Budaya Ijime Dalam Masyarakat Jepang

tertentu haruslah mencerminkan, atau tidak bertentangan dengan sifat dan keadaan geografis tempat yang bersangkutan. Deskripsi tempat secara teliti dan realistis ini penting untuk mengilhami pembaca seolah-olah hal yang diceritakan itu sungguh-sungguh ada dan terjadi yaitu di tempat dan waktu seperti yang diceritakan. Adapun latar tempat terjadinya peristiwa dalam komik “Great Teacher Onizuka” adalah sekolah, rumah, bengkel.

2. Latar Waktu

Menurur Nurgiyantoro 1995:230, latar waktu berhubungan dengan masalah kapan terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya sastra fiksi. Masalah “kapan” tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu faktual. Latar waktu juga harus dikaitkan dengan latar tempat dan latar sosial sebab pada kenyataannya memang saling berkaitan. Latar waktu dalam komik “Great Teacher Onizuka” ini dilihat dari tokoh Eikichi Onizuka yang berprofesi sebagai guru, maka latar waktunya pada saat siang hari

2.2. Budaya Ijime Dalam Masyarakat Jepang

Kata ijimeru artinya adalah sebagai tindakan mengusik, menggoda, menganiaya dan menyakiti http:puramoz.blogspot.com201312pengertian- ijime-dan-konsep-ijime.html. Kata tersebut kemudian berkembang menjadi sebuah istilah sosial yang digunakan untuk menggambarkan salah satu bentuk tindakan penganiayaan yang terjadi dalam masyarakat Jepang. Ijime biasanya terjadi di dalam konteks sekolah, berhubungan dengan teman sebaya baik pelaku maupun korbannya. Berbeda dengan tindakan agresif lain yang melibatkan serangan yang dilakukan hanya dalam satu kali kesempatan dan dalam waktu yang pendek. Ijime biasanya terjadi secara berkelanjutan selama jangka waktu yang cukup lama, sehingga korban secara terus-menerus berada dalam keadaan cemas dan terintimidasi. Ijime dapat berbentuk tindakan langsung maupun tindakan tidak langsung. Ijime langsung mencakup pelecehan fisik terhadap korbannya, sementara ijime tidak langsung terdiri atas berbagai strategi yang menyebabkan targetnya terasing dan terkucil secara sosial. Para sosiolog Jepang secara sederhana mendefinisikan ijime sebagai tindakan penganiayaan yang terjadi di dalam kelompok masyarakat Jepang. Definisi inilah yang membuat masyarakat sering menyamakan ijime dengan tindakan bullying yang kerap terjadi di negara-negara barat. Kata bullying, yang juga memiliki arti sebagai tindakan menganiaya, tidak memberikan batasan yang jelas mengenai bentuk penganiayaan yang dilakukan sehingga tindakan bullying di negara-negara barat umumnya mengacu pada segala bentuk tindakan yang bertujuan untuk menyiksa fisik korban. Definisi ijime yang juga telah dikemukakan oleh Morita memberikan penekanan pada ide posisi dominan yang berkaitan erat dengan interaksi di dalam satu grup yang sama. Hal ini berarti korban dan pelaku memiliki hubungan kekerabatan yang dekat. Korban ijime bisa saja orang-orang yang berada dalam kelas yang sama, lingkungan pekerjaan yang sama, bahkan tidak jarang masih merupakan anggota keluarga si pelaku. http:schoolcounselorindonesis.blogspot.com.es201111konsep-seputar- bullyingoleh-esyaanesty.html?m=1. Hal kedua yang membedakan ijime dengan bullying adalah sasaran utama dari tindakan ijime bukanlah fisik melainkan mental korban. Inilah yang menjadi karakteristik dari ijime di Jepang. Tujuan dari tindakan ijime adalah untuk menjatuhkan mental korban, membuat korban merasa rendah diri dan tidak pantas berada di dalam suatu kelompok yang sama dengan si pelaku. Taki 2001:56 menyatakan bahwa berdasarkan hasil survey yang dilakukan peneliti Jepang banyak disebutkan bahwa ijime dapat terjadi kapanpun, di sekolah manapun, dan di antara anak-anak manapun. Survey tersebut menyatakan bahwa ijime tidak dipertimbangkan sebagai tingkah laku spesifik seorang anak yang “luar biasa” dengan latar belakang yang problematik tetapi sebagai seorang anak yang biasa. Yang melakukan ijime bukan hanya anak-anak yang memiliki latar belakang yang berbeda namun anak-anak biasa yang dengan latar belakang baik dan tidak pernah mendapat perlakuan tidak baik pun bisa melakukan ijime.

2.3. Biografi Pengarang