BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penduduk merupakan salah satu modal dasar pembangunan. Salah satu kajian menarik terkait masalah kependudukan di Indonesia adalah aspek mobilitas
penduduk. Migrasi atau mobilitas penduduk merupakan salah satu bentuk perjalanan manusia modern untuk menempuh sekaligus mendapatkan kehidupan
yang lebih baik.
1
Proses mobilitas penduduk atau migrasi yang kini kian marak ternyata mengalami perubahan komposisi laki-laki dan perempuan yang terlibat di
dalamnya, khususnya dalam migrasi internasional. Di Indonesia, perubahan ini terjadi sejak tahun 1980-an. Jika dikaitkan dengan aspek sejarah, perubahan ini
sebenarnya dimulai pada tahun 70-an ketika banyak yang menerapkan Revolusi Hijau di pedesaan Jawa, dampaknya terutama terhadap kesempatan kerja.
Perempuan di desa kehilangan pekerjaan-pekerjaan yang secara tradisional menjadi miliknya, seperti menyiang, memotong padi, menumbuk padi, dan jual
beli beras nguyang. Salah satu strategi dalam menghadapi tantangan itu adalah melibatkan diri dengan pekerjaan-pekerjaan yang tersedia. Hal ini terbukti dengan
banyaknya perempuan desa melakukan mobilitas penduduk untuk mencari pekerjaan di luar desanya. Bahkan, sejak beberapa tahun terakhir ini sudah ratusan
ribu perempuan kita yang meninggalkan keluarganya, kerabatnya, bermigrasi
1
KU, Noer,
’Gender-and-Migration’, http:www.scribd.comdoc3740200perempuan-dan-
migrasi-paper-panel , diakses pada 28 Mei 2010.
menyebrang lautan bekerja di negara-negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, bahkan sampai ke negara-negara Arab Rahardjo, 1997. Data terbaru dari
penempatan TKI tahun 2001-2004, TKI perempuan mencapai 1.113.988 orang atau 76,82 persen dari jumlah penempatan TKI yaitu 1.450.069 Wulan, 2007.
Patut diakui perempuan dan migrasi memang pada dasarnya adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan Chant dan Radcliffe, 1992 seperti dikutip
Noer, 2008. Mobilitas penduduk yang dilakukan oleh perempuan umumnya dipicu oleh minimnya kesempatan kerja di daerah asal, atau meminjam istilah
Mantra 1994, bahwa besarnya perbedaan tingkat kefaedahan antarwilayah mendorong seseorang untuk melakukan mobilisasi, baik melalui saluran-saluran
yang resmi maupun yang tidak resmi. Tentu saja adanya kesenjangan ini mendorong perempuan untuk berusaha lebih mandiri guna memperbaiki
kehidupannya. Berdasarkan hasil penelitian Noer 2008, dalam melakukan mobilitas
penduduk, perempuan tidak hanya mempertimbangkan faktor-faktor dari dalam dirinya saja, faktor situasional dan kultural kerap kali menjadi bahan
pertimbangan lain yang tidak kalah dominan dalam proses berpikir perempuan untuk melakukan mobilitas penduduk atau tidak. Mantra,1998, 1999, 2001 dan
Sukamdi, 2002 seperti dikutip Setiadi, 2004 menjelaskan bahwa di beberapa daerah, seperti Cilacap Jawa Tengah, Cianjur Jawa Barat, Indramayu Jawa
Barat, Kulon Progo Yogyakarta, dan beberapa daerah di Jawa Timur, tingkat mobilitas penduduk perempuannya, khususnya migrasi internasional terbilang
tinggi, oleh karena itu daerah-daerah ini disebut sebagai daerah pengirim migran perempuan.
Dewasa ini mulai banyak ditemukan penelitian tentang mobilitas penduduk perempuan, seperti penelitian Sri Rum Giyarsih dan Umi Listyaningsih 2003
yang meneliti mengenai Dampak Non Ekonomi Migrasi Tenaga Kerja Wanita ke Luar Negeri di Daerah Asal, penelitian Ekawati S. Wahyuni 2000 yang meneliti
mengenai Migran Wanita dan Persoalan Perawatan Anak, dan penelitian Khaerul Umam Noer 2008 yang meneliti mengenai Perempuan dan Migrasi Studi
Mengenai Migrasi Individual Perempuan Madura di Bekasi. Penelitian mengenai mobilitas penduduk perempuan ini awalnya masih sering terintegrasi dengan
penelitian mengenai mobilitas penduduk laki-laki. Penelitian-penelitian ini umumnya meneliti mengenai alasan perempuan meninggalkan daerah asalnya dan
pengaruh kepergian tersebut bagi dirinya, keluarganya, daerah asalnya, maupun daerah tujuannya.
Namun demikian, masih jarang sekali ditemui penelitian yang mengungkap alasan perempuan untuk tidak pergi meninggalkan daerah asalnya. Ketika dalam
suatu daerah, penduduk laki-lakinya cukup banyak yang melakukan mobilitas penduduk, bahkan merambah sampai ke luar pulau, dan terdapat juga beberapa
penduduk perempuan yang melakukan mobilitas ke luar desa, namun masih banyak ditemukan penduduk perempuan di desa tersebut yang memutuskan untuk
tidak melakukan mobilitas penduduk seperti rekan-rekannya yang lain. Penduduk perempuan semacam ini ditemui di Kampung Cengal, Desa Karacak, Kecamatan
Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Di saat begitu banyak perempuan yang terlibat dalam mobilitas penduduk,
bahkan merambah pada migrasi internasional, mayoritas penduduk perempuan Kampung Cengal, Desa Karacak tetap bertahan di desa. Letak desa yang terbilang
dekat dari pusat kota Bogor, dengan akses kendaraan umum yang juga relatif mudah ternyata tidak mendorong penduduk perempuan Desa Karacak yang
bertahan di desa ini untuk melakukan mobilitas penduduk ke luar desa seperti rekan-rekannya yang lain di desa tersebut.
Fakta semacam ini peneliti dapatkan saat melakukan tinjauan awal kegiatan Kuliah Kerja Profesi KKP yang berlokasi sama dengan lokasi penelitian ini.
Berawal dari fakta inilah, muncul suatu ketertarikan untuk mengkaji lebih jauh
mengenai alasan yang membuat para perempuan di Desa Karacak tetap bertahan di desa.
1.2. Rumusan Masalah Penelitian