Pandangan Tjokroaminoto tentang Demokrasi dan Sistem Parlemen

atau zakat. Sosialisme model ini tidak melahirkan kondisi sama rata, tetapi menimbulkan kondisi sama rasa seperti yang ditekankannya dalam pidato di Kongres SI di batavia sebelumnya, yang mana maksudnya sama-sama merasakan kebahagiaan satu sama lainnya. Maka Tjokroaminoto telah tiba pada pada suatu kesimpulan akhir bahwa sosialisme itu mudah dijalankan oleh mereka yang beragama Islam karena landasan nasionaliteit mereka adalah agama. 112 ”Sosialisme Islam mudah ditanam dan dilakukannya, oleh karena Nasionaliteit kebangsaannya orang Islam itu tidak terbatas oleh batas- batas kenegaraan, oleh perbedaan warna kulit, oleh perlainan bahasa, oleh perbedaan tanah air dan benua, tetapi kebangsaannya orang Islam adalah berdasarkan kepada agama, yang batas-batasnya sangat luas, melampaui batas-batas yang sempit.. Di tempat mana saja orang Islam tinggal, bagaimanapun juga jauhnya dari negeri tempat kelahirannya, di dalam negeri yang baru itu, ia masih menjadi satu bagian dari masyarakat Islam, di tempat manapun orang Islam itu berdiam, disitulah ia harus mencintai dan bekerja untuk keperluan negeri itu dan rakyatnya. Nasionalisme yang semacam itulah Nasionalisme Islam, yang menjadi dasar sosialisme yang tersiar di seluruh muka bumi.” Terhadap hal ini Tjokroaminoto tiba pada uraian kaitan sosialisme dengan kebangsaan dan berpendapat : 113 Bagi Tjokroaminoto pondasi dari sistem demokrasi harus didasarkan pada tauhid yaitu segala sesuatu berasal dari Allah, untuk Allah, dan kembali pada Allah. Bukan pondasi yang dianut oleh paham Kapitalisme dan Komunisme yang berakar pada pandangan hidup materialisme.

3.3. Pandangan Tjokroaminoto tentang Demokrasi dan Sistem Parlemen

114 Dalam pandangan Tjokroaminoto, bila umat Islam bersungguh-sungguh melaksanakan ajaran agamanya, maka dengan sendirinya dia akan menjadi 112 Anhar Gonggong, H.O.S Tjokroaminoto, op.cit, hal.88 113 H.O.S Tjokroaminoto, Islam dan Sosialisme, op.cit, hal.125 114 M. Masyhur Amin, H.O.S Tjokroaminoto, Rekonstruksi Pemikiran dan Perjuangannya, op.cit, hal. 54 Universitas Sumatera Utara seorang demokrat, dan demikian juga sosialis. Tetapi tidak berarti dalam pengertian demokrat dan sosialis yang mengesampingkan agama. Sebab jika seseorang dengan sungguh-sungguh menjalankan perintah-perintah Allah maka ia tidak akan lagi dipenuhi nafsu egoisme, individualisme, despotisme, maupun kapitalisme. Jika tidak maka ia belum dapat dikatakan seorang muslim yang baik.” 115 “Dan bagi orang-orang yang menerima mematuhi seruan Tuhannya dan mendirikan sholat, sedang urusan mereka diputuskan dengan musyawarah antara mereka.”Asy-Syura: 38 Demokrasi yang dimaksudkannya disini jelas adalah demokrasi yang Islami sebab menekankan pada musyawarah yang didukung oleh pendapat rakyat. Tjokroaminoto menyatakan hal tersebut dalam Program Asas PSII yaitu “Negeri merdeka Indonesia yang kaum Partai SI Indonesia wajib mencapainya, pemerintahannya haruslah bersifat demokratis, sebagaimana yang dicantumkan di dalam Al-Qur’an: 116 “Menurut faham kaum partai SI Indonesia dan juga mengingat contoh- contoh pada zaman Khulafaur Rasyidin, pemerintahan yang dimaksudkan didalam ayat-ayat tersebut, terlebih-lebih buat zaman kita yang sekarang ialah harus suatu pemerintahan yang kekuasaannya bersandar kepada kemauan Rakyat Ummat, yang menyatakan sepenuh-penuh suaranya di dalam suatu Majelis Usy-Syura, yaitu berupa Majelis Perwakilan Rakyat, susunan hak-hak dan kewajiban-kewajibannya harus berdasar kepada asas- asas demokrasi yang seluas-luasnya.” Selanjutnya, Tjokroaminoto menjelaskan bahwa: 117 Dengan mengambil sampel tentang kehidupan politik di desa-desa, ia berharap demokrasi juga dapat diterapkan di Hindia secara menyeluruh. Ia mengatakan di desa-desa demokrasi telah ada dalam bentuk Dewan Kampung, 115 H.O.S Tjokroaminoto, Islam dan Sosialisme, op.cit, hal.135 116 Q.S. Asy-Syura: 38 117 H.O.S Tjokroaminoto, Tafsir Program Asas dan Program Tandhim PSII, Jakarta: Lajnah Tanfidiyah PSII, 1965, hal.29-30 Universitas Sumatera Utara tempat semua warga desa dapat saling berdiskusi untuk memecahkan masalahnya sehari-hari. Belum lagi pemilihan kepala kampung telah menjadi model demokrasi di Hindia. 118 Perintah mengadakan pemerintahan yang bersifat musyawarah menurut beliau turun di Makkah ketika kaum muslimin masih berjumlah sedikit dan hidup dalam penindasan dan ketidakadilan. Perintah tersebut ternyata bermaksud agar kaum muslimin, walaupun dalam keadaan tertindas, perlu menyiapkan organisasi untuk membicarakan dan memutuskan perkara-perkara mengenai umat. Organisasi ini adalah majelis yang disebut sebagai Majelis Usy Syura dan waktu itu modelnya dapat disamakan dengan parlemen masa sekarang. Musyawarah itulah yang menjadi dasar corak pemerintahan Islam era Khulafaur Rasyidin. 119 Di dalam Islam, pemerintahan baik yang berbentuk republik atau kerajaan dengan parlemen harus berlandaskan ‘sosialisme yang sejati’ sebagaimana yang dipraktekkan oleh Nabi Muhammad SAW. Didalam sistem ini, baik rakyat maupun penguasanya akan dapat terbebas dari sikap saling membenci dan bermusuhan disebabkan perbedaan golongan, perbedaan bangsa atau warna kulit; tidak ada perbedaan kebutuhan dan keperluan antar yang diperintah dan yang memerintah; atau penduduk tidak perlu lagi memakai kekuasaan dan polisi untuk menjaga ketertiban. Pemerintahan mendapat kontrol dari seluruh rakyat yang berpegang pada hukum Tuhan yaitu Al-Quran. 120 118 Safrizal Rambe, Sarekat Islam Pelopor Bangkitnya Nasionalisme Indonesia 1905-1942 op.cit, hal.83 119 H.O.S Tjokroaminoto, Tafsir Program Asas dan Program Tandhim PSII, op.cit, hal. 31-32 120 Ibid, hal.34-35 Kedaulatan Negara dipegang oleh rakyat yang berlandaskan nilai-nilai Islami inilah yang menjadi perhatian Tjokroaminoto. Universitas Sumatera Utara Untuk mendukung pemerintahan yang sosialistis yang kedaulatan Negara ada di tangan rakyat ini, mula-mula tabiat tiap rakyat harus diubah sehingga mampu untuk membangun masyarakat yang sosialistis. Pendidikan politik harus ditanamkan pada rakyat agar mengerti hak dan kewajibannya. Tjokroaminoto menandaskan “tiap-tiap kali terasa perlunya ada usaha untuk memperbaiki soal pemerintahan dan Negara, maka tiap-tiap kali pula tambah perlunya diadakan usaha untuk memperbaiki tabiat dan perangai dari tiap-tiap rakyat dalam Negara tersebut.” 121 “Untuk mencapai tujuan kita, dan untuk memudahkan cara kerja kita agar rencana raksasa itu dapat dilaksanakan, maka perlulah, dan kita harapkan dengan sangat agar diadakan peraturan, yang memberi kita penduduk bumiputera hak untuk ikut serta dalam mengadakan bermacam-macam peraturan yang sekarang sedang kita pikirkan. Tidak boleh terjadi lagi, bahwa dibuat perundang-undangan untuk kita, bahwa kita diperintah tanpa kita, dan tanpa keikutsertaan kita”. Dilanjutkan lagi “Kita terus mengharapkan dengan ikhlas dan jujur datangnya status berdiri sendiri bagi Hindia Belanda, atau paling sedikit Dewan Jajahan Dewan Rakyat, agar kita dapat berbicara dalam urusan pemerintahan.” Kemudian mengenai parlemen yang dimaksudkan oleh beliau adalah Dewan Rakyat. Dalam kongres SI di Bandung pada tahun 1916 ia mengemukakan: 122 Dewan Rakyat yang akan dibentuk pada tahun 1917 itu, walaupun tidak dapat disebut ideal, menurut Tjokroaminoto tetap harus disambut dengan gembira sebagai langkah pertama untuk mencapai tujuan akhir, ialah pemerintahan sendiri untuk Indonesia. Karena memang pada saat itu, komposisi dari para anggota Volksraad amat tidak seimbang dan tidak menguntungkan rakyat. Apalagi wewenang Volksraad hanya sebagai penasihat pemerintah kolonial Belanda. 121 M. Masyhur Amin, H.O.S Tjokroaminoto, Rekonstruksi Pemikiran dan Perjuangannya, op.cit, hal.46 122 A.P.E. Korver, Sarekat Islam, Gerakan Ratu Adil, op.cit, hal.59 Universitas Sumatera Utara Volksraad bukan badan legislatif sebagaimana tuntutan Kongres SI yakni badan legislatif sebagai badan pembuat undang-undang yang akan dikenakan kepada rakyat. 123 Jadi menurut pandangan Tjokroaminoto, apa yang dimaksud referendum tidak lain ialah hak rakyat atau ummat untuk menyatakan pendapatnya terhadap rancangan Undang-Undang baik yang disampaikan oleh pemerintah ke forum parlemen atau yang berasal dari usul inisiatif anggota Dewan Rakyat parlemen sendiri. Sedang yang dimaksud dengan volksinitiatief disini ialah hak rakyat untuk mengajukan. Rancangan Undang-Undang sendiri langsung kepada parlemen tentang apa yang menjadi keinginan rakyat. Adanya referendum dan volksinitiatief oleh beliau bukan untuk meniadakan parlemen, tetapi justru untuk memperkuat dan memperluas pengaruh parlemen dan juga sebagai bukti bahwa parlemen itu adalah hasil penjelmaan dan kemauan rakyat dan karena itu parlemen harus Namun apabila Dewan Rakyat maupun partai-partai politik tidak mampu untuk memperjuangkan kepentingan rakyat, maka rakyat harus memberikan kesempatan untuk menyatakan sikapnya dalam bentuk referendum agar pemerintah dan parlemen dapat mengetahui secara pasti tentang suatu Undang- Undang yang akan disahkan itu apakah dapat diterima oleh rakyat atau tidak. Bahkan dalam rangka kepentingan secara menyeluruh, rakyat pun harus diberi kesempatan untuk menyampaikan inisiatif rakyat sendiri secara langsung yang disebut dengan istilah Belanda Volksinitiatief. Perihal ini seperti yang sudah berlaku di Swiss kira-kira sejak pertengahan dan penghabisan abad ke-19. 123 Ahmad Mansur Suryanegara, Api Sejarah, op.cit, hal.397 Universitas Sumatera Utara bergantung kepada dan senantiasa mengumandangkan suara dan kepentingan rakyat. 124 Selanjutnya Tjokroaminoto menyatakan bahwa dalam sistem pemerintahan Islam, sudah sejak lama terdapat peraturan atau undang-undang mengenai orang-orang yang mempunyai hak memilih yang disebut ahlul ikhtiyar atau ahlul aqd wal hall yaitu orang-orang yang membuat dan membatalkan undang-undang, dan mengenai orang-orang yang mempunyai hak untuk dipilih atau ahlul imamat yaitu orang-orang yang bertugas memegang dan menjalankan kekuasaan. 125 Tjokroaminoto sendiri semasa masih aktif menginginkan banyak tokoh Islam yang moderat duduk dalam pemerintahan, namun tidak berarti ingin pemerintahan menjadi Negara Islam karena ini akan mengingkari sendiri ajarannya tentang perlunya menghargai semua agama yang ada di Indonesia tanpa diskriminasi, tanpa ada yang menjadi kelompok penguasa atas nama agama. Dengan konstitusi nasional berdasarkan suatu agama, maka pemeluk agama lain langsung atau tidak akan terdiskriminasi bahkan termarjinalkan. Karena itu pulalah dia lebih banyak mengedepankan pemahaman bahwa muslim itu demokrat dan sosialis. Dengan pengertian dari prinsip-prinsip ini, berarti setiap umat Islam wajib menjalankan ajaran agamanya dengan menegakkan demokrasi dan menjalankan fungsi sosialnya di masyarakat. Tjokroaminoto tidak mengedepankan kekuasaan Islam melainkan pengabdian Islam di tengah masyarakat yang pluralistik. 124 M. Masyhur Amin, H.O.S Tjokroaminoto, Rekonstruksi Pemikiran dan Perjuangannya, op.cit. hal.43 125 H.O.S Tjokroaminoto, Tafsir Program Asas dan Program Tandhim PSII, loc.cit, hal.32 Universitas Sumatera Utara

3.4. Pemikiran Tjokroaminoto dalam Konfigurasi Politik Kontemporer