Hal kedua yang membedakan ijime dengan bullying adalah sasaran utama dari tindakan ijime bukanlah fisik melainkan mental korban. Inilah yang menjadi
karakteristik dari ijime di Jepang. Tujuan dari tindakan ijime adalah untuk menjatuhkan mental korban, membuat korban merasa rendah diri dan tidak pantas
berada di dalam suatu kelompok yang sama dengan si pelaku. Taki 2001:56 menyatakan bahwa berdasarkan hasil survey yang
dilakukan peneliti Jepang banyak disebutkan bahwa ijime dapat terjadi kapanpun, di sekolah manapun, dan di antara anak-anak manapun. Survey tersebut
menyatakan bahwa ijime tidak dipertimbangkan sebagai tingkah laku spesifik seorang anak yang “luar biasa” dengan latar belakang yang problematik tetapi
sebagai seorang anak yang biasa. Yang melakukan ijime bukan hanya anak-anak yang memiliki latar belakang yang berbeda namun anak-anak biasa yang dengan
latar belakang baik dan tidak pernah mendapat perlakuan tidak baik pun bisa melakukan ijime.
2.3. Biografi Pengarang
Biografi yaitu uraian tentang kehidupan seseorang, baik orang itu masih hidup atau sudah meninggal. Biografi berisi tentang perjalanan hidup tokoh
tersebut, kehidupan seorang tokoh, deskripsi kegiatan dan prestasi tokoh tersebut, ekspresi tokoh tersebut, serta pandangan tokoh tersebut. Biografi dalam bahasa
Indonesia berarti riwayat hidup seseorang. Dalam biografi seorang tokoh biasanya banyak ditemukan suatu pelajaran yang dapat dipakai dalam kehidupan sehari-hari,
mulai dari awal hidup sampai menjelang ajal banyak yang ditarik hikimahnya. Tujuan dari penulisan biografi ini adalah agar pembaca dan penulis dapat
mengetahui perjalanan hidup seseorang yang dibaca, dapat meneladani dan mengambil pelajaran dari seseorang untuk dipakai dalam kehidupam sehari-
harinya, dapat memberikan sesuatu yang berharga pada diri penulis dan pembaca setelah membacanya, serta penulis dan pembaca dapat meniru cara bagaimana
tokoh tersebut sukses. Toru Fujisawa adalah seorang mangaka
lulusan SMA Kamakur
a , Toru Fujisawa sudah memiliki banyak karya, yang semua karyanya tersebut sangat laku
dipasaran di kalangan pencinta manga, karya-karya nya antara lain: 1.
GTO 1997-2002, terbit di majalah bulanan Shonen 2.
Rose Hip Rose 2002-2003 3.
TOKKO 2004 4.
Wild Base Ballers 2003 dan masih dalam produksi 5.
Rose Hip Zero 2005 dan masih dalam produksi. Toru Fujisawa adalah seorang pria kelahiran Hokkaido pada tanggal 12 januari
1967. Toru Fujisawa yang memiliki nama asli Mari Aizawa ini sudah mendapat banyak penghargaan dari hasil tulisan komiknya.
2.4. Studi Sosiologi Sastra dan Semiotik
Konsep sosiologi sastra didasarkan pada dalil bahwa karya sastra ditulis oleh seorang pengarang, dan pengarang merupakan makhluk yang mengalami
sensasi-sensasi dalam kehidupan empirik masyarakatnya. Sosiologi sastra berasal dari kata sosiologi dan sastra. Sosiologi berasal dari kata Sos Yunani yang
berarti bersama, bersatu, kawan, teman, dan Logi Logos berarti sabda, perkataan, perumpamaan. Sastra dari akar kata Sas Sansekerta berarti mengarahkan,
mengajarkan, memberi petunjuk dan instruksi. Akhiran tra berarti alat, sarana. Merujuk dari definisi tersebut, keduanya memiliki objek yang sama yaitu manusia
dan masyarakat. Meskipun demikian, hakikat sosiologi dan sastra sangat berbeda bahkan bertentangan secara dianetral.
Sosiologi adalah ilmu objektif kategoris, membatasi diri pada apa yang terjadi dewasa ini Das sain bukan apa yang seharusnya terjadi Das solen.
Sebaliknya karya sastra bersifat evaluatif, subjektif, dan imajinatif. Sosiologi sastra merupakan pendekatan yang bertolak dari orientasi
kepada semesta, namun bisa juga bertolak dari orientasi kepada pengarang dan pembaca. Menurut pendekatan sosiologi sastra, karya sastra dilihat hubungannya
dengan kenyataan, sejauh mana karya sastra itu mencerminkan kenyataan. Kenyataan disini mengandung arti yang cukup luas, yakni segala sesuatu yang
berada di luar karya sastra dan yang diacu oleh karya sastra. Demikianlah, pendekatan sosiologi sastra menaruh perhatian pada aspek dokumenter sastra,
dengan landasan suatu pandangan bahwa sastra merupakan gambaran atau potret fenomena sosial. Pada hakikatnya, fenomena sosial itu bersifat konkret, terjadi di
sekeliling kita sehari-hari, bisa diobservasi, difoto, dan didokumentasikan. Oleh pengarang, fenomena itu diangkat kembali menjadi wacana baru dengan proses
kreatif pengamatan, analisis, interpretasi, refleksi, imajinasi, evaluasi, dan sebagainya dalam bentuk karya sastra.
Sastra menyajikan gambaran kehidupan, dan kehidupan itu sendiri sebagian besar terdiri dari kenyataan sosial. Dalam pengertian ini, kehidupan
mencakup hubungan antarmasyarakat dengan orang-orang, antarmanusia, antarperistiwa yang terjadi dalam batin seseorang. Maka, memandang karya sastra
sebagai penggambaran dunia dan kehidupan manusia, kriteria utama yang dikenakan pada karya sastra adalah “kebenaran” penggambaran, atau yang hendak
digambarkan. Pengarang merupakan anggota yang hidup dan berhubungan dengan orang- orang yang berada disekitarnya, maka dalam proses penciptaan karya
sastra seorang pengarang tidak terlepas dari pengaruh lingkungannya. Oleh karena itu, karya sastra yang lahir ditengah-tengah masyarakat merupakan hasil
pengungkapan jiwa pengarang tentang kehidupan, peristiwa, serta pengalaman hidup yang telah dihayatinya. Dengan demikian, sebuah karya sastra tidak pernah
berangkat dari kekosongan sosial. Artinya karya sastra ditulis berdasarkan kehidupan sosial masyarakat tertentu dan menceritakan kebudayaan-kebudayaan
yang melatarbelakanginya. Menurut Endraswara 2003:79 sosiologi sastra adalah penelitian yang
terfokus pada masalah manusia, karena sastra sering mengungkapkan perjuangan umat manusia dalam menentukan masa depannya, berdasarkan imajinasi, perasaan,
dan intuisi. Faruk 1994:1 memberi pengertian bahwa sosiologi sastra sebagai studi
ilmiah dan objektif mengenai manusia dalam masyarakat, studi mengenai lembaga dan proses-proses sosial. Selanjutnya, dikatakan bahwa sosiologi berusaha
menjawab pertanyaan mengenai bagaimana masyarakat dimungkinkan, bagaimana cara kerjanya, dan mengapa masyarakat itu bertahan hidup. Sosiologi
dikatakan memperoleh gambaran mengenai cara-cara menyesuaikan dirinya dengan dan ditentukan oleh masyarakat-masyarakat tertentu, gambaran mengenai
mekanisme sosialitas, proses belajar secara kultural yang dengannya individu-
individu dialokasikannya pada dan menerima peranan tertentu dalam struktur sosial itu.
Menurut Laurenson dalam Fananie 2001:133 terdapat tiga perspektif yang berkaitan dengan sosiologi sastra :
a. Perspektif yang memandang sastra sebagai dokumen sosial yang didalamnya
merupakan refleksi situasi pada masa sastra tersebut diciptakan; b.
Perspektif yang mencerminkan situasi sosial penulisnya; dan c.
Model yang dipakai karya tersebut sebagai manifestasi dari kondisi sosial budaya atau peristiwa sejarah.
Selain pendekatan sosiologis penulis juga menggunakan teori semiotik. Menurut Hoed dalam Nurgiyantoro 1995:40 berpendapat bahwa semiotika
adalah ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda adalah suatu yang mewakili sesuatu yang lain, yang dapat berupa pengalaman, pikiran, perasaan,
gagasan mata, mulut, bentuk tulisan, warna, bendera, bentuk dan potongan rumah, pakaian, karya seni, sastra lukis, patung, film, tari, musik, dan lain-lain yang berda
disekitar kehidupan kita. Kemudian menurut Eco dalam Faruk 1999:44 secara general semiotik dapat didefenisikan sebagai ilmu yang mempelajari sederetan
luas objek-objek, peristiwa-peristiwa seluruh kebudayaan sebagai tanda. Untuk memahami suatu teks dalam sebuah karya sastra diperlukan suatu telaah semiotika
sebagai satu ilmu tentang tanda yang dapat dijadikan pendekatan dalam telaah sastra. Pendekatan semiotika dalam sastra dikenal dengan istilah semiotika sastra.
Semiotika satra bukanlah suatu aliran dan bukan suatu ilmu yang hanya mempelajari bahasa-bahasa alami yang dipakai dalam sastra tetapi juga sistem
tanda-tanda lainnya untuk menemukan kode-kode dalam teks sebuah karya sastra,
menurut Luxemburg dkk, 1986:45. Semiotika satra lebih mengarah pada cara- cara untuk membedakan tanda-tanda seperti tanda sastra dengan tanda tipe-tipe
wacana yang lain yang memandang kesusastraan sebagai kegiatan yang mempersoalkan tipe-tipe yang lain.
2.5. Masalah Sosial