Selintas Pemikiran Politik H.O.S Tjokroaminoto

menciptakan tata masyarakat Indonesia dalam wadah negara Indonesia yang mempunyai delapan karakteristik yaitu: 1. Yang merdeka, bersatu dan berdaulat; 2. Yang adil dan makmur; 3. Yang rakyatnya berkehidupan kebangsaan yang bebas; 4. Yang membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang meliputi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; 5. Yang memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa; 6. Yang ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial; 7. Yang kemerdekaan kebangsaannya disusun dalam suatu Undang-undang Dasar Negara Indonesia; 8. Yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat. 22

1.2.3. Selintas Pemikiran Politik H.O.S Tjokroaminoto

Titik tolak pemikiran dan cita-cita perjuangan Tjokroaminoto didasarkan atas tiga dimensi yakni situasi dan kondisi kemasyarakatan yang menjadi tantangan yang harus dihadapinya, aktivitas-aktivitas yang dilakukannya dalam dunia pergerakan nasional sebagai jawaban terhadap tantangan yang dihadapinya, dan gagasan-gagasan yang ditawarkan baik secara langsung melalui ceramah- ceramahnya maupun berupa tulisan dalam berbagai media massa. 22 Ibid, hal.10-14 Universitas Sumatera Utara Untuk merunut awal perkembangan pemikiran H.O.S Tjokroaminoto dalam gelanggang perjuangan kiranya tidak terlepas dengan timbulnya semangat nasionalisme bangsa Indonesia yang berjuang melepaskan diri dari belenggu penjajahan menuju tercapainya kemerdekaan. Di samping itu keberadaan umat Islam pada zamannya juga melatarbelakangi semangat berbuat dan beramal untuk bangsa dan negaranya, dan khususnya guna membawa keberadaan Islam kepada citra yang sesuai dengan ajaran sucinya. 23 Tjokroaminoto menyadari bahwa umat Islam yang tertindas, diubah oleh penjajah menjadi seperti tertidur lelap kesadarannya. Tidak lagi menyadari bahwa dirinya memiliki tanah air, bangsa dan agama yang terjajah. Pasrah tanpa minat untuk melepaskan dirinya dari penindasan yang tiada melelahkan gairah hidupnya. Sama halnya dengan bangsa Arab yang terbiarkan menjadi bangsa jahiliyah dan terjajah oleh Kekaisaran Romawi dan Persia. Tidak lagi memahami siapa sebenarnya yang dijadikan lawannya. Dengan demikian, terjadilah serang menyerang antar tetangga, pecah berantakan, dan saling menghancurkan dirinya. 24 H.O.S Tjokroaminoto berusaha mencapai persatuan rakyat atas dasar kebangsaan Indonesia dan tidak menginginkan perpecahan atas dasar macam- macam isme. Dalam hal ini nyata-nyata beliau seorang muslim yang berpandangan luas yang mencita-citakan tercapainya kebulatan kebangsaan Indonesia yang melenyapkan rasa dan fanatisme kedaerahan provinsionalisme. Tjokroaminoto tidak menghendaki timbulnya perasaan kejawaan, kesumateraan, keborneoan, dan lain-lain. Kesadaran kebangsaan itu harus tumbuh di segenap lapisan masyarakat Indonesia dan meliputi semua golongan yang ada. Namun 23 Tashadi dkk, Tokoh-Tokoh Pemikir Paham Kebangsaan, loc.cit, hal.73 24 Ahmad Mansur Suryanegara, Api Sejarah, op.cit, hal.366 Universitas Sumatera Utara beliau bukan hanya seorang pejuang yang mengembangkan paham kebangsaan Indonesia yang tidak berpecah belah, tetapi beliau juga menginginkan pula suatu dasar yang lebih kokoh dan abadi sifatnya. Keyakinan agama Islam-lah yang mengandung paham kebangssan yang luas. 25 Dengan mencontoh kepemimpinan Rasulullah S.A.W, Tjokroaminoto berjuang membangkitkan kesadaran nasional umat Islam. Bangkit dengan Al- Quran dan Sunnah. Melalui paradigma Lima-K Kemauan, Kekuatan, Kemenangan, Kekuasaan,dan Kemerdekaan dibangunkanlah kesadaran umat Islam yang sedang terlena dan lupa akan martabat dirinya, agar bangkit menjadi bangsa yang merdeka. 26 Tjokroaminoto juga salah satu tokoh yang memelopori sosialisasi istilah nasional, bersama Agus Salim, Abdoel Moeis, dan Wignjadisastra pada National Congres Centraal Sjarikat Islam Pertama-1e natico di Gedung Concordia atau Pada Rapat Akbar Sarikat Islam di Surabaya 1331 H1913 M diperkenalkanlah paradigma Lima-K tersebut. ”Dari Kemauan yang membaja, umat Islam akan memiliki Kekuatan. Hanya dengan Kekuatan umat Islam akan memperoleh Kemenangan. Melalui Kemenangan, umat Islam akan dapat menduduki Kekuasaan. Tanpa Kekuasaan di Tangan umat Islam akan tetap menjadi bangsa yang terjajah. Dengan duduk pada Kekuasaan, umat Islam memperoleh Kemerdekaan. Dengan disadarkan adanya dua macam Kemerdekaan. Pertama, Kemerdekaan Politik artinya terlepasnya umat Islam dari penjajahan. Kedua, dari Kemerdekaan Politik akan dapat diciptakan Kemerdekaan Sejati, yaitu terwujudnya kemakmuran dan keadilan.” 25 Tashadi dkk, Tokoh-Tokoh Pemikir Paham Kebangsaan , op.cit, hal.91 26 Ahmad Mansur Suryanegara, Api Sejarah,op.cit, hal.368 Universitas Sumatera Utara Gedung Merdeka Bandung pada 1335 H1916 M. 27 Menurut Tjokroaminoto, makna istilah nasional merupakan suatu usaha untuk meningkatkan seseorang pada tingkat natie bangsa. Selanjutnya ditambahkan pengertian nasional sebagai usaha untuk memperjuangkan tuntutan Pemerintahan Sendiri atau sekurang- kurangnya agar orang-orang Indonesia diberi hak untuk mengemukakan suaranya dalam masalah-masalah politik. 28 Mengenai sosialisme Tjokroaminoto mengatakan ”Wie goed Mohammedaan is, is van zelf socialist, en wij zijn Mohammedanen, dus zijn wij socialisten Seorang muslim sejati dengan sendirinya menjadi sosialis, dan kita kaum Muslimin, jadi kita kaum Sosialisten.” Selanjutnya Tjokroaminoto menandaskan hanya Islamlah yang dapat memberikan ajaran sosialisme yang benar. Tjokroaminoto mengingatkan ajaran Islam jauh lebih sempurna daripada ajaran Komunisme Karl Marx. Untuk memahamkan apa yang sebenarnya diajarkan Islam tentang sosialisme dan perbedaanya dengan sosialisme dan komunisme yang diajarkan oleh Karl Marx dan kawan-kawannya, Tjokroaminoto menulis buku Islam dan Sosialisme pada 1342 H1924 M. Di buku tersebut Tjokroaminoto mengingatkan dasar teori Historisch Materialism ajaran Karl Marx bertolak dari ajaran Ludwig Feurbach yang beranggapan bahwa segala sesuatu itu benda stof. Ajaran ini tidak mengenal adanya roh. Karl Marx dan Engels menolak teori Idealisme Hegel, bahwa segala sesuatu terjadi karena produk dari proses berpikir dialektica idea. Mereka tidak membenarkan adanya Absolut Idea atau Tuhan sebagai sumber ide manusia. Pandangan filosofi Hegel yang demikian itu, oleh Bebel dalam Die Frau, dibantahnya, bukan Tuhan yang menjadikan 27 Ibid, hal.365-382 28 Amelz, HOS Tjokroaminoto Hidup dan Perjuangannya Jilid I, op.cit, hal.106 Universitas Sumatera Utara manusia, melainkan manusialah yang membikin-bikin adanya Tuhan. Pandangan filsafat ini sangat bertentangan dengan ajaran agama yang mempercayainya adanya sesuatu yang gaib ataupun Tuhan 29 . Seperti tertuang dalam bukunya ”Kita orang yang bertuhan, mengatakan dengan yakin, bahwa segala sesuatunya itu asalnya dari Allah, oleh Allah, dan kembali kepada Allah Uit God, door God en tod God ilin alle dingen. Historis materialisme sebaliknya, ia mengajarkan bahwa segala sesuatu itu berasal dari benda, oleh benda dan kembali kepada benda Uif de stof, door de stof, tot de stof ziinalle dingen.” 30 Lebih lanjut di dalam bukunya tersebut juga dijelaskan Tjokroaminoto mendasarkan dirinya pada Sosialisme Islam. Menurutnya ”Sosialisme menghendaki cara hidup satu buat semua dan semua buat satu, yaitu cara hidup yang hendak mempertunjukkan kepada kita, bahwa kita memikul tanggung jawab atas perbuatan kita satu sama lain. Individualisme mengutamakan paham tiap-tiap orang buat dirinya sendiri, sesuatu yang bertentangan dengan sosialisme.” 31 Yang menjadi dasar sosialisme Islam adalah ”Kaanan nasu ummatan wahidatan, sesungguhnya seluruh umat manusia itu bersaudarabersatu, begitulah pengajaran di dalam Al-Qur’an yang suci, yang menjadi dasar Sosialisme. Kalau segenap umat manusia kita anggap sebagai persatuan, tak boleh tidak kita wajib berusaha untuk mencapai keselamatan bagi mereka semuanya.” 32 Bagi Tjokroaminoto sosialisme sebagai nilai tidak bertentangan dengan Islam selama bertujuan ”memperbaiki nasibnya golongan manusia yang termiskin dan terbanyak bilangannya, agar supaya mereka bisa mendapatkan nasib yang 29 Ahmad Mansur Suryanegara, Api Sejarah,op.cit, hal.413 30 H.O.S Tjokroaminoto, Islam dan Sosialisme, Bandung: Sega Arsy, 2008, hal.21 31 Ibid, hal.1 32 Ibid, hal.23 Universitas Sumatera Utara sesuai dengan derajat manusia, yaitu dengan memerangi sebab-sebab yang menimbulkan kemiskinan.” Sosialisme seperti ini tentu mendasarkan diri pada ajaran agama dan falsafah. Lebih jauh Tjokroaminoto mengatakan ”sosialisme yang wajib dituntut dan dilakukan oleh umat Islam bukannya sosialisme yang lain melainkan sosialisme berdasarkan azas-azas Islam belaka. Sosialisme yang kita tuju bermaksud mencari keselamatan dunia dan keselamatan akhirat.” 33 33 Ibid, hal.3-5

1.3. Perumusan Masalah