Faktor-faktor penahan mobilitas penduduk perempuan ke luar desa

(1)

FAKTOR-FAKTOR PENAHAN MOBILITAS PENDUDUK PEREMPUAN KE LUAR DESA

(Kasus Kampung Cengal, Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

Oleh: Dina Nurdinawati

I34070058

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

Abstract

Nowadays there is a composition change in quantity of population mobility between men and women, especially international migration in this era. Women have a lot of considerations, not only internal but also external considerations to make a mobility decision. If the consideration is not support them to move, so they will not do the population mobility. This case occurred in Kampung Cengal, Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor Jawa Barat. Personal characteristics of women in there, are not support them to move. Beside that, the force of pull factors and push factors that can make them move is weak. The aims of this research are to know the mobility experience of woman community in Karacak and identify the resist factors that cause mobility rate of woman community in Desa Karacak is low.


(3)

RINGKASAN

DINA NURDINAWATI. Faktor-Faktor Penahan Mobilitas Penduduk Perempuan ke Luar Desa (Kasus: Kampung Cengal, Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor). Di bawah bimbingan EKAWATI SRI WAHYUNI

Proses mobilitas penduduk atau migrasi yang kian marak ini ternyata mengalami perubahan komposisi laki-laki dan perempuan yang terlibat di dalamnya, khususnya dalam migrasi internasional. Namun, hal ini tidak terjadi merata di semua daerah di Indonesia. Ada beberapa daerah justru tingkat mobilitas penduduk perempuannya rendah. Fenomena tersebut terjadi di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Penelitian ini dimaksudkan untuk menjawab suatu pertanyaan penelitian yang utama yaitu: Apa faktor-faktor yang menahan perempuan pedesaan untuk melakukan mobilitas penduduk ke luar desa? Penelitian ini merupakan penelitian survai dengan tipe eksplanatori. Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif dengan didukung oleh data kualitatif seperti jawaban responden atas pertanyaan terbuka dalam angket dan kalimat hasil konsultasi atau wawancara antara peneliti dan informan. Jumlah responden dalam penelitian ini adalah tiga puluh orang.

Penduduk perempuan Desa Karacak memiliki pengalaman mobillitas penduduk yang berbeda-beda di masa lampau. Berbagai motif melatarbelakangi kepergian para penduduk perempuan ke luar desa, dan salah satu motif yang paling menonjol adalah motif ekonomi. Arah mobilitas penduduk desa ini adalah menuju daerah perkotaan yang menjanjikan kesempatan kerja di sektor industri dan jasa pembantu rumah tangga.

Faktor-faktor penahan mobilitas penduduk perempuan ke luar desa yang terjadi di Desa Karacak berawal dari ketidaksesuaian karakteristik pribadi dalam memenuhi sifat selektivitas migrasi. Ketidaksesuaian karakteristik pribadi berpengaruh terhadap penilaian responden terhadap faktor-faktor di daerah asal dan faktor di daerah tujuan. Pertimbangan-pertimbangan yang mereka lakukan mendorong pada suatu tindakan rasional berupa tetap tinggal di desa dan tidak melakukan mobilitas penduduk.


(4)

FAKTOR-FAKTOR PENAHAN MOBILITAS PENDUDUK PEREMPUAN KE LUAR DESA

(Kasus Kampung Cengal, Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

Oleh: Dina Nurdinawati

I34070058

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(5)

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh : Nama Mahasiswa : Dina Nurdinawati

NRP : I34070058

Program Studi : Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Judul : Faktor-Faktor Penahan Mobilitas Penduduk Perempuan ke Luar Desa (Kasus Kampung Cengal Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Dapat diterima sebagai skripsi pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ekawati S. Wahyuni, MS

NIP. 19600827 198603 2 002

Mengetahui,

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Ketua

NIP: 19550630 198103 1 003 Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS


(6)

LEMBAR PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “FAKTOR-FAKTOR PENAHAN MOBILITAS PENDUDUK PEREMPUAN KE LUAR DESA (KASUS KAMPUNG CENGAL, DESA KARACAK, KECAMATAN LEUWILIANG, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT)” BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN. DEMIKIAN PERNYATAAN INI SAYA BUAT DENGAN SESUNGGUHNYA.

Bogor, Februari 2011

DINA NURDINAWATI I34070058


(7)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kuningan, 22 September 1989 dari pasangan Bapak Fathul Falah, Sm.Hk dan Ibu Ini Sukini, S.Pd.I. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara. Penulis memiliki seorang adik yang bernama Elfa Nurfadilah.

Pendidikan formal yang pernah dilalui penulis adalah SDN II Purwawinangun (1995-2001), SMP Negeri I Kuningan (2001-2004), SMA Negeri 2 Kuningan (2004-2007), dan penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) di Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat.

Aktivitas di luar perkuliahan yang pernah penulis ikuti adalah Bendahara I Himpunan Mahasiswa Aria Kamuning Kuningan (HIMARIKA) dan anggota Divisi Jurnalistik Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu-Ilmu Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (HIMASIERA). Selain itu, penulis juga sempat menjadi asisten di beberapa mata kuliah, yaitu Asisten Sosiologi Umum, Asisten Tutorial Sosiologi Umum, Asisten Pengantar Ilmu Kependudukan, dan di semester terakhir menjadi Asisten Kajian Agraria.

Selain mengikuti organisasi dan menjadi asisten di beberapa mata kuliah, penulis juga pernah mendapatkan beberapa pengahargaan, diantaranya adalah Program Kreatifitas Mahasiswa Bidang Teknologi “Sistem Pengambilan Keputusan Penilaian Kemampuan Akademik untuk Siswa Sekolah Menengah” dalam Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS XII), Peraih Hibah Dikti Program Kreativitas Mahasiswa Bidang Artikel Ilmiah “Inisiatif Lokal dalam Pengembalian Fungsi Ekologi Lahan Terdegradasi : Studi Dua Kelompok Tani”, Juara II Lomba Karya Ilmiah Nasional “Perempuan dalam Pendidikan: Telaah Peran Program Keaksaraan Fungsional dalam Mengatasi Buta Aksara Perempuan Pedesaan”.


(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Rasa syukur yang luar biasa penulis haturkan kepada ALLAH SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Faktor-Faktor Penahan Mobilitas Penduduk Perempuan ke Luar Desa (Kasus: Kampung Cengal, Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)” tepat pada waktunya. Skripsi ini merupakan salah satu syarat kelulusan dalam memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat di Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ibu Dr. Ekawati Sri Wahyuni, MS. selaku dosen pembimbing yang senantiasa

meluangkan waktu dan perhatiannya untuk membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini. Terima kasih atas kesediannya berdisukusi dan memberikan pencerahan-pencerahan selama penyusunan Studi Pustaka, Proposal, sampai dengan skripsi.

2. Ibu Ir. Melani A. Sunito, MSc dan Ibu Heru Purwandari, SP, MSi. selaku dosen penguji utama dan Wakil Departemen dalam ujian kelulusan. Terima kasih atas kesediaan Ibu untuk menguji skripsi ini.

3. Bapak Martua Sihaloho, SP, M.Si, yang selalu memberikan semangat dan menumbuhkan kepercayaan diri penulis untuk mengikuti program akselerasi dan menyelesaikan skripsi dengan baik.

4. Keluarga Tercinta Bapak Fathul Falah, Ibu Ini Sukini, dan Adikku Elfa Nurfadilah sebagai sumber semangat bagi penulis dalam menjalani kehidupan. Terima kasih atas cinta kasih, semangat, dan doa yang senantiasa diberikan untuk penulis.

5. Pemerintah Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, atas izin dan kerjasamanya selama melakukan penelitian.

6. Keluarga Bapak Agus Rohendi (terutama Ibu Aan dan Ai) juga keluarga Bapak Abdul Kohar, yang menjadi keluarga penulis selama melakukan penelitian. Terima kasih atas segala bantuan yang memudahkan penulis selama penelitian.


(9)

7. Warga Kampung Cengal selaku responden dan informan dalam penelitian yang senantiasa ramah dan dan mau bekerja sama dengan penulis.

8. Keluarga Bapak Prof. Dr. Ir. M. Ahmad Chozin, M.Agr dan Ibu Yeyet selaku keluarga penulis selama penulis menjalani perkuliahan di Bogor.

9. Wiwid Arif Pambudi, atas perhatian, semangat, dan doa yang selalu diberikan untuk penulis.

10.Sahabat-sahabatku di KPM 44, yang senantiasa memberikan keceriaan dan motivasi kepada penulis, terutama teman-teman akselerasi (Syifa, Dewi, Maya, Aci, Frisca, Bio, Nene, Laila, Anis, dan lain-lain), Neng Geulis (Intan, Dewi, Rizqi, Syifa), juga rekan dalam berkarya (Syifa Maharani dan Alfian Helmi).

11.Sahabat-sahabat tercinta di Pondok Nova (Rizqi, Syifa, Maulina, Fitri, Wika, Yoshita, Astri, Ashna) atas kebersamaan yang telah dilalui selama hampir 3 tahun, pengertian, dan perhatian yang tak pernah akan penulis lupakan.

12.Semua pihak yang turut membantu penyelesaian karya ilmiah ini.

Bogor, Februari 2011


(10)

KATA PENGANTAR

Puji syukur yang setinggi-tingginya penulis haturkan kepada Allah SWT, atas rahmat-Nya yang tak terhingga sehingga skripsi yang berjudul “Faktor-Faktor Penahan Mobilitas Penduduk Perempuan ke Luar Desa (Kasus: Kampung Cengal, Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)” mampu diselesaikan penulis tepat pada waktunya. Ucapan terima kasih juga penulis haturkan kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis berharap skripsi yang telah disusun ini dapat membawa manfaat, tidak hanya untuk penulis, tetapi juga untuk kalangan akademisi dan non akademisi yang tertarik dalam bidang-bidang kependudukan. Segala bentuk dukungan berupa kritik dan saran yang membangun penulisan ini diharapkan menambah wawasan penulis untuk memperbaiki kekurangan yang ada sehingga menghasilkan karya yang lebih baik.

Dina Nurdinawati I34070058


(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah Penelitian ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.4. Kegunaan Penelitian ... 5

BAB II PENDEKATAN TEORITIS ... 6

2.1. Tinjauan Pustaka ... 6

2.1.1. Konsep dan Teori Mobilitas Penduduk ... 6

2.1.2. Pengambilan Keputusan Mobilitas Penduduk ... 9

2.1.3. Konsep Tindakan Rasional Weber ... 13

2.2. Kerangka Pemikiran ... 15

2.3. Hipotesis Penelitian ... 17

2.4. Definisi Operasional... 17

BAB III PENDEKATAN LAPANG ... 21

3.1. Metode Penelitian ... 21

3.2. Jenis dan Sumber Data ... 21

3.3. Teknik Penentuan Responden ... 22

3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 23

3.5. Pengolahan dan Analisis Data ... 24


(12)

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 26

4.1. Keadaan Geografis Desa Karacak ... 26

4.2. Kependudukan ... 27

4.3. Potensi Sarana dan Prasarana ... 30

4.4. Profil Kampung Cengal... 31

4.5. Ikhtisar Bab IV ... 32

BAB V KARAKTERISTIK RESPONDEN ... 34

5.1. Umur ... 34

5.2. Status Pernikahan ... 36

5.3. Umur Anak Terkecil ... 36

5.4. Status Pekerjaan ... 37

5.5. Jenis Pekerjaan Suami ... 37

5.6. Tingkat Pendidikan ... 38

5.7. Tingkat Pendapatan Pribadi ... 39

5.8. Status Ekonomi Keluarga ... 39

5.9. Ikhtisar Bab V ... 39

BAB VI FAKTOR DIDAERAH ASAL, DAERAH TUJUAN, DAN PENGHALANG ANTARA ... 41

6.1. Faktor di Daerah Asal ... 41

6.2. Faktor di Daerah Tujuan ... 43

6.3. Faktor Penghalang Antara ... 45

6.3.1. Tingkat Kemudahan Sarana Transportasi ... 45

6.3.2. Budaya ... 46


(13)

Bab VII SEJARAH DAN PENGALAMAN MOBILITAS PENDUDUK

PEREMPUAN DESA KARACAK ... 48

7.1. Sejarah Mobilitas Penduduk Perempuan Desa Karacak ... 48

7.2. Pengalaman Mobilitas Penduduk Perempuan Desa Karacak ... 51

7.2.1. Latar Belakang Mobilitas Penduduk Perempuan ... 51

7.2.2. Proses Mobilitas Peduduk Perempuan ... 58

7.2.3. Arah dan Pola Mobilitas Penduduk Perempuan ... 59

7.3. Ikhtisar Bab VII ... 61

BAB VIII FAKTOR PENAHAN MOBILITAS PENDUDUK PEREMPUAN KELUAR DESA ... 63

8.1. Karakteristik Individu Responden ... 63

8.1.1. Faktor Umur dalam Pengambilan Keputusan Mobilitas Penduduk Perempuan ... 63

8.1.2. Faktor Status Pernikahan dalam Pengambilan Keputusan Mobilitas Penduduk Perempuan ... 65

8.1.3. Faktor Umur Anak Terkecil dalam Pengambilan Keputusan Mobilitas Penduduk Perempuan ... 67

8.1.4. Faktor Jenis Pekerjaan Suami dalam Pengambilan Keputusan Mobilitas Penduduk Perempuan ... 69

8.2. Kondisi Sosial Ekonomi Responden ... 70

8.2.1. Faktor Status Pekerjaan dalam Pengambilan Keputusan Mobilitas Penduduk Perempuan ... 70

8.2.2. Faktor Tingkat Pendidikan dalam Pengambilan Keputusan Mobilitas Penduduk Perempuan ... 71

8.2.3. Faktor Tingkat Pendapatan Pribadi dalam Pengambilan Keputusan Mobilitas Penduduk Perempuan ... 72

8.2.4. Faktor Status Ekonomi Keluarga dalam Pengambilan Keputusan Mobilitas Penduduk Perempuan ... 73


(14)

BAB IX KESIMPULAN DAN IMPLIKASI ... 76

9.1. Kesimpulan ... 76

9.2. Implikasi ... 77


(15)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Komposisi Penduduk Desa Karacak berdasarkan Umur dan Jenis

Kelamin Tahun 2010 ... 28 Tabel 2. Komposisi Penduduk Desa Karacak berdasarkan Tingkat

Pendidikan Tahun 2010 ... 29 Tabel 3. Komposisi Penduduk Desa Karacak berdasarkan Mata Pencaharian

Tahun 2010 ... 30 Tabel 4. Karakteristrik Pribadi Respoden di Desa Karacak Tahun 2010 ... 35 Tabel 5. Tingkat Kemudahan dan Kenyamanan Sarana Transportasi Umum

Desa Karacak Tahun 2010 ... 45 Tabel 6. Perubahan Karakteristik Mobilitas Perempuan Desa Karacak

berdasarkan Periodisasi Waktu 1980 - 2010 ... 48 Tabel 7. Karakteristik Umur Responden di Desa Karacak Tahun 2010 ... 64 Tabel 8. Karakteristik Status Pernikahan Menurut Umur Responden di Desa

Karacak Tahun 2010 ... 65 Tabel 9. Karakteristik Umur Terkecil Responden Berdasarkan Status

Pernikahannya di Desa Karacak Tahun 2010 ... 67 Tabel 10. Karakteristik Jenis Pekerjaan Suami Berdasarkan Umur Anak

Terkecil Responden di Desa Karacak Tahun 2010 ... 69 Tabel 11. Karakteristik Status Pekerjaan Responden di Desa Karacak Tahun

2010 ... 70 Tabel 12. Karakteristik Tingkat Pendidikan Responden di Desa Karacak

Tahun 2010 ... 71 Tabel 13. Karakteristik Tingkat Pendapatan Pribadi Responden di Desa

Karacak Tahun 2010 ... 73 Tabel 14. Karakteristik Status Ekonomi Keluarga Responden di Desa


(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Faktor Tempat / Daerah Asal dan Tempat / Derah Tujuan, serta Penghalang Antara dalam Migrasi ... 7 Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional... 16 Gambar 3. Peta Lokasi Desa Karacak Tahun 2010 ... 26 Gambar 4. Proporsi Tingkat Kecukupan Responden Atas Kehidupan di Desa

Karacak Tahun 2010 ... 42 Gambar 5. Alasan Stayer Melakukan Mobilitas Penduduk Jangka Pendek di Desa Karacak Tahun 2010 ... 52 Gambar 6. Alasan Return Migrant Meninggalkan Desa Karacak

Tahun 1981 - 2005 ... 54 Gambar 7. Alasan Pendatang Bermigrasi ke Desa Karacak Tahun 1978- 2009 .. 57


(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penduduk merupakan salah satu modal dasar pembangunan. Salah satu kajian menarik terkait masalah kependudukan di Indonesia adalah aspek mobilitas penduduk. Migrasi atau mobilitas penduduk merupakan salah satu bentuk perjalanan manusia modern untuk menempuh sekaligus mendapatkan kehidupan yang lebih baik.1

Proses mobilitas penduduk atau migrasi yang kini kian marak ternyata mengalami perubahan komposisi laki-laki dan perempuan yang terlibat di dalamnya, khususnya dalam migrasi internasional. Di Indonesia, perubahan ini terjadi sejak tahun 1980-an. Jika dikaitkan dengan aspek sejarah, perubahan ini sebenarnya dimulai pada tahun 70-an ketika banyak yang menerapkan Revolusi Hijau di pedesaan Jawa, dampaknya terutama terhadap kesempatan kerja. Perempuan di desa kehilangan pekerjaan-pekerjaan yang secara tradisional menjadi miliknya, seperti menyiang, memotong padi, menumbuk padi, dan jual beli beras (nguyang). Salah satu strategi dalam menghadapi tantangan itu adalah melibatkan diri dengan pekerjaan-pekerjaan yang tersedia. Hal ini terbukti dengan banyaknya perempuan desa melakukan mobilitas penduduk untuk mencari pekerjaan di luar desanya. Bahkan, sejak beberapa tahun terakhir ini sudah ratusan ribu perempuan kita yang meninggalkan keluarganya, kerabatnya, bermigrasi

1 KU, Noer,

Gender-and-Migration’,


(18)

menyebrang lautan bekerja di negara-negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, bahkan sampai ke negara-negara Arab (Rahardjo, 1997). Data terbaru dari penempatan TKI tahun 2001-2004, TKI perempuan mencapai 1.113.988 orang atau 76,82 persen dari jumlah penempatan TKI yaitu 1.450.069 (Wulan, 2007).

Patut diakui perempuan dan migrasi memang pada dasarnya adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan (Chant dan Radcliffe, 1992 seperti dikutip Noer, 2008). Mobilitas penduduk yang dilakukan oleh perempuan umumnya dipicu oleh minimnya kesempatan kerja di daerah asal, atau meminjam istilah Mantra (1994), bahwa besarnya perbedaan tingkat kefaedahan antarwilayah mendorong seseorang untuk melakukan mobilisasi, baik melalui saluran-saluran yang resmi maupun yang tidak resmi. Tentu saja adanya kesenjangan ini mendorong perempuan untuk berusaha lebih mandiri guna memperbaiki kehidupannya.

Berdasarkan hasil penelitian Noer (2008), dalam melakukan mobilitas penduduk, perempuan tidak hanya mempertimbangkan faktor-faktor dari dalam dirinya saja, faktor situasional dan kultural kerap kali menjadi bahan pertimbangan lain yang tidak kalah dominan dalam proses berpikir perempuan untuk melakukan mobilitas penduduk atau tidak. Mantra,1998, 1999, 2001 dan Sukamdi, 2002 (seperti dikutip Setiadi, 2004) menjelaskan bahwa di beberapa daerah, seperti Cilacap (Jawa Tengah), Cianjur (Jawa Barat), Indramayu (Jawa Barat), Kulon Progo (Yogyakarta), dan beberapa daerah di Jawa Timur, tingkat mobilitas penduduk perempuannya, khususnya migrasi internasional terbilang tinggi, oleh karena itu daerah-daerah ini disebut sebagai daerah pengirim migran perempuan.


(19)

Dewasa ini mulai banyak ditemukan penelitian tentang mobilitas penduduk perempuan, seperti penelitian Sri Rum Giyarsih dan Umi Listyaningsih (2003) yang meneliti mengenai Dampak Non Ekonomi Migrasi Tenaga Kerja Wanita ke Luar Negeri di Daerah Asal, penelitian Ekawati S. Wahyuni (2000) yang meneliti mengenai Migran Wanita dan Persoalan Perawatan Anak, dan penelitian Khaerul Umam Noer (2008) yang meneliti mengenai Perempuan dan Migrasi (Studi Mengenai Migrasi Individual Perempuan Madura di Bekasi). Penelitian mengenai mobilitas penduduk perempuan ini awalnya masih sering terintegrasi dengan penelitian mengenai mobilitas penduduk laki-laki. Penelitian-penelitian ini umumnya meneliti mengenai alasan perempuan meninggalkan daerah asalnya dan pengaruh kepergian tersebut bagi dirinya, keluarganya, daerah asalnya, maupun daerah tujuannya.

Namun demikian, masih jarang sekali ditemui penelitian yang mengungkap alasan perempuan untuk tidak pergi meninggalkan daerah asalnya. Ketika dalam suatu daerah, penduduk laki-lakinya cukup banyak yang melakukan mobilitas penduduk, bahkan merambah sampai ke luar pulau, dan terdapat juga beberapa penduduk perempuan yang melakukan mobilitas ke luar desa, namun masih banyak ditemukan penduduk perempuan di desa tersebut yang memutuskan untuk tidak melakukan mobilitas penduduk seperti rekan-rekannya yang lain. Penduduk perempuan semacam ini ditemui di Kampung Cengal, Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Di saat begitu banyak perempuan yang terlibat dalam mobilitas penduduk, bahkan merambah pada migrasi internasional, mayoritas penduduk perempuan Kampung Cengal, Desa Karacak tetap bertahan di desa. Letak desa yang terbilang


(20)

dekat dari pusat kota Bogor, dengan akses kendaraan umum yang juga relatif mudah ternyata tidak mendorong penduduk perempuan Desa Karacak yang bertahan di desa ini untuk melakukan mobilitas penduduk ke luar desa seperti rekan-rekannya yang lain di desa tersebut.

Fakta semacam ini peneliti dapatkan saat melakukan tinjauan awal kegiatan Kuliah Kerja Profesi (KKP) yang berlokasi sama dengan lokasi penelitian ini. Berawal dari fakta inilah, muncul suatu ketertarikan untuk mengkaji lebih jauh mengenai alasan yang membuat para perempuan di Desa Karacak tetap bertahan di desa.

1.2. Rumusan Masalah Penelitian

Penduduk perempuan Kampung Cengal, Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang yang tetap bertahan di desa tentu memiliki alasan tersendiri yang menyebabkan mereka tetap tinggal di desa. Ketika penduduk laki-laki di desa tersebut bisa melakukan mobilitas penduduk ke luar desa, begitupun beberapa penduduk perempuan lain di desa tersebut bisa terlibat dalam mobilitas penduduk, namun mayoritas penduduk perempuan di desa tersebut tetap bertahan di desa.

Faktor-faktor apa yang sebenarnya menahan perempuan-perempuan tersebut untuk pergi? Padahal, penduduk laki-laki di desa tersebut cukup banyak yang melakukan mobilitas penduduk ke luar desa, begitupun beberapa penduduk perempuan lainnya juga pernah dan masih terlibat mobilitas penduduk ke luar desa. Ditambah lagi, Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat secara geografis memiliki jarak yang dekat dari pusat Kota Bogor, ibukota Kabupaten Bogor, bahkan ibukota Negara Indonesia. Akses terhadap daerah tersebut pun relatif mudah, bisa dijangkau dengan angkutan umum, mobil


(21)

pribadi, atau kendaraan bermotor lainnya. Kondisi jalan yang cukup baik sangat memungkinkan terjadinya mobilitas penduduk baik laki-laki maupun perempuan. Ketersediaan faktor penghalang antara yang relatif mudah untuk dilalui ini ternyata tidak menjadikan penduduk perempuan Kampung Cengal, Desa Karacak pergi meninggalkan desanya.

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah dan pertanyaan penelitian yang telah dipaparkan di atas, disusunlah beberapa tujuan penelitian guna menjawab rumusan masalah dan pertanyaan penelitian tersebut, yaitu:

1. Mengetahui sejarah dan pengalaman mobilitas penduduk perempuan Desa Karacak.

2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang menahan penduduk perempuan Desa Karacak untuk melakukan mobilitas penduduk ke luar desa.

1.4. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan berguna untuk:

1. Menambah wawasan serta ilmu pengetahuan bagi peneliti dalam mengkaji secara ilmiah mengenai faktor-faktor yang menjadi penahan terjadinya mobilitas penduduk perempuan ke luar desa.

2. Menambah kepustakaan ilmiah mengenai mobilitas penduduk perempuan pedesaan.

3. Acuan dalam pelaksanaan pemberdayaan perempuan pedesaan bagi kalangan non akademisi, seperti masyarakat, swasta, dan pemerintah.


(22)

BAB II

PENDEKATAN TEORITIS

2.1. Tinjauan Pustaka

2.1.1.Konsep dan Teori Mobilitas Penduduk

Istilah umum bagi gerak penduduk dalam demografi adalah population mobility atau secara lebih khusus territorial mobility yang biasanya mengandung makna gerak spasial, fisik, dan geografis (Shryock & Siegel,1973 seperti dikutip oleh Rusli, 1996). Mobilitas penduduk horizontal atau geografis dapat dibagi menjadi mobilitas penduduk non permanen (atau mobilitas penduduk sirkuler) dan mobilitas penduduk permanen. Mobilitas penduduk non permanen adalah gerak penduduk dari satu wilayah menuju ke wilayah lain dengan tidak ada niatan menetap di daerah tujuan. Mobilitas penduduk sirkuler ini dibagi menjadi mobilitas penduduk ulang-alik (commuting) dan nginap atau (mondok) di daerah tujuan (Mantra, 1994). Standing (1985) menyebutkan bahwa konsep mobilitas teritorial mencakup empat dimensi penting, yaitu: ruang, tempat tinggal, waktu, dan perubahan kegiatan. Oleh karena itu, tidak semua perpidahan bisa dikategorikan sebagai migrasi.

Perhatian terhadap fenomena gerak penduduk telah berlangsung lama, berbagai teori yang mencoba menjelaskan fenomena ini pun banyak bermunculan. Teori migrasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Migrasi Everett S. Lee. Teori ini mengembangkan sejumlah hipotesa berkenaan dengan volume migrasi, stream dan counterstream, serta karakteristik para migran (Lee, 1984). Lee berpendapat bahwa dalam tiap tindakan migrasi baik yang jarak dekat maupun yang jarak jauh senantiasa terlibat faktor-faktor yang berhubungan


(23)

dengan daerah asal, daerah tujuan, pribadi, dan rintangan-rintangan antara. Di tiap daerah ada tiga set faktor-faktor, yaitu:

1. Faktor-faktor yang bertindak untuk mengikat orang dalam suatu daerah atau memikat orang terhadap daerah itu, yang disebut sebagai faktor-faktor minus (-)

2. Faktor-faktor yang cenderung untuk menolak mereka, merupakan faktor-faktor plus (+)

3. Faktor-faktor yang pada dasarnya indifferent, tak punya pengaruh menolak atau mengikat (0)

Faktor minus (-) dan plus (+) yang penulis dapatkan salah satunya adalah dari penelitian Ida Bagoes Mantra (1994), yang merumuskan faktor minus (-) sebagai berikut: kekurangan kesempatan kerja baik di bidang pertanian maupun non pertanian di desa, terbatasnya fasilitas pendidikan, dan sebagainya. Adapun faktor plus (+) meliputi: menjaga tanah warisan orang tua, menunggu ayah atau ibu yang sudah tua, dan sebagainya. Keterkaitan antar faktor tersebut dapat dilihat pada Gambar 1:

Penghalang Antara Sumber: Lee (1984)

Gambar 1. Faktor Tempat / Daerah Asal dan Tempat / Derah Tujuan, serta Penghalang Antara dalam Migrasi

Selain faktor penarik dan faktor pendorong yang berasal dari daerah asal maupun daerah tujuan, terdapat juga faktor perintang antara. Dalam keadaan

+ - + 0 -

- 0 - + 0

+ - 0 + 0

- + 0 - +


(24)

tertentu sangat mudah diatasi, namun kadang kala juga sulit. Jarak dan biaya transportasi dari daerah asal menuju daerah tujuan merupakan contoh dari perintang antara. Sedangkan faktor-faktor pribadi umpamanya ada orang-orang yang cepat atau lambat menerima perubahan (Rusli, 1996).

Berikut adalah faktor penarik dan pendorong terjadinya migrasi:

• Faktor penarik:

1. Adanya daya tarik (superior) ditempat daerah tujuan untuk memperoleh kesempatan kerja seperti yang diinginkan (cocok)

2. Kesempatan untuk memperoleh pendapatan yang lebih baik

3. Kesempatan memperoleh pendidikan yang lebih baik sesuai yang diinginkan

4. Kondisi daerah tujuan yang lebih unggul atau menyenangkan: iklim, sekolah, perumahan, fasilitas lain.

5. Daya tarik aktivitas daerah tujuan: tempat hiburan, wisata, dan lain-lain

• Faktor Pendorong:

1. Makin berkurangnya sumber daya alam dan kebutuhan akan bahan baku di daerah asal dan melimpahnya bahan baku di daerah tujuan

2. Berkurangnya kesempatan kerja di daerah asal

3. Adanya tekanan-tekanan di daerah asal (etnisitas, agama,dan lain-lain) 4. Bencana alam, wabah penyakit.

2.1.2.Pengambilan Keputusan Mobilitas Penduduk

Mobilitas penduduk yang dilakukan oleh perempuan secara garis besar didorong oleh tiga motif utama, yaitu:


(25)

1. Motif ekonomi: dorongan ini sangat kuat sekali yang disebabkan rasa ingin menghidupi keluarga dan ingin meningkatkan kesejahteraan. Bekerja di luar desa dirasa sebagai suatu bentuk strategi dalam menghadapi tantangan sempitnya kesempatan kerja di desa (Rahardjo, 1997).

2. Motif sosial: perempuan ingin bergaul dan mendapatkan pengakuan bahwa sebenarnya dapat berupaya untuk mencari nafkah dan mempunyai status di masyarakat. Adanya rasa superior di tempat yang baru atau memasuki lapangan kerja yang sesuai. Rasa ini terutama dirasakan oleh para perempuan yang memiliki pendidikan relatif lebih tinggi daripada perempuan desa pada umumnya. Wahyuni (2000) menyatakan bahwa peningkatan pendidikan perempuan telah merubah aspirasi pekerjaan bagi perempuan, yang dulunya berkisar pada sektor tradisional berubah untuk memilih pekerjaan upahan di sektor formal. Adapun sektor tersebut jarang tersedia di desa.

3. Motif budaya: Keinginan untuk hidup dan beraktifitas di kota besar, yang mempunyai daya tarik tersendiri bagi orang dari kota kecil. Di kota bisa mendapatkan segalanya dan memperoleh kebebasan untuk menikmati fasilitas-fasilitas atau produk budaya yang ada. Menurut hasil penelitian Noer (2008) beberapa perempuan pelaku migrasi mengaku bermigrasi ke kota karena sudah tidak kuat lagi menahan cercaan dari warga-warga di desanya akibat statusnya sebagai janda. Oleh karena itu, mereka memutuskan untuk pergi ke kota yang terkenal dengan budaya individualis dan tidak terlalu mengurusi urusan orang lain.


(26)

Motif-motif tersebut di atas mendorong perempuan untuk pergi meninggalkan desanya dan melakukan mobilitas penduduk ke daerah lain yang menjanjikan kehidupan yang lebih baik. Dalam proses pengambilan keputusan untuk melakukan gerak penduduk bagi perempuan terdapat beberapa faktor yang memengaruhi, yakni:

1. Faktor Status Perkawinan

Status perkawinan juga menjadi salah satu pertimbangan keputusan bermigrasi. Orang dengan status menikah lebih terbatas ruang geraknya dibandingkan dengan yang berstatus belum menikah.2

2. Akses terhadap Ekonomi

Kelahiran anak pun tak jarang menghambat perempuan untuk melakukan migrasi. Wahyuni (2000) menjelaskan dalam tulisannya bahwa ketika bayi baru dilahirkan maka hanya si ibu yang diharapkan untuk mengasuhnya.

Salah satu persoalan utama ketika membahas migrasi perempuan adalah akses terhadap ekonomi. Migrasi jelas tidak hanya membutuhkan niat maupun keberanian, namun jelas membutuhkan ekonomi sebagai penopang. Membahas mengenai migrasi perempuan adalah akses terhadap ekonomi yang terdiri dari biaya perjalanan dan biaya hidup di perantauan. Para migran yang berstatus sebagai janda cerai mendapatkan kemampuan ekonomi berdasarkan harta gono-gini, adapun yang berstatus janda mati mendapatkan harta waris dari suaminya. Berbeda halnya dengan para migran yang belum menikah, dimana menopangkan kehidupannya pada orang tua. (Noer, 2008). Ketika akses ekonomi ini dirasakan

2

Sri R. Giyarsih & U. Listyaningsih, ’Dampak Non Ekonomi Migrasi Tenaga Kerja Wanita ke

Luar Negeri di Daerah Asal.’


(27)

rendah, maka hal ini dapat menjadi faktor yang mengahambat terjadinya mobilitas penduduk perempuan.

3. Umur

Hasil penelitian Giyarsih dan Listyaningsih menunjukkan sekitar 13 persen migran kembali berumur muda yakni di bawah 25 tahun. Pada umumnya migran kembali dalam kelompok ini baru pertama kali bekerja ke luar negeri. Adioetomo dan Wiyono (2003) menyebutkan DKI Jakarta merupakan provinsi yang paling banyak menerima migran dari provinsi lain, migrasi menurut umur pada tahun 1995 terlihat bahwa migran usia muda (15-29 tahun) mendominasi migran masuk ke DKI Jakarta, baik laki-laki maupun perempuan. Hal ini menunjukkan umur dalam proses migrasi merupakan aspek penting yang dapat memengaruhi keputusan yang diambil seseorang. Migrasi cenderung dilakukan oleh kelompok umur produktif dimana dari segi kemampuan fisik jelas lebih memadai.

4. Kemudahan sarana transportasi

Migrasi terkait erat dengan mudahnya sarana transportasi untuk mendukung mobilitas penduduk dari satu wilayah ke wilayah lain. Di daerah penelitian Noer (2008), mayoritas responden berasal dari Bangkalan yang merupakan salah satu Kabupaten di Madura yang memiliki sarana transportasi yang paling memadai. 5. Ketersediaan Informasi mengenai Daerah Tujuan

Informasi mengenai daerah tujuan ini biasanya didapat dari pelopor migran sebelumnya. Para migran terdahulu ini, tidak hanya memberikan informasi, tetapi juga berperan dalam tahap-tahap awal dari mekanisme penyesuaian diri di daerah tujuan (Mantra, 1994).


(28)

Mobilitas wanita merupakan “barang terlarang” di beberapa budaya masyarakat, terutama yang menganut pahan patriarkhi yang kuat. Hal ini ditemukan di Madura, dimana laki-laki Madura terutama suami, sangat protektif terhadap istri mereka, sehingga hal ini membatasi gerak istri untuk memperoleh pekerjaan (Noer, 2008). Selain itu, budaya yang berkembang di masyarakat dan berhubungan dalam proses pengambilan keputusan mobilitas penduduk adalah sistem kekerabatan berupa keluarga. Adanya suatu adat menetap sesudah menikah yang bermacam-macam turut menentukan tempat tinggal penduduk perempuan. Koentjaraningrat (1965) menyebutkan bahwa, dalam masyarakat di dunia ada paling sedikit tujuh kemungkinan adat menetap sesudah menikah (residence patterns), yaitu:

• Adat utrolokal, yang memberi kemerdekaan kepada tiap pengantin baru untuk menetap sekitar pusat kediaman kaum kerabat suami atau di sekitar pusat kediaman kaum kerabat istri.

• Adat virilokal, yang menentukan bahwa pengantin baru menetap sekitar pusat kediaman kaum kerabat suami.

• Adat uxorilokal, yang menentukan bahwa pengantin baru menetap sekitar pusat kaum kerabat istri.

• Adat bilokal, yang menentukan bahwa pengantin baru harus tinggal berganti-ganti, pada suatu masa tertentu sekitar pusat kediaman kerabat suami, pada lain masa tertentu sekitar pudat kediaman kaum kerabat istri.

• Adat neolokal, yang menentukan bahwa pengantin baru tinggal sendiri di tempat kediaman yang baru, tidak mengelompok sekitar tempat kediaman kaum kerabat suami maupun istri.


(29)

• Adat avunkulokal, yang menentukan bahwa pengantin baru tinggal menetap sekitar tempat kediaman saudara laki-laki ibu (avunculus) dari suami.

• Adat natolokal, yang menentukan bahwa pengantin baru tinggal terpisah, suami sekitar pusat kediaman kaum kerabatnya sendiri, dan istri di sekitar pusat kediaman kaum kerabatnya sendiri pula.

Adat menetap sesudah menikah ini memengaruhi pergaulan kekerabatan dalam masyarakat. Pergaulan kekerabatan inilah yang nantinya mengatur tempat-tempat tinggal suatu keluarga karena terikat oleh suatu hubungan kekerabatan. Dengan kata lain, sistem kekerabatan ini pun turut menjadi bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan mobilitas penduduk perempuan.

2.1.3.Konsep Tindakan Rasional Weber

Weber (dalam Soekanto, 1982) menyatakan bahwa tindakan sosial berkaitan dengan interaksi sosial, sesuatu tidak akan dikatakan tindakan sosial jika individu tersebut tidak mempunyai tujuan dalam melakukan tindakan tersebut. Weber menggunakan konsep rasionalitas dalam klasifikasinya mengenai tipe-tipe tindakan sosial. Pembedaan pokok yang diberikan adalah antara tindakan rasional dan non rasional. Singkatnya, tindakan rasional, menurut Weber, berhubungan dengan pertimbangan yang sadar dan pilihan bahwa tindakan itu dinyatakan. Di dalam kedua kategori utama mengenai tindakan rasional dan non rasional itu, ada dua bagian yang berbeda satu sama lain.


(30)

Tindakan ini dilakukan dengan memperhitungkan kesesuaian antara cara yang digunakan dengan tujuan yang akan dicapai. Tindakan ini yang paling tinggi rasionalitasnya. Tindakan ini meliputi pertimbangan dan pilihan yang sadar yang berhubungan dengan tujuan dan alat yang digunakan untuk mencapai tujuan itu. Individu memiliki berbagai tujuan yang harus dilakukan. Berdasarkan kriteria tertentu, ia memilih satu di antara banyak tujuan yang kadang-kadang saling bersaing.

2. Tindakan Rasionalitas yang Berorientasi Nilai (Wertrationalitat)

Tindakan ini dilakukan seseorang yang didasari oleh nilai-nilai dasar dalam masyarakat. Sifat rasionalitas yang berorientasi nilai yang penting adalah bahwa alat – alat hanya merupakan obyek pertimbangan dan perhitungan yang sadar, tujuannya sudah ada dalam hubungannya dengan nilai – nilai individu yang bersifat absolut atau merupakan nilai akhir baginya. Nilai – nilai akhir bersifat non rasional dalam hal dimana seseorang tidak dapat memperhitungkannya secara obyektif mengenai tujuan – tujuan mana yang harus dipilih.

3. Tindakan Tradisional

Tindakan ini dilakukan atas dasar kebiasaan, adat istiadat yang turun temurun. Tindakan ini biasa dilakukan pada masyarakat yang hukum adat masih kental, sehingga dalam melakukan tindakan ini tanpa mengkritisi dan memikirkan terlebih dulu. Walaupun bila dipikir ulang sebenarnya tidak masuk akal. Ini merupakan tindakan yang nonrasional.


(31)

4. Tindakan Afektif

Tipe tindakan ini ditandai oleh dominasi perasaan atau emosi tanpa refleksi intelektual atau perencanaan yang sadar.

2.2. Kerangka Pemikiran

Pengambilan keputusan untuk melakukan gerak penduduk bagi perempuan dipengaruhi oleh berbagai hal, seperti faktor di daerah asal, faktor di daerah tujuan, pengahalang antara, dan faktor pribadi. Keputusan untuk melakukan mobilitas penduduk terjadi melalui suatu proses perbandingan faktor-faktor di daerah asal dan di daerah tujuan. Selanjutnya di antara dua tempat tersebut terdapat sejumlah rintangan yang harus dilalui dan turut berpengaruh terhadap pengambilan keputusan migrasi (Lee, 1984).

Faktor-faktor pribadi yang sering kali dijadikan bahan pertimbangan bagi perempuan dalam melakukan mobilitas adalah : umur, status pernikahan, umur anak terkecil, jenis pekerjaan suami, status pekerjaan, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan pribadi, dan status ekonomi keluarga. Hal-hal yang menjadi pertimbangan ini akan menentukan kuat atau lemahnya faktor-faktor pendorong dan penarik terjadinya mobilitas penduduk perempuan ke luar desa. Keberadaan faktor-faktor pendorong dan penarik terjadinya mobilitas penduduk yang lemah akan menyebabkan perempuan untuk tetap tinggal di desa meskipun faktor penghalang antara relatif mudah untuk dilalui, apalagi jika faktor penghalang antara tersebut sulit untuk dilalui. Secara sederhana penjelasan di atas dapat dilihat pada Gambar 2.


(32)

Keterangan: Saling Mempengaruhi Menyebabkan

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional

Tinggal

Di

Desa

1. Umur

2. Status Pernikahan 3. Umur Anak Terkecil 4. Jenis Pekerjaan Suami 5. Status Pekerjaan 6. Tingkat Pendidikan

7. Tingkat Pendapatan Pribadi 8. Status Ekonomi Keluarga

1. Tingkat kecukupan hidup di daerah asal

2. Tingkat ketersediaan SDA 3. Kegiatan-kegiatan perempuan di

desa

4. Tingkat ketersediaan lapangan kerja perempuan

Lemahnya Kekuatan Faktor Pendorong Faktor di Daerah Asal

1. Tingkat ketersediaan lapangan pekerjaan bagi perempuan

2. Kisah sukses migran pelopor

3. Kelengkapan sarana pendidikan dan hiburan

Lemahnya Kekuatan Faktor Penarik Faktor di Daerah Tujuan

1.Tingkat Kemudahan Transportasi

2.Budaya


(33)

2.3. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran, maka hipotesis penelitian adalah sebagai berikut:

1. Diduga faktor internal, yakni umur, status pernikahan, umur anak terkecil, jenis pekerjaan suami, status pekerjaan, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan pribadi, dan status ekonomi keluarga merupakan faktor pribadi yang menyebabkan pandangan responden terhadap kekuatan faktor pendorong dan penarik mobilitas penduduk perempuan ke luar desa lemah.

2. Diduga lemahnya faktor pendorong dan penarik mobilitas penduduk perempuan ke luar desa merupakan faktor penahan terjadinya mobilitas penduduk perempuan ke luar desa, baik saat berhadapan dengan faktor penghalang antara yang mudah untuk dilalui maupun saat faktor penghalang antara sulit untuk dilalui.

2.4. Definisi Operasional

Berikut adalah definisi operasional dari berbagai variabel yang dianalisis:

1. Mobilitas Penduduk Perempuan, adalah suatu perpindahan tempat tinggal baik sementara maupun permanen yang dilakukan oleh perempuan minimal melewati batas desa dengan batasan waktu minimal 6 bulan meninggalkan desanya, dengan tujuan sekolah, bekerja, ataupun mengikuti suami/keluarganya.

2. Umur, adalah lamanya seseorang hidup di dunia yang diukur dalam satuan tahun, dalam penelitian ini dikategorikan ke dalam:

a. (15 tahun ≤ x ≤ 35tahun) b. x > 35 tahun


(34)

3. Status pernikahan, adalah status pernikahan responden saat dilakukan penelitian.

a. Belum menikah, menunjukkan suatu keadaan ketidakterikatan seorang perempuan terhadap suami maupun anak-anaknya.

b. Menikah, menunjukkan suatu keadaan keterikatan seorang perempuan terhadap suami maupun anak-anaknya.

c. Janda/Pernah menikah, menunjukkan suatu keadaan ketidakterikatan terhadap suami, namun ada kemungkinan memiliki keterikatan terhadap anak-anaknya.

4. Umur Anak Terkecil, adalah umur anak bungsu yang dimiliki seorang perempuan saat dilakukan penelitian.

a. Masih Balita ( 0 – 5 Tahun) b. Usia Sekolah (6 – 15 Tahun) c. Dewasa (> 15 tahun)

5. Status pekerjaan, adalah mata pencaharian atau usaha yang dilakukan untuk mendapatkan penghasilan, dikategorikan menjadi:

a. Mencari Nafkah b. Tidak Mencari Nafkah

6. Jenis pekerjaan suami, adalah mata pencaharian suami responden saat dilakukan penelitian, dikategorikan menjadi:

a. Bekerja di Desa b. Bekerja di Luar Desa

7. Tingkat pendidikan, adalah jenjang pendidikan formal yang pernah ditamatkan oleh responden, mencakup dua kategori, yaitu:


(35)

a. Rendah: untuk responden yang tidak sekolah, tidak lulus SD, serta lulusan SD

b. Sedang: untuk responden yang merupakan lulusan SMP atau SMA. c. Tinggi: untuk responden yang merupakan lulusan Perguruan Tinggi 8. Tingkat pendapatan pribadi, adalah jumlah pemasukan yang diterima

perempuan sebagai upah dari pekerjaan yang dia lakukan sendiri dan diukur dalam rupiah setiap bulannya, dikategorikan menjadi:

a. Tinggi : ketika pendapatan pribadi mencapai > 500.000 b. Rendah, ketika pendapatan pribadi mencapai 0 ≤ x ≤ 500.000

9. Status ekonomi keluarga, adalah posisi keluarga responden di masyarakat secara ekonomi, diukur dari tingkat pendapatan keluarga (x < Rp 500.000,- per bulan diberi skor 1, Rp 500.000 ≤ x ≤ Rp 1.500.000 per bulan diberi skor 2, x > Rp 1.500.000 per bulan diberi skor 3) dan tingkat kepemilikan lahan pertanian dan perkebunan ( x > 0,5 Ha diberi skor 3, x ≤ 0,5 Ha dib eri skor 2, tidak punya lahan diberi skor 1). Status ekonomi ini dikategorikan menjadi:

a. Tinggi, ketika penilaian dari kedua indikator di atas mencapai skor 4 – 6 b. Rendah, ketika penilaian dari kedua indikator di atas mencapai skor 2 –

3

10. Faktor di Daerah Asal, merupakan keadaan-keadaan di daerah asal yang dirasakan responden dan memungkinkan untuk mendorong mereka melakukan mobilitas penduduk ke luar desa, menahan untuk tetap tinggal di desa, atau tidak berpengaruh apa-apa.


(36)

11. Faktor di Daerah Tujuan, merupakan keadaan-keadaan di luar desa yang dirasakan responden dan memungkinkan untuk menarik mereka melakukan mobilitas penduduk ke daerah tersebut, menahan responden untuk melakukan mobilitas penduduk ke daerah tersebut, atau tidak berpengaruh apa-apa.

12. Budaya, dalam penelitian ini dianalisis dari jenis sistem kekerabatan dalam keluarga yang dianut di desa tersebut, sehingga memungkinkan penduduk perempuan untuk tertahan di desa. Dalam penelitian ini, sistem kekerabatan yang dimaksud dilihat dari budaya menetap setelah pernikahan yang dirumuskan oleh Koentjaraningrat (1965).

13. Tingkat kemudahan transportasi dalam penelitian ini dilihat dari seberapa banyak jumlah rumah tangga responden yang memiliki kendaraan pribadi, dan jenis sarana transportasi umum yang bisa dan biasa digunakan oleh responden untuk mengakses daerah-daerah di luar desa.


(37)

BAB III

PENDEKATAN LAPANG

3.1 Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian survai dengan tipe eksplanatori. Penelitian eksplanatori merupakan penelitian penjelasan yang menyoroti hubungan antarvariabel penelitian dan menguji hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya (Singarimbun dan Effendi, 1989). Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif dengan didukung oleh data kualitatif seperti jawaban responden atas pertanyaan terbuka dalam angket dan kalimat hasil konsultasi atau wawancara antara peneliti dan informan. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk mencari informasi faktual secara detail tentang hal-hal yang sedang menggejala dan mengidentifikasi masalah-masalah atau untuk mendapatkan justifikasi keadaan dan kegiatan-kegiatan yang sedang berjalan (Wahyuni & Muljono, 2009).

3.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan langsung di lapangan oleh orang yang melakukan penelitian atau yang bersangkutan yang memerlukannya (Hasan, 2002). Data primer ini diperoleh melalui wawancara kepada responden yang telah ditentukan dengan menggunakan panduan wawancara berupa kuesioner. Adapun data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh orang yang melakukan penelitian dari sumber-sumber yang telah ada (Hasan, 2002). Data sekunder diperoleh melalui dokumentasi dan


(38)

studi literatur yang berkaitan dengan tujuan penelitian seperti buku, artikel, skripsi, tesis dan karya ilmiah lainya.

3.3 Teknik Penentuan Responden

Pada penelitian ini, terdapat dua subjek penelitian, yang terdiri dari informan dan responden. Informan adalah pihak-pihak yang berpotensi untuk memberikan informasi mengenai diri sendiri, keluarga, pihak lain, dan lingkungannya. Adapun informan kunci yang dipilih adalah tokoh-tokoh masyarakat setempat. Untuk melengkapi data yang didapatkan dari informan kunci, diperlukan data dari informan-informan lainnya yang kemudian didiskusikan dengan informan kunci. Pemilihan tokoh masyarakat setempat menjadi informan kunci didasarkan pada asumsi bahwa mereka adalah orang-orang yang mengetahui secara mendalam terkait permasalahan mobilitas penduduk khususnya mobilitas penduduk perempuan di desa tersebut.

Responden didefinisikan sebagai bagian dari kerangka sampling yang sebelumnya telah ditentukan. Jumlah responden dalam penelitian ini adalah 30 orang. Adapun kerangka sampling dari penelitian ini adalah penduduk perempuan asli maupun pendatang Kampung Cengal, Desa Karacak yang berusia di atas lima belas tahun, baik yang pernah melakukan mobilitas penduduk maupun yang belum pernah melakukan mobilitas penduduk. Dengan pembatasan kerangka sampling seperti ini, didapatkan 39 orang stayer, 33 orang return migrant, dan 20 orang pendatang. Teknik yang digunakan dalam mendapatkan seluruh kerangka sampling tersebut adalah teknik snowball. Setelah kerangka sampling terkumpul, diambil 30 orang di antaranya untuk dijadikan sampel dalam penelitian ini.


(39)

Pemilihan responden dilakukan dengan Teknik Pengambilan Sampling Acak Tak Proporsional Berdasarkan Stratifikasi. Teknik ini dilakukan ketika proporsi sub kategori-kategorinya tidak didasarkan atas proporsi yang sebenarnya dalam populasi, karena sub kategori tertentu terlampau sedikit jumlah sampelnya (Nasution, 2007). Sampel dalam penelitian ini dibedakan menjadi tiga jenis responden, yaitu 10 orang stayer, 10 orang return migrant, dan 10 orang pendatang. Selain itu, penentuan jumlah sampel didasarkan pada pengalaman mobilitas yang dimiliki. Stayer yang memiliki pengalaman mobilitas cenderung seragam satu dengan yang lainnya hanya diambil 10 orang meskipun jumlahnya dalam kerangka sampling lebih banyak dari return migrant dan pendatang. Adapun return migrant dan pendatang dianggap memiliki pengalaman mobilitas yang tinggi, sehingga diambil 10 orang return migrant dan 10 orang pendatang, meskipun jumlah mereka tidak sebanyak stayer. Hal ini dilakukan agar didapat beragam pengalaman mobilitas dari masing-masing responden tersebut.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Data primer di lapangan dikumpulkan dengan menggunakan teknik wawancara. Teknik ini digunakan untuk memperoleh informasi baik dari responden maupun informan. Pada responden, teknik ini digunakan dengan menggunakan kuesioner sebagai panduan wawancara. Selain itu, dilakukan pula wawancara mendalam pada responden-responden tertentu yang memiliki informasi lebih mengenai pengalamannya dalam melakukan mobilitas, yaitu para responden yang tergolong return migrant.Adapun pada informan, wawancara dilakukan secara mendalam dengan menggunakan panduan wawancara yang telah dibuat sebelumnya.


(40)

Informasi yang didapatkan dari responden selanjutnya diolah secara kuantitatif. Data-data yang selanjutnya dianalisis secara kualitatif diperoleh berdasarkan jawaban responden atas jenis pertanyaan terbuka dalam kuesioner, hasil wawancara mendalam dengan informan, dan cerita-cerita yang dituturkan baik oleh responden maupun informan yang terangkum dalam catatan harian. 3.5 Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan kuesioner. Pengolahan data dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan pengkodean. Kegiatan ini bertujuan untuk menyeragamkan data. Setelah pengkodean, tahap selanjutnya adalah perhitungan persentase jawaban responden dan dipresentasikan melalui analisis deskriptif berupa table frekuensi, grafik, ukuran pemusatan, dan ukuran penyebaran.

Data yang dikumpulkan selanjutnya diolah secara statistik deskriptif dengan mengunakan software SPSS for Windows versi 16.0 dan Microsoft Excel 2007.

Metode analisis berikutnya yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis inferensia untuk menguji hipotesis penelitian dengan menggunakan tabulasi silang. Selain analisis data kuantitatif, dilakukan pula analisis data kualitatif sebagai pendukung dengan mengutip hasil pembicaraan dengan responden atau informan dan disampaikan secara deskriptif untuk mempertajam hasil penelitian. 3.6 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Kampung Cengal, Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa ini terdiri dari 17 kampung dengan karakteristik migrasi yang relatif seragam atau homogen di setiap kampungnya, oleh karena itu penelitian ini difokuskan hanya pada satu


(41)

kampung yaiu Kampung Cengal sebagai kampung terbesar cakupannya di desa tersebut. Untuk pembahasan selanjutnya, Kampung Cengal, Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor Jawa Barat akan disebut sebagai “Desa Karacak”.

Alasan yang mendasari pemilihan Desa Karacak sebagai lokasi penelitian, seperti telah diuraikan pada Bab Pendahuluan adalah di saat begitu banyak perempuan yang terlibat dalam mobilitas penduduk, bahkan merambah pada migrasi internasional, perempuan-perempuan Kampung Cengal, Desa Karacak masih ada yang tetap bertahan di desa. Letak desa yang terbilang dekat dari pusat kota Bogor, dengan akses kendaraan umum yang juga relatif mudah ternyata tidak mendorong penduduk perempuan Desa Karacak yang bertahan di desa ini untuk melakukan mobilitas penduduk ke luar desa seperti rekan-rekannya yang lain di desa tersebut. Alasan ini dirasa sesuai dengan judul penelitian yang sedang disusun.

Penelitian ini dilakukan dari Oktober 2010 sampai dengan Desember 2010 yang terdiri dari proses observasi awal dan investigasi, pendekatan terhadap masyarakat setempat, pengumpulan, pengolahan, dan analisis data, lalu berakhir dengan penulisan laporan penelitian berupa skripsi. Penelitian ini dilakukan setelah peneliti menyelesaikan proposal penelitian terlebih dahulu.


(42)

BAB IV

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1. Keadaan Geografis Desa Karacak

Desa Karacak merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa ini merupakan salah satu desa terluas di antara desa lain yang berada di Kecamatan Leuwiliang yaitu seluas 710, 023 Ha. Desa Karacak dibatasi oleh wilayah-wilayah sebagai berikut: sebelah utara berbatasan dengan Desa Barengkok, selatan berbatasan dengan Desa Karyasari, barat berbatasan dengan Desa Pabangon, dan timur berbatasan dengan Desa Situ Udik. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.

Sumber:

16.30 WIB


(43)

Secara adminstratif, Desa Karacak dibagi menjadi 17 kampung dan 5 dusun, diantaranya adalah Babakan, Cengal, Cengalsirna, Ciletuh Ilir, Darmabakti, Hegarmanah, Karyabakti, Lebak Kaum, Lebak Sirna, Nariti, Pakusarakan, Rawarejo, Sukamaju, Sukasirna, Sumberjaya, dan Wanakarya. Jarak ke kecamatan sekitar 5 Km dengan waktu tempuh selama 15 menit jika ditempuh dengan kendaraan bermotor dan 30 menit jika ditempuh dengan kendaraan non bermotor, jarak dari ibukota kabupaten sekitar 42 Km dengan waktu tempuh selama 3 jam, dan jarak dari ibu kota provinsi sekitar 153 Km dengan waktu tempuh selama 6 jam.

Desa Karacak mempunyai ketinggian dari permukaan laut yaitu 5000 mdl. Curah hujan rata-rata tahunan sebesar 4683 mm. Luas areal tanah secara keseluruhan adalah 710, 023 Ha, yang meliputi pemukiman penduduk, pembangunan , pertanian sawah, perkebunan, sarana rekreasi dan olah raga, dan perikanan darat / air tawar. Adapun komoditas utama dari desa ini adalah buah manggis, cempedak dan melinjo.

4.2. Kependudukan

Berdasarkan hasil sensus terbaru (2010), Desa Karacak memiliki jumlah penduduk total sebanyak 10.862 orang, dengan komposisi laki-laki sebanyak 5.512 orang (50,75 persen) dan perempuan sebanyak 5.350 orang (49,25 persen). Adapun jumlah kepala keluarga di Desa Karacak adalah sebanyak 2.855 Kepala Keluarga. Jika dibandingkan dengan luas wilayahnya, maka kepadatan penduduk Desa Karacak adalah 65, 36 per Km2.


(44)

Penduduk di Desa Karacak, lebih dari setengahnya masih berusia muda, yaitu 6 – 30 tahun, dengan persentase sebanyak 57, 33 persen. Berdasarkan perbandingan jumlah laki-laki dan perempuan, maka dapat diketahui bahwa Rasio Jenis Kelamin (RJK) desa ini adalah sebesar 103, artinya setiap 100 orang penduduk perempuan terdapat 103 orang penduduk laki-laki. Berikut rincian jumlah penduduk Desa Karacak berdasarkan komposisi umur dan jenis kelaminnya:

Tabel 1. Komposisi Penduduk Desa Karacak Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2010

Rentang Usia (tahun)

Jumlah Penduduk

Total Persentase (%)

Laki-Laki Perempuan

0 – 5 603 564 1167 10.74 6 – 12 979 995 1974 18.17 13 – 21 1248 1214 2462 22.67 22 – 30 927 864 1791 16.49 31 – 37 350 354 704 6.48 39 – 45 656 635 1291 11.89 46 – 55 385 352 737 6.79 56 – 65 289 286 575 5.29

65+ 75 86 161 1.48

Total 5512 5350 10862 100.00 Sumber: Data Monografi Desa Karacak 2010

Berdasarkan data pada Tabel 1 dapat diketahui jumlah penduduk usia produktif di Desa Karacak adalah sebanyak 6.732 jiwa sehingga Rasio Beban Tanggungan (RBT) penduduk Desa Karacak adalah 62, artinya 100 orang penduduk usia produktif menanggung 62 orang penduduk usia non produktif.


(45)

Mayoritas penduduk Desa Karacak, yaitu sebesar 21,83 persen merupakan tamatan Sekolah Dasar (SD), selanjutnya diikuti oleh penduduk tamatan Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebanyak 16,77 persen. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi Penduduk Desa Karacak menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2010

Tingkat Pendidikan

Jumlah Penduduk

Total Persentase (%)

Laki-Laki Perempuan Tidak pernah sekolah &

Tidak Tamat SD 72 160 232 4.70 Tamat SD 103 975 1078 21.83 Tidak tamat SMP 247 351 598 12.11 Tamat SMP 428 400 828 16.77 Tidak tamat SMA 592 643 1235 25.01 Tamat SMA 461 403 864 17.50 Diploma, Sarjana, Master 58 45 103 2.09

Total 1961 2977 4938 100.00 Sumber: Data Monografi Desa Karacak 2010

Dari Tabel 2 dapat diketahui bahwa banyak penduduk yang mengalami putus sekolah, baik dari SD ke SMP, maupun dari SMP ke SMA. Jumlah penduduk putus sekolah lebih banyak didominasi oleh penduduk perempuan dibandingkan penduduk laki-laki.

Mata pencaharian penduduk Desa Karacak sebagian besar adalah sebagai petani dengan jumlah 912 orang, atau sekitar 52,20 persen. Selanjutnya, diikuti oleh buruh tani, yaitu sebanyak 547 orang atau sekitar 31,31 persen. Hal ini menunjukkan adanya suatu ketergantungan yang tinggi masyarakat Desa Karacak


(46)

terhadap pertanian. Selain di sektor pertanian, penduduk Desa Karacak juga bekerja pada sektor-sektor lainnya yang secara rinci dijelaskan dalam Tabel 3. Tabel 3. Komposisi Penduduk Desa Karacak Menurut Mata Pencaharian Tahun

2010

Jenis Pekerjaan

Jumlah Penduduk

Total Persentase

Laki-laki Perempuan

Petani 711 201 912 52.20 Buruh Tani 328 219 547 31.31 Buruh Migran 4 9 13 0.74

PNS 42 31 73 4.18

Pedagang Keliling 30 15 45 2.58 Lain-lain 89 68 157 8.99 Total 1204 543 1747 100.00 Sumber: Data Monografi Desa Karacak 2010

Berdasarkan Tabel 3, dapat diketahui bahwa jumlah penduduk perempuan yang berpartisipasi dalam dunia pekerjaan publik lebih sedikit dibandingkan dengan penduduk laki-laki. Hal ini dapat dilihat dari persentase penduduk perempuan yang terlibat dalam pekerjaan-pekerjaan diatas hanyalah sebesar 31,08 persen.

4.3. Potensi Sarana dan Prasarana

Prasarana transportasi darat terdiri dari jalan desa, jalan antar desa, jembatan desa, jembatan antar desa/kecamatan, sarana transportasi darat meliputi truk umum, angkutan pedesaan dan objek. Prasarana komunikasi dan informasi penduduk Desa Karacak mayoritas adalah televisi sebanyak 1.257 unit. Selain itu ada pula warga yang memanfaatkan telepon rumah dan telepon genggam sebagai alat komuikasi.


(47)

Desa karacak memiliki prasarana peribadatan berupa 20 buah masjid. Selain itu, di desa ini juga terdapat 23 buah mushola. Prasarana kesehatan yang terdapat di Desa Karacak terdiri dari Puskesmas pembantu sebanyak 1 unit, 10 Posyandu, 1 unit tempat praktek dokter. Sarana kesehatan yang tersedia terdiri dari 1 dokter umum, 4 dukun bersalin terlatih, dan 1 bidan desa, dan 6 dukun pengobatan alternatif.

Prasarana pendidikan di Desa Karacak seluruhnya merupakan milik sendiri dan bukan sewaan, dengan rincian sebagai berikut: gedung TK/PAUD 6 unit, gedung SD/sederajat 8 unit, Gedung SMP/sederajat 3 unit, gedunf SMA/sederajat 1 unit, dan Lembaga Pendidikan Agama 1 unit.

4.4. Profil Kampung Cengal

Kampung Cengal adalah kampung terbesar di Desa Karacak. Kampung ini terletak di RW.05. Kampung Cengal menaungi dua buah RT yang terletak di RW.05, yaitu RT.01 dan RT.02. Nama Cengal berasal dari nama sebuah pohon yang konon di zaman dahulu tumbuh besar di kampung ini.

Mayoritas lahan di Kampung Cengal berbentuk perkebunan, dengan manggis adalah komoditi andalan kampung ini. Seluruh lahan di Kampung Cengal dimiliki oleh warga sendiri dan ada pula yang dimiliki oleh penduduk luar desa yang tinggal di kota dan membiarkan lahan perkebunannya diurus oleh warga lokal dengan sistem-sistem bagi hasil tertentu. Selain manggis, kampung ini juga penghasil komoditi lainnya seperti buah kaweni dan melinjo.

Di Kampung Cengal terdapat banyak kelompok pengajian atau majelis taklim yang biasa diikuti oleh ibu-ibu penduduk Kampung Cengal. Selain itu, ada pula organisasi pemuda yang bernama CERMIN. Kelompok ini cukup aktif dalam


(48)

memajukan Kampung Cengal lewat kegiatan-kegiatannya yang bergerak di bidang pendidikan dan pengembangan masyarakat. Kampung Cengal juga tergabung dalam organisasi CENDAWASARI yang merupakan gabungan dari beberapa kampung di Desa Karacak. Cendawasari merupakan organisasi hasil inisiatif masyarakat yang salah satu kegiatannya adalah pengadaan Kampung Wisata dengan bererja sama bersama CERMIN. Namun sayangnya, penyelenggaraan Kampung Wisata ini bergantung pada pemesan jasa Kampung Wisata, sehingga keberadaan Kampung Wisata ini tidak bisa dijadikan sebagai tempat penyerapan tenaga kerja utama bagi penduduk setempat.

4.5. Ikhtisar Bab IV

Gambaran secara umum Desa Karacak merupakan desa terluas di kecamatan Leuwiliang dengan luas sebesar 710,023 Ha. Sebagian besar wilayahnya merupakan daerah perkebunan dengan luas 270,510 Ha atau seluas 38,10 persen. Komoditas utama dari desa ini adalah manggis dan cempedak.

Desa Karacak memiliki jumlah penduduk total sebanyak 10.862 orang, dengan komposisi laki-laki sebanyak 5.512 orang (50,75 persen) dan perempuan sebanyak 5.350 orang (49,25 persen). Mayoritas penduduknya memiliki tingkat pendidikan yang relatif masih rendah. Petani adalah jenis mata pencaharian yang banyak ditemukan di Desa Karacak.

Desa ini terdiri tujuh belas kampung, yang salah satunya dijadikan sebagai lokasi penelitian yaitu Kampung Cengal. Penduduk laki-laki di Kampung Cengal cukup banyak yang melakukan mobilitas penduduk, begitupun beberapa penduduk perempuan kampung ini juga terlibat dalam mobilitas penduduk, namun


(49)

sebagian besar penduduk perempuannya memutuskan untuk tetap tinggal di desa, sehingga lokasi ini dijadikan sebagai lokasi penelitian.


(50)

BAB V

KARAKTERISTIK RESPONDEN

Karakteristik responden merupakan hal-hal spesifik dari responden yang diteliti. Karakteristik ini penting untuk dikaji secara mendalam karena diduga akan berpengaruh terhadap tingkat mobilitas penduduk perempuan di desa ini. Karakteristik-karakteristik yang ditemui akan dianalisis secara berbeda untuk masing-masing jenis responden, yaitu stayer, return migrant, maupun pendatang. Berikut adalah pembahasan mengenai masing-masing aspek yang membentuk karakteristik responden penelitian.

Karakteristik responden yang digali dalam penelitian ini terdiri dari umur, status pernikahan, umur anak terkecil, jenis pekerjaan suami, status pekerjaan, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan pribadi, dan status ekonomi keluarga. Penggambaran singkat mengenai karakteristik responden yang diteliti dapat dilihat pada Tabel 4.

5.1. Umur

Pada Tabel 4, dapat dilihat bahwa sebanyak 53,33 persen responden berada pada rentang umur 16-35 tahun, dan 46,67 persen lainnya berada pada rentang umur di atas 35 tahun. Responden yang tergolong stayer dan return migrant

sebagian besar berumur 16-35 tahun, sedangkan responden yang berstatus pendatang sebagian besar berada pada rentang umur di atas 35 tahun. Jarang ditemukan penduduk perempuan yang berumur 16-20 tahun yang tinggal di Desa Karacak, karena beberapa di antara mereka melakukan mobilitas penduduk ke luar desa untuk bekerja ataupun sekolah.


(51)

Tabel 4. Karakteristik Pribadi Responden di Desa Karacak Tahun 2010

Karakteristik Internal

Tipe Responden Berdasarkan Jenis Migrasi

Stayer Return Migrant Pendatang Total Persentase (%)

U

mu

r 16-35 tahun 7 6 3 16 53.33

> 35 tahun 3 4 7 14 46.67

Total 10 10 10 30 100.00

Sta tu s P er n ik ah

an Belum Menikah 1 1 0 2 6.67

Menikah 8 8 10 26 86.66

Janda 1 1 0 2 6.67

Total 10 10 10 30 100.00

Um u r An ak T er k eci

l Belum memiliki

anak 1 1 0 2 6.67

Balita (0-5 tahun) 2 5 4 11 36.67

Usia Sekolah

(6-15 tahun) 4 2 3 9 30.00

Dewasa (> 15

tahun) 3 2 3 8 26.66

Total 10 10 10 30 100.00

Sta tu s P ek er jaan Tidak Mencari

Nafkah 7 5 7 19 63.33

Mencari Nafkah 3 5 3 11 36.67

Total 10 10 10 30 100.00

Jen is P ek er jaan S u ami

Bekerja di Desa 6 4 8 18 69.23

Bekerja di Luar

Desa 2 4 2 8 30.77

Total 8 8 10 26 100.00

Tin g k at P endi di ka

n Rendah 7 4 4 15 50.00

Sedang 3 6 4 13 43.33

Tinggi 0 0 2 2 6.67

Total 10 10 10 30 100.00

Tin g k at P en d ap at an Pr ib ad

i Rendah 9 8 8 25 83.33

Tinggi 1 2 2 5 16.67

Total 10 10 10 30 100.00

Sta tu s E konom i Kel u ar g

a Rendah 6 5 5 16 53.33

Tinggi 4 5 5 14 46.67


(52)

5.2. Status Pernikahan

Berdasarkan data yang disajikan pada Tabel 4 terlihat bahwa 86,66 persen responden berstatus menikah, hal ini menunjukkan adanya suatu hubungan keterikatan responden terhadap suami dan anaknya, namun di sisi lain pernikahan juga memungkinkan responden untuk memiliki kebutuhan yang lebih tinggi dibandingkan saat ia masih sendiri. Hal ini tentu akan mendorong responden untuk melakukan pemenuhan kebutuhan, terutama jika suami mereka tidak bisa memenuhi kebutuhan rumah tangga mereka

Tingginya jumlah responden yang berstatus menikah terjadi karena karakteristik responden yang dipilih adalah perempuan berusia di atas 15 tahun, dan usia tersebut merupakan usia perempuan wajar menikah di Desa Karacak bila ia tidak melanjutkan sekolah ataupun bekerja. Hal ini sesuai dengan penuturan warga Kampung Cengal Desa Karacak:

“…Di sini mah Teh, biasanya umur 16 tahunan ge udah disuruh nikah, apalagi kalo udah lulus dan ga kerja mah, tapi saya mah kerja, jadi wae belum dikawinin.” (Febriyanti, 16 tahun)

Sebanyak seratus persen penduduk pendatang yang menjadi responden dalam penelitian ini berstatus menikah. Hal ini terjadi karena sebagian besar alasan penduduk luar desa bermigrasi ke desa ini adalah pernikahan. Seperti penuturan salah seorang penduduk pendatang:

“…kan dapet suaminya orang sini Teh, jadi yaudah saya sama ibu dari Jakarta pada ikut pindah ke sini juga.”(Jannah, 30 tahun)

5.3. Umur Anak Terkecil

Berdasarkan data yang ada pada Tabel 4, terlihat bahwa sebagian besar responden masih memiliki balita, yaitu sebanyak 36,67 persen responden.


(53)

Sekalipun mereka tidak memiliki balita, namun mereka masih memiliki anak dengan usia sekolah, yaitu sebesar 30 persen responden, yang berarti masih membutuhkan perhatian yang besar dari sang ibu. Adapun mereka yang kini sudah tidak memiliki anak balita maupun anak usia sekolah, namun mereka sudah tergolong penduduk usia lanjut.

5.4. Status Pekerjaan

Pada Tabel 4, terlihat bahwa sebagian besar responden (63,33 persen) berstatus tidak bekerja. Hal ini terutama terjadi pada responden jenis stayer dan pendatang. Adapun return migrant menunjukkan proporsi yang sama antara responden yang bekerja dan tidak bekerja. Hal ini terjadi karena return migrant

kebanyakan memiliki pengalaman bekerja selama ia melakukan mobilitas penduduk, sehingga ia mampu menerapkannya saat di desa. Banyak alasan yang diungkapkan mengenai pilihan mereka untuk tidak bekerja, salah satunya seperti yang diungkapkan oleh salah seorang warga:

“…Mau mah mau Teh kerja, tapi da gimana, sekarang mah punya anak kecil, nanti siapa yang ngurus kalau bukan saya.” (Ismi, 27 tahun)

Selain itu, jenis pekerjaan yang biasanya diminati oleh para penduduk yang berusia relatif muda tidak tersedia di desa, sehingga mereka yang tinggal di desa mayoritas tidak memiliki pekerjaan. Jenis pekerjaan yang banyak tersedia di desa hanya sebatas pekerjaan di bidang perkebunan dan pertanian.

5.5. Jenis Pekerjaan Suami

Pada Tabel 4, terlihat bahwa sebagian besar suami responden (69,23 persen) bekerja di desa, sedangkan 30,77 persen lainnya bekerja di luar desa. Suami responden yang bekerja di desa mayoritas adalah sebagai petani, adapun mereka


(54)

yang pergi ke luar desa mayoritas adalah pedagang dan buruh. Para suami yang pergi ke luar desa, umumnya pulang ke desa dalam jangka waktu tertentu, seperti seminggu sekali atau satu bulan sekali.

Pekerjaan suami yang berlokasi di luar desa menjadikan perempuan memiliki tanggung jawab yang lebih besar untuk menjaga anak-anak mereka di desa. Begitupun bagi responden yang suaminya bekerja di desa, menjadikan perempuan untuk tetap tinggal di desa dan tidak pergi meninggalkan suami dan anak-anak mereka.

5.6. Tingkat Pendidikan

Pada Tabel 4, terlihat bahwa setengah dari responden yang diteliti (50 persen) memiliki tingkat pendidikan yang rendah, yaitu hanya menamatkan sekolah sampai SD. Rendahnya tingkat pendidikan responden terutama terjadi pada responden jenis stayer. Adapun responden jenis return migrant cenderung memiliki tingkat pendidikan yang lebih baik daripada stayer, dimana sebagian besar dari mereka memiliki tingkat pendidikan sedang, yaitu menamatkan sekolah sampai SMP atau SMA.

Hal ini tentu saja terjadi karena saat mereka dulu memutuskan untuk melakukan mobilitas penduduk untuk bekerja, salah satunya didorong karena mereka merasa memiliki tingkat pendidikan yang lebih baik pada zamannya. Walaupun akhirnya, banyak diantara mereka yang tak mampu bersaing untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik di tempat tujuan, dan akhirnya kembali ke desa. Sebanyak 6,67 persen responden memiliki tingkat pendidikan yang tinggi, yaitu sarjana. Responden yang berpendidikan tinggi ini seluruhnya adalah pendatang.


(55)

5.7. Tingkat Pendapatan Pribadi

Pada Tabel 4 terlihat bahwa sebanyak 83,33 persen responden memiliki tingkat pendapatan yang rendah atau bahkan tidak berpendapatan. Hal ini terjadi secara merata, baik pada stayer, return migrant, maupun pendatang dan merupakan implikasi dari banyaknya responden yang berstatus tidak bekerja.

Tingkat pendapatan pribadi responden menunjukkan akses responden terhadap ekonomi secara pribadi. Hal ini bisa menjadikan otoritas perempuan untuk mengambil keputusan mobilitas semakin tinggi. Rendahnya tingkat pendapatan pribadi responden menunjukkan akses ekonomi responden secara pribadi di desa tersebut adalah rendah.

5.8. Status Ekonomi Keluarga

Tabel 4 menunjukkan bahwa sebagian besar responden (53.33 persen) responden memiliki status ekonomi yang rendah. Hal ini terjadi terutama pada responden stayer. Adapun responden yang tergolong return migrant dan pendatang memiliki proporsi yang seimbang antara mereka yang memiliki status ekonomi keluarga rendah dan status ekonomi keluarga tinggi.

Status ekonomi ini akan berpengaruh terhadap kemampuan responden dalam membiayai kepergian mereka ke luar desa. Di sisi lain, status ekonomi juga bisa membuat responden telah merasa cukup di desa dan tidak perlu bekerja ke luar desa.

5.9. Ikhtisar Bab V

Responden dalam penelitian ini memiliki karakteristik pribadi yang beragam. Sebanyak 53,33 persen responden berada pada rentang umur 16 – 35 tahun. Jarang ditemukan penduduk perempuan yang berumur 16-20 tahun yang


(56)

tinggal di Desa Karacak, karena beberapa di antara mereka melakukan mobilitas penduduk ke luar desa untuk bekerja ataupun sekolah. Mayoritas responden (86,66 persen) berstatus menikah, hal ini menunjukkan adanya suatu hubungan keterikatan responden terhadap suami dan anaknya, namun di sisi lain pernikahan juga memungkinkan responden untuk memiliki kebutuhan yang lebih tinggi dibandingkan saat ia masih sendiri. Sebanyak 36,67 persen responden masih memiliki balita, yang berarti masih membutuhkan perhatian yang besar dari sang ibu. Selain itu, 69,23 persen suami responden bekerja di desa, hal ini membuat responden semakin berat untuk meninggalkan desa.

Dilihat dari kondisi sosial ekonominya, sebanyak 63,33 persen responden tidak bekerja, 50 persen memiliki tingkat pendidikan yang rendah, 83,33 persen memiliki tingkat pendapatan pribadi yang rendah, dan 53,33 persen berasal dari keluarga dengan status ekonomi rendah. Kondisi sosial ekonomi ini akan berpengaruh terhadap kemampuan responden dalam melakukan kepergian mereka ke luar desa. Di sisi lain, kondisi sosial ekonomi juga bisa membuat responden telah merasa cukup di desa dan tidak perlu bekerja ke luar desa.


(57)

BAB VI

FAKTOR DI DAERAH ASAL, DAERAH TUJUAN, DAN

PENGHALANG ANTARA

Setelah dibahas mengenai karakteristik pribadi responden dalam bab sebelumnya, dalam bab ini akan dibahas menganai faktor-faktor yang berasal dari daerah asal dan daerah tujuan yang memungkinkan berfungsi sebagai faktor pendorong dan faktor penarik terjadinya mobilitas penduduk perempuan ke luar desa. Selain itu dalam bab ini juga akan dibahas mengenai faktor penghalang antara yang juga dapat menahan mobilitas penduduk perempuan ke luar desa 6.1. Faktor di Daerah Asal

Faktor di Daerah Asal merupakan keadaan-keadaan di daerah asal yang dirasakan responden dan memungkinkan untuk mendorong mereka melakukan mobilitas penduduk ke luar desa atau menahan mereka untuk tetap tinggal di daerah asal. Penggunaan kata “daerah asal” yang dimaksud adalah Desa Karacak.

Tingkat kecukupan yang dirasakan responden atas kehidupannya di desa mengindikasikan suatu bentuk kenyamanan atas kehidupannya sekarang. Ketika kenyamanan tersebut dinilai sudah cukup baik, maka hal tersebut akan menjadi suatu faktor penarik untuk tetap tinggal di daerah tersebut. Gambar 4 memperlihatkan proporsi tingkat kecukupan yang dirasakan responden atas kehidupannya di desa.


(58)

Gambar 4 . Proporsi Tingkat Kecukupan Responden atas Kehidupan di Desa Karacak Tahun 2010

Berdasarkan Gambar 4, sebagian besar responden merasa sudah cukup dengan kehidupan yang ada. Meskipun mereka harus hidup sederhana di desa, mereka merasakan hal tersebut lebih baik dari pada saat kehidupannya di kota dahulu. Hal ini sesuai dengan penuturan salah seorang penduduk perempuan Desa Karacak yang juga memutuskan untuk tetap tinggal di desa:

“…raos keneh di desa, najan awon bumi nyalira…” (Imi, 45 tahun) (Lebih enak di desa, meskipun jelek rumah sendiri)

Hal lain yang diidentifikasi dalam faktor di daerah asal adalah ketersediaan lapangan pekerjaan bagi perempuan di desa. Desa ini memiliki tingkat ketersediaan lapangan pekerjaan yang rendah khususnya bagi perempuan. Sebanyak 93,33 persen responden menyatakan sulit sekali untuk menemukan lapangan pekerjaan bagi perempuan di desa. Hal inilah yang menjadi alasan para penduduk perempuan Desa Karacak yang akhirnya memutuskan untuk bekerja di luar desa.

Dilihat dari ketersedian sumber daya alam Desa Karacak dalam pemenuhan kebutuhan penduduknya, sebanyak 80 persen responden beranggapan bahwa

30%

60% 10%

Kurang Cukup


(59)

sumber daya alam Desa Karacak dirasa masih cukup dalam memenuhi kebutuhan mereka. Ketersediaan air yang melimpah, buah-buahan yang tumbuh subur di lahan-lahan perkebunan yang menjadi komoditi Desa Karacak banyak ditemui di Desa Karacak. Selain itu, lahan-lahan di Kampung Cengal Desa Karacak ini masih banyak yang dimiliki oleh warga, walaupun tidak merata, namun masih milik warga sendiri. Ada juga yang berstatus sebagai tanah guntai. Belum masuknya kapitalisme swasta dalam kepemilikan lahan cenderung membuat warga tidak memiliki permasalahan terhadap lahan mereka. Di Kampung Cengal pun belum pernah terjadi bencana alam yang besar.

Di desa ini juga masih terdapat pengajian-pengajian yang sangat aktif dan memungkinkan para perempuan untuk bersosialisasi dengan perempuan lainya di majelis. Silaturahmi yang rutin melalui pengajian ini menjadikan para perempuan Desa Karacak merasa akrab satu sama lain. Kehadiran MCK dan pembangunan gedung-gedung sekolah juga menjadi suatu kemajuan desa yang berarti bagi para penduduknya.

Dengan demikian faktor-faktor di daerah asal yang dinilai bisa menjadi faktor pendorong bagi terjadinya mobilitas penduduk perempuan ke luar desa cenderung memiliki kekuatan yang lemah. Lemah atau kuatnya faktor pendorong mobilitas penduduk perempuan ke luar desa juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi responden yang akan dibahas pengaruhnya dalam bab selanjutnya.

6.2. Faktor di Daerah Tujuan

Faktor di Daerah Tujuan, merupakan keadaan-keadaan di luar desa yang dirasakan responden dan memungkinkan untuk menarik mereka melakukan mobilitas penduduk ke daerah tersebut atau menahan mereka untuk tinggal di


(60)

daerah tujuan. Faktor di daerah tujuan diketahui penduduk perempuan dari kerabatnya yang tinggal di luar desa, media massa, dan penduduk perempuan terdahulu pelopor mobilitas.

Informasi yang didapatkan penduduk dari kerabatnya yang tinggal di luar desa di antaranya adalah mengenai ketersediaan lapangan pekerjaan dan fasilitas-fasilitas pendidikan serta hiburan. Bagi beberapa penduduk perempuan, ketersediaan lapangan pekerjaan di luar desa tak jarang menjadi faktor penarik bagi mereka untuk pergi ke luar desa. Begitupun kelengkapan fasilitas pendidikan dan hiburan bagi beberapa perempuan kerap kali membuat mereka mengunjungi daerah tersebut. Dengan perkembangan transportasi yang ada, faktor-faktor penarik tersebut bisa didapatkan penduduk tanpa harus melakukan mobilitas penduduk dengan berpindah tempat tinggal.

Keberadaan pelopor mobilitas penduduk pun merupakan salah satu faktor penting dalam menyebarluaskan informasi mengenai keadaan di luar desa. Namun sayangnya, pelopor mobilitas penduduk perempuan yang ada belum memperlihatkan keberhasilan yang berarti bagi penduduk perempuan lainnya. Hal ini terkait dengan rendahnya tingkat pendidikan para perempuan yang melakukan mobilitas di waktu lampau, sehingga mereka medapatkan kehidupan yang tidak lebih baik saat di kota. Pegalaman ini belum bisa menjadikan contoh yang membuat para penduduk perempuan banyak yang melakukan mobilitas penduduk ke luar desa untuk bekerja.

Dengan demikian faktor-faktor di daerah tujuan yang dinilai bisa menjadi faktor penarik bagi terjadinya mobilitas penduduk perempuan ke luar desa cenderung memiliki kekuatan yang lemah. Lemah atau kuatnya faktor penarik


(61)

mobilitas penduduk perempuan ke luar desa juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi responden yang akan dibahas pengaruhnya dalam bab selanjutnya.

6.3. Faktor Penghalang Antara

6.3.1.Tingkat Kemudahan Sarana Transportasi

Sebagaimana telah dijelaskan pada Bab Pendahuluan, Desa Karacak secara geografis memiliki jarak yang dekat dari pusat Kota Bogor, ibukota Kabupaten Bogor, bahkan ibukota Negara Indonesia. Akses terhadap daerah tersebut pun relatif mudah, bisa dijangkau dengan angkutan umum, mobil pribadi, atau kendaraan bermotor lainnya. Kondisi jalan yang cukup baik sangat memungkinkan terjadinya mobilitas penduduk baik laki-laki maupun perempuan. Hal ini menunjukkan bahwa akses warga untuk menjangkau daerah-daerah yang biasanya menjadi muara para migran relatif mudah.

Dilihat dari sisi kemudahan dan kenyamanan sarana transportasi umum, hal ini juga menunjukkan hasil yang positif. Sebagian besar warga merasakan kemudahan dan kenyamanan dalam mengakses dan memanfaatkan sarana transportasi umum dari Desa Karacak, berikut adalah rinciannya:

Tabel 5. Tingkat Kemudahan dan Kenyamanan Sarana Transportasi Umum Desa Karacak Tahun 2010

Tingkat Kemudahan dan Kenyamanan Sarana

Transportasi Umum

Tipe Responden Berdasarkan Jenis Migrasi

Stayer Return

Migrant Pendatang Total

Persentase (%)

Rendah 0 1 1 2 7.14

Tinggi 8 9 9 26 92.86

Total 8 10 10 28 100.00

Selain itu, dilihat dari kepemilikan terhadap alat transportasi pribadi, keluarga responden cukup banyak yang memilikinya. Sebanyak 46,67 persen


(62)

keluarga responden memiliki motor sebagai kendaraan pribadi yang dimiliki keluarganya. Dengan demikian, faktor penghalang antara berupa tingkat kemudahan sarana transportasi menuju daerah-daerah muara para migran dari Desa Karacak cenderung mudah untuk dilalui.

6.3.2.Budaya

Budaya, dalam penelitian ini dianalisis dari jenis sistem kekerabatan dalam keluarga yang dianut di desa tersebut, sehingga memungkinkan penduduk perempuan untuk tertahan di desa. Dalam penelitian ini, sistem kekerabatan yang dimaksud dilihat dari budaya menetap setelah pernikahan yang dirumuskan oleh Koentjaraningrat (1965).

Jenis sistem kekerabatan berdasarkan budaya menetap setelah menikah yang dianut oleh penduduk Desa Karacak adalah Neolokal, yang memberikan kebebasan bagi pasangan suami-istri untuk menentukan tempat tinggal mereka setelah berumah tangga. Hal ini terlihat dari tempat tinggal responden yang dikunjungi. Beberapa di antara mereka ada yang tinggal berdekatan dengan keluarga suami, ada yang tinggal berdekatan dengan keluarga istri, bahkan ada juga di antara mereka yang tinggal terpisah jauh baik dari keluarga suami maupun istri. Dengan demikian, Desa Karacak cenderung fleksibel dalam hal budaya. Tidak ada yang membatasi tempat tinggal sepasang suami istri saat telah berumah tannga, sehingga memungkinkan bagi perempuan untuk melakukan mobilitas penduduk ke luar desa.

Selain itu, cukup banyaknya warga pendatang di Desa Karacak dan cukup banyaknya penduduk perempuan muda yang bersekolah ataupun bekerja di luar desa menunjukkan bahwa sebenarnya Desa Karacak bukanlah desa yang terisolir


(1)

Tabel 14. Karakteristik Status Ekonomi Keluarga Responden di Desa Karacak Tahun 2010

Status Ekonomi Keluarga

Tipe Responden Berdasarkan Jenis Migrasi

Stayer Return

Migrant Pendatang Total

Persentase (%)

Rendah 6 5 5 16 53.33

Tinggi 4 5 5 14 46.67

Total 10 10 10 30 100.00

Berdasarkan data pada Tabel 14, dapat diketahui bahwa sebagian besar responden (53,33 persen) yang merupakan representasi dari penduduk perempuan Desa Karacak yang tinggal di desa memiliki status ekonomi keluarga yang rendah. Bagi responden yang yang berusia muda dan menginginkan untuk melakukan mobilitas penduduk ke luar desa guna melanjutkan sekolah ataupun kuliah, status ekonomi keluarga yang rendah menjadi salah satu faktor yang menahan niat mereka untuk pergi. Hal ini sesuai dengan pemaparan dari salah seorang responden:

“…ya kalau ditanya mau mah, mau kuliah ke luar desa, tapi kan si bapak cuma petani, jadi ga ada uang buat biaya kuliah..” (Siska, 19 tahun)

Fasilitas pendidikan lengkap yang tersedia di kota tidak dapat memberikan kekuatan yang besar untuk menarik terjadinya mobilitas penduduk ke luar desa. Hal ini terkait pertimbangan biaya dalam memanfaatkan fasilitas pendidikan tersebut. Bagi responden yang memiliki status ekonomi rendah, faktor ini tidak kuat mendorong responden tersebut untuk pergi meninggal desa dalam rangka memperbaiki status ekonomi keluarganya. Hal ini merupakan hasil pertimbangan terhadap faktor-faktor pribadi lainnya yang tidak sesuai untuk melakukan mobilitas ke luar desa dan mendapatkan kehidupan yang lebih baik saat di luar desa. Adapun bagi responden yang sudah memiliki status ekonomi keluarga


(2)

75

tinggi, faktor ini menjadi faktor penarik untuk tetap tinggal di desa, karena kehidupan mereka di desa sudah nyaman. Kelebihan materi yang mereka miliki biasanya mereka investasikan dalam bentuk pendidikan anak-anaknya.

8.3. Ikhtisar Bab VIII

Faktor-faktor penahan mobilitas penduduk perempuan ke luar desa yang terjadi di Desa Karacak berawal dari ketidaksesuaian karakteristik pribadi dalam memenuhi sifat selektivitas migrasi. Ketidaksesuaian karakteristik pribadi berpengaruh terhadap penilaian responden terhadap faktor-faktor di daerah asal dan faktor di daerah tujuan.

Pertimbangan-pertimbangan yang mereka lakukan mendorong pada suatu tindakan rasional berupa tetap tinggal di desa dan tidak melakukan mobilitas penduduk. Pertimbangan itu didasarkan pada karakteristik pribadi dan penilaian terkadap faktor di daerah asal dan faktor di daerah tujuan.


(3)

FAKTOR-FAKTOR PENAHAN MOBILITAS PENDUDUK PEREMPUAN KE LUAR DESA

(Kasus Kampung Cengal, Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

Oleh: Dina Nurdinawati

I34070058

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(4)

79

DAFTAR PUSTAKA

Adioetomo, SM & Wiyono, NH 2003, ‘Isu dan Prospek Ketenagakerjaan dan Mobililtas Penduduk di Indonesia’, Warta Demografi, Tahun 33, No.3: 21-27.

Desa Karacak, 2010. Daftar Isian Data Profil Desa dan Kelurahan. Bogor: Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa Kabupaten Bogor. Effendi, Tadjuddin N. 1986. Perilaku Mobilitas dan Struktur Sosial Ekonomi

Rumah Tangga: Kasus Dua Desa di Jawa Barat. Yogyakarta: Pusat

Penelitian Kependudukan UGM.

Emalisa, ‘Pola dan Arus Migrasi di Indonesia’

diunduh pada 30

April 2010, pukul 20.30

Giyarsih, SR & Listyaningsih, U, ’Dampak Non Ekonomi Migrasi Tenaga Kerja Wanita ke Luar Negeri di Daerah Asal.’

diunduh tanggal 30

April 2010, pukul 21.00.

Goldsheider, Calvin. 1971, Populasi, Modernisasi, dan Struktur Sosial, penerjemah Nin Badi Sumanto, Jakarta: CV Rajawali.

Hasan, M Iqbal. 2002. Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan

Aplikasinya. Bogor: Ghalia Indonesia.

Hidayana, Irwan M. 2004. ’ Migrasi Lintas Batas dan Seksualitas di Asia Tenggara’, Jurnal Perempuan 36, No. 36, hal. 91-107.

Hugo, Graeme J. 1981, Population Mobility in West Java.Yogyakarta: Universitas Gajah Mada Press.

Koentjaraningrat. 1965, Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta: PT. Dian Rakyat.

Lee, Everett S. 1984. Suatu Teori Migrasi, penerjemah Hans Daeng, Yogyakarta: Pusat Penelitian Kependudukan UGM.


(5)

Mantra, Ida B 1994, ’Mobilitas Sirkuler dan Pembangunan Daerah Asal’, Warta

Demografi No. 3 : 33-40.

Nasution, S. 2007. Metode Research (Penelitian Ilmiah). Jakarta: Bumi Aksara Noer, Khaerul U, ‘Perempuan dan Migrasi (Studi Mengenai Migrasi Individual

Perempuan Madura di Bekasi).’ Diunduh tanggal 5 Mei 2010, pukul 20.00. Rahardjo, Yulifta. 1997, ’Aspek Gender dalam Pengambilan Keputusan untuk

Migrasi’, dalam Budaya Kepeloporan dalam Mobilitas Penduduk, Jakarta: Puspa Swara, hal.83-93

Rakhmat, Jalaluddin. 1997. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya Offset.

Reviani, Elvina. 2006, Faktor Penyebab dan Dampak Migrasi Sirkuler di Daerah

Asal (Kasus Desa Pamijahan, Kabupaten Bogor). Skripsi, Institut

Pertanian Bogor, Bogor.

Rusli, Said 1996, Pengantar Ilmu Kependudukan, Jakarta: LP3S.

Saefullah, Asep D 1994, ‘Mobilitas Penduduk dan Perubahan di Pedesaan Studi Kasus di Jawa Barat’, PRISMA, 7 Juli : 35-47.

Sarwono, Jonathan. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Setiadi. 2004, ’ Migrasi Perempuan: Respons Lokal dan Alternatif Kebijakan’, dalam Dinamika Kependudukan dan Kebijakan, Yogyakarta, hal 121-138.

Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi. 1989. Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES.

Soekanto, Soerjono. 1982. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Standing, Guy. 1985. Konsep-Konsep Mobilitas di Negara Sedang Berkembang. Yogyakarta: Pusat Penelitian Kependudukan UGM.

Suharto, Edi 2005,’Permasalahan Pekerja Migran’ dalam Membangun


(6)

81

Wahyuni, Ekawati S. 2000, ’ Migran Wanita dan Persoalan Perawatan Anak’,

Jurnal Sosiologi Indonesia, No. 04, hal. 12-23

Wahyuni, ES & Muljono, P. 2009. Metode Penelitian Sosial. Bahan Kuliah. Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Wulan, TR 2007, ’Pengetahuan dan Kekuasaan: Penguatan Remitan Sosial sebagai Strategi Pemberdayaan Buruh Migran Perempuan Indonesia’,