Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Organizational Citzenship ehavior Pada Pegawai Negeri Sipil Di BPOM Medan

(1)

PENGARUH BUDAYA ORGANISASI TERHADAP

ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR

PADA PEGAWAI NEGERI SIPIL DI BBPOM MEDAN

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh:

RINI WULANDARI 091301087

FAKULTAS PSIKOLOGI


(2)

(3)

(4)

(5)

ABSTRAK

Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang bekerja di instansi pemerintah Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Medan yang berjumlah 78 orang serta diambil dengan metode purposive sampling. Data penelitian dikumpulkan dengan menggunakan skala budaya organisasi (rxx’ = 0,938) dan skala organizational citizenship behavior (rxx’ = 0,869).

Metode analisis data yang digunakan adalah regresi sederhana. Hasil analisis data menunjukkan bahwa ada pengaruh positif budaya organisasi terhadap organizational citizenship behavior. Pengaruh ini mengindikasikan bahwa semakin kuat budaya organisasi maka akan semakin tinggi tingkat organizational citizenship behavior pada pegawai. Serta budaya organisasi memberikan sumbangan efektif sebesar 13,7 % dalam meningkatkan organizational citizenship behavior pada pegawai.


(6)

ABSTRACT

This research was conducted to investigate the influence of organizational culture on organizational citizenship behavior among employees. Data were gathered from 78 civil servant workers in Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Medan, which collected by purposive sampling method. The data were collected by using organizational culture scales (rxx’ = 0,938) and organizational citizenship behavior scales (rxx’ = 0,869).

The data were analyzed by using simple regression method. The result showed that organizational culture have a significant/positive effect on organizational citizenship behavior among employees. The influence indicated that strong organizational culture will be followed by the higher level organizational citizenship behavior among employees. Organizational culture give 13,7 % effective contribution towards improving organizational citizenship behavior among employees.


(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur dan terima kasih saya panjatkan ke hadirat Allah SWT oleh karena rahmat serta hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini guna memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara serta meraih gelar Strata 1 (S1).

Keberhasilan penulisan skripsi ini dapat terwujud tidak hanya hasil kerja keras saya sendiri namun juga berkat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih setulus-tulusnya kepada berbagai pihak yang telah membantu proses penyelesaian skripsi ini dan juga selama menempuh pendidikan di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, yaitu kepada:

1. Prof. Dr. Irmawati, psikolog selaku dekan Fakultas Psikologi yang telah memberikan dukungan yang terbaik untuk kesuksesan seluruh mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dr. Emmy Mariatin, M.A., PhD., psikolog selaku dosen pembimbing yang telah rela meluangkan waktunya untuk membimbing saya serta memberikan kritik dan juga saran yang membangun bagi penyelesaian skripsi saya ini.

3. Pak Eka Danta Jaya Ginting, MA, psikolog dan Pak Ferry Novliadi, M.Si selaku dosen penguji yang sudah sangat teliti dalam mengkoreksi


(8)

hasil penelitian saya. Terima kasih telah memberi saran-saran yang sangat membangun serta untuk kesempurnaan hasil penelitian saya.

4. Dosen-dosen pengajar di Fakultas Psikologi yang tidak mungkin saya sebutkan namanya satu per satu, Anda sekalian telah memberikan segala hal yang terbaik bagi saya. Terima kasih telah memberikan ilmu yang bermanfaat untuk saya.

5. Kepada kedua orangtua yang selalu mendukung dan memberikan motivasi kepada saya. Kalian selalu mendoakan yang terbaik untuk saya. I love you. 6. Untuk nenek tercinta, terima kasih untuk kasih sayang yang telah nenek

berikan. I love you very much.

7. Ibu Dra. Nina Refida, Apt selaku Kepala Sub Bagian Tata Usaha, terima kasih telah memberikan saya izin untuk melakukan penelitian di instansi pemerintah Balai Besar POM Medan serta Anda sangat welcome terhadap saya. You are a beautiful lady.

8. Fadhilla Azwani a.k.a. Dilla, you are my best friend, terima kasih atas bantuannya selama ini, terima kasih atas kerja samanya selama ini, terima kasih atas nasehat-nasehatnya selama ini.

9. Kiki, Shoffa, Runa, Resqy, Mia, Jelita, Ayik, Rani, teman-teman seperjuangan ku, terima kasih atas pertemanan kita yang saling mendukung, membantu, dan menasehati.

10.Teman-teman angkatan 2009, kita telah melalui empat tahun ini besama-sama, terima kasih untuk kebersamaannya dan untuk setiap momen yang berkesan yang akan selalu saya ingat.


(9)

11.Untuk MrE yang selalu ada di saat suka dan duka, terima kasih untuk segala hal yang telah kamu lakukan selama ini, sangat berarti.

12.Untuk junior ku Sakti (2010) terima kasih karena telah menginstalkan SPSS versi terbaru, bermanfaat sekali. Skripsi ini tidak akan bisa selesai kalau tidak ada SPSS dari Sakti, hehe..

Saya menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan, dikarenakan keterbatasan yang ada, namun sumbangan pemikiran yang peneliti sampaikan mudah-mudahan bermanfaat bagi pembaca.

Medan, Juni 2013

Rini Wulandari


(10)

DAFTAR ISI

ABSTRAK………...……i

KATA PENGANTAR………...………….…..iii

DAFTAR ISI………..…………..….vi

DAFTAR TABEL………..…..xi

DAFTAR GAMBAR……….…………xiii

DAFTAR LAMPIRAN……….xiv

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah……….…….…...1

B. Rumusan Masalah……….…9

C. Tujuan Penelitian………..…9

D. Manfaat Penelitian……….……10

1. Manfaat Teoritis………...…………...…..…10

2. Manfaat Praktis………...……...…...…10


(11)

BAB II : LANDASAN TEORI

A. Organizational Citizenship Behavior……….…...…13

1. Pengertian Organizational Citizenship Behavior ………...…13

2. Aspek-Aspek Organizational Citizenship Behavior …...……...15

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Organizational Citizenship Behavior ………...………...….18

B. Budaya Organisasi………...……20

1. Pengertian Budaya Organisasi……….…...….20

2. Fungsi Budaya Organisasi………...……….…...…23

3. Aspek-Aspek Budaya Organisasi…………...…………..…..….26

C. Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Organizational Citizenship Behavior……….………..….29

D. Hipotesis………..………..…..31

BAB III: METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel………....……….……..…33

B. Definisi Operasional Variabel……….……….………...34


(12)

C. Lokasi Penelitian………...…….…….35

D. Populasi dan Sampel Penelitian…………..………….…………...36

1. Populasi Penelitian……….……....….36

2. Sampel Penelitian………..…..……36

E. Teknik Pengambilan Sampel……….………..………37

F. Metode Pengumpulan Data………..…...37

1. Skala Organizational Citizenship Behavior……….…...38

2. Skala Budaya Organisasi……….……40

G. Uji Coba Alat Ukur……….…44

1. Validitas Alat Ukur……….44

2. Uji Daya Beda Aitem………...…….……….44

3. Reliabilitas Alat Ukur……….……….…...45

4. Hasil Uji Coba Alat Ukur………..…..46

H. Prosedur Pelaksanaan Penelitian………..……55

1. Tahap Persiapan Penelitian……….…………55

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian……….…...……56


(13)

I. Metode Analisis Data……….……..…57

1. Uji Normalitas……….…...………....…57

2. Uji Linieritas……….……….………....…58

BAB IV: ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Subjek Penelitian………...59

1. Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin…………...…...59

2. Gambaran Subjek Berdasarkan Usia………...……..60

3. Gambaran Subjek Berdasarkan Tingkat Pendidikan………...61

4. Gambaran Subjek Berdasarkan Masa Kerja………..…....61

B. Hasil Penelitian………....63

1. Hasil Uji Asumsi………63

2. Hasil Utama Penelitian………...…...67

C. Pembahasan Hasil Penelitian………..75

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan……….80

B. Saran………...81


(14)

2. Saran Metodologis………..…....…82 DAFTAR PUSTAKA………...……….…..84


(15)

ABSTRAK

Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang bekerja di instansi pemerintah Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Medan yang berjumlah 78 orang serta diambil dengan metode purposive sampling. Data penelitian dikumpulkan dengan menggunakan skala budaya organisasi (rxx’ = 0,938) dan skala organizational citizenship behavior (rxx’ = 0,869).

Metode analisis data yang digunakan adalah regresi sederhana. Hasil analisis data menunjukkan bahwa ada pengaruh positif budaya organisasi terhadap organizational citizenship behavior. Pengaruh ini mengindikasikan bahwa semakin kuat budaya organisasi maka akan semakin tinggi tingkat organizational citizenship behavior pada pegawai. Serta budaya organisasi memberikan sumbangan efektif sebesar 13,7 % dalam meningkatkan organizational citizenship behavior pada pegawai.


(16)

ABSTRACT

This research was conducted to investigate the influence of organizational culture on organizational citizenship behavior among employees. Data were gathered from 78 civil servant workers in Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Medan, which collected by purposive sampling method. The data were collected by using organizational culture scales (rxx’ = 0,938) and organizational citizenship behavior scales (rxx’ = 0,869).

The data were analyzed by using simple regression method. The result showed that organizational culture have a significant/positive effect on organizational citizenship behavior among employees. The influence indicated that strong organizational culture will be followed by the higher level organizational citizenship behavior among employees. Organizational culture give 13,7 % effective contribution towards improving organizational citizenship behavior among employees.


(17)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Organisasi adalah unit sosial yang didirikan untuk jangka waktu yang relatif lama dimana memiliki dua atau lebih anggota yang bekerja bersama-sama dan terkoordinasi, mempunyai pola kerja yang terstruktur serta didirikan untuk mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan sebelumnya (Robbins & Judge, 2007). Setiap organisasi dalam mencapai tujuannya selalu beroperasi dengan menggunakan sumber daya yang dimilikinya untuk menghasilkan barang ataupun jasa yang berkualitas tinggi. Pengelolaan sumber daya yang dimiliki organisasi meliputi sumber daya finansial, fisik, sumber daya manusia (SDM), kemampuan teknologi dan sistem (Simamora dalam Paramita, 2008).

Menurut Paramita (2008) diantara sumber daya yang dimiliki oleh organisasi, sumber daya manusia yang paling memegang peranan penting dalam menjalankan fungsi organisasi secara optimal. Tanpa adanya sumber daya manusia, maka sumber daya lainnya yang dimiliki oleh organisasi tidak dapat dimanfaatkan. Mengingat pentingnya sumber daya manusia tersebut, maka suatu organisasi sangat disarankan agar menaruh perhatian yang cukup besar terhadap sumber daya manusia tanpa mengabaikan sumber daya yang lainnya (Ivancevish


(18)

Keberhasilan suatu organisasi dalam menjalankan fungsinya adalah tergantung pada kualitas sumber daya manusia yang ada didalamnya (Luthans, 2005). Menurut Azwar Abubakar selaku Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN dan RB) sumber daya manusia di Indonesia secara umum masih dinilai berkualitas rendah, terutama yang bekerja pada instansi pemerintah atau biasa dikenal sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) (jpnn.com, 2012). Hal ini diperkuat oleh hasil survei yang dilakukan oleh Political and Economic Risk Consultancy pada tahun 2013, dimana kinerja PNS yang berada di Indonesia menempati urutan yang terburuk se-Asia setelah India (asiarisk.com, 2013).

Fenomena yang terjadi saat ini seperti yang sering diberitakan di media cetak maupun elektronik yaitu banyaknya PNS yang tidak berkualitas terlihat dari banyaknya PNS yang kurang memiliki kemauan sendiri untuk bekerja dengan baik. Para PNS tersebut tidak mengerjakan tugas yang seharusnya menjadi kewajiban mereka dengan baik dan sungguh-sungguh. Begitu juga dengan tindakan-tindakan tidak disiplin yang masih sering dilakukan oleh PNS seperti datang terlambat, pulang cepat (tidak sesuai dengan jam kerja) dan tidak masuk kerja (harianterbit.com, 2012). Hal tersebut terlihat seperti sudah menjadi kebiasaan yang pada akhirnya menjadi budaya yang dianut oleh kebanyakan pekerja yang berstatus PNS. Namun terlepas dari hal tersebut ternyata masih ada PNS yang memiliki semangat kerja yang baik, menjalankan tugasnya dengan sungguh-sungguh, serta rela melakukan kerja ekstra.


(19)

PNS sebagai unsur aparatur negara, abdi negara, dan abdi masyarakat berkewajiban untuk melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya dengan baik dan juga harus memiliki kegigihan dalam bekerja serta taat terhadap aturan yang berlaku sehingga PNS dapat memberikan contoh yang baik bagi masyarakat serta dapat mewujudkan keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuannya, seperti yang dituangkan dalam Pasal 26 UU No. 8/1974 mengenai sumpah janji yang diucapkan PNS ketika akan dilantik (bkd.balikpapan.go.id, 2011).

Saat ini muncul pandangan baru dalam mencapai keberhasilan di suatu organisasi dimana pegawai tidak hanya harus melakukan pekerjaan sesuai dengan tuntutan tugas ataupun sesuai dengan job description atau disebut sebagai in-role performance, namun pegawai sangat disarankan untuk melakukan pekerjaan ekstra diluar dari tuntutan tugasnya atau dinamakan extra-role performance yang bertujuan untuk mencapai keberhasilan dan juga efektivitas organisasi (Garg & Rastogi, 2006; Organ, Podsakoff, & MacKenzie, 2006).

Usaha pegawai untuk melampaui peran formal dan tanggung jawabnya inilah yang menjadi dasar bagi konsep Organizational Citizenship Behavior (OCB). OCB merupakan perilaku yang ditampilkan oleh seorang individu/pegawai atas dasar kemauan sendiri, terlepas dari ketentuan atau kewajiban yang dibebankan kepadanya dengan tujuan untuk mencapai tujuan dan efektivitas organisasi (Organ, 1997).

OCB juga diartikan sebagai minat terhadap organisasi, dimana pegawai tidak hanya melaksanakan tugas yang menjadi kewajibannya saja tetapi juga


(20)

termasuk upaya untuk membantu rekan kerja, menghindari konflik yang tidak penting, melakukan pekerjaan berat dengan sabar, ikut terlibat dalam kegiatan-kegiatan organisasi, dan melakukan kinerja yang telah melampaui standar minimum yang harus dipenuhi seorang pegawai. Ketika seorang pegawai melakukan hal ini, organisasi tidak memberikan reward tertentu untuk mereka. Oleh karena itu, OCB tidak dikaitkan langsung dengan reward formal seperti pemberian insentif tambahan atau semacamnya (Organ, Podsakoff, & MacKenzie, 2006).

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi terbentuknya OCB di kalangan pegawai baik yang berasal dari internal maupun eksternal. Faktor-faktor internal yang berasal dari dalam diri individu sehingga dapat mempengaruhi terbentuknya OCB yaitu kepuasan kerja (Organ, Podsakoff, & MacKenzie, 2006), suasana hati (George & Brief, 1992), persepsi terhadap dukungan organisasional (Shore & Wayne, 1993), persepsi terhadap kualitas hubungan/interaksi atasan bawahan (Novliadi, 2006), dan jenis kelamin (Lovell, Khan, Anton, Davidson, Dowling, Post, & Mason, 1999). Sedangkan faktor-faktor eksternal yang berasal dari luar diri individu atau lingkungannya sehingga dapat mempengaruhi terbentuknya OCB yaitu budaya dan iklim organisasi (Organ & Ryan, 1995), dan masa kerja (Novliadi, 2007).

Menurut Organ dan Ryan (1995) terdapat bukti-bukti kuat yang mengemukakan bahwa budaya organisasi merupakan suatu kondisi awal yang utama yang memicu terjadinya OCB. Budaya organisasi memiliki tujuan untuk


(21)

meningkatkan produktivitas dan efektivitas kerja untuk menghadapi berbagai tantangan di masa yang akan datang (Sobirin, 2007). Budaya organisasi yang benar-benar dikelola dengan baik akan berpengaruh dan menjadi pendorong bagi pegawai untuk berperilaku positif, dedikatif, dan produktif (Sutrisno, 2010).

Menurut Miller (1987) budaya organisasi merupakan kumpulan nilai yang dianut dalam perusahaan dan mendasari bagaimana mengelola dan mengorganisasi perusahaan tersebut. Perusahaan yang efektif ialah perusahaan yang membudayakan nilai-nilai primer yang diperlukan untuk kepentingan operasi perusahaan, yaitu asas tujuan, konsensus, keunggulan, prestasi, empirisme, kesatuan, keakraban, dan integritas. Keberhasilan suatu organisasi untuk mengimplementasikan aspek-aspek atau nilai-nilai budaya organisasinya dapat mendorong organisasi tersebut tumbuh dan berkembang secara berkelanjutan (Lako, 2004).

Schein (2010) mengatakan bahwa budaya organisasi adalah pola dasar yang diterima oleh organisasi untuk bertindak dan memecahkan masalah, membentuk pegawai yang mampu beradaptasi dengan lingkungan dan mempersatukan anggota-anggota organisasi. Oleh karena itu harus diajarkan kepada anggota termasuk anggota yang baru sebagai suatu cara yang benar dalam mengkaji, berpikir, dan merasakan masalah yang dihadapi.

Sutrisno (2010) mengatakan bahwa budaya organisasi merupakan suatu kekuatan sosial yang tidak tampak, yang dapat menggerakkan orang-orang dalam suatu organisasi untuk melakukan aktivitas kerja. Secara tidak sadar tiap-tiap


(22)

orang di dalam suatu organisasi mempelajari budaya yang berlaku di dalam organisasinya. Jadi, budaya organisasi mensosialisasikan dan menginternalisasi pada para anggota organisasi.

Seperti yang diungkapkan oleh Sondang (dalam Melinda & Zulkarnain, 2004), berfungsinya budaya organisasi akan memiliki dampak positif yang sangat kuat terhadap perilaku para pegawai di organisasi, termasuk kerelaan untuk meningkatkan produktivitasnya, artinya budaya organisasi yang kuat akan menumbuhsuburkan tanggung jawab besar dalam diri individu sehingga akan berupaya semaksimal mungkin untuk menampilkan kinerja yang paling memuaskan tanpa harus selalu didorong atau diawasi. Bahkan kesediaan berbuat lebih baik dan lebih banyak dari yang dituntut dalam job description akan dilakukan oleh pegawai. Maka dengan kata lain organizational citizenship behavior dapat terbentuk.

Salah satu instansi pemerintah yaitu Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Medan dalam rangka menciptakan good governance dan clean government yang pada prinsipnya berpijak pada tiga hal yakni perlindungan masyarakat, kepemerintahan yang akuntabel dan transparan serta dunia usaha yang bertanggung jawab, maka mereka menempatkan sumber daya manusia sebagai tumpuan utama untuk selalu ditumbuhkembangkan (pom.go.id, 2011).

Menurut Karim (2008) untuk mencapai kondisi good governance ini, dibutuhkan semangat kerja yang mengarah pada good citizenship, artinya good citizenship dapat terwujud manakala pegawai memiliki OCB. Hal ini diduga akan


(23)

meningkatkan efektivitas organisasi, dengan kata lain penerapan good governance dapat terwujud bila telah terbentuk OCB pada diri pegawai. Jadi, dalam hal ini pembentukan OCB adalah sebagai prasyarat terwujudnya good governance.

Setiap organisasi pasti memiliki budaya organisasi yang unik yang dapat menjadi ciri khas dari organisasi tersebut (Robbins & Judge, 2007). Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Medan sebagai salah satu instansi pemerintah juga memiliki budaya organisasi. Menurut Miller (1987) ketika nilai-nilai primer seperti asas tujuan, konsensus, keunggulan, prestasi, empirisme, kesatuan, keakraban, dan integritas diimplementasikan oleh organisasi maka akan menjadi budaya organisasi yang positif. Budaya organisasi yang positif akan menjadi pendorong bagi pegawai untuk berperilaku positif, dedikatif, dan produktif (Sutrisno, 2010). Salah satunya dapat membentuk OCB pada pegawai (Ahmadi, Ahmadi, & Homauni, 2011).

Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu pegawai BBPOM Medan mengenai budaya organisasi yang terdiri dari delapan nilai-nilai primer maka dapat digambarkan yaitu asas tujuan dimana para pegawai selalu diarahkan untuk bekerja sesuai dengan tujuan organisasi serta harus paham mengenai tujuan organisasi tersebut dengan cara pemimpin selalu mensosialisasikan bahwa seluruh pegawai harus bekerja sesuai dengan visi dan misi organisasi. Kemudian asas konsensus dimana setiap keputusan selalu diambil secara bersama dengan meminta pendapat dari para pegawai. Asas keunggulan yakni ketika seorang pegawai memiliki kemampuan maka dia akan diberi pelatihan untuk dapat


(24)

Selanjutnya ada asas kesatuan dimana atasan dengan bawahan ataupun antar sesama pegawai kadang-kadang terjadi perselisihan karena sulitnya menyatukan pikiran dari banyak orang. Asas prestasi dimana para pegawai akan diberikan imbalan sesuai dengan apa yang telah diberikannya kepada organisasi. Setelah itu ada asas empirisme dimana setiap keputusan yang diambil selalu bergantung pada data-data yang ada di lapangan. Setelah itu ada asas keakraban yakni hubungan antara atasan dengan bawahan dan juga antar pegawai (staf) memiliki hubungan yang harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi, ada saatnya hubungan tersebut harus formal namun ada saatnya juga berhubungan seperti teman biasa. Kemudian yang terakhir adalah asas integritas dimana sebanyak 90% di antara para pegawai yang ada di BBPOM telah bekerja dengan baik dan sungguh-sungguh, namun selebihnya masih belum secara optimal bekerja dengan baik.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mohant dan Rath (2012) pada perusahaan yang bergerak dalam bidang pabrik, IT, dan perbankan, hasil penelitian menyatakan bahwa terdapat dampak yang signifikan antara budaya organisasi dan organizational citizenship behavior, sehingga organisasi harus memberikan perhatian lebih pada OCB anggotanya untuk lebih mendukung kelancaran organisasi mencapai tujuannya.

Penelitian yang dilakukan oleh Ahmadi, Ahmadi, dan Homauni (2011) mengungkapkan bahwa budaya organisasi berdampak pada pengembangan OCB. Untuk meningkatkan OCB maka budaya organisasi harus berorientasi pada proses


(25)

dan berfokus pada pegawai serta harus memiliki sistem terbuka dan kontrol yang ketat.

Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa budaya organisasi berpengaruh terhadap terbentuknya organizational citizenship behavior.

Berdasarkan pendapat para pakar, teori-teori, serta hasil penelitian terdahulu yang telah dikemukakan di atas maka peneliti tertarik untuk melihat lebih lanjut mengenai pengaruh budaya organisasi terhadap organizational citizenship behavior pada pegawai negeri sipil di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Medan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan di atas maka peneliti membuat suatu rumusan masalah yaitu “apakah ada pengaruh budaya organisasi terhadap organizational citizenship behavior pada pegawai negeri sipil di BBPOM Medan?.”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu:

1. Mengetahui dan mendapatkan data mengenai seberapa kuat budaya organisasi telah terinternalisasi pada diri para pegawai yang ada di BBPOM Medan.


(26)

2. Mengetahui dan mendapatkan data mengenai seberapa tinggi tingkat organizational citizenship behavior pada para pegawai yang ada di BBPOM Medan.

3. Mengetahui pengaruh budaya organisasi terhadap organizational citizenship behavior pada Pegawai Negeri Sipil di BBPOM Medan.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat membuktikan teori yang berkaitan dengan budaya organisasi dan juga organizational citizenship behavior (OCB). 2. Manfaat Praktis

Diharapkan hasil penelitian mengenai pengaruh budaya organisasi terhadap organizational citizenship behavior dapat memberikan informasi kepada organisasi mengenai seberapa kuat budaya organisasi telah terinternalisasi pada diri para pegawai, serta memberikan informasi kepada organisasi mengenai seberapa tinggi tingkat organizational citizenship behavior pada para pegawai, sehingga ini dapat menjadi referensi bagi organisasi untuk melakukan suatu kebijakan.


(27)

E. Sistematika Penulisan

Tulisan ini disusun berdasarkan suatu sistematika penulisan yang teratur sehingga memudahkan pembaca untuk memahaminya.

Bab I (pendahuluan) menjelaskan mengenai latar belakang permasalahan, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II akan menjelaskan tentang landasan teori yang didalamnya terdapat penjabaran mengenai organizational citizenship behavior dan budaya organisasi serta hipotesis penelitian. Penjelasan mengenai organizational citizenship behavior akan dibagi kepada sub bab yang lebih sederhana yang terdiri dari pengertian organizational citizenship behavior, aspek-aspek organizational citizenship behavior, dan faktor-faktor yang mempengaruhi organizational citizenship behavior. Pembahasan mengenai budaya organisasi mencakup pengertian budaya organisasi, fungsi budaya organisasi, dan aspek-aspek budaya organisasi. Selain itu juga dijelaskan mengenai pengaruh budaya organisasi terhadap organizational citizenship behavior.

Bab III akan membahas mengenai metode penelitian yang digunakan. Disini akan dijabarkan mengenai identifikasi variabel, definisi operasional variabel, lokasi penelitian, populasi dan sampel penelitian, teknik pengambilan sampel, metode pengumpulan data, uji coba alat ukur, prosedur pelaksanaan penelitian, dan metode analisis data.


(28)

Bab IV membahas mengenai analisis data dan pembahasan yang berisikan gambaran umum subjek penelitian, hasil penelitian, dan pembahasan hasil penelitian yang merupakan perbandingan hipotesis dengan teori-teori atau hasil penelitian terdahulu.

Bab V berisikan kesimpulan dan saran-saran. Pada bagian ini akan membahas mengenai kesimpulan hasil penelitian dan saran yang diberikan oleh peneliti baik itu untuk penyempurnaan penelitian ataupun untuk penelitian yang berhubungan dengan apa yang akan diteliti di masa mendatang serta saran untuk organisasi.


(29)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Organizational Citizenship Behavior

1. Pengertian Organizational Citizenship Behavior

Saat ini muncul pandangan baru dalam mencapai keberhasilan di suatu organisasi dimana pegawai tidak hanya harus melakukan pekerjaan sesuai dengan tuntutan tugas ataupun sesuai dengan job description atau disebut sebagai in-role performance, namun pegawai sangat disarankan untuk melakukan pekerjaan ekstra diluar dari tuntutan tugasnya atau dinamakan extra-role performance yang bertujuan untuk mencapai keberhasilan dan juga efektivitas organisasi (Garg & Rastogi, 2006; Organ, Podsakoff, & MacKenzie, 2006).

Menurut Organ (1997) OCB merupakan perilaku yang ditampilkan oleh seorang pegawai atas dasar kemauan sendiri, terlepas dari ketentuan atau kewajiban yang dibebankan kepadanya dengan tujuan untuk mencapai tujuan dan efektivitas organisasi.

Organ, Podsakoff, dan MacKenzie (2006) mengemukakan bahwa OCB adalah perilaku yang dilakukan oleh individu secara suka rela, tidak secara langsung atau eksplisit diakui oleh sistem reward formal, dimana hal ini


(30)

dilakukan oleh individu tersebut demi mencapai keberfungsian organisasi secara efisien dan efektif.

Menurut Robbins dan Judge (2007) OCB merupakan perilaku pilihan yang tidak menjadi bagian dari kewajiban kerja formal seorang pegawai, namun mendukung berfungsinya organisasi tersebut secara efektif.

Greenberg (2010) menyatakan bahwa OCB merupakan perilaku yang dilakukan oleh pegawai untuk meningkatkan hubungan sosial dan kerjasama dengan organisasi namun perilaku tersebut berada diluar dari tugas-tugas formalnya.

Dapat disimpulkan dari pengertian-pengertian yang telah dijelaskan di atas bahwa organizational citizenship behavior adalah perilaku yang ditampilkan oleh pegawai yang tidak hanya bersandar pada kewajiban dan tanggung jawab dari pekerjaannya namun lebih dari itu dimana pegawai melakukan pekerjaan yang lebih daripada apa yang menjadi tanggung jawabnya tanpa adanya reward formal dari organisasi dan semata-mata hanya untuk kepentingan organisasi dalam mencapai tujuannya.


(31)

2. Aspek-Aspek Organizational Citizenship Behavior

Organ, Podsakoff, dan MacKenzie (2006) mengatakan bahwa terdapat lima aspek dalam organizational citizenship behavior yaitu:

a. Altruism

Altruism adalah kemauan pegawai untuk membantu ataupun membuat orang lain sejahtera dengan cara berperilaku yang menguntungkan untuk orang lain, dimana perilaku ini dilakukan secara sukarela (Organ, Podsakoff, & MacKenzie, 2006). Pegawai yang berperilaku altruistic merasa memiliki kepuasan tersendiri setelah membantu orang lain (Van Emmerik, Jawahar, & Stone dalam Fournier, 2008). Bantuan ini dapat diberikan kepada rekan kerja ataupun supervisor. Contoh dari perilaku altruistic menurut Vey dan Campbell (dalam Fournier, 2008) seperti menggantikan pekerjaan teman yang sedang cuti, membantu teman yang sedang memiliki banyak pekerjaan, serta menjadi seseorang yang dapat dimintai bantuan dalam pekerjaan.

b. Courtesy

Courtesy merupakan perilaku yang ditampilkan oleh seseorang seperti membantu orang lain untuk mencegah terjadinya suatu permasalahan, atau membuat langkah-langkah untuk meredakan atau mengurangi suatu masalah yang ada di organisasi (Organ, Podsakoff, & MacKenzie, 2006).


(32)

c. Conscientiousness

Conscientiousness mengacu pada pegawai yang bekerja untuk membantu organisasi secara keseluruhan serta berperilaku melebihi apa yang diharapkan (Organ, Podsakoff, & MacKenzie, 2006). Perilaku conscientiousness yaitu berdasarkan pada karakteristik personal dimana apabila pegawai memiliki karakteristik seperti tepat waktu, tingkat kehadiran yang tinggi, mengikuti kebijakan, disiplin diri yang tinggi, tekun, bekerja keras, dedikasi kerja yang tinggi, keterampilan manajemen waktu yang baik, dan penggunaan sumber daya secara efektif maka pegawai tersebut dianggap memiliki conscientious yang tinggi (Hogan, Rybicki, Motowidlo, & Borman; Miller, Griffin, & Hart dalam Fournier, 2008).

d. Sportsmanship

Sportsmanship merupakan perilaku dimana pegawai menekankan pada aspek-aspek positif organisasi daripada aspek-aspek negatifnya, seperti tidak suka protes, tidak suka mengeluh walaupun berada dalam situasi yang kurang nyaman, dan tidak membesar-besarkan masalah yang kecil (Organ, Podsakoff, & MacKenzie, 2006).

e. Civic virtue

Pegawai berpartisipasi aktif dan mau terlibat serta bertanggung jawab terhadap proses politik serta pemerintahan yang ada di organisasi


(33)

(Organ, Podsakoff, & MacKenzie, 2006). Contoh perilakunya adalah ketika pegawai mau terlibat dalam permasalahan yang ada di organisasi dan tetap up to date terhadap perkembangan organisasi. Pegawai yang bertindak secara proaktif untuk mencegah situasi negatif yang dapat mempengaruhi organisasi maka sudah dapat dikatakan menampilkan civic virtue.

Selain itu Organ (dalam Organ, Podsakoff, & MacKenzie, 2006) juga menambahkan aspek peacekeeping yang diartikan sebagai tindakan-tindakan untuk menghindari dan menyelesaikan terjadinya konflik interpersonal (sebagai stabilitator dalam organisasi) dan aspek cheerleading yang diartikan sebagai bantuan yang diberikan kepada rekan kerjanya untuk mencapai prestasi yang lebih tinggi.

Aspek altruism, courtesy, peacekeeping, dan cheerleading dapat digabung menjadi satu aspek yaitu aspek helping behavior karena berkaitan dengan perilaku menolong orang lain untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang menyangkut pekerjaan di organisasi (Organ, Podsakoff, & MacKenzie, 2006).

Berdasarkan uraian di atas maka pengukuran OCB dalam penelitian ini dapat dilakukan dengan menggunakan empat aspek saja yaitu helping behavior, conscientiousness, sportsmanship, dan civic virtue.


(34)

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Organizational Citizenship Behavior

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi organizational citizenship behavior yaitu:

a. Budaya dan iklim organisasi

Menurut Organ dan Ryan (1995) terdapat bukti-bukti kuat yang mengemukakan bahwa budaya organisasi merupakan kondisi utama yang dapat memunculkan organizational citizenship behavior di kalangan pegawai. Iklim organisasi dan budaya organisasi dapat menjadi penyebab kuat atas berkembangnya OCB dalam suatu organisasi. Di dalam budaya dan iklim organisasi yang positif, pegawai lebih ingin melakukan pekerjaannya melebihi dari tuntutan tugas atau melebihi apa yang tercantum dalam job description dan akan selalu mendukung tujuan organisasi dalam rangka mencapai kemajuan serta perkembangan organisasi tersebut (Sondang dalam Melinda & Zulkarnain, 2004).

b. Kepuasan kerja

Organ, Podsakoff, dan MacKenzie (2006) mengatakan bahwa terdapat hubungan antara kepuasan kerja dan OCB, dimana untuk menjelaskan hal ini dapat menggunakan social exchange theory. Blau (dalam Organ, Podsakoff, & MacKenzie, 2006) menggunakan teori pertukaran sosial (social exchange theory) yang berpendapat bahwa ketika pegawai telah puas dengan pekerjaannya maka mereka akan membalasnya.


(35)

Pembalasan tersebut meliputi perasaan memiliki (sense of belonging) yang kuat terhadap organisasi dan munculnya perilaku seperti organizational citizenship.

c. Suasana hati (mood)

Suasana hati (mood) yang dirasakan oleh pegawai dapat berpengaruh terhadap timbulnya OCB. George dan Brief (1992) berpendapat bahwa kemauan seseorang untuk membantu orang lain tergantung pada suasana hati orang tersebut. Ketika pegawai memiliki suasana hati (mood) yang positif maka akan meningkatkan peluang bagi pegawai itu untuk dapat membantu orang lain di tempat kerja.

d. Persepsi terhadap dukungan organisasional

Shore dan Wayne (1993) menemukan bahwa persepsi terhadap dukungan organisasional menjadi penyebab organizational citizenship behavior (OCB). Pegawai yang merasa didukung oleh organisasi akan memberikan timbal balik kepada organisasi dengan cara menampilkan OCB.

e. Persepsi terhadap kualitas interaksi atasan bawahan

Novliadi (2006) menyatakan bahwa apabila interaksi antara atasan dan bawahan memiliki kualitas yang baik maka seorang atasan akan selalu berpandangan positif terhadap bawahannya dan bawahannya merasa


(36)

ini dapat menyebabkan bawahan tersebut berperilaku lebih daripada apa yang diharapkan oleh atasannya.

f. Masa kerja

Pegawai yang telah lama bekerja di suatu organisasi maka akan memiliki keterikatan yang kuat terhadap organisasinya. Masa kerja yang lama juga dapat meningkatkan rasa percaya diri dan kompetensi pada diri pegawai mengenai pekerjaannya serta dapat menimbulkan perasaan yang positif terhadap organisasi. Oleh sebab itu pegawai yang sudah bekerja lama akan melakukan sesuatu yang lebih untuk organisasinya (Novliadi, 2007).

g. Jenis kelamin

Lovell, Khan, Anton, Davidson, Dowling, Post, dan Mason (1999) menemukan perbedaan yang cukup signifikan antara pria dan wanita dalam tingkatan OCB mereka dimana perilaku menolong wanita lebih besar daripada pria.

B. Budaya Organisasi

1. Pengertian Budaya Organisasi

Menurut Miller (1987) budaya organisasi merupakan nilai-nilai primer yang dianut dalam perusahaan dan mendasari bagaimana mengelola dan mengorganisasi perusahaan tersebut. Perusahaan yang efektif ialah perusahaan


(37)

operasi perusahaan tersebut. Sedangkan Luthans (2005) menyatakan bahwa budaya organisasi merupakan norma-norma dan nilai-nilai yang mengarahkan perilaku anggota organisasi.

Schein (2010) mendefinisikan budaya organisasi sebagai pola dasar yang diterima oleh organisasi untuk bertindak dan memecahkan masalah, membentuk karyawan yang mampu beradaptasi dengan lingkungan dan mempersatukan anggota-anggota organisasi. Untuk itu harus diajarkan kepada anggota termasuk anggota yang baru sebagai suatu cara yang benar dalam mengkaji, berpikir dan merasakan masalah yang dihadapi.

Menurut Robbins dan Judge (2007) budaya organisasi merupakan falsafah, ideologi, nilai-nilai, anggapan keyakinan, harapan, sikap, dan norma-norma yang dimiliki secara bersama serta mengikat dalam suatu komunitas tertentu. Konsep budaya organisasi dalam beberapa dekade ini dipercaya sebagai salah satu alat untuk mencapai keunggulan organisasi yang dapat membedakan antara satu organisasi dengan organisasi lain, dimana setiap organisasi mempunyai budaya yang unik dan berbeda.

Greenberg (2010) menyatakan bahwa budaya organisasi adalah sekumpulan sikap, nilai, norma perilaku, dan harapan yang merupakan milik bersama dan dianut oleh seluruh anggota oeganisasi. Budaya organisasi memiliki pengaruh yang kuat terhadap organisasi dan mereka yang bekerja di dalamnya.

Budaya organisasi menurut Kotter dan Heskett (dalam Tika, 2006) adalah nilai dan praktik yang dimiliki serta dianut bersama oleh seluruh anggota yang ada di suatu organisasi, sekurang-kurangnya dalam manajemen senior. Budaya dalam


(38)

suatu organisasi terdiri dari nilai yang dianut bersama dan norma perilaku kelompok.

Newstrom dan Davis (2002) mengemukakan definisi budaya organisasi sebagai pola keyakinan dan nilai-nilai organisasi yang dipahami, dijiwai, dan dipraktikkan oleh seluruh anggota organisasi dimana budaya ini merupakan sesuatu yang tidak tampak namun kehadirannya dapat dirasakan serta dapat menjadi penyebab segala sesuatu yang terjadi di organisasi.

Druicker (dalam Owens, 1991) menjelaskan bahwa budaya organisasi adalah pokok penyelesaian masalah-masalah eksternal dan internal yang pelaksanaannya dilakukan secara konsisten oleh suatu kelompok yang kemudian mewariskan kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang tepat untuk memahami, memikirkan, dan merasakan masalah-masalah yang dihadapi oleh organisasi.

Menurut Atmosoprapto (dalam Melinda & Zulkarnain, 2004) bahwa budaya organisasi dapat dirasakan oleh sumber daya manusia yang berada di dalam organisasi tersebut serta budaya organisasi mempengaruhi kondisi dasar dan perilaku individu yang berada di dalamnya.

Pengukuran terhadap budaya organisasi bukanlah untuk mengetahui bentuk budaya organisasi, melainkan untuk mengetahui sampai sejauh mana budaya organisasi telah diserap dan dijadikan landasan kerja oleh seluruh anggota organisasi (Melinda, 2004).

Dapat disimpulkan dari pengertian-pengertian yang telah dijelaskan di atas bahwa budaya organisasi adalah sejumlah pemahaman serta nilai-nilai tertentu


(39)

yang dimiliki dan dianut bersama oleh anggota-anggota organisasi serta dapat mempengaruhi perilaku anggota-anggota yang ada di dalamnya demi mencapai tujuan bersama.

2. Fungsi Budaya Organisasi

Robbins dan Judge (2007) menyimpulkan empat fungsi budaya organisasi yang menonjol dan penting untuk diaktualisasikan yaitu sebagai berikut:

a. Budaya mempunyai suatu peran pembeda. Hal itu berarti bahwa budaya yang dimiliki oleh suatu organisasi menciptakan perbedaan yang jelas antara satu organisasi dengan organisasi lainnya.

b. Budaya organisasi membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi.

c. Budaya organisasi dapat mempermudah terbentuknya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan diri individual.

d. Budaya organisasi dapat meningkatkan kemantapan sistem sosial.

Tika (2006) mengemukakan beberapa fungsi utama budaya organisasi yaitu sebagai berikut:

a. Sebagai batas pembeda terhadap lingkungan, organisasi maupun kelompok lain. Batas pembeda ini karena adanya identitas tertentu yang dimiliki oleh suatu organisasi atau kelompok yang tidak dimiliki organisasi atau kelompok lain.


(40)

b. Sebagai perekat bagi karyawan dalam suatu organisasi. Hal ini merupakan bagian dari komitmen kolektif dari karyawan. Mereka bangga sebagai seorang pegawai/karyawan suatu organisasi/perusahaan. Para karyawan mempunyai rasa memiliki, partisipasi, dan rasa tanggung jawab atas kemajuan perusahaannya.

c. Mempromosikan stabilitas sistem sosial. Hal ini tergambarkan dimana lingkungan kerja dirasakan positif, mendukung, dan konflik serta perubahan diatur secara efektif.

d. Sebagai mekanisme kontrol dalam memandu dan membentuk sikap serta perilaku karyawan. Dengan dilebarkannya mekanisme kontrol, didatarkannya struktur, diperkenalkannya tim-tim dan diberi kuasanya karyawan oleh organisasi, makna bersama yang diberikan oleh suatu budaya yang kuat memastikan bahwa semua orang diarahkan ke arah yang sama.

e. Sebagai integrator. Budaya organisasi dapat dijadikan sebagai integrator karena adanya sub-sub budaya baru. Kondisi seperti ini biasanya dialami oleh adanya perusahaan-perusahaan besar dimana setiap unit terdapat sub budaya baru. Demikian pula dapat mempersatukan kegiatan para anggota perusahaan yang terdiri dari sekumpulan individu yang mempunyai latar belakang budaya yang berbeda.


(41)

f. Membentuk perilaku bagi para karyawan. Fungsi seperti ini dimaksudkan agar para karyawan dapat memahami bagaimana mencapai tujuan organisasi.

g. Sebagai sarana untuk menyelesaikan masalah-masalah pokok organisasi. Masalah utama yang sering dihadapi organisasi adalah masalah adaptasi terhadap lingkungan eksternal dan masalah integrasi internal. Budaya organisasi diharapkan dapat berfungsi mengatasi masalah-masalah tersebut.

h. Sebagai acuan dalam menyusun perencanaan perusahaan. Fungsi budaya organisasi adalah sebagai acuan untuk menyusun perencanaan pemasaran, segmentasi pasar, penentuan positioning yang akan dikuasai perusahaan tersebut.

i. Sebagai alat komunikasi. Budaya organisasi dapat berfungsi sebagai alat komunikasi antara atasan dan bawahan atau sebaliknya, serta antar anggota organisasi. Budaya sebagai alat komunikasi tercermin pada aspek-aspek komunikasi yang mencakup kata-kata, segala sesuatu yang bersifat material dan perilaku. Kata-kata mencerminkan kegiatan dan politik organisasi. Material merupakan indikator dari status dan kekuasaan, sedangkan perilaku merupakan tindakan-tindakan realistis yang pada dasarnya dapat dirasakan oleh semua insan yang ada dalam organisasi. j. Sebagai penghambat berinovasi. Budaya organisasi dapat juga sebagai


(42)

tidak mampu mengatasi masalah-masalah yang menyangkut lingkungan eksternal dan integrasi internal. Perubahan-perubahan terhadap lingkungan tidak cepat dilakukan adaptasi oleh pimpinan organisasi. Demikian pula pimpinan organisasi masih berorientasi pada kebesaran masa lalu.

3. Aspek-Aspek Budaya Organisasi

Menurut Miller (1987) ada beberapa nilai-nilai primer yang seharusnya ada pada tiap-tiap perusahaan yang jika dikelola dengan baik dapat menjadi budaya organisasi yang positif dan akan mengakibatkan efektivitas, inovasi, loyalitas, dan produktivitas. Nilai-nilai budaya itu ia sebut sebagai asas-asas, yaitu:

a. Asas tujuan

Perusahaan yang paling berhasil ialah yang menetapkan tujuannya untuk menghasilkan produk ataupun jasa yang berkualitas serta bermanfaat bagi pelanggannya. Pemimpin perusahaan harus mempunyai pandangan yang luhur mengenai tujuan perusahaan dan membangkitkan semangat serta motivasi kerja para pegawai untuk bekerja ke arah tujuan yang akan dicapai oleh perusahaan tersebut.

b. Asas konsensus

Suatu perusahaan yang sukses di masa depan ialah yang pemimpinnya menggunakan sepenuhnya kebijaksanaan kolektif dari bawahannya dalam membuat keputusan dan berkeyakinan bahwa kemungkinan keputusan yang terbaik telah diambil. Keputusan konsensus


(43)

kompleks, berjangka panjang, strategis, dan dicapai dengan pertimbangan cermat dari pengetahuan serta pengalaman orang-orang yang terlibat. c. Asas keunggulan

Keunggulan bukanlah suatu kepandaian. Keunggulan merupakan semangat yang menguasai kehidupan dan jiwa seseorang atau perusahaan. Keunggulan adalah proses yang tidak pernah berakhir yang memberikan kepuasan tersendiri. Keunggulan hanya dapat dicapai sebagai hasil dari kemampuan mempelajari dan menanggapi keadaan lingkungannya dengan cara-cara yang produktif.

d. Asas kesatuan

Kita semua adalah pekerja sekaligus juga manajer. Begitu juga sebaliknya. Pemimpin harus menciptakan kesatuan diantara orang-orang dalam organisasi serta antara organisasi dengan para anggotanya. Untuk menciptakan persatuan dan kesatuan, sudah waktunya para karyawan berpartisipasi dalam manajemen dan melakukan pekerjaan yang produktif. Oleh sebab itu perasaan berbeda harus diubah menjadi perasaan satu, demi keberhasilan perusahaan.

e. Asas prestasi

Hukum utama bagi perilaku manusia adalah bahwa perilaku merupakan fungsi dari konsekuensi-konsekuensinya dan perilaku yang dihargai akan meningkatkan prestasi. Bila kita menghargai prestasi orang lain atau menghargai prestasi pekerja, maka kita akan memperoleh kembali prestasi dari orang lain yang kita hargai. Menghargai prestasi


(44)

pegawai dapat dilakukan dengan cara pemberian upah, gaji, promosi, bonus dan sebagainya. Semua ini adalah bentuk imbalan atau penghargaan yang harus didistribusikan kepada para pegawai atas dasar prestasi. f. Asas empirisme

Keberhasilan perusahaan di masa yang akan datang dan juga saat ini tergantung pada kemampuan untuk berpikir jelas, kritis, dan kreatif yang dilakukan oleh seluruh anggota yang ada di perusahaan tersebut. Untuk itu diperlukan data nyata atas dasar empiris yang perlu diketahui dan dilihat oleh para pegawai, dapat disusun dalam bentuk statistik dan dapat dianalisis untuk keperluan pengambilan keputusan.

g. Asas keakraban

Keakraban adalah kemampuan untuk menjalin rasa persaudaraan dan keterikatan antara bawahan dan atasan, antar sesama pegawai, maupun antar seluruh anggota yang ada di organisasi tersebut. Hal ini dapat terjadi apabila ada hubungan-hubungan yang sehat di antara individu-individu di dalam organisasi.

h. Asas integritas

Seberapa besar kesungguhan anggota organisasi untuk bekerja. Organisasi yang memiliki integritas dapat memperoeh kepercayaan dari pihak lain. Integritas sangat diperlukan dalam perusahaan modern sekarang ini, karena integritas dapat menimbulkan kekuatan untuk menciptakan dan memobilisasi energi luar, terlebih dalam era globalisasi sekarang ini.


(45)

C. Pengaruh Budaya Organisasi terhadap

Organizational

Citizenship Behavior

Saat ini muncul pandangan baru dalam mencapai keberhasilan di suatu organisasi dimana pegawai tidak hanya harus melakukan pekerjaan sesuai dengan tuntutan tugas ataupun sesuai dengan job description atau disebut sebagai in-role performance, namun pegawai sangat disarankan untuk melakukan pekerjaan ekstra diluar dari tuntutan tugasnya atau dinamakan extra-role performance yang bertujuan untuk mencapai keberhasilan dan juga efektivitas organisasi (Garg & Rastogi, 2006; Organ, Podsakoff, & MacKenzie, 2006).

Ketika pegawai melakukan extra-role performance berarti mereka telah menampilkan organizational citizenship behavior (OCB), dimana menurut Organ, Podsakoff, dan MacKenzie (2006) OCB adalah perilaku yang dilakukan oleh individu secara suka rela, tidak secara langsung atau eksplisit diakui oleh sistem reward formal, dimana hal ini dilakukan oleh individu tersebut demi mencapai keberfungsian organisasi secara efisien dan efektif.

Banyak faktor yang berpengaruh terhadap terbentuknya OCB, salah satunya adalah budaya organisasi (Organ & Ryan, 1995). Menurut Miller (1987) budaya organisasi merupakan kumpulan nilai yang dianut dalam perusahaan dan mendasari bagaimana mengelola dan mengorganisasi perusahaan tersebut. Perusahaan yang efektif ialah perusahaan yang membudayakan nilai-nilai primer yang diperlukan untuk kepentingan operasi perusahaan, yaitu asas tujuan, konsensus, keunggulan, prestasi, empirisme, kesatuan, keakraban, dan integritas.


(46)

Jika nilai-nilai primer ini dikelola dengan baik maka akan menjadi budaya organisasi yang positif dan akan mengakibatkan efektivitas, inovasi, loyalitas, dan produktivitas.

Seperti yang diungkapakan oleh Sondang (dalam Melinda & Zulkarnain, 2004) berfungsinya budaya organisasi akan memiliki dampak positif yang sangat kuat terhadap perilaku para pegawai di organisasi, termasuk kerelaan untuk meningkatkan produktivitasnya, artinya budaya organisasi yang kuat akan menumbuhsuburkan tanggung jawab besar dalam diri individu sehingga akan berupaya semaksimal mungkin untuk menampilkan kinerja yang paling memuaskan tanpa harus selalu didorong atau diawasi. Bahkan kesediaan berbuat lebih baik dan lebih banyak dari yang dituntut dalam job description akan dilakukan oleh pegawai. Maka dengan kata lain organizational citizenship behavior dapat terbentuk.

Budaya organisasi yang benar-benar dikelola dengan baik akan berpengaruh dan menjadi pendorong bagi pegawai untuk berperilaku positif, dedikatif, dan produktif (Sutrisno, 2010). Salah satunya dapat membentuk OCB pada pegawai (Ahmadi, Ahmadi, & Homauni, 2011).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mohant dan Rath (2012) pada perusahaan yang bergerak dalam bidang pabrik, IT, dan perbankan, hasil penelitian menyatakan bahwa terdapat dampak yang signifikan antara budaya organisasi dan organizational citizenship behavior. Sehingga organisasi harus memberikan perhatian lebih pada OCB anggotanya untuk lebih mendukung


(47)

kelancaran organisasi mencapai tujuannya. Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Ahmadi, Ahmadi, dan Homauni (2011) yang hasil penelitiannya menyatakan bahwa budaya organisasi berdampak pada pengembangan OCB.

Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu dan teori-teori yang telah dikemukakan oleh para ahli di atas maka peneliti tertarik untuk melihat apakah budaya organisasi berpengaruh terhadap terbentuknya organizational citizenship behavior pada pegawai negeri sipil.

D. Hipotesis

1. Hipotesis Mayor

Berdasarkan uraian teoritis di atas maka peneliti mengajukan hipotesis penelitian yaitu ada pengaruh positif budaya organisasi terhadap organizational citizenship behavior. Semakin kuat budaya organisasi terinternalisasi dalam diri para pegawai maka akan semakin tinggi tingkat organizational citizenship behavior dan sebaliknya, semakin lemah budaya organisasi terinternalisasi dalam diri para pegawai maka akan semakin rendah tingkat organizational citizenship behavior.

2. Hipotesis Minor

a. Ada pengaruh positif asas tujuan terhadap organizational citizenship behavior.

b. Ada pengaruh positif asas konsensus terhadap organizational citizenship behavior.


(48)

c. Ada pengaruh positif asas keunggulan terhadap organizational citizenship behavior.

d. Ada pengaruh positif asas kesatuan terhadap organizational citizenship behavior.

e. Ada pengaruh positif asas prestasi terhadap organizational citizenship behavior.

f. Ada pengaruh positif asas empirisme terhadap organizational citizenship behavior.

g. Ada pengaruh positif asas keakraban terhadap organizational citizenship behavior.

h. Ada pengaruh positif asas integritas terhadap organizational citizenship behavior.


(49)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah bagian penting dalam penelitian sebab metode penelitian membatasi penelitian dengan garis-garis yang sangat cermat untuk menjaga agar pengetahuan yang dicapai dari penelitian dapat memiliki keilmiahan yang tinggi (Hadi, 2000). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian korelasional yang bertujuan untuk mendeteksi sejauh mana variasi-variasi pada suatu faktor berkaitan dengan variasi-variasi pada satu atau lebih faktor lain berdasarkan pada koefisien korelasi (Suryabrata, 2008). Variabel yang akan diuji korelasinya adalah budaya organisasi dan organizational citizenship behavior.

A. Identifikasi Variabel

Agar dapat menguji hipotesis penelitian, maka terlebih dahulu harus mengidentifikasi variabel-variabel penelitian. Variabel-variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:

a. Variabel bebas (independent variable): budaya organisasi

b. Variabel tergantung (dependent variable): organizational citizenship behavior


(50)

B. Definisi Operasional Variabel

1. Organizational Citizenship Behavior

Organizational citizenship behavior adalah perilaku yang ditampilkan oleh pegawai dimana pegawai melakukan pekerjaan yang lebih daripada apa yang menjadi tanggung jawabnya atau diluar dari job description tanpa adanya reward dari organisasi dan semata-mata hanya untuk kepentingan organisasi dalam mencapai tujuannya.

Hal ini akan diukur dengan menggunakan skala organizational citizenship behavior yang didasarkan atas konsep yang dikemukakan oleh Organ, Podsakoff, dan MacKenzie (2006) yang terdiri dari empat aspek yaitu helping behavior, conscientiousness, sportsmanship, dan civic virtue.

Skor organizational citizenship behavior menunjukkan sering atau tidaknya perilaku tersebut ditampilkan. Skor organizational citizenship behavior yang tinggi berarti mengindikasikan bahwa pegawai sering menampilkan perilaku tersebut atau dapat dikatakan organizational citizenship behavior sering terjadi. Sedangkan skor organizational citizenship behavior yang rendah berarti mengindikasikan bahwa pegawai jarang atau tidak pernah menampilkan perilaku tersebut.


(51)

2. Budaya Organisasi

Budaya organisasi adalah nilai-nilai tertentu yang dipahami, diterima, dimiliki, dan dianut bersama oleh anggota-anggota organisasi serta dapat mempengaruhi perilaku anggota-anggota yang ada di dalamnya demi mencapai tujuan bersama.

Hal ini akan diukur dengan menggunakan skala budaya organisasi yang didasarkan atas konsep yang dikemukakan oleh Miller (1987) yang terdiri dari delapan aspek, yaitu asas tujuan, asas konsensus, asas keunggulan, asas kesatuan, asas prestasi, asas empirisme, asas keakraban, dan asas integritas.

Skor budaya organisasi menunjukkan kuat atau lemahnya budaya organisasi yang telah terinternalisasi pada diri para pegawai. Skor budaya organisasi yang tinggi berarti mengindikasikan budaya organisasi terinternalisasi dengan kuat dalam diri para pegawai. Sedangkan skor budaya organisasi yang rendah berarti mengindikasikan budaya organisasi terinternalisasi dengan lemah dalam diri para pegawai.

C. Lokasi Penelitian

Lokasi yang digunakan untuk melakukan penelitian adalah bertempat di instansi pemerintah Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) yang berdomisili di Jln. Willem Iskandar Psr. V Barat I No. 2 Medan Estate, Medan - Sumatera Utara.


(52)

D. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi Penelitian

Hadi (2000) menyatakan bahwa populasi adalah semua individu untuk siapa kenyataan-kenyataan yang diperoleh dari sampel itu akan digeneralisasikan. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai yang bekerja di BBPOM Medan yang berjumlah 146 orang.

2. Sampel Penelitian

Mengingat keterbatasan peneliti untuk menjangkau seluruh populasi, maka peneliti hanya meneliti sebagian dari populasi yang dijadikan sebagai subjek penelitian. Berdasarkan populasi yang telah ditentukan maka akan diambil wakil dari populasi yang disebut sampel penelitian. Hadi (2000) menyatakan bahwa sampel adalah sebagian dari populasi yang dikenakan dalam penelitian. Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian pegawai yang bekerja di BBPOM Medan. Menurut Hadi (2000) tidak ada ketetapan yang mutlak berapa persen suatu sampel harus diambil dari populasi. Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 80 orang.

Karakteristik sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah pegawai tetap yang menyandang status pegawai negeri sipil (PNS), bukan pegawai honorer. Kemudian pegawai yang telah bekerja di instansi tersebut selama minimal satu tahun dengan pertimbangan bahwa pegawai yang telah bekerja


(53)

selama minimal satu tahun sudah mengerti dan paham mengenai budaya yang ada di organisasinya.

E. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel adalah cara yang digunakan untuk mengambil sampel dari populasi dengan menggunakan prosedur tertentu dalam jumlah yang sesuai dengan memperhatikan sifat-sifat dan penyebaran populasi agar diperoleh sampel yang benar-benar dapat mewakili populasi (Hadi, 2000). Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah non probability sampling dimana besarnya peluang anggota populasi untuk terpilih menjadi sampel tidak diketahui. Teknik pengambilan sampel dengan menggunakan purposive sampling yaitu pemilihan sekelompok subjek didasarkan atas ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Hadi, 2000).

F. Metode Pengumpulan Data

Diperlukan suatu metode dalam usaha mengumpulkan data penelitian. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pengambilan data dengan skala atau disebut dengan metode skala. Menurut Hadi (2000), metode skala adalah suatu metode pengumpulan data yang merupakan suatu daftar pernyataan yang harus dijawab oleh subjek secara tertulis.


(54)

a. Subjek adalah orang yang paling tahu mengenai dirinya

b. Apa yang dinyatakan oleh subjek kepada peneliti adalah benar dan dapat dipercaya

c. Interpretasi subjek tentang pernyataan-pernyataan yang diajukan kepadanya adalah sama dengan apa yang dimaksudkan oleh peneliti 1. Skala Organizational Citizenship Behavior

Metode skala yang digunakan adalah metode Likert (Azwar, 2012). Setiap aitem meliput i lima pilihan jawaban yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Netral (N), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Nilai skala setiap pernyataan diperoleh dari jawaban subjek yang menyatakan mendukung (favorable) atau tidak mendukung (unfavorable).

Tabel 1.

Skor Alternatif Jawaban Skala

Favorable Unfavorable

Alternatif Jawaban Skor Alternatif Jawaban Skor

Sangat setuju 5 Sangat setuju 1

Setuju 4 Setuju 2

Netral 3 Netral 3

Tidak setuju 2 Tidak setuju 4


(55)

Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala organizational citizenship behavior yang dibuat oleh peneliti berdasarkan konsep Organ, Podsakoff, dan MacKenzie (2006) yaitu helping behavior, conscientiousness, sportsmanship, dan civic virtue.

Tabel 2.

Blue Print Skala Organizational Citizenship Behavior Sebelum Uji Coba

No. Indikator perilaku

Aitem

Jlh %

Favorable Un-favorable 1. Helping behavior

- Membantu rekan kerja yang sedang menghadapi kesulitan. - Membantu rekan kerja yang

sedang sibuk.

- Bekerja ekstra diluar dari tanggung jawabnya.

- Menjadi penengah ketika terjadi perselisihan.

7, 14, 22 1

13

21 27, 3, 15 5

10 33,4 %

2. Conscientiousness

- Datang dan pulang sesuai dengan jam kerja.

- Tidak pernah absen bekerja. - Lembur untuk menyelesaikan

pekerjaan.

- Melakukan hal yang berhubungan dengan pekerjaan. 23 6 19, 18 2 8


(56)

- Segera kembali ke kantor tepat waktu untuk bekerja ketika urusan diluar sudah selesai.

4, 24

3. Sportsmanship - Tidak suka protes.

- Bekerja dengan baik tanpa harus mengeluh.

- Berpandangan positif terhadap organisasi. 17 26 9 16 11 29

6 23,3 %

4. Civic virtue

- Aktif mengemukakan ide untuk kemajuan organisasi.

- Mengetahui perkembangan organisasi.

- Mendukung organisasi.

10, 25 28 30

12

20 6 20 %

Total 30 100%

2. Skala Budaya Organisasi

Metode skala yang digunakan adalah metode Likert (Azwar, 2012). Setiap aitem meliput i lima pilihan jawaban yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Netral (N), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Nilai skala setiap pernyataan diperoleh dari jawaban subjek yang menyatakan mendukung (favorable) atau tidak mendukung (unfavorable).


(57)

Tabel 3.

Skor Alternatif Jawaban Skala

Favorable Unfavorable

Alternatif Jawaban Skor Alternatif Jawaban Skor

Sangat setuju 5 Sangat setuju 1

Setuju 4 Setuju 2

Netral 3 Netral 3

Tidak setuju 2 Tidak setuju 4

Sangat tidak setuju 1 Sangat tidak setuju 5

Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala budaya organisasi yang dibuat oleh peneliti berdasarkan konsep Miller (1987) yang terdiri dari delapan aspek, yaitu asas tujuan, asas konsensus, asas keunggulan, asas kesatuan, asas prestasi, asas empirisme, asas keakraban, dan asas integritas.

Tabel 4.

Blue Print Skala Budaya Organisasi Sebelum Uji Coba

No. Indikator Perilaku

Aitem

Jlh % Favorable Un-

favorable 1. Asas tujuan

- Bekerja sesuai dengan tujuan organisasi.

- Mengetahui tujuan organisasi dengan jelas.

- Adanya kesesuaian antara peraturan dan tindakan.

5, 25

16 27

19


(58)

2. Asas konsensus

- Menerima keputusan bersama. - Menghargai pendapat pegawai. - Memberi kesempatan kepada

pegawai untuk mengemukakan pendapat.

1 23

13 3

31 5 12,5 %

3. Asas keunggulan

- Memberi kesempatan kepada pegawai untuk berkembang. - Mau berusaha untuk

meningkatkan pendidikan.

29 8

2, 28

21 5 12,5 %

4. Asas kesatuan - Diperlakukan adil.

- Bekerja sama dengan kompak antar sesama rekan kerja.

33 12

32, 24

4 5 12,5 %

5. Asas prestasi

- Menerima imbalan sesuai prestasi.

- Menerima penghargaan sebagai motivasi berprestasi.

34, 14


(59)

6. Asas empirisme

- Menggunakan data empirik dalam pengambilan keputusan.

- Memantau data-data organisasi secara rutin.

- Adanya kesesuaian antara data organisasi dengan kenyataan di lapangan.

38

18 35, 15

11

5 12,5 %

7. Asas keakraban

- Menunjukkan rasa persahabatan antar pegawai.

- Menunjukkan rasa persahabatan antara pegawai dengan atasan. - Atasan mau menerima keluhan

pegawai.

20, 39

37 40, 10

5 12,5 %

8. Asas integritas

- Melaksanakan pekerjaan dengan jujur.

- Organisasi menaruh kepercayaan terhadap pegawainya.

17 22, 6

26

7 5 12,5 %


(60)

G. Uji Coba Alat Ukur

1. Validitas Alat Ukur

Validitas adalah sejauh mana kejituan dan ketelitian suatu alat ukur dalam menjalankan fungsi ukur (Hadi, 2000). Menurut Field (2009) validitas dapat didefinisikan sebagai apakah suatu alat ukur memang mengukur apa yang dimaksudkan untuk diukur.

Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi atau content validity, yaitu sejauh mana alat tes yang digunakan dilihat dari segi isi adalah benar-benar mengukur apa yang seharusnya diukur (Hadi, 2000). Teknik yang digunakan untuk melihat validitas isi dalam penelitian ini adalah professional judgement (Azwar, 2012). Pendapat profesional diperoleh dengan cara berkonsultasi dengan empat orang dosen serta menggunakan koefisien validitas isi Aiken’s V. Formula Aiken’s V didasarkan pada penilaian panel ahli terhadap suatu aitem mengenai sejauh mana aitem tersebut memiliki konstrak yang diukur (Azwar, 2012).

Nilai validitas isi dengan menggunakan formula Aiken’s V untuk skala organizational citizenship behavior adalah sebesar 0,617, sedangkan nilai validitas isi untuk skala budaya organisasi adalah sebesar 0,683.

2. Uji Daya Beda Aitem

Uji daya beda aitem digunakan untuk melihat sejauh mana aitem mampu membedakan antara individu yang memiliki atribut dengan yang tidak memiliki


(61)

Pengujian daya beda aitem ini dilakukan dengan komputasi koefisien korelasi antara distribusi skor pada setiap aitem dengan suatu kriteria yang relevan yaitu distribusi skor skala itu sendiri. Komputasi ini menghasilkan koefisien korelasi aitem total yang dapat dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi Pearson Product Moment (Azwar, 2012).

Menurut Azwar (2012) semua aitem yang mencapai koefisien korelasi minimal 0,30 daya pembedanya dianggap memuaskan.

3. Reliabilitas Alat Ukur

Azwar (2012) menyatakan bahwa reliabilitas mengacu kepada konsistensi atau keterpercayaan hasil ukur yang mengandung makna kecermatan pengukuran. Reliabilitas merupakan alat ukur yang menunjukkan derajat keajegan atau konsistensi alat ukur yang bersangkutan bila diterapkan beberapa kali pada subjek yang sama di kesempatan yang berbeda (Hadi, 2000).

Reliabilitas alat ukur dapat dilihat dari koefisien reliabilitas yang merupakan indikator konsistensi aitem-aitem tes dalam menjalankan fungsi ukurnya secara bersama-sama. Pendekatan yang digunakan adalah reliabilitas Alpha Cronbach. Data untuk menghitung koefisien reliabilitas Alpha diperoleh lewat penyajian satu bentuk skala yang dikenakan hanya sekali saja kepada subjek penelitian (single-trial administration) (Azwar, 2010).

Menurut Azwar (2012) koefisien reliabilitas yang mendekati angka 1,00 berarti semakin tinggi reliabilitasnya. Sebaliknya koefisien reliabilitas yang mendekati angka 0,00 berarti semakin rendah reliabilitasnya.


(62)

4. Hasil Uji Coba Alat Ukur

Uji coba terhadap alat ukur yaitu skala organizational citizenship behavior dan skala budaya organisasi dilakukan pada tanggal 25 Maret 2013. Uji coba dikenakan kepada pegawai Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) dengan karakteristik yakni menyandang status Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan sudah bekerja di instansi tersebut selama minimal satu tahun.

Pada uji coba ini peneliti menyebarkan kedua skala sekaligus kepada 45 orang pegawai yang terpilih melalui purposive sampling. Kemudian skala yang dikembalikan ke peneliti juga berjumlah 45, sehingga dapat dilakukan pengolahan data. Uji daya beda aitem dan reliabilitas skala penelitian dihitung dengan menggunakan program SPSS versi 20.0 for windows.

a) Skala Organizational Citizenship Behavior

Hasil uji coba skala organizational citizenship behavior menunjukkan bahwa dari 30 aitem terdapat 19 aitem yang memiliki daya beda tinggi. Ada 11 aitem yang gugur dikarenakan daya bedanya tidak baik yaitu aitem nomor 1, 2, 3, 5, 6, 7, 8, 18, 19, 21, 27. Hasil uji daya beda aitem ini menggunakan batasan rix ≥ 0,30. Jadi apabila aitem yang memiliki daya beda dibawah 0,30 dianggap gugur (Azwar, 2012).

Pada skala organizational citizenship behavior menunjukkan hasil reliabilitas dengan menggunakan teknik reliabilitas Alpha Cronbach, maka diperoleh hasil rxx’ = 0,869 yang berarti tingkat reliabilitasnya tinggi.


(63)

Tabel 5.

Aitem-Aitem yang Memiliki Daya Beda Tinggi pada Skala Organizational Citizenship Behavior

No. Indikator perilaku

Aitem

Jlh %

Favorable Un-favorable 1. Helping behavior

- Membantu rekan kerja yang sedang menghadapi kesulitan. - Bekerja ekstra diluar dari

tanggung jawabnya.

- Menjadi penengah ketika terjadi perselisihan.

14, 22

13

15

4 21 %

2. Conscientiousness

- Datang dan pulang sesuai dengan jam kerja.

- Segera kembali ke kantor tepat waktu untuk bekerja ketika urusan di luar sudah selesai.

23

4, 24 3 15,8 %

3. Sportsmanship - Tidak suka protes.

- Bekerja dengan baik tanpa harus mengeluh.

- Berpandangan positif terhadap organisasi. 17 26 9 16 11 29


(64)

4. Civic virtue

- Aktif mengemukakan ide untuk kemajuan organisasi.

- Mengetahui perkembangan organisasi.

- Mendukung organisasi.

10, 25 28 30

12

20 6 31,6 %

Total 19 100%

Setelah diketahui aitem-aitem yang memiliki daya beda tinggi pada skala organizational citizenship behavior, maka aitem-aitem tersebut akan digunakan dalam penelitian. Skala tersebut akan disusun kembali dengan melakukan penyesuaian nomor bagi aitem-aitem tersebut untuk selanjutnya digunakan dalam proses pengambilan data penelitian. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel 6 di bawah ini.

Tabel 6.

Penomoran Aitem-Aitem Skala Organizational Citizenship Behavior yang Digunakan dalam Penelitian

No. Indikator perilaku

Aitem

Jlh %

Favorable Un-favorable 1. Helping behavior

- Membantu rekan kerja yang sedang menghadapi kesulitan. - Bekerja ekstra diluar dari

tanggung jawabnya.

7, 12

8


(65)

- Menjadi penengah ketika terjadi perselisihan.

6

2. Conscientiousness

- Datang dan pulang sesuai dengan jam kerja.

- Segera kembali ke kantor tepat waktu untuk bekerja ketika urusan di luar sudah selesai.

13

1, 14 3 15,8 %

3. Sportsmanship - Tidak suka protes.

- Bekerja dengan baik tanpa harus mengeluh.

- Berpandangan positif terhadap organisasi. 10 16 2 9 4 18

6 31,6 %

4. Civic virtue

- Aktif mengemukakan ide untuk kemajuan organisasi.

- Mengetahui perkembangan organisasi.

- Mendukung organisasi.

3, 15 17 19

5

11 6 31,6 %


(66)

Berdasarkan hasil uji daya beda aitem dan reliabilitas tersebut, maka dapat dikatakan bahwa aitem-aitem pada skala organizational citizenship behavior dapat diandalkan untuk tujuan pengambilan data penelitian. Hasil uji daya beda aitem dan reliabilitas skala organizational citizenship behavior dapat dilihat pada lampiran C.

b) Skala Budaya Organisasi

Hasil uji coba skala budaya organisasi menunjukkan bahwa dari 40 aitem terdapat 30 aitem yang memiliki daya beda tinggi. Ada 10 aitem yang gugur dikarenakan daya bedanya tidak baik yaitu aitem nomor 1, 4, 6, 8, 11, 14, 17, 24, 31, 36. Hasil uji daya beda aitem ini menggunakan batasan rix ≥ 0,30. Jadi apabila aitem yang memiliki daya beda dibawah 0,30 dianggap gugur (Azwar, 2012).

Pada skala budaya organisasi menunjukkan hasil reliabilitas dengan

menggunakan teknik reliabilitas Alpha Cronbach, maka diperoleh hasil rxx’ = 0,938 yang berarti tingkat reliabilitasnya tinggi.

Tabel 7.

Aitem-Aitem yang Memiliki Daya Beda Tinggi pada Skala Budaya Organisasi

No. Indikator Perilaku

Aitem

Jlh % Favorable Un-

favorable 1. Asas tujuan

- Bekerja sesuai dengan tujuan organisasi.


(67)

- Mengetahui tujuan organisasi dengan jelas.

- Adanya kesesuaian antara peraturan dan tindakan.

16 27

19

2. Asas konsensus

- Menerima keputusan bersama. - Menghargai pendapat pegawai. - Memberi kesempatan kepada

pegawai untuk mengemukakan pendapat.

23

13 3

3 10 %

3. Asas keunggulan

- Memberi kesempatan kepada pegawai untuk berkembang. - Mau berusaha untuk

meningkatkan pendidikan.

29 2, 28

21 4 13,3 %

4. Asas kesatuan - Diperlakukan adil.

- Bekerja sama dengan kompak antar sesama rekan kerja.

33 12

32

3 10 %

5. Asas prestasi

- Menerima imbalan sesuai prestasi.

- Menerima penghargaan sebagai motivasi berprestasi.

34


(68)

6. Asas empirisme

- Menggunakan data empirik dalam pengambilan keputusan.

- Memantau data-data organisasi secara rutin.

38

18 35, 15 4 13,3 %

7. Asas keakraban

- Menunjukkan rasa persahabatan antar pegawai.

- Menunjukkan rasa persahabatan antara pegawai dengan atasan. - Atasan mau menerima keluhan

pegawai.

20, 39

37 40, 10

5 16,7 %

8. Asas integritas

- Melaksanakan pekerjaan dengan jujur.

- Organisasi menaruh kepercayaan terhadap pegawainya.

22

26

7 3 10 %

Total 30 100 %

Setelah diketahui aitem-aitem yang memiliki daya beda tinggi pada skala budaya organisasi, maka aitem-aitem tersebut akan digunakan dalam penelitian. Skala tersebut akan disusun kembali dengan melakukan penyesuaian nomor bagi aitem-aitem tersebut untuk selanjutnya digunakan dalam proses pengambilan data penelitian. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel 8 di bawah ini.


(69)

Tabel 8.

Penomoran Aitem-Aitem Skala Budaya Organisasi yang Digunakan dalam Penelitian

No. Indikator Perilaku

Aitem

Jlh % Favorable Un-

favorable 1. Asas tujuan

- Bekerja sesuai dengan tujuan organisasi.

- Mengetahui tujuan organisasi dengan jelas.

- Adanya kesesuaian antara peraturan dan tindakan.

3, 17

10 19

12

5 16,7 %

2. Asas konsensus

- Menerima keputusan bersama. - Menghargai pendapat pegawai. - Memberi kesempatan kepada

pegawai untuk mengemukakan pendapat.

16

8 2

3 10 %

3. Asas keunggulan

- Memberi kesempatan kepada pegawai untuk berkembang. - Mau berusaha untuk

meningkatkan pendidikan.

21 1, 20

14 4 13,3 %

4. Asas kesatuan


(70)

antar sesama rekan kerja. 5. Asas prestasi

- Menerima imbalan sesuai prestasi.

- Menerima penghargaan sebagai motivasi berprestasi.

25

22 5 3 10 %

6. Asas empirisme

- Menggunakan data empirik dalam pengambilan keputusan.

- Memantau data-data organisasi secara rutin.

28

11 26, 9 4 13,3 %

7. Asas keakraban

- Menunjukkan rasa persahabatan antar pegawai.

- Menunjukkan rasa persahabatan antara pegawai dengan atasan. - Atasan mau menerima keluhan

pegawai.

13, 29

27 30, 6

5 16,7 %

8. Asas integritas

- Melaksanakan pekerjaan dengan jujur.

- Organisasi menaruh kepercayaan terhadap pegawainya.

15

18

4 3 10 %


(71)

Berdasarkan hasil uji daya beda aitem dan reliabilitas tersebut, maka dapat dikatakan bahwa aitem-aitem pada skala budaya organisasi dapat diandalkan untuk tujuan pengambilan data penelitian. Hasil uji daya beda aitem dan reliabilitas skala budaya organisasi dapat dilihat pada lampiran C.

H. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Prosedur pelaksanaan penelitian terdiri dari 3 tahap. Ketiga tahap tersebut adalah tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap pengolahan data.

1. Tahap Persiapan Penelitian

Pada tahap ini terdapat beberapa langkah yang dilakukan oleh peneliti yaitu:

a) Perizinan

Hal yang pertama kali dilakukan dalam proses persiapan untuk melakukan penelitian adalah mengurus surat izin untuk melakukan penelitian dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara ke organisasi yang akan dituju. Peneliti mengajukan surat permohonan pengambilan data penelitian ke instansi pemerintah Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM).

Surat permohonan ini diberikan langsung oleh peneliti kepada pihak instansi yaitu Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) pada tanggal 4 Maret 2013. Kemudian pada tanggal 11 Maret 2013 pihak instansi mengirimkan surat balasan yang menyatakan bahwa peneliti diberikan izin untuk melakukan penelitian di instansi tersebut.


(72)

b) Pembuatan Alat Ukur

Sebelum melakukan uji coba alat ukur, maka peneliti membuat alat ukur yang terdiri dari skala budaya organisasi dan skala organizational citizenship behavior yang dibuat berdasarkan teori yang telah diuraikan. Peneliti membuat 40 aitem untuk skala budaya organisasi dan 30 aitem untuk skala organizational citizenship behavior. Setelah kedua skala tersebut selesai dibuat, maka aitem-aitem tersebut akan ditelaah dengan analisis rasional dari professional judgement untuk mengetahui validitas alat ukur tersebut.

c) Uji Coba Alat Ukur

Untuk memperoleh alat ukur yang memiliki validitas dan reliabilitas yang memadai maka peneliti terlebih dahulu melakukan uji coba alat ukur penelitian. Uji coba alat ukur dikenakan kepada pegawai Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM). Pegawai yang dijadikan subjek untuk uji coba alat ukur adalah sebanyak 45 orang dengan karakteristik yakni berstatus PNS dan sudah bekerja di instansi tersebut selama minimal satu tahun.

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Setelah peneliti melakukan uji coba, merevisi alat ukur, dan telah menyusun kembali aitem-aitem yang diterima pada saat uji coba, maka peneliti mengambil data penelitian dengan menyebarkan skala budaya organisasi dan


(73)

skala organizational citizenship behavior yang telah direvisi kepada subjek penelitian yaitu pegawai Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) yang berjumlah 80 orang dengan karakteristik yakni berstatus PNS dan sudah bekerja di instansi tersebut selama minimal satu tahun.

3. Tahap Pengolahan Data

Setelah diperoleh data dari masing-masing subjek penelitian, maka untuk pengolahan data selanjutnya diolah dengan menggunakan SPSS versi 20.0 for windo ws.

I. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengetahui pengaruh budaya organisasi terhadap organizational citizenship behavior adalah dengan menggunakan analisis regresi sederhana. Analisis data pada penelitian ini menggunakan program SPSS versi 20.0 for windows. Sebelum dilakukan analisis data, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi penelitian yaitu uji normalitas dan uji linieritas.

1. Uji Normalitas

Uji normalitas dimaksudkan untuk menguji apakah data yang dianalisis sudah terdistribusi sesuai dengan prinsip-prinsip distribusi normal agar dapat digeneralisasikan terhadap populasi. Uji normalitas pada penelitian ini dilakukan untuk membuktikan bahwa data semua variabel yang berupa skor-skor yang


(1)

3. Fungsi

Dalam melaksanakan tugas tersebut, Badan POM menyelenggarakan fungsi: a. pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang pengawasan obat

dan makanan.

b. pelaksanaan kebijakan tertentu di bidang pengawasan obat dan makanan. c. koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas Badan POM. d. pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan terhadap kegiatan

instansi pemerintah di bidang pengawasan obat dan makanan.

e. penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tata laksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, hukum, persandian, perlengkapan dan rumah tangga.

Rencana Strategis

Dewasa ini dan di masa depan pengawasan obat dan makanan sebagai bagian integral pembangunan kesehatan akan menghadapi perubahan lingkungan strategis yang sangat dinamis. Globalisasi ekonomi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesepakatan-kesepakatan regional seperti harmonisasi ASEAN (Association of South East Asia Nations), ASEAN Free Trade Area (AFTA), ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) mempunyai konsekuensi dan implikasi yang signifikan pada Sistem Pengawasan Obat dan Makanan (SisPOM). Produk obat dan sediaan farmasi lainnya serta makanan akan lebih mudah masuk


(2)

berarti. Realitas ini mengharuskan Indonesia memiliki SisPOM yang efektif dan efisien, untuk melindungi kesehatan dan keselamatan seluruh rakyat Indonesia terhadap produk-produk yang berisiko terhadap kesehatan. Pada saat yang sama, SisPOM harus memiliki basis yang kuat agar mampu menjadi penapis terhadap mutu Obat dan Makanan produksi Indonesia yang diekspor ke berbagai Negara serta masuknya produk obat dan makanan impor dari negara lain.

Dengan jumlah penduduk terbesar di ASEAN dan wilayah kepulauan terluas, Indonesia sudah sepatutnya memiliki SisPOM yang terbaik di ASEAN, baik mencakup human capital, sistem operasional maupun infrastrukturnya. Dalam konteks ini perlu dilakukan penguatan kompetensi dan kapabilitas Badan POM sehingga memiliki kinerja yang berkelas dunia (world class). Badan POM ke depan akan dibangun menjadi institusi yang memiliki basis ilmu pengetahuan (knowledge-base) yang kuat dengan jaringan nasional maupun internasional yang dinamis dan kohesif. Bersamaan dengan itu, Badan POM melakukan pemberdayaan publik (public empowement) agar masyarakat memiliki kesadaran dan kemampuan untuk mencegah dan melindungi diri sendiri terhadap risiko Obat dan Makanan yang tidak memenuhi standar yang berlaku.

Pernyataan Visi

Dalam menghadapi dinamika lingkungan dengan segala bentuk perubahannya, maka segenap jajaran Badan POM bercita-cita untuk mewujudkan suatu keadaan ideal bagi masyarakat Indonesia yaitu :


(3)

Menjadi institusi pengawas obat dan makanan yang inovatif, kredibel dan diakui secara internasional untuk melindungi masyarakat.

Pernyataan Misi

Misi Badan POM didefinisikan sebagai tujuan mulia organisasi untuk:

1. Melakukan pengawasan pre-market dan post-market berstandar internasional.

2. Menerapkan Sistem Manajemen Mutu secara konsisten.

3. Mengoptimalkan kemitraan dengan pemangku kepentingan di berbagai lini.

4. Memberdayakan masyarakat agar mampu melindungi diri dari Obat dan Makanan yang berisiko terhadap kesehatan.

5. Membangun organisasi pembelajar (Learning Organization).

Budaya Organisasi

Dalam organisasi Badan Pengawas Obat dan Makanan telah dikembangkan budaya organisasi yang merupakan nilai-nilai luhur yang harus diyakini oleh setiap anggota organisasi dalam melaksanakan tugas dan fungsinya untuk mencapai misi dan visi organisasi yang telah ditetapkan bersama. Adapun nilai-nilai luhur tersebut adalah:

1. Profesionalisme


(4)

2. Kredibel

Dapat dipercaya dan diakui masyarakat luas, nasional, dan internasional. 3. Cepat tanggap

Antisipatif dan responsif dalam mengatasi masalah. 4. Kerjasama tim

Mengutamakan keterbukaan, saling percaya, dan komunikasi yang baik. 5. Inovatif

Mampu melakukan pembaruan sesuai ilmu pengetahuan dan teknologi terkini.

Tujuan, Sasaran Strategis, dan Program 2010-2014

Dalam rangka mencapai visi dan misi Badan POM seperti yang dikemukakan sebelumnya, maka visi dan misi tersebut harus dirumuskan ke dalam bentuk yang lebih terarah dan operasional berupa perumusan tujuan utama organisasi.

Sesuai dengan visi dan misi Badan POM, tujuan utama pengawasan Obat dan Makanan tahun 2010-2014 adalah:

Meningkatnya perlindungan masyarakat dari produk obat dan makanan yang berisiko terhadap kesehatan.

Sasaran strategis Badan POM merupakan penjabaran dari misi dan tujuan strategis yang telah ditetapkan, yang menggambarkan sesuatu yang akan dihasilkan selama kurun waktu 5 (lima) tahun dan dialokasikan dalam 5 (lima)


(5)

periode secara tahunan melalui serangkaian program dan kegiatan yang akan dijabarkan lebih lanjut dalam suatu Rencana Kinerja (performance plan).

Penetapan sasaran strategis ini diperlukan untuk memberikan fokus pada penyusunan program dan alokasi sumber daya organisasi dalam kegiatan atau operasional organisasi tiap-tiap tahun untuk kurun waktu 5 (lima) tahun.

Sasaran strategis Badan POM merupakan bagian integral dalam proses perencanaan strategis Badan POM dan merupakan dasar yang kuat untuk mengendalikan dan memantau pencapaian kinerja Badan POM serta lebih menjamin suksesnya pelaksanaan rencana jangka panjang yang sifatnya menyeluruh yang berarti menyangkut keseluruhan satuan kerja di lingkungan Badan POM. Sasaran-sasaran yang ditetapkan sepenuhnya mendukung pencapaian tujuan strategis yang terkait. Dengan demikian, apabila seluruh sasaran yang telah ditetapkan telah dicapai diharapkan bahwa tujuan strategis juga telah dapat dicapai.

Selanjutnya pada setiap sasaran ditetapkan program yang akan dijalankan untuk mencapai sasaran terkait. Program-program yang ditetapkan sepenuhnya mendukung pencapaian sasaran yang terkait. Sasaran strategis yang ditetapkan dalam dokumen Rencana Strategis Badan POM tahun 2010-2014 adalah sebagai berikut:

1. Meningkatnya efektifitas pengawasan obat dan makanan dalam rangka melindungi masyarakat dengan sistem yang tergolong terbaik di ASEAN.


(6)

2. Terwujudnya laboratorium pengawasan obat dan makanan yang modern dengan jaringan kerja di seluruh Indonesia dengan kompetensi dan kapabilitas terunggul di ASEAN.

3. Meningkatnya kompetensi, kapabilitas, dan jumlah modal insani yang unggul dalam melaksanakan pengawasan obat dan makanan.

4. Meningkatnya koordinasi, perencanaan, pembinaan, pengendalian terhadap program dan administrasi di lingkungan Badan POM sesuai dengan sistem manajemen mutu.

5. Meningkatnya ketersediaan sarana dan prasarana yang dibutuhkan Badan POM.


Dokumen yang terkait

Pengaruh Perubahan Struktur Organisasi Terhadap Kinerja Pegawai Negeri Sipil (PNS) Pada Dinas Penataan Ruang dan Permukiman Provinsi Sumatera Utara

7 131 100

Pengaruh Perubahan Struktur Organisasi Terhadap Kinerja Pegawai Negeri Sipil (PNS) Pada Badan Perencanaan Pembangunan Dearah (Bappeda) Padang Sidimpuan

17 211 96

Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Stres Kerja Pegawai Negeri Sipil Di Kanwil Kementrian Agama Medan

9 59 131

Pengaruh Kepemimpinan Camat Terhadap Disiplin Kerja Pegawai Di Kantor Kecamatan Barumun Tengah Kabupaten Tapanuli Selatan.

20 105 92

Pengaruh Budaya Kerja terhadap Produktivitas Kerja Pegawai Negeri Sipil (Studi pada Dinas Kesehatan Dati II Kabupaten Asahan)

12 164 143

Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Produktivitas Kerja Pegawai Negeri Sipil Pada Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan Kota Medan

0 6 139

PENGARUH MOTIVASI KERJA, KEPEMIMPINAN, DAN BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KINERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL Pengaruh Motivasi Kerja, Kepemimpinan, Dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Pegawai Negeri Sipil (Studi Kasus Pada Pegawai Negeri Sipil Di Kabupaten Klat

0 1 13

BAB 1 PENDAHULUAN Pengaruh Motivasi Kerja, Kepemimpinan, Dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Pegawai Negeri Sipil (Studi Kasus Pada Pegawai Negeri Sipil Di Kabupaten Klaten).

0 1 8

PENGARUH MOTIVASI KERJA, KEPEMIMPINAN, DAN BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KINERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL Pengaruh Motivasi Kerja, Kepemimpinan, Dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Pegawai Negeri Sipil (Studi Kasus Pada Pegawai Negeri Sipil Di Kabupaten Klat

0 2 13

Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Stres Kerja Pegawai Negeri Sipil Di Kanwil Kementrian Agama Medan

0 0 12