.Hum.,DFM, selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) yang telah banyak membantu Dekan dalam memimpin pelaksanaan kegiatan di bidang administrasi umum.

5. Bapak Dr. O.K. Saidin, S.H., M.Hum., selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) yang telah banyak membantu Dekan dalam pelaksanaan kegiatan di bidang pembinaan dan pelayanan kesejahteraan mahasiswa.

6. Ibu Windha, S. H., M. Hum., selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi dan Dosen Hukum Ekonomi. Ucapan terima kasih sebesar-besarnya atas segala saran dan kritik yang sangat berarti dan bermanfaat bagi penyelesaian skripsi ini.


(5)

7. Bapak Ramli Siregar, S.H., M. Hum., selaku Sekretaris Jurusan Departemen Hukum Ekonomi. Ucapan terima kasih sebesar-besarnya atas ilmu yang telah diberikan dalam perkuliahan.

8. Ibu Prof. Dr. Sunarmi, S.H., M.Hum., Dosen Hukum Ekonomi dan Dosen Pembimbing I. Ucapan terima kasih sebesar-besarnya atas segala bantuan dan dukungannya yang sangat berarti dan bermanfaat bagi penyelesaian skripsi ini.

9. Ibu Dr. T. Kezeirina Devi A., S.H., C.N., M.Hum., selaku Dosen Hukum Ekonomi dan Dosen Pembimbing II. Ucapan terima kasih sebesar-besarnya atas segala bantuan, kritikan, saran, bimbingan, dan dukungan yang sangat berarti dan bermanfaat hingga selesainya penyusunan skripsi ini.

10. Ibu Suria Ningsih, S.H., M.Hum., selaku Dosen Wali. Ucapan terima kasih sebesar-besarnya atas segala bantuan sejak baru menjadi mahasiswa sampai sekarang selesai menyelesaikan pendidikan.

11. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) atas segala ilmu yang telah diberikan sejak awal perkuliahan hingga selesainya Penulisan skripsi ini.

12. Seluruh staf pegawai Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU). 13. Orang tua tercinta, tersayang dan terkasih, Lie Kim Tek dan Hia Siu Hoa,

terima kasih atas cinta, kasih, doa, perhatian, nasihat, dan bantuan yang sangat berarti dan tak terhingga nilainya, serta dukungan baik moril dan materil yang tiada pernah habis. Mudah-mudahan skripsi ini sebagai awal


(6)

kesempatan untuk membahagiakan dan membalas atas pengabdian dan dedikasi orang tua selama ini.

14. Kakak dan abang Penulis tercinta, Willie Putri dan Charlie Putra, yang selama ini banyak mendukung dan memotivasi saya dalam proses perkuliahan dan penulisan skripsi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

15. Paulina Tandiono selaku senior dan guru les bahasa Inggris saya yang sangat membantu dalam menerjemahkan artikel bahasa asing yang kurang saya pahami.

16. Vellichia Lawrence, Imelda Hoseinjaya, Henjoko, Herbert, Febrina Sumardy, dan Jerry Thomas Maslo, yang merupakan teman stambuk 2010 dan sekaligus sahabat terbaik saya yang telah memberikan banyak dukungan, bantuan, dan motivasi selama saya mengikuti perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Terima kasih banyak atas persahabatan yang telah terjalin selama ini, menjadi pendengar yang baik, memberi saran dan masukan, menjadi teman canda tawa dan sedih duka. Semoga persahabatan ini terjalin selama-lamanya.

17. Teman-teman stambuk 2010, yang merupakan teman-teman akrab saya, yaitu Steven Wang, Christian Yoritomo, Robert Kie, Andrevin, Moria Gunawaty, Chyntia Stefany, Steffy Chan, Diana Wijaya, Margaretha Octavia, Rivera Wijaya, serta yang lainnya yang tidak bisa diucapkan satu persatu. Rekan-rekan mahasiswa mulai dari Senior dan Junior serta khususnya teman-teman stambuk 2010 yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Terima kasih banyak


(7)

atas dukungan yang diberikan sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan benar.

18. Semua pihak yang membantu saya dalam berbagai hal yang tidak dapat disebut satu-persatu.

Demikianlah yang dapat Penulis sampaikan, semoga apa yang telah kita lakukan mendapat Rahmat dari Tuhan Yang Maha Esa.

Penulis memohon maaf kepada Bapak/Ibu Dosen Pembimbing, dan Dosen Penguji atas sikap dan kata yang tidak berkenan selama Penulisan skripsi ini.

Akhirnya sembari mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas Rahmat dan Karunia-Nya. saya berharap tulisan ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan.

Medan, 4 Agustus 2014 Penulis

Sally Putri NIM: 100200432


(8)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... vi

ABSTRAK ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 10

D. Keaslian Penulisan ... 11

E. Tinjauan Kepustakaan ... 13

F. Metode Penelitian ... 22

G. Sistematika Penulisan ... 25

BAB II LATAR BELAKANG PEMBELIAN KEMBALI (BUYBACK) SAHAM YANG BEREDAR DI PASAR MODAL A. Pengertian Pembelian Kembali (Buyback) Saham ... 28

B. Dasar Hukum Pembelian Kembali (Buyback) Saham ... 30

C. Latar Belakang dilaksanakannya Pembelian Kembali (Buyback) Saham Di Pasar Modal ... 34

BAB III SYARAT DAN PROSEDUR PEMBELIAN KEMBALI (BUYBACK) SAHAM A. Syarat Pembelian Kembali (Buyback) Saham ... 42


(9)

1. Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007

Tentang Perseroan Terbatas ... 42

2. Menurut Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 02/POJK.04/2013 Tentang Pembelian Kembali Saham Yang Dikeluarkan Oleh Emiten Atau Perusahaan Publik Dalam Kondisi Pasar Yang Berfluktuasi Secara Signifikan ... 44

B. Prosedur Pembelian Kembali (Buyback) Saham ... 56

BAB IV AKIBAT HUKUM PEMBELIAN KEMBALI (BUYBACK) SAHAM A. Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas ... 73

1. Terhadap Harta dan Kekayaan Perseroan ... 73

2. Terhadap Direksi ... 78

3. Terhadap Saham Yang Dibeli Kembali ... 80

4. Terhadap Pemegang Saham Yang Sahamnya Dibeli Kembali ... 80

B. Menurut Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 02/POJK.04/2013 Tentang Pembelian Kembali Saham Yang Dikeluarkan Oleh Emiten Atau Perusahaan Publik Dalam Kondisi Pasar Yang Berfluktuasi Secara Signifikan ... 83


(10)

2. Terhadap Saham Yang Dibeli Kembali ... 87 3. Terhadap Pemegang Saham Yang Sahamnya Dibeli

Kembali ... 87

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 88 B. Saran ... 91


(11)

ABSTRAK

Tinjauan Yuridis Terhadap Pembelian Kembali (Buyback) Saham Perusahaan Publik Setelah Terbentuknya Otoritas Jasa Keuangan

Prof. Dr. Sunarmi, S.H., M.Hum.*1 Dr. T. Kezeirina Devi A., S.H., C.N., M.Hum.**

Sally Putri ***

Pasar modal merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di dunia usaha. Dalam proses perkembangan pasar modal, Indonesia telah beberapa kali mengalami guncangan dalam perekonomian nasional, yaitu pada tahun 1998, 2008, dan 2013. Untuk mengatasi hal tersebut, maka pemerintah melakukan berbagai langkah dalam bentuk pengeluaran regulasi di bidang ekonomi dan intervensi terhadap ekonomi nasional. Salah satunya ialah menginstruksikan pemberlakuan pembelian kembali

(buyback) saham yang beredar di pasar modal. Adapun permasalahan yang

dibahas dalam skripsi ini adalah pertama, mengenai alasan yang melatarbelakangi dilaksanakannya pembelian kembali (buyback) saham yang beredar di pasar modal; kedua, mengenai syarat dan prosedur pembelian kembali (buyback) saham; dan ketiga, mengenai akibat hukum pembelian kembali (buyback) saham.

Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dan bersifat deskriptif. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Seluruh data tersebut dikumpulkan dengan menggunakan teknik studi kepustakaan dan dianalisis secara normatif kualitatif.

Pembelian kembali saham adalah pembelian kembali atas saham yang telah diterbitkan oleh suatu perseroan dan dikuasai oleh perseroan untuk jangka waktu tertentu yaitu paling lama tiga tahun. Emiten melakukan pembelian kembali saham sesuai dengan ketentuan yang berlaku di pasar modal. Pembelian kembali saham dapat dilakukan dengan persetujuan RUPS, tanpa persetujuan RUPS, maupun atas permintaan pemegang saham. Pembelian kembali saham merupakan bentuk tanggung jawab perseroan yang dilakukan dengan tujuan untuk memberikan perlindungan atas harta dan kekayaan perseroan. Pembelian kembali saham mengakibatkan saham tidak mempunyai hak suara, tidak dapat diperhitungkn dalam menentukan kuorum, dan tidak mendapatkan pembagian dividen. Pemegang saham yang sahamnya dibeli kembali mempunyai hak untuk mendapatkan pembayaran atas saham yang dikuasainya sesuai dengan harga pasar pada saat dilaksanakannya pembelian kembali.

Kata Kunci: Pembelian kembali saham, Perusahaan Publik, dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

      

* Pembimbing I, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ** Pembimbing II, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara *** Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara


(12)

ABSTRAK

Tinjauan Yuridis Terhadap Pembelian Kembali (Buyback) Saham Perusahaan Publik Setelah Terbentuknya Otoritas Jasa Keuangan

Prof. Dr. Sunarmi, S.H., M.Hum.*1 Dr. T. Kezeirina Devi A., S.H., C.N., M.Hum.**

Sally Putri ***

Pasar modal merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di dunia usaha. Dalam proses perkembangan pasar modal, Indonesia telah beberapa kali mengalami guncangan dalam perekonomian nasional, yaitu pada tahun 1998, 2008, dan 2013. Untuk mengatasi hal tersebut, maka pemerintah melakukan berbagai langkah dalam bentuk pengeluaran regulasi di bidang ekonomi dan intervensi terhadap ekonomi nasional. Salah satunya ialah menginstruksikan pemberlakuan pembelian kembali

(buyback) saham yang beredar di pasar modal. Adapun permasalahan yang

dibahas dalam skripsi ini adalah pertama, mengenai alasan yang melatarbelakangi dilaksanakannya pembelian kembali (buyback) saham yang beredar di pasar modal; kedua, mengenai syarat dan prosedur pembelian kembali (buyback) saham; dan ketiga, mengenai akibat hukum pembelian kembali (buyback) saham.

Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dan bersifat deskriptif. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Seluruh data tersebut dikumpulkan dengan menggunakan teknik studi kepustakaan dan dianalisis secara normatif kualitatif.

Pembelian kembali saham adalah pembelian kembali atas saham yang telah diterbitkan oleh suatu perseroan dan dikuasai oleh perseroan untuk jangka waktu tertentu yaitu paling lama tiga tahun. Emiten melakukan pembelian kembali saham sesuai dengan ketentuan yang berlaku di pasar modal. Pembelian kembali saham dapat dilakukan dengan persetujuan RUPS, tanpa persetujuan RUPS, maupun atas permintaan pemegang saham. Pembelian kembali saham merupakan bentuk tanggung jawab perseroan yang dilakukan dengan tujuan untuk memberikan perlindungan atas harta dan kekayaan perseroan. Pembelian kembali saham mengakibatkan saham tidak mempunyai hak suara, tidak dapat diperhitungkn dalam menentukan kuorum, dan tidak mendapatkan pembagian dividen. Pemegang saham yang sahamnya dibeli kembali mempunyai hak untuk mendapatkan pembayaran atas saham yang dikuasainya sesuai dengan harga pasar pada saat dilaksanakannya pembelian kembali.

Kata Kunci: Pembelian kembali saham, Perusahaan Publik, dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

      

* Pembimbing I, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ** Pembimbing II, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara *** Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara


(13)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut Crockett (1997), stabilitas keuangan erat kaitannya dengan kesehatan suatu perekonomian. Semakin sehat sektor keuangan di suatu negara, semakin sehat pula perekonomian, demikian pula sebaliknya. Dengan demikian perkembangan sektor keuangan, termasuk di dalamnya pasar modal, merupakan salah satu indikator yang perlu diperhatikan untuk menjaga kesehatan atau kestabilan perekonomian. Pergerakan harga saham, obligasi, dan sebagainya di pasar modal suatu negara disebabkan oleh persepsi investor terhadap kondisi pasar modal. Persepsi inilahyang akan mempengaruhi dana investasi yang masuk ke negara tertentu, sehingga mempengaruhi keadaan perekonomian negara yang bersangkutan.2

Pasar modal Indonesia mengalami pasang surut sejak awal kehadirannya. Pertumbuhan pasar modal tidak hanya dipengaruhi oleh faktor internal, tetapi juga kondisi perekonomian dunia. Perdagangan saham ini mulai berkembang pesat pada tahun 1989, sejak diterbitkannya Keputusan Menteri Keuangan No.1055/KMK.013/1989 dimana investor asing diberi kesempatan untuk memiliki saham perusahaan di Indonesia sampai batas maksimum 49% di pasar perdana, maupun 49% (empat puluh sembilan perseratus) saham yang tercatat di

       2

Mita Nezky, “Pengaruh Krisis Ekonomi Amerika Serikat Terhadap Bursa Saham dan Perdagangan Indonesia” (Jurnal Ekonomi Bank Indonesia), hlm. 90.


(14)

bursa efek dan bursa paralel yang diselenggarakan oleh Bapepam dan Bursa Paralel Indonesia.3

Dalam proses perkembangan pasar modal, Indonesia telah beberapa kali mengalami guncangan dalam perekonomian nasional, terutama pada tahun 1998 dan 2008. Krisis 1998 diakui sebagai guncangan paling dahsyat dan menjadi masa gelap dalam perekonomian nasional.4 Krisis moneter yang melanda Indonesia ini berubah menjadi krisis ekonomi, yakni lumpuhnya kegiatan ekonomi karena semakin banyak perusahaan yang tutup dan meningkatnya jumlah pekerja yang menganggur. Krisis ini tidak seluruhnya disebabkan karena terjadinya krisis moneter saja, sebagian diperberat oleh berbagai musibah nasional yang datang secara bertubi-tubi di tengah kesulitan ekonomi seperti kegagalan panen padi di banyak tempat karena musim kering yang panjang dan terparah selama 50 tahun terakhir, hama, kebakaran hutan secara besar-besaran di Kalimantan dan peristiwa kerusuhan yang melanda banyak kota pada pertengahan Mei 1998 lalu serta faktor-faktor lainnya. 5

Krisis ekonomi kembali terjadi di Indonesia pada tahun 2008 yang dikenal sebagai krisis Subprime Mortgage. Pada pertengahan tahun 2007, Amerika Serikat dilanda krisis subprime mortgage dan memuncak pada September 2008, yang ditandai dengan pengumuman kebangkrutan beberapa lembaga keuangan.

       3

okezone.com, “Pasang Surut Pasar Modal Indonesia”, http://economy.okezone.com/read/2013/08/11/226/848741/redirect (diakses pada tanggal 27 Februari 2014)

4 Sri Wiyanti, “Ini perbedaan krisis ekonomi 1998, 2008 dan 2013 versi BI”, http://www.merdeka.com/uang/ini-perbedaan-krisis-ekonomi-1998-2008-dan-2013-versi-bi.html (diakses pada tanggal 27 Februari 2014)

5

Lepi T. Tarmidi, “Krisis Moneter Indonesia: Sebab, Dampak, Peran IMF dan Saran” (Jurnal Ekonomi Bank Indonesia), hlm. 1.


(15)

Awal mula masalah tersebut terjadi pada periode 2000-2001, saat saham-saham perusahaan yang menjalankan sebagian bisnisnya dengan internet di Amerika Serikat kolaps, sehingga perusahaan-perusahaan yang menerbitkan saham tersebut tidak mampu membayar pinjaman ke bank. Untuk mengatasi hal tersebut, The Fed

(Bank Sentral AS) menurunkan suku bunga. Suku bunga yang rendah dimanfaatkan oleh para perusahaan developer dan perusahaan pembiayaan perumahan. Rumah-rumah yang dibangun oleh developer dan dibiayai oleh perusahaan pembiayaan perumahan adalah rumah-rumah murah, dijual kepada kalangan berpenghasilan rendah yang tidak memiliki jaminan keuangan yang memadai. Dengan runtuhnya nilai saham perusahaan-perusahaan tersebut, bank menghadapi gagal bayar dari para debiturnya (developer dan perusahaan pembiayaan perumahan). 6

Nilai tukar Rupiah terhadap USD mulai merosot sejak pertengahan tahun 2008 dan terus terdepresiasi hingga mencapai level terendah pada awal tahun 2009 yaitu sebesar Rp. 11.900 per 1 USD. Perubahan nilai tukar yang terjadi akan yang mempengaruhi kegiatan ekspor impor di negara tersebut, karena Dollar masih merupakan mata uang yang mendominasi pembayaran perdagangan global. Kenaikan maupun penurunan ekspor dan impor akan mempengaruhi penerimaan negara yang diperoleh dari pajak perdagangan internasional. Depresiasi rupiah pada pertengahan tahun 2008 menyebabkan peningkatan ekspor yang mempengaruhi penerimaan bea keluar pada khususnya dan pajak perdagangan internasional pada umumnya. Perubahan nilai ekspor dan impor juga

       6


(16)

mempengaruhi Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Indeks produksi merupakan indikator perekonomian yang sering digunakan untuk menggantikan PDB dikarenakan publikasi datanya yang dilakukan setiap bulan.

Pada krisis ekonomi 2008 ini, akar permasalahnya adalah dari negara lain tetapi Indonesia terkena imbas dari krisis finansial global yang sangat mempengaruhi kondisi perekonomian dalam negeri. Salah satu dampak dari krisis finansial global adalah perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2008. Dampak negatif lainnya, antara lain:7

1. Menurunnya kinerja neraca pembayaran

Saat terjadinya krisis global, Amerika Serikat mengalami resesi yang serius, sehingga terjadi perlambatan pertumbuhan ekonomi yang kemudian menggerus daya beli masyarakat Amerika. Hal ini sangat mempengaruhi negara-negara lain karena Amerika Serikat merupakan pangsa pasar yang besar bagi negara-negara lain termasuk Indonesia. Penurunan daya beli masyarakat di Amerika menyebabkan penurunan permintaan impor dari Indonesia. Dengan demikian, ekspor Indonesia ikut menurun. Inilah yang menyebabkan terjadinya defisit Neraca Pembayaran Indonesia (NPI). Penyebab lain terjadinya defisit NPI adalah derasnya aliran keluar modal asing dari Indonesia khususunya pada pasar SUN (Surat Utang Negara) dan SBI (Sertifikat Bank Indonesia). Hal tersebut menyebabkan investasi portofolio mencatat defisit sejak kuartal III-2008 dan terus meningkat pada kuartal IV-      

7

Kementrian Sekretariat Negara Republik Indonesia, “Perekonomian Indonesia Tahun

2008 Tengah Krisis Keuangan Global”, http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=3698 (diakses pada


(17)

2008. Selain itu, adanya sentimen negatif terhadap pasar keuangan global juga membuat terjadinya pelepasan aset finansial oleh investor asing dan membuat neraca finansial dan modal ikut menjadi defisit.

2. Tekanan pada nilai tukar Rupiah.

Pada masa krisis global ini terjadi keketatan likuiditas global akibat perusahaan dan rumah tangga lebih menjaga likuiditasnya untuk berjaga-jaga dari berbagai resiko bisnis yang meningkat akibat krisis global. Rumah tangga konsumen pun mulai menahan diri untuk berbelanja guna mengantisipasi terhadap goncangan yang mungkin terjadi. Hal ini yang menyebabkan sulitnya mencari dana talangan dalam membiayai defisit anggaran pemerintah. Keketatan likuiditas diperparah oleh sikap bank yang terlalu berhati-hati dalam mengucurkan kreditnya dalam rangka meminimalisir terjadinya kredit macet. Dengan demikian, supply Dollar relatif sangat menurun. Hal inilah yang memberikan efek depresiasi terhadap Rupiah.

3. Dorongan pada laju inflasi.

Dorongan tersebut berasal dari lonjakan harga minyak dunia yang mendorong dikeluarkannya kebijakan subsidi harga BBM. Lonjakan harga tersebut berdampak pada kenaikan harga barang yang ditentukan pemerintah (administered prices) seiring dengan kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi. Tekanan inflasi pun meningkat akibat harga komoditi global yang tinggi. Namun inflasi tersebut berangsur menurun di akhir tahun 2008 karena harga komoditi internasional, pangan, dan energi dunia menurun dan penurunan harga subsidi BBM.


(18)

Pada tahun 2013 ini mulai terasa kembali guncangan terhadap stabilitas ekonomi dalam negeri. Perdagangan Efek di Bursa Efek Indonesia mendapat tekanan yang tercermin dari Indeks Harga Saham Gabungan yang bergerak tidak stabil. Kecenderungan terjadi pelemahan Indeks Harga Saham Gabungan tersebut didorong oleh beberapa faktor, baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Faktor yang berpengaruh dari dalam negeri antara lain perlambatan ekonomi,

current account deficit, pelemahan nilai tukar rupiah dan tekanan inflasi.8

Penyebab daripada melemahnya nilai tukar mata uang Rupiah terhadap mata uang Dollar ini adalah karena pertumbuhan ekonomi Indonesia yang sangat cepat dan diikuti oleh terus meningkatnya impor serta melambatnya ekspor. Akibatnya, defisit neraca perdagangan berjalan semakin lebar dan tak terkendali. Sedangkan pengaruh dari luar negeri tertuju pada isu perlambatan ekonomi global serta tapering Quantitative Easing oleh The Fed.9

Dari level tertinggi 5.214,976 pada tanggal 20 Mei 2013, indeks harga saham gabungan sempat mengalami penurunan 20,04% ke level 4.169,827 pada tanggal 23 Agustus dan terus menurun ke level terendah pada posisi 3.967,842 tanggal 27 Agustus 2013 atau turun 23,91%.10 Untuk mengatasi hal tersebut, maka pemerintah melakukan berbagai langkah dalam bentuk pengeluaran regulasi di bidang ekonomi dan intervensi terhadap ekonomi nasional. Salah satunya ialah menginstruksikan pemberlakuan pembelian kembali (buyback) saham yang beredar di pasar modal. Pemerintah menganjurkan kepada perusahaan-perusahaan       

8

Otoritas Jasa Keuangan, “Laporan Triwulan OJK” (Laporan Triwulanan versi digital (PDF), hlm. 4.

9

Laporan Triwulan OJK, Loc. Cit., hlm. 4. 10


(19)

baik Badan Usaha Milik Negara maupun Perseroan Terbuka untuk melakukan pembelian kembali (buyback) saham. Tujuan dari pembelian kembali (buyback) saham yang dilakukan adalah agar saham perusahaan dapat menjadi lebih stabil. Tindakan ini tentu telah melalui berbagai pertimbangan dan pemikiran yang masuk dari pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di tengah kejatuhan IHSG. Beberapa Emiten yang telah melakukan pembelian kembali (buyback) sahamnya, misalnya: PT Gobal Mediacom Tbk (BMTR), PT Ace Hardware Tbk (ACES), dan PT Media Nusantara Citra (MNCN).

Pada krisis tahun 2008, pembelian kembali (buyback) saham juga pernah dilakukan tanpa melalui Rapat Umum Pemegang Saham. Ketentuan tersebut termuat dalam Peraturan Nomor XI.B.3 yang merupakan modifikasi dari Peraturan Nomor XI.B.2 tentang pembelian kembali saham oleh emiten atau perusahaan publik dalam kondisi pasar yang berpotensi krisis. Emiten wajib melakukan keterbukaan informasi pembelian kembali (buyback) saham seperti yang diatur dalam peraturan XI.B.3.11

Dalam rangka mengurangi dampak pasar yang berfluktuasi secara signifikan dan menekan jatuhnya IHSG serta kemudahan bagi Emiten atau Perusahaan Publik untuk melakukan aksi korporasi pembelian kembali (buyback) sahamnya, Otoritas Jasa Keuangan mengeluarkan kebijakan terkait dengan pembelian kembali (buyback)saham, yakni sebagai berikut:12

       11

Hukum Online, “Otoritas Jasa Keuangan: Buyback Bisa Dilakukan Tanpa RUPS” http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5215c9dbe4f82/Otoritas Jasa Keuangan--buyback-bisa-dilakukan-tanpa-rups (diakses pada tanggal 28 Februari 2014)

12


(20)

1. Pada tanggal 23 Agustus 2013, Otoritas Jasa Keuangan menerbitkan Peraturan No. 2/POJK.04/2013 tentang Pembelian Kembali Saham Yang Dikeluarkan Oleh Emiten Atau Perusahaan Publik Dalam Kondisi Pasar Yang Berfluktuasi Secara Signifikan. Dalam peraturan tersebut menyebutkan bahwa kondisi pasar dianggap berfluktuasi secara signifikan jika indeks harga saham di Bursa Efek Indonesia selama 3 hari bursa berturut-turut turun 15% atau lebih atau kondisi lain yang ditetapkan Otoritas Jasa Keuangan.

2. Selanjutnya, pada tanggal 27 Agustus 2013 Otoritas Jasa Keuangan menerbitkan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan No. 1/SEOJK.04/2013 tentang Kondisi Lain Sebagai Kondisi Pasar Yang Berfluktuasi Secara Signifikan Dalam Pelaksanaan Pembelian Kembali Saham Yang Dikeluarkan Oleh Emiten Atau Perusahaan Publik.

Emiten atau perusahaan publik hanya dapat melakukan pembelian kembali

(buyback) saham tanpa Rapat Umum Pemegang Saham pada kondisi pasar yang

berfluktuasi secara signifikan. Kondisi pasar yang berfluktuasi secara signifikan adalah:13

1. Indeks harga saham gabungan di Bursa Efek selama 3 (tiga) hari bursa berturut-turut secara kumulatif turun 15% (lima belas perseratus) atau lebih; atau

2. Kondisi lain yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan.

       13

Republik Indonesia, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 02/POJK.04/2013 Tentang Pembelian Kembali Saham Yang Dikeluarkan Oleh Emiten Atau Perusahaan Publik Dalam Kondisi Pasar Yang berfluktuasi Secara Signifikan, Bab I, Pasal 1, Angka 1.


(21)

Kondisi pasar yang berfluktuasi secara signifikan ini dimulai dan diakhiri dengan penetapan oleh Otoritas Jasa Keuangan.14 Dan dalam hal terjadi kondisi pasar yang berfluktuasi secara signifikan, perusahaan dapat membeli kembali sahamnya tanpa melanggar ketentuan Pasal 91, Pasal 92, Pasal 95, dan Pasal 96 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal.15

Saat ini Otoritas Jasa Keuangan telah menerbitkan Surat Edaran (SE) Otoritas Jasa Keuangan Nomor 8/SEOJK.04/2014 tentang Pencabutan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/SEOJK04/2013 Tentang Kondisi Lain Sebagai Kondisi Pasar Yang Berfluktuasi Secara Signifikan Dalam Pelaksanaan Pembelian Kembali Saham Yang Dikeluarkan Oleh Emiten Atau Perusahaan Publik. Dengan diterbitkannya Surat Edaran tersebut, maka dinyatakan bahwa keadaan pasar menunjukkan kondisi perdagangan saham di Bursa Efek di Indonesia sudah tidak lagi mengalami tekanan dan sudah tidak mengalami fluktuasi secara signifikan. Hal tersebut dapat dilihat dari peningkatan Indeks Harga Saham Gabungan selama delapan bulan terakhir terhitung mulai tanggal 27 Agustus 2013 sampai dengan 30 April 2014 sebesar 872,304 poin atau 21,98% (dua puluh satu koma sembilan delapan perseratus) dan terus menunjukkan kenaikan. Namun kemudian timbul permasalahan atas tindakan Pembelian Kembali (Buyback) Saham ini, yaitu bagaimanakah akibat hukum atas tindakan

       14

Republik Indonesia, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 02/POJK.04/2013 tentang Pembelian Kembali Saham Yang Dikeluarkan Oleh Emiten Atau Perusahaan Publik Dalam Kondisi Pasar Yang berfluktuasi Secara Signifikan, Bab I, Pasal 2.

15

Republik Indonesia, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 02/POJK.04/2013 tentang Pembelian Kembali Saham Yang Dikeluarkan Oleh Emiten Atau Perusahaan Publik Dalam Kondisi Pasar Yang berfluktuasi Secara Signifikan, Bab I, Pasal 3.


(22)

Pembelian Kembali Saham ini, terutama menyangkut Undang-Undang Perseroan Terbatas dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini, yaitu:

1. Apakah alasan yang melatarbelakangi dilaksanakannya tindakan pembelian kembali (buyback) saham yang beredar di pasar modal?

2. Bagaimanakah syarat dan prosedur pembelian kembali (buyback) saham? 3. Apa akibat hukum dari dilaksanakannya pembelian kembali (buyback) saham?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penulisan

Tujuan yang ingin dicapai melalui karya tulis skripsi ini ialah:

a. Untuk mengetahui latar belakang dilaksanakannya pembelian kembali (buyback) saham yang beredar di pasar modal.

b. Untuk mengetahui syarat dan prosedur dari pelaksanaan pembelian kembali (buyback) saham.

c. Untuk mengetahui akibat hukum dari dilaksanakannya pembelian kembali (buyback) saham.

2. Manfaat Penulisan a. Secara Teoritis

1) Untuk menambah wawasan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dalam bidang hukum pasar modal,


(23)

terutama berhubungan dengan kegiatan pembelian kembali (buyback) saham yang beredar di pasar modal.

2) Sebagai salah satu bahan kajian oleh kalangan akademisi dalam mempelajari kegiatan pembelian kembali (buyback) saham yang beredar di pasar modal.

b. Secara Praktis

1) Penulisan skripsi ini, dapat digunakan sebagai masukan bagi para pelaku dalam dunia hukum perseroan baik pemegang saham, dewan direksi dan komisaris dan para investor.

2) Penulisan skripsi ini, dapat digunakan sebagai Informasi bagi masyarakat baik yang berasal dari kalangan akademisi, mahasiswa maupun para pelaku dalam dunia usaha dan masyarakat awam.

D. Keaslian Penulisan

Skripsi yang berjudul “Tinjauan Yuridis Terhadap Pembelian Kembali

(Buyback) Saham Perusahaan Publik Setelah Terbentuknya Otoritas Jasa

Keuangan” ini merupakan benar hasil karya sendiri, tanpa meniru Karya Tulis milik orang lain. Oleh karenanya, keaslian dan kebenaran ini dapat dipertanggungjawabkan dan telah sesuai dengan asas-asas keilmuan yang harus dijunjung tinggi secara akademik yaitu kejujuran, rasional, objektif, dan terbuka. Hal ini merupakan ilmplikasi etis dalam proses menemukan kebenaran ilmu sehingga dengan demikian penulisan Karya Tulis ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, keilmuan dan terbuka untuk kritik yang


(24)

sifatnya konstruktif. Selain itu, semua informasi di dalam skripsi ini berasal dari berbagai karya tulis penulis lain, baik yang dipublikasikan ataupun tidak, serta telah diberikan penghargaan dengan mengutip nama sumber penulis dengan benar dan lengkap.

Karya tulis skripsi ini memiliki kemiripan dengan beberapa skripsi yang sudah ditulis oleh beberapa mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yaitu:

1. Nama : David Van R.Silalahi

NIM : 050200328

Judul : Analisis Terhadap Pembelian Kembali (Buyback) Saham BUMN Melalui Pasar Modal

2. Nama : Ade Erma Devi

NIM : 070200031

Judul : Perlindungan Hukum Terhadap Investor Dalam Pembelian Kembali Saham Di Pasar Modal

3. Nama : Rebbeka Dosma Sinaga

NIM : 090200125

Judul : Sistem Koordinasi antara Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan dalam pengawasan Bank setelah lahirnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan

Walaupun terdapat kemiripan dengan beberapa judul di atas, namun terdapat perbedaan signifikan mengenai substansi pembahasan. Penelitian yang dilakukan


(25)

dengan judul “Tinjauan Yuridis Terhadap Pembelian Kembali (Buyback) Saham Perusahaan Publik Setelah Terbentuknya Otoritas Jasa Keuangan” secara khusus membahas tentang akibat hukum yang timbul dari tindakan pembelian kembali (buyback) saham setelah terbentuknya Otoritas Jasa Keuangan. Sedangkan skripsi yang berjudul “Analisis Terhadap Pembelian Kembali (Buyback) Saham BUMN Melalui Pasar Modal” di atas membahas mengenai pembelian kembali (buyback) saham BUMN, dan skripsi yang berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap Investor Dalam Pembelian Kembali Saham Di Pasar Modal” membahas mengenai perlindungan terhadap investor akibat dari pembelian kembali saham, serta skripsi yang berjudul “Sistem Koordinasi antara Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan dalam pengawasan Bank setelah lahirnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan” membahas mengenai koordinasi antara Bank Indonesia dengan Otoritas Jasa Keuangan.

E. Tinjauan Kepustakaan 1. Saham

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dijelaskan beberapa pengertian saham antara lain, dilihat dari sudut pandang ekonomis saham berarti surat bukti bagian modal perseroan terbatas yang memberi hak atas dividen dan lain-lain menurut besar kecilnya modal yang disetor; saham adalah hak yangdimiliki orang (pemegang saham) terhadap perusahaan berkat penyerahan bagian modal sehingga dianggap berbagi di pemilikan dan pengawasan. Dalam

Kamus Istilah Hukum Fockema Andreae dikemukakan, aandeel (Bld), saham (Ind) adalah hak pada sebagian modal suatu perseroan; andil dalam perseroan atau


(26)

perusahaan, bagian-bagian modal pada perusahaan yang telah dibagi-bagi pada akte pendirian.16

Sementara itu dalam Kamus Khusus Pasar Uang dan Modal dijelaskan, saham adalah surat bukti pemilikan bagian modal perseroan terbatas yang memberi hak atas dividen dan lain-lain menurut besar kecilnya modal yang disetor. Pendapat yang lebih komprehensif dikemukakan oleh John Downs dan Jordan Elliot Goodman yakni saham (share) adalah unit kepemilikan ekuitas dalam suatu perseroan. Kepemilikan ini diwakili oleh suatu sertifikat saham yang menyebutkan nama perusahaan da nama pemilik saham. Banyaknya saham yang dikuasakan kepada perseroan untuk diterbitkan dirinci dalam anggaran dasar perseroan. Biasanya perseroan tidak menerbitkan semua saham yang diterbitkan.17

Rumusan yang lebih konkret tentang saham dijabarkan dalam Pasal 1 butir c Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.24/32/Kep//Dir, tanggal 12 Agustus 1991 tentang Kredit Kepada Perusahaan Sekuritas Dan Kredit Dengan Angunan Saham disebutkan, saham adalah surat bukti pemilikan suatu perseroan terbatas, baik yang diperjualbelikan di Pasar Modal maupun yang tidak.18

2. Emiten atau Perusahaan Publik

Emiten adalah pihak yang melakukan penawaran umum, yaitu penawaran efek yang dilakukan oleh emiten untuk menjual efek kepada masyarakat berdasarkan tata cara yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Emiten dapat berbentuk orang perseorangan, perusahaan, usaha bersama,       

16

Sentosa Sembiring, Hukum Perusahaan Tentang Perseroan Terbatas, Cet. Pertama, (Bandung: Nuansa Aulia, 2006), hlm. 48.

17

Ibid., hlm. 49. 18


(27)

asosiasi, atau kelompok yang terorganisasi.19

Emiten dapat menawarkan Efek yang berupa surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti utang, Unit Penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas Efek, dan setiap derivatif dari Efek. Jenis Efek yang lain adalah Sukuk, yang merupakan Efek Syariah, yakni akad dan cara penerbitannya sesuai dengan Prinsip Syariah di Pasar Modal. Pada umumnya, Emiten melakukan penawaran Efek melalui Pasar Modal untuk saham, obligasi, dan sukuk.20

Sedangkan perusahaan publik adalah perseroan terbatas seperti yang dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 Ketentuan Umum Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Sahamnya telah dimiliki sekurang-kurangnya oleh 300 (tiga ratus) pemegang saham dan memiliki modal disetor sekurang-kurangnya Rp 3.000.000.000 (tiga miliar rupiah) atau suatu jumlah pemegang saham dan modal disetor yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.21

Emiten wajib menyampaikan Pernyataan Pendaftaran untuk melakukan Penawaran Umum dan Perusahaan Publik wajib menyampaikan Pernyataan Pendaftaran sebagai Perusahaan Publik. Atas Pernyataan Pendaftaran tersebut, Otoritas Jasa Keuangan memberikan pernyataan efektif yang menunjukkan kelengkapan atau dipenuhinya seluruh prosedur dan persyaratan atas Pernyataan Pendaftaran yang diwajibkan dalam peraturan perundangan yang berlaku.       

19

Otoritas Jasa Keuangan, “Emiten dan Perusahaan Publik”, http://www.ojk.go.id/emiten-dan-perusahaan-publik (diakses pada tanggal 17 Maret 2014)

20

Ibid. 21


(28)

Pernyataan efektif tersebut bukan sebagai izin untuk melakukan Penawaran Umum dan juga bukan berarti bahwa Otoritas Jasa Keuangan menyatakan informasi yang diungkapkan Emiten atau Perusahaan Publik tersebut adalah benar atau cukup.22

Menurut Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 02/POJK.04/2013 tentang Pembelian Kembali Saham Yang Dikeluarkan Oleh Emiten Atau Perusahaan Publik Dalam Kondisi Pasar Yang berfluktuasi Secara Signifikan, perusahaan adalah emiten yang telah melakukan Penawaran Umum Efek Bersifat Ekuitas atau Perusahaan Publik.23

Lebih lanjut pengertian perusahaan publik atau perusahaan terbuka adalah perusahaan yang sebagian atau seluruh sahamnya dimiliki oleh masyarakat.24 3. Otoritas Jasa Keuangan

Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.25

Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan berawal dari adanya keresahan dari beberapa pihak dalam hal fungsi pengawasan Bank Indonesia. Ada tiga hal yang melatarbelakangi pembentukan Otoritas Jasa Keuangan, yaitu perkembangan

       22

Ibid. 23

Republik Indonesia, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 02/POJK.04/2013 tentang Pembelian Kembali Saham Yang Dikeluarkan Oleh Emiten Atau Perusahaan Publik Dalam Kondisi Pasar Yang berfluktuasi Secara Signifikan, Bab I, Pasal 1, Angka 2.

24

Wikipedia, “Perusahaan Umum”, http://id.wikipedia.org/wiki/Perusahaan_umum (diakses pada tanggal 17 Maret 2014)

25

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Bab I, Pasal 1, Angka 1.


(29)

industri sektor jasa keuangan di Indonesia, permasalahan lintas sektoral industri jasa keuangan, dan amanat Pasal 34 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia. Pasal 34 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia merupakan respon dari krisis Asia yang terjadi pada 1997-1998 yang berdampak sangat berat terhadap Indonesia khususnya sektor perbankan.26

Krisis pada tahun 1997-1998 yang melanda Indonesia mengakibatkan banyaknya bank yang mengalami koleps sehingga banyak yang mempertanyakan pengawasan Bank Indonesia terhadap bank-bank. Untuk itu, terbentuklah ide awal pembentukan Otoritas Jasa Keuangan yang sebenarnya adalah hasil kompromi untuk menghindari jalan buntu pembahasan Undang-Undang tentang Bank Indonesia oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Pemerintah mengajukan Rancangan Undang-Undang tentang Bank Indonesia yang memberikan independensi kepada bank sentral. Rancangan Undang-Undang ini disamping memberikan independensi tetapi juga mengeluarkan fungsi pengawasan perbankan dari Bank Indonesia. Pada waktu Rancangan Undang-Undang tersebut diajukan muncul penolakan yang kuat oleh kalangan DPR dan Bank Indonesia. Kemudian disepakati bahwa lembaga yang akan menggantikan Bank Indonesia dalam mengawasi bank tersebut juga bertugas mengawasi lembaga keuangan lainnya. Hal ini dimaksudkan agar tidak terlihat bahwa pemisahan fungsi pengawasan tersebut adalah memangkas kewenangan bank sentral. Nantinya Otoritas Jasa Keuangan akan mengawasi seluruh industri jasa keuangan yang ada di

       26

Adrian Sutedi, Aspek Hukum Otoritas Jasa Keuangan, Cet. Pertama (Jakarta: Raih Asa Sukses, 2014), hlm. 36.


(30)

Indonesia.27

Usulan untuk membagi kewenangan di bidang pengaturan dan pengawasan bank kepada 2 (dua) lembaga, yaitu Bank Indonesia dan lembaga penyedia jasa keuangan atau yang dikenal dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Bentuk dari sistem ini merupakan hal baru dalam sejarah perkembangan di bidang perbankan Indonesia, mengingat bentuk pengaturan dan pengawasan perbankan sebelumnya berada di dalam satu lembaga saja, yaitu Bank Indonesia. Namun nantinya tugas mengawasi bank berada di tangan Otoritas Jasa Keuangan.

Dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia ditetapkan bahwa Otoritas Jasa Keuangan akan dibentuk paling lambat tahun 2010. Namun sebelum diamandemenkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia menjadi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia bunyi ketentuannya adalah Lembaga Pengawas Jasa Keuangan / LPJK (yang kemudian menjadi Otoritas Jasa Keuangan) paling lambat sudah harus dibentuk pada akhir Desember 2002.28

Pada mulanya Bank Indonesia merupakan lembaga negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Bank indonesia bebas dari campur tangan Pemerintah dan/atau pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang. Dalam perjalanannya Bank Indonesia dalam menjalankan tugas pengawasan terhadap bank sering mengalami kesalahan. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya terjadi kasus yang akhirnya merugikan masyarakat dan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap bank, misalnya kasus       

27

Ibid., hlm. 37-38. 28


(31)

BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia), Skandal Bank Bali, dan Skandal Bank Century.29

Untuk mengatasi berbagai tantangan di atas, perlu dilakukan penyesuaian mekanisme perumusan kebijakan moneter dan penataan kembali kelembagaan. Berdasarkan apa yang telah diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia pada Pasal 34 ayat 1 telah mengamanahkan untuk membentuk suatu lembaga yang independen dalam mengawasi sektor jasa keuangan Indonesia. Langkah tersebut diperlukan untuk memperkuat akuntabilitas, transparansi, dan kredibilitas Bank Indonesia tanpa mengurangi makna independensi lembaga negara tersebut.30

Sejak tanggal 31 Desember 2012, fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya beralih dari Menteri Keuangan dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan ke Otoritas Jasa Keuangan.31 Sedangkan fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan beralih dari Bank Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan sejak tanggal 31 Desember 2013.32

Adapun tujuan dibentuknya Otoritas Jasa Keuangan adalah agar

       29

Ibid., hlm. 42. 30

Ibid. 31

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Bab XIII, Pasal 55, Angka 1.

32

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Bab XIII, Pasal 55, Angka 2.


(32)

keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan: 33

a. Terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel,

b. Mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, dan

c. Mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.

Dengan tujuan ini, Otoritas Jasa Keuangan diharapkan dapat mendukung kepentingan sektor jasa keuangan nasional sehingga mampu meningkatkan daya saing nasional. Selain itu, Otoritas Jasa Keuangan harus mampu menjaga kepentingan nasional, antara lain meliputi sumber daya manusia, pengelolaan, pengendalian, dan kepemilikan di sektor jasa keuangan, dengan tetap mempertimbangkan aspek positif globalisasi.34

Otoritas Jasa Keuangan melaksanakan tugas dan wewenangnya berlandaskan asas-asas sebagai berikut:35

a. Asas independensi, yakni independen dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang Otoritas Jasa Keuangan, dengan tetap sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku;

b. Asas kepastian hukum, yakni asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan;

       33

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Bab III, Pasal 4.

34

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Bab III, Pasal 4, dan Penjelasannya.

35

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Penjelasan Umum.


(33)

c. Asas kepentingan umum, yakni asas yang membela dan melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat serta memajukan kesejahteraan umum;

d. Asas keterbukaan, yakni asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan, dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi dan golongan, serta rahasia negara, termasuk rahasia sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan;

e. Asas profesionalitas, yakni asas yang mengutamakan keahlian dalam pelaksanaan tugas dan wewenang Otoritas Jasa Keuangan, dengan tetap berlandaskan pada kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan;

f. Asas integritas, yakni asas yang berpegang teguh pada nilai-nilai moral dalam setiap tindakan dan keputusan yang diambil dalam penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan; dan

g. Asas akuntabilitas, yakni asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari setiap kegiatan penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan harus dapat dipertanggungjawabkan kepada publik.

Sejalan dengan prinsip-prinsip tata kelola dan asas-asas di atas, Otoritas Jasa Keuangan harus memiliki struktur dengan prinsip “checks and balances”. Hal ini diwujudkan dengan melakukan pemisahan yang jelas antara fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan. Fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan


(34)

serta pengawasan dilakukan oleh Dewan Komisioner melalui pembagian tugas yang jelas demi pencapaian tujuan Otoritas Jasa Keuangan. Tugas anggota Dewan Komisioner meliputi bidang tugas terkait kode etik, pengawasan internal melalui mekanisme dewan audit, edukasi dan perlindungan konsumen, serta fungsi, tugas, dan wewenang pengawasan untuk sektor Perbankan, Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya. Berdasarkan latar belakang pemikiran dan aspek tersebut maka dibentuk Undang-Undang tentang Otoritas Jasa Keuangan.36

F. Metode Penelitian

Penelitian merupakan sarana yang dipergunakan oleh manusia untuk memperkuat, membina serta mengembangkan ilmu pengetahuan.37 Skripsi ini sebagai hasil penelitian tentu dihasilkan dari penerapan metodologi penelitian sebagai pertanggungjawaban ilmiah terhadap komunitas pengemban ilmu hukum.38

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Skripsi ini merupakan hasil dari penelitian hukum yang bersifat normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti

       36

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Penjelasan Umum.

37

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cet. Ketiga, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), 2005), hlm. 3.

38

Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi: Penelitian Hukum Nomartif, Ed. Revisi, (Malang: Bayumedia Publishing, 2008), hlm. 26.


(35)

bahan pustaka atau data sekunder belaka.39 Penelitian hukum normatif ini sendiri mencakup:40

a. penelitian terhadap asas-asas hukum, b. penelitian terhadap sistematika hukum, c. penelitian terhadap tahap sinkronisasi hukum, d. penelitian sejarah hukum, dan

e. penelitian perbandingan hukum.

Dengan demikian, penelitian hukum normatif ini mengacu pada berbagai bahan hukum sekunder,41 yaitu peraturan dalam bidang pasar modal, serta artikel-artikel berita terkait.

2. Sumber Data

Data dan sumber data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier, yakni:

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat. Dalam penulisan ini, bahan-bahan primer tersebut adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 02/POJK.04/2013 Tentang Pembelian Kembali Saham Yang Dikeluarkan Oleh Emiten Atau Perusahaan Publik Dalam Kondisi Pasar Yang berfluktuasi Secara Signifikan, serta Peraturan Nomor XI.B.2,       

39

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu TInjauan Singkat, Ed. Pertama, Cet. Ketujuh, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2003), hlm. 13-14.

40

Soerjono Soekanto, Op. Cit., hlm. 51. 41

Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Ed. Pertama, Cet. Kedua, (Jakarta: Sinar Grafika, 1996), hlm. 14.


(36)

Lampiran Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor KEP-105/BL/2010 Tentang Pembelian Kembali Saham Yang Dikeluarkan Oleh Emiten atau Perusahaan Publik.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti: rancangan undang-undang, hasil-hasil penelitian, hasil karya dari kalangan hukum, dan berbagai karya tulis ilmiah yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan ini.42

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan hukum pennunjang. Bahan hukum tersier ini mencakup bahan-bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder; yakni kamus hukum, Kamus Besar Bahasa Indonesia, dan Kamus Bahasa Inggris.

3. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penulisan skripsi ini, penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah penelitian kepustakaan (library research) meskipun ada penelitian lapangan (field

research) dalam arti sempit yaitu melalui media massa dan media internet.

Penelitian kepustakaan (library research) adalah penelitian yang berkenaan dengan bacaan yang berisi reference books, textbooks, peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan judul skripsi guna menjadi landasan berpikir serta sebagai dasar ilmiah dalam pembahasan materi.

       42


(37)

4. Analisis Data

Penelitian yang dilakukan penulis dalam skripsi ini termasuk dalam penelitian hukum normatif. Pengelolaan data pada hakekatnya merupakan kegiatan untuk melakukan analisa terhadap permasalahan yang akan diteliti. Analisis data dilakukan dengan:

a. Mengumpulkan bahan-bahan yang relevan dengan permasalahan yang diteliti.

b. Memilih kaedah-kaedah hukum yang sesuai dengan permasalahan. c. Menjelaskan hubungan-hubungan antara berbagai konsep pasal yang ada. d. Menarik kesimpulan dengan pendekatan deduktif-kualitatif.

G. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan skripsi, harus disusun secara sistematis agar dihasilkan suatu tulisan yang teratur dan terarah pada suatu titik permasalahan dan pembahasan yang jelas sehingga setiap orang yang membaca dapat memahami isi tulisan tersebut. Untuk itu penulis akan membuat suatu sistematika penulisan skripsi sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab pendahuluan akan dijelaskan mengenai latar belakang, rumusan masalah yang akan dibahas, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan yaitu: pengertian-pengertian judul penulisan, serta sistematika penulisan.


(38)

BAB II ALASAN YANG MELATARBELAKANGI HARUS DILAKSANAKANNYA TINDAKAN PEMBELIAN

KEMBALI (BUYBACK) SAHAM YANG BEREDAR DI

PASAR MODAL

Dalam bab ini dijelaskan tentang pengertian pembelian kembali

(buyback) saham, dasar hukum pembelian kembali (buyback)

saham, dan latar belakang dilaksanakannya pembelian kembali (buyback) saham.

BAB III SYARAT DAN PROSEDUR PEMBELIAN KEMBALI

(BUYBACK) SAHAM

Dalam bab ini dijelaskan tentang syarat pembelian kembali

(buyback) saham menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007

Tentang Perseroan Terbatas dan menurut Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 02/POJK.04/2013 Tentang Pembelian Kembali Saham Yang Dikeluarkan Oleh Emiten Atau Perusahaan Publik Dalam Kondisi Pasar Yang Berfluktuasi Secara Signifikan, dan prosedur pembelian kembali (buyback) saham.

BAB IV AKIBAT HUKUM PEMBELIAN KEMBALI (BUYBACK)

SAHAM

Dalam bab ini dijelaskan tentang akibat hukum pembelian kembali


(39)

Tentang Perseroan Terbatas, dimana akibat hukum tersebut dapat dikaji dari segi harta dan kekayaan perseroan, direksi, saham yang dibeli kembali, dan pemegang saham yang dibeli kembali. Dan juga akibat hukum pembelian kembali (buyback) saham yang dikaji menurut Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 02/POJK.04/2013 Tentang Pembelian Kembali Saham Yang Dikeluarkan Oleh Emiten Atau Perusahaan Publik Dalam Kondisi Pasar Yang Berfluktuasi Secara Signifikan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam Bab ini dijelaskan tentang kesimpulan dimana merupakan penjelasan secara ringkas tentang poin-poin dalam skripsi, dan saran yang merupakan rekomendasi hal-hal yang perlu dilakukan, tidak dilakukan, ditambah atau dikurangi.


(40)

BAB II

LATAR BELAKANG DILAKSANAKANNYA TINDAKAN PEMBELIAN

KEMBALI (BUYBACK) SAHAM YANG BEREDAR DI PASAR MODAL

A. Pengertian Pembelian Kembali (Buyback) Saham Pembelian kembali (buyback) saham adalah

Buyback43

a. The purchase of a long position to offset a short position.

b. A corporation's repurchase of stock or bonds it has issued. In the case of stocks, this reduces the number of shares outstanding, giving each remaining shareholder a larger percentage ownership of the company. This is usually considered a sign that the company's management is optimistic about the future and believes that the current share price is undervalued. Reasons for buybacks include putting unused cash to use, raising earnings per share, increasing internal control of the company, and obtaining stock for employee stock option plans or pension plans. When a company's shareholders vote to authorize a buyback, they aren't obliged to actually undertake the buyback. also called corporate repurchase.

(a. Pembelian posisi yang panjang (permanen) untuk mengimbangi posisi pendek (temporer).

b. Pembelian perusahaan atas saham atau obligasi yang diterbitkannya sendiri. Dalam kasus saham, hal ini menurunkan jumlah saham yang beredar, dan memberikan sisa pemegang saham memperoleh persentase kepemilikan saham yang lebih besar di perusahaan. Hal tersebut biasanya dianggap sebagai tanda bahwa managemen perusahaan optimis akan masa depan dan berkeyakinan bahwa harga saham saat ini dihargai terlalu rendah. Alasan dari dilakukannya pembelian kembali adalah untuk menggunakan kas (uang tunai) yang tidak terpakai, meningkatkan       

43

InvestorWords, “Buyback”, http://www.investorwords.com/639/buyback.html (diakses pada tanggal 17 Maret 2014)


(41)

pendapatan per saham, meningkatkan pengawasan internal perusahaan, dan memperoleh saham untuk program pilihan saham untuk karyawan atau program pensiun. Ketika pemegang saham perusahaan memilih untuk melakukan pembelian kembali, mereka tidak diwajibkan untuk melakukan pembelian kembali tersebut. Hal ini disebut juga sebagai hak membeli kembali perusahaan.)

Lebih lanjut pengertian buyback adalah:44

The repurchase of outstanding shares (repurchase) by a company in order to reduce the number of shares on the market. Companies will buy back shares either to increase the value of shares still available (reducing supply), or to eliminate any threats by shareholders who may be looking for a controlling stake.

A buyback allows companies to invest in themselves. By reducing the number of shares outstanding on the market, buybacks increase the proportion of shares a company owns. Buybacks can be carried out in two ways:

a. Shareholders may be presented with a tender offer whereby they

have the option to submit (or tender) a portion or all of their shares within a certain time frame and at a premium to the current market price. This premium compensates investors for tendering their shares rather than holding on to them.

b. Companies buy back shares on the open market over an extended

period of time.

( Membeli kembali saham yang beredar (membeli kembali) oleh perusahaan dalam rangka untuk mengurangi jumlah saham di pasar. Perusahaan akan membeli kembali saham baik untuk meningkatkan harga saham yang masih tersedia (mengurangi pasokan), atau untuk menghilangkan segala macam ancaman oleh pemegang saham yang mungkin ingin mengontrol atau mengambil alih saham.

       44

Investopedia, “Buyback”, http://www.investopedia.com/terms/b/buyback.asp (diakses pada tanggal 17 Maret 2014)


(42)

Pembelian kembali saham memperbolehkan perusahaan-perusahaan untuk berinvestasi di dalam perusahaannya sendiri. Dengan melakukan pengurangan jumlah saham yang beredar di pasar, pembelian kembali saham dapat meningkatkan jumlah saham yang dimiliki oleh perusahaan. Pembelian kembali saham dapat dilaksanakan dengan 2 (dua) cara:

a. Pemegang saham dapat ditawarkan dengan tender offer dimana mereka mempunyai pilihan untuk mengajukan (atau tender) sebagian atau seluruh saham mereka dalam jangka waktu tertentu dan pada premi untuk harga saham saat ini. Premi atau iuran inilah yang digunakan untuk mengkompensasi para investor yang melakukan tender atas saham mereka.

b. Perusahaan yang membeli kembali saham di pasar terbuka dilakukan dalam jangka waktu tententu.)

Sedangkan menurut Weston, Mitchel, dan Mulherin (2004:484) mendefinisikan buyback saham atau share repurchase sebagai suatu tindakan perusahaan publik yang membeli sahamnya sendiri baik melalui proses tender

offer, open market atau melakukan negosiasi pembelian kembali dari

blockholder.45

B. Dasar Hukum Pembelian Kembali (Buyback) Saham

Dasar hukum pembelian kembali (buyback) saham, sebagai berikut: 1. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.       

45

Perpustakaan Universitas Indonesia, http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/120422-T%2025529-Efek%20pengumuman-Tinjauan%20literatur.pdf (diakses pada tanggal 22 Juni 2014)


(43)

Pembelian kembali (buyback) saham sebelum diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 ini, diatur dalam Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas dalam diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas dalam Pasal 30 sampai dengan Pasal 33, Bagian Kedua tentang Perlindungan Modal dan Kekayaan Perseroan dari Bab ketiga Undang-Undang ini yang membahas tentang Modal dan Saham. Setelah Undang-Undang tersebut mengalami perubahan, pembelian kembali (buyback) saham ini tetap diatur pada bagian perlinndungan modal dan kekayaan perseroan, tepatnya diatur dalam Pasal 37 sampai dengan Pasal 40, Bagian Kedua tentang Perlindungan Modal dan Kekayaan Perseroan dari Bab ketiga Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas yang membahas tentang Modal dan Saham.

Pengaturan mengenai pembelian kembali (buyback) saham ini sebelum dan sesudah perubahan Undang-Undang diatur dalam bab yang sama. Meskipun demikian, terdapat beberapa peraturan yang telah mengalami perubahan. Ketentuan Pasal 37 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 ini merupakan perbaikan dari Pasal 30 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Di dalam Pasal 30 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tersebut menyebutkan dimiliki oleh anak perusahaan, dimana frase tersebut tidak lagi terdapat dalam Pasal 37 Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang


(44)

Perseroan Terbatas. Disamping itu, pasal ini memberikan pengecualian apabila diatur lain dalam peraturan perundang-undangan di bidang Pasar Modal. 46

Dalam Pasal 30 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 juga menyatakan bahwa pembelian kembali saham harus dibayar dari laba bersih, dan jumlah nilai nominal saham yang dimiliki Perseroan dan anak perusahaan tidak boleh melebihi 10% (sepuluh perseratus) dari jumlah modal yang ditempatkan. Pasal 30 ini tidak terdapat pembatasan berapa lama saham yang dibeli kembali tersebut boleh dikuasai perseroan. Berbeda dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995, pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tidak terdapat kewajiban untuk menggunakan laba bersih sebagai sumber dana pembelian kembali.47

Selanjutnya, Pasal 31 UU PT Tahun 1995 menyatakan bahwa pembelian kembali saham atau pengalihannya lebih lanjut hanya dapat dilakukan berdasarkan keputusan RUPS. Berbeda dengan UU PT Tahun 1995, pada UU PT 2007 tidak terdapat kewajiban untuk menggunakan laba bersih sebagai sumber dana pembelian kembali. Sehubungan dengan pembatasan periode penguasaan saham yang diperoleh kembali, Pasal 37 UU PT Tahun 2007 memberikan batasan bahwa saham yang dibeli kembali oleh Perseroan hanya boleh dikuasai paling lama 3 (tiga) tahun. Dalam penjelasan pasal 37 tersebut disebutkan bahwa jangka waktu 3 (tiga) tahun dimaksudkan agar Perseroan dapat menentukan apakah saham tersebut akan dijual atau ditarik kembali dengan cara pengurangan modal.48

       46

I Made B. Tirthayatra, “Beberapa Perbedaan Antara UU PT Tahun 2007 dengan UU PT Tahun 1995”, http://made-tirthayatra.blogspot.com/2009/06/beberapa-perbedaan-antara-uu-pt-tahun.html (diakses pada tanggal 22 Maret 2014)

47

Jamin Ginting, Hukum Perseroan Terbatas, Cet. Pertama, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2007), hlm. 8.

48


(45)

Sehubungan dengan perlunya persetujuan RUPS untuk membeli kembali saham atau pengalihannya lebih lanjut, dan adanya pembatasan pembelian kembali saham untuk tidak melebihi 10% dari jumlah modal ditempatkan, dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas tahun 2007 dinyatakan bahwa persetujuan RUPS dan pembatasan tersebut diwajibkan sepanjang tidak ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.49

2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal

Pembelian kembali (buyback) saham tidak ada diatur secara tersurat dalam Undang-Undang Pasar Modal. Pada dasarnya tindakan pembelian kembali (buyback) sahamini tidak boleh dilaksanakan dalam kondisi yang normal karena merupakan sebuah tindakan yang melanggar Undang-Undang Pasar Modal. Hal tersebut secara tersirat dapat kita lihat dalam ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 02/POJK.04/2013 tentang pembelian kembali saham dalam kondisi pasar yang berfluktuasi secara signifikan yang menentukan bahwa emiten dapat melakukan pembelian kembali (buyback) saham sepanjang tidak bertentangan dengan Pasal 91, Pasal 92, Pasal 95, dan Pasal 96 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal.50

3. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 02/POJK.04/2013 Tentang Pembelian Kembali Saham Yang Dikeluarkan Oleh Emiten Atau Perusahaan Publik Dalam Kondisi Pasar Yang Berfluktuasi Secara Signifikan

       49

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, Bab III, Bagian Kedua, Pasal 38, Angka 1.

50

Republik Indonesia, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 02/POJK.04/2013 Tentang Pembelian Kembali Saham Yang Dikeluarkan Oleh Emiten Atau Perusahaan Publik Dalam Kondisi Pasar Yang Berfluktuasi Secara Signifikan, Bab I, Pasal 3.


(46)

Untuk mengurangi dampak pasar yang berfluktuasi secara signifikan yang menyebabkan terjadi tekanan bursa saham domestik, maka Otoritas Jasa Keuangan memberikan kemudahan bagi Emiten atau Perusahaan Publik untuk melakukan pembelian kembali (buyback) saham dengan menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Pembelian Kembali Saham yang Dikeluarkan oleh Emiten atau Perusahaan Publik Dalam Kondisi Pasar Yang Berfluktuasi Secara Signifikan. Dalam kondisi pasar yang berfluktuasi secara signifikan Perseroan diperbolehkan melakukan pembelian kembali (buyback) saham tanpa rapat umum pemegang saham.51

C. Latar Belakang Dilaksanakannya Pembelian Kembali (Buyback) Saham Di Pasar Modal

Pembelian kembali sebagian saham yang telah dilepas ke publik atau sering disebut dengan istilah stock buyback merupakan salah satu bentuk tindakan korporasi yang dilakukan emiten dan merupakan strategi dalam investasi saham. Pembelian kembali (buyback) saham dilakukan oleh emiten atau perusahaan publik sebagai salah satu cara untuk meningkatkan kembali harga sahamnya yang telah jatuh di pasar. Biasanya pembelian kembali (buyback) saham dilakukan ketika harga saham sudah dibawah harga riilnya. Selain itu, fungsi lain dari pembelian kembali (buyback) saham adalah untuk meningkatkan kembali laba perseroan per saham / Earn per Share (EPS) dan Return on Equity (ROE) secara berkelanjutan yang dapat menaikkan harga saham, terutama saat Perseroan sedang

       51

Republik Indonesia, Peraturan OJK Nomor 02/POJK.04/2013 Tentang Pembelian Kembali Saham Yang Dikeluarkan Oleh Emiten Atau Perusahaan Publik Dalam Kondisi Pasar Yang Berfluktuasi Secara Signifikan, Bab II, Pasal 4.


(47)

menghadapi issue mengenai penurunan kinerja Perseroan yang berpotensi menurunkan harga saham Perseroan tersebut.52

Pembelian kembali (buyback) saham dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif yang dapat dipakai oleh emiten untuk meningkatkan kembali harga sahamnya yang telah jatuh di pasar. Dengan dilakukannya pembelian kembali

(buyback) saham, maka berakibat pada naiknya laba per saham / Earning per

Share (EPS) dan Return on Equity / ROE secara berkelanjutan yang dapat

berakibat menaikkan harga saham di pasar.53 Sebenarnya peningkatan laba per saham Perseroan karena pembelian kembali (buyback) saham bukanlah peningkatan laba Perseroan secara murni. Bagi Perseroan, peningkatan laba per saham / Earn per Share (EPS) melalui pembelian kembali (buyback) saham tidak murni karena pembeli adalah Perseroan itu sendiri, walaupun dari segi penghitungan laba Earn per Share terjadi peningkatan.54 Dengan kata lain, kenaikan harga saham emiten yang melakukan stock buyback bukan diakibatkan dari peningkatan kinerja fundamental, namun hanya dari mekanisme permintaan dan penawaran pasar yang berubah.55

Salah satu faktor dilaksanakannya pembelian kembali (buyback) saham adalah untuk menjaga nilai nominal dari total modal disetor dan ditempatkan, jika sebagian dari modal tersebut tidak dimiliki atau dibeli oleh siapapun di pasar dalam jangka waktu tertentu. Artinya, pembelian kembali saham dapat dilakukan       

52

Hendy M. Fakhruddin, Go Publik: Strategi Pendanaan, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2008), hlm. 235.

53

Ibid. 54

Blogspot, “Pembelian kembali saham (Buy Back Share)”, http://getsolvedfriend.blogspot.com/2010/07/pembelian-kembali-saham-buy-back-share.html,

(diakses pada tanggal 5 April 2014) 55


(48)

oleh Perseroan apabila terjadi suatu keadaan dimana terdapat sejumlah saham yang telah dikeluarkan oleh perseroan, namun saham tersebut dalam status idle. Jadi, untuk mengamankan modal dan kekayaan Perseroan, maka saham tersebut kemudian dibeli kembali oleh Perseroan. Karena apabila saham tersebut tidak dibeli kembali oleh Perseroan, maka harus dilakukan koreksi atau penurunan dari total nonimal modal disetor dan modal ditempatkan perseroan. 56Saham yang dapat dibeli kembali oleh Perseroan juga terbatas, yaitu tidak melebihi 10% (sepuluh perseratus) dari jumlah modal yang ditempatkan dalam Perseroan.57 Pembelian kembali ini hanya boleh dilakukan berdasarkan persetujuan rapat umum pemegang saham.58 Saham yang telah dibeli kembali oleh Perseroan hanya boleh dikuasai Perseroan paling lama tiga tahun.59

Salah satu tujuan dilaksanakannya pembelian kembali saham merupakan bentuk tugas dan tanggung jawab perseroan untuk melindungi kekayaan dan modal perseroan. Undang-Undang Perseroan Terbatas baik Undang-Undang Nomor 1 tahun 1995 maupun Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 memasukkan ketentuan tentang pembelian kembali saham pada bagian perlindungan modal dan kekayaan perseroan, dari hal tersebut sudah dapat dilihat bahwa salah satu tujuan tindakan pembelian kembali (buyback) saham adalah untuk melindungi harta dan kekayaan perseroan.

       56

Bimoprasetio, “Buyback Saham Di Tengah Ancaman Anjloknya Harga Saham”, http://strategihukum.net/buy-back-saham-di-tengah-ancaman-anjloknya-harga-saham (diakses pada tanggal 2 April 2014)

57

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, Bab III, Bagian Kedua, Pasal 37, Angka 1, Huruf b.

58

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, Bab III, Bagian Kedua, Pasal 38, Angka 1.

59

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, Bab III, Bagian Kedua, Pasal 37, Angka 4.


(49)

Menurut wikipedia.com pembelian kembali (buyback) saham dapat mendistribusikan cash kepada pemegang saham yang ada sebagai ganti dari saham yang beredar yang dipegang oleh pemegang saham. Pembelian kembali (buyback) saham merupakan salah satu cara pemanfaatan sisa profit yang ditahan. Ketika perusahaan membeli kembali sahamnya, hal tersebut akan mengurangi jumlah saham beredar yang dipegang oleh publik, sehingga walaupun profit yang dihasilkan tetap sama, tetapi Earning per Share akan meningkat. Jadi, pembelian kembali (buyback) saham khususnya ketika harga saham perusahaan undervalue

akan memberikan return on investment yang menguntungkan.

Beberapa alasan yang menjadi dasar bagi emiten untuk membeli kembali sahamnya yang ada di publik, yaitu sebagai berikut:60

1. Untuk menjaga kewajaran harga sahamnya.

Di pasar modal, harga saham suatu perusahaan dapat dijadikan sebagai salah satu tolok ukur baik tidaknya kinerja keuangan perusahaan tersebut, sehingga dapat dikatakan dalam kondisi yang wajar dan normal. Semakin baik kinerja keuangan suatu perusahaan, maka harga sahamnya juga semakin membaik / meningkat. Pembelian kembali (buyback) saham dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif yang dapat dipakai oleh emiten untuk meningkatkan kembali harga sahamnya yang telah jatuh di pasar. Dengan dilakukannya pembelian kembali (buyback) saham, maka berakibat pada naiknya laba per saham (earning per share / EPS) dan Return on Equity / ROE secara berkelanjutan yang dapat berakibat menaikkan harga saham di pasar. Di samping itu, dengan

       60


(50)

pembelian kembali (buyback) saham, saham yang dimiliki oleh masyarakat akan berkurang (supply berkurang), akibatnya adalah harga saham akan naik (dengan asumsi jumlah permintaan terhadap saham tersebut tetap).

Namun perlu dicatat, bahwa alasan emiten untuk melakukan pembelian kembali (buyback) saham adalah untuk meningkatkan Earning per Share

perusahaan, karena naiknya laba per saham tersebut bukan diakibatkan oleh peningkatan pendapatan atau laba perusahaan, namun lebih disebabkan jumlah saham beredar yang semakin berkurang sehingga rasio laba per saham atau

Earning per Share menjadi meningkat. Atau dengan kata lain, kenaikan harga saham emiten yang melakukan stock buyback bukan diakibatkan dari peningkatan kinerja fundamental, namun hanya dari mekanisme permintaan dan penawaran pasar yang berubah.

2. Sinyal Psikologis ke pasar.

Pengumuman pembelian kembali (buyback) saham diharapkan mampu menularkan sinyal positif ke pasar bahwa harga saham mungkin sudah

undervalued, dengan demikian investor atau pasar diharapkan bereaksi positif untuk melakukan pembelian pada saham tersebut sehingga pada gilirannya harga saham kembali ke tingkat yang diharapkan emiten.

Ketika terjadi crash di pasar modal Amerika pada tahun 1987, banyak perusahaan besar mengumumkan akan melakukan pembelian kembali

(buyback) saham. Hal tersebut dilakukan dengan motivasi agar pasar

mendapat sinyal positif dan segera beraksi positif sehingga harga-harga saham menjadi relatif terjaga.


(51)

3. Melakukan pembelian kembali saham untuk dijual kembali.

Emiten yang telah melakukan pembelian kembali saham dapat menjual kembali sahamnya di Bursa. Jika saham yang telah dibeli kembali ini dapat dijual kembali dengan harga yang lebih tinggi dari harga perolehannya, maka selisih antara harga penjualan dengan harga pembelian kembali saham tersebut di tambahkan sebagai Tambahan Modal Disetor. Hal ini akan memperbaiki struktur permodalan emiten tersebut.

4. Melakukan pembelian kembali saham untuk dibagikan kepada karyawan (ESOP).

Beberapa perusahaan melakukan pembelian kembali saham dengan tujuan saham yang telah dibeli kembali akan dibagikan kepada karyawan sebagai insentif agar karyawan tersebut dapat terus bekerja di perusahaan tersebut. Insentif seperti ini biasa disebut Employee Stock Option Plan yaitu semacam program insentif bagi karywan untuk memiliki saham perusahaan dimana karyawan tersebut bekerja. Banyak hal yang dapat dihasilkan dari program ESOP ini, diantaranya adalah karyawan akan semakin betah dalam waktu yang lama (mengurangi tingkat turnover atau keluar masuknya karyawan di perusahaan tersebut).

5. Untuk menghindarkan diri dari akuisisi oleh perusahaan yang lain karena memiliki dana kas yang melimpah.

Perusahaan yang memiliki prospek yang bagus di masa depan terutama perusahaan yang sedang memiliki dana kas yang melimpah merupakan salah satu perusahaan yang sering diincar untuk diakuisisi. Sebagai salah satu cara


(52)

pertahanan diri agar tidak diakuisisi, perusahaan tersebut dapat menggunakan dana kas yang dimilikinya untuk membeli kembali sahamnya.

Di bursa saham yang sudah maju, seperti New York Stock Exchange (NYSE), pembelian kembali (buyback) sering dilakukan sebagai strategi pertahanan untuk menggagalkan upaya takeover atau pengambilalihan dari perusahaan lain yang tidak disukai emiten. Biasanya emiten yang memiliki saldo kas yang besar dalam neraca sering kali menjadi target yang menarik untuk akuisisi. Maka emiten yang menjadi sasaran menggunakan kas untuk membeli kembali saham mereka sendiri agar membuat mereka kurang menarik untuk dijadikan target akuisisi.

6. Pertimbangan pajak.

Pelaksanaan pembelian kembali (buyback) saham yang dilandasi oleh pertimbangan pajak sering kali terjadi, khususnya di negara-negara maju, karena ketika seorang investor mendapatkan pembagian dividen maka investor tersebut akan dikenakan sejumlah pajak atas penghasilan dari dividen tersebut. Artinya, return yang diberikan oleh emiten kepada pemegang menjadi berkurang karena adanya pajak atas dividen. Hal tersebut menjadi semakin krusial ketika tingkat pajak yang dikenakan atas pendapatan dividen relatif besar.

Untuk alasan demikian, maka emiten memilih melakukan pembelian kembali

(buyback) saham sehingga pemegang saham diberikan pilihan untuk menjual


(53)

yang lebih riil atau return yang memang diharapkan investor. Investor tentu akan bersedia membeli pada harga yang lebih tinggi dibanding harga pasar. 7. Faktor Fleksibilitas bagi emiten

Keputusan untuk membagikan dividen kepada pemegang saham merupakan keputusan yang direncanakan secara matang baik menyangkut timing, dana yang tersedia, dan pertimbangan kondisi keuangan perusahaan lainnya. Hal tersebut berbeda dengan keputusan dividen, karena manajemen emiten memiliki keleluasaan untuk mengatur kapan dan berapa besar transaksi yang akan dilakukan dalam pembelian kembali (buyback) saham.

8. Sebagai upaya penghematan dividen

Pembelian kembali (buyback) saham dapat mengurangi jumlah saham yang beredar di masyarakat, sehingga perusahaan dapat banyak menghemat pembagian dividen jika melakukan pembagian dividen saham, karena saham yang dibeli kembali tidak mendapatkan hak memperoleh dividen.


(54)

BAB III

SYARAT DAN PROSEDUR PEMBELIAN KEMBALI (BUYBACK)

SAHAM

A. Syarat Pembelian Kembali (Buyback) Saham

1. Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.

Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, pembelian kembali (buyback) saham diatur dalam Pasal 37 sampai dengan Pasal 40, Bagian Kedua tentang Perlindungan Modal dan Kekayaan Perseroan dari Bab ketiga Undang-Undang ini yang membahas tentang Modal dan Saham.

Perseroan dapat membeli kembali saham yang telah dikeluarkan dengan ketentuan:61

a. Pembelian kembali saham tersebut tidak menyebabkan kekayaan bersih Perseroan menjadi lebih kecil dari jumlah modal yang ditempatkan ditambah cadangan wajib yang telah disisihkan; dan

b. Jumlah nilai nominal seluruh saham yang dibeli kembali oleh Perseroan dan gadai saham atau jaminan fidusia atas saham yang dipegang oleh Perseroan sendiri dan/atau Perseroan lain yang sahamnya secara langsung atau tidak langsung dimiliki oleh Perseroan, tidak melebihi 10% (sepuluh perseratus) dari jumlah modal yang ditempatkan dalam Perseroan, kecuali diatur lain dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.       

61

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, Bab III, Bagian Kedua, Pasal 37, Angka 1.


(55)

c. Pembelian kembali saham Perseroan ini tidak menyebabkan pengurangan modal terkecuali saham tersebut ditarik kembali oleh Perseroan.62

Yang dimaksud dengan "kekayaan bersih" dalam huruf a adalah seluruh harta kekayaan Perseroan dikurangi seluruh kewajiban Perseroan sesuai dengan laporan keuangan terbaru yang disahkan oleh RUPS dalam waktu 6 (enam) bulan terakhir.63

Sehubungan dengan pembatasan periode penguasaan saham yang diperoleh kembali, Pasal 37 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 memberikan batasan bahwa saham yang dibeli kembali oleh Perseroan hanya boleh dikuasai paling lama 3 (tiga) tahun.64

Ketentuan Pasal 37 ayat 1 tersebut Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 juga memberikan ketentuan tentang kondisi yang dapat mengakibatkan suatu proses pembelian kembali (buyback) saham menjadi batal demi hukum. Ketentuan tersebut adalah sebagai berikut:

a. Pembelian kembali, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang tidak sesuai dengan ketentuan tersebut diatas (ketentuan Pasal 37 ayat 1) batal karena hukum.65

b. Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas kerugian yang diderita pemegang saham yang beritikad baik, yang timbul akibat

       62

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, Bab III, Bagian Kedua, Pasal 37, Angka 1, dan Penjelasannya.

63

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, Bab III, Bagian Kedua, Pasal 37, Angka 1, Huruf a, dan Penjelasannya.

64

I Made B. Tirthayatra, Loc. Cit.

65

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, Bab III, Bagian Kedua, Pasal 37, Angka 2.


(1)

renteng atas perbuatannya yang tidak sesuai dengan Pasal 37 ayat 1 Undang-Undang Perseroan Terbatas yang batal karena hukum karena mengakibatkan kerugian bagi perseroan maupun bagi pemegang saham yang beritikad baik. Akibat hukum terhadap saham yang dibeli kembali yaitu saham yang dibeli kembali oleh emiten atau perusahaan publik hanya boleh dikuasai perseroan paling lama 3 tahun yang kemudian akan dilepaskan ke pasar modal atau saham tersebut ditarik kembali. Saham yang telah dibeli kembali oleh perseroan tidak mempunyai hak suara dalam RUPS, tidak diperhitungkan dalam menentukan jumlah kuorum, dan tidak dapat pembagian dividen. Sedangkan akibat hukum terhadap pemegang sahamnya yaitu pemegang saham bukan lagi pemegang saham perseroan terkait dan kehilangan hak dan kewajibannya atas saham tersebut, seperti ikut dalam RUPS, diperhitungkan dalam menentukan jumlah kuorum, dan memperoleh deviden.

B. Saran

Adapun saran yang dapat diberikan berkaitan dengan pembahasan dan kesimpulan di atas adalah:

1. Emiten atau Perusahaan Publik suatu Perseroan harus menyusun strategi yang tepat kapan harus melakukan pembelian kembali saham dan kapan harus menjual kembali saham yang telah dibeli kembali tersebut, dengan memperhatikan ketentuan perundang-undangan agar manfaat pembelian kembali saham dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin baik bagi emiten maupun bagi pemegang saham atau investor.


(2)

2. Sebaiknya Otoritas Jasa Keuangan mengatur lebih rinci mengenai pembelian kembali (buyback) saham. Didalam Undang-Undang dan Peraturan Bapepam sudah pernah mengatur mengenai pembelian kembali saham, namun seharusnya Otoritas Jasa Keuangan sebagai lembaga independen memperbaharui pengaturan peraturan tersebut terutama berkenaan dengan hal prosedur pelaksanaan pembelian kembali saham.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU

Fakhruddin, Hendy M. Go Publik: Strategi Pendanaan, Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2008.

Ginting, Jamin. Hukum Perseroan Terbatas, Cet. Pertama, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2007.

Harahap, M. Yahya. Hukum Perseroan Terbatas, Ed. Pertama, Cet. Kedua Jakarta: Sinar Grafika, 2009.

Ibrahim, Johnny. Teori dan Metodologi: Penelitian Hukum Nomartif, Ed. Revisi, Malang: Bayumedia Publishing, 2008.

Mertokusumo, Sudikno. Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Ed. Kelima, Cet. Kedua, Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, 2005.

Manan, Bagir. Hukum Positif Indonesia, Cet. Pertama (Yogyakarta: FH UII Press, 2004.

Sembiring, Sentosa. Hukum Perusahaan Tentang Perseroan Terbatas, Cet. Pertama. Bandung: Nuansa Aulia, 2006.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, Ed. Pertama, Cet. Ketujuh. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2003.

Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum, Cet. Ketiga. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), 2005.

Soeroso, R. Pengantar Ilmu Hukum, Ed. Pertama, Cet. Kesepuluh. Jakarta: Sinar Grafika, 2008.

Sutedi, Adrian. Aspek Hukum Otoritas Jasa Keuangan, Cet. Pertama, Jakarta: Raih Asa Sukses, 2014.

Waluyo, Bambang. Penelitian Hukum Dalam Praktek, Ed. Pertama, Cet. Kedua. Jakarta: Sinar Grafika, 1996.

B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.


(4)

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan.

Republik Indonesia, Peraturan Nomor XI.B.2, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor Kep-105/BL/2010 Tentang Pembelian Kembali Saham Yang Dikeluarkan Oleh Emiten atau Perusahaan Publik.

Republik Indonesia, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 02/POJK.04/2013 tentang Pembelian Kembali Saham Yang Dikeluarkan Oleh Emiten Atau Perusahaan Publik Dalam Kondisi Pasar Yang berfluktuasi Secara Signifikan.

C. JURNAL

Nezky, Mita. 2013. “Pengaruh Krisis Ekonomi Amerika Serikat Terhadap Bursa Saham dan Perdagangan Indonesia”. Jurnal Ekonomi Bank Indonesia.

Tambunan, Marhara Tua Mulyadi. 2013. “Tanggung Jawab Direksi Terhadap Pemegang Saham Beritikad Baik Atas Pembelian Kembali Saham Yang Batal Karena Hukum”. Jurnal Hukum Ekonomi, Februari – Mei 2013.

Tarmidi, Lepi T. “Krisis Moneter Indonesia: Sebab, Dampak, Peran IMF dan Saran”. Jurnal Ekonomi Bank Indonesia.

D. BAHAN AJAR

Nasution, Bismar. “Diktat Hukum Pasar Modal”, Medan: Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2005.

E. WEBSITE

Bimoprasetio, “Buyback Saham Di Tengah Ancaman Anjloknya Harga Saham”, http://strategihukum.net/buy-back-saham-di-tengah-ancaman-anjloknya-harga-saham (diakses pada tanggal 2 April 2014). Blogspot, “Pembelian kembali saham (Buy Back Share)”,

http://getsolvedfriend.blogspot.com/2010/07/pembelian-kembali-saham-buy-back-share.html (diakses pada tanggal 5 April 2014). Corporate Governance, Shareholders, “INVESTOPEDIA - Buyback”,

http://www.investopedia.com/terms/b/buyback.asp (diakses pada tanggal 17 Maret 2014).


(5)

Hukum Online, “Otoritas Jasa Keuangan: Buyback Bisa Dilakukan Tanpa RUPS”

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5215c9dbe4f82/Otoritas Jasa Keuangan--buyback-bisa-dilakukan-tanpa-rups (diakses pada tanggal 28 Februari 2014).

InvestorWords, “Buyback”, http://www.investorwords.com/639/buyback.html (diakses pada

tanggal 17 Maret 2014).

Kementrian Sekretariat Negara Republik Indonesia, “Perekonomian Indonesia Tahun 2008 Tengah Krisis Keuangan Global”, http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task=view &id=3698 (diakses pada tanggal 28 Februari 2014).

Mr Arbobinardi, “Apa, bagaimana dan kenapa terjadi mekanisme buy back saham>”, http://ardobinardi.blogspot.com/2008/10/apa-sebenarnya-program-buy-back-saham.html (diakses pada tanggal 2 April 2014). Otoritas Jasa Keuangan, “Emiten dan Perusahaan Publik”,

http://www.ojk.go.id/emiten-dan-perusahaan-publik (diakses pada tanggal 17 Maret 2014).

Otoritas Jasa Keuangan, “Laporan Triwulan OJK”, http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web& cd=3&ved=0CC0QFjAC&url=http%3A%2F%2Fwww.ojk.go.id%2F dl.php%3Fi%3D863&ei=6EqtU63oAsS9ugTBioKICg&usg=AFQjC NEve4Jv8LRg94v9AP_NLF1kDgZIvA, (diakses pada tanggal 28 Februari 2014).

Perpustakaan Universitas Indonesia,

http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/120422-T%2025529-Efek%20pengumuman-Tinjauan%20literatur.pdf (diakses pada tanggal 22 Juni 2014)

Perusahaan Umum, http://id.wikipedia.org/wiki/Perusahaan_umum (diakses pada tanggal 17 Maret 2014).

Prasetyo, Bagus Whisnu, “Ini Syarat Aturan Buyback Saham Otoritas Jasa Keuangan”, http://www.beritasatu.com/saham/134422-ini-syarat-aturan-buyback-saham-ojk.html (diakses pada tanggal 22 Maret 2014).

Reuters, “Okezone.com - Pasang Surut Pasar Modal Indonesia”, http://economy.okezone.com/read/2013/08/11/226/848741/redirect (diakses pada tanggal 27 Februari 2014).


(6)

Tirthayatra, I Made B., “Beberapa Perbedaan Antara UU PT Tahun 2007 dengan UU PT Tahun 1995”, http://made- tirthayatra.blogspot.com/2009/06/beberapa-perbedaan-antara-uu-pt-tahun.html (diakses pada tanggal 22 Maret 2014).

Wiyanti, Sri “Ini perbedaan krisis ekonomi 1998, 2008 dan 2013 versi BI”, http://www.merdeka.com/uang/ini-perbedaan-krisis-ekonomi-1998-2008-dan-2013-versi-bi.html (diakses pada tanggal 27 Februari 2014).


Dokumen yang terkait

Analisis Yuridis Terhadap Pengurangan Pungutan Oleh Otoritas Jasa Keuangan Sebagai Akibat dari Kepailitan

3 95 116

Tinjauan Yuridis Terhadap Perlindungan Nasabah Bank Setelah Adanya Otoritas Jasa Keuangan Dalam Perbankan Studi Ojk Kantor Regional V Sumatera, Medan

2 104 96

Tinjauan Yuridis Terhadap Penerapan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor: 1/Pojk.07/2013 Tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan Terhadap Perlindungan Konsumen Perbankan Di Indonesia

10 154 121

Buyback (Pembelian Kembali Saham ) Sebagai Perlindungan Modal Dan Kekayaan Perseroan Terbatas

0 61 108

Tinjauan Yuridis Terhadap Perlindungan Nasabah Bank Setelah Adanya Otoritas Jasa Keuangan Dalam Perbankan (Studi Ojk Kantor Regional V Sumatera, Medan)

3 71 96

Efektivitas Pelaksanaan Sistem Pengawasan Terhadap Lembaga Asuransi Setelah Terbentuknya Otoritas Jasa Keuangan (Studi Di Lembaga Otoritas Jasa Keuangan Jakarta)

0 12 31

TINJAUAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN SETELAH TERBENTUKNYA OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) | ASSHIDDIEQY | Legal Opinion 5573 18333 2 PB

0 0 8

BAB II PENGATURAN DAN PENGAWASAN OTORITAS JASA KEUANGAN TERHADAP SEKTOR JASA KEUANGAN A. Latar Belakang Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan - Analisis Yuridis Terhadap Pengurangan Pungutan Oleh Otoritas Jasa Keuangan Sebagai Akibat dari Kepailitan

0 3 22

BAB II LATAR BELAKANG DILAKSANAKANNYA TINDAKAN PEMBELIAN KEMBALI (BUYBACK) SAHAM YANG BEREDAR DI PASAR MODAL A. Pengertian Pembelian Kembali (Buyback) Saham - Tinjauan Yuridis Terhadap Pembelian Kembali (Buyback) Saham Perusahaan Publik Setelah Terbentukn

0 0 14

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PEMBELIAN KEMBALI (BUYBACK) SAHAM PERUSAHAAN PUBLIK SETELAH TERBENTUKNYA OTORITAS JASA KEUANGAN SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

0 0 11